21 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas produk pangan ialah
kadar air dalam produk (Herawati, 2008). Kadar air suatu bahan pangan dapat
berdampak pada daya simpannya, karena mikroba semakin terhambat dengan
semakin rendahnya kadar air (Naufalin, dkk 2013).
Buckle, dkk., (2009) menyatakan bahwa gula (sukrosa) yang ditambahkan
ke dalam bahan makanan pada konsentrasi tinggi (minimal 40 %) padatan terlarut,
maka sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia. Kemampuan mengikat air
adalah sifat yang menyebabkan gula dapat mengurangi kadar air pada bahan
pangan yang ditambahkan.
Berdasarkan hasil penelitian, semua komposisi telah memenuhi kriteria
kadar air yang ditetapkan SNI, yaitu berada dibawah ambang batas maksimal
3,5%. Persentase kadar air pada produk hard candy dalam setiap komposisi dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Pengaruh Komposisi Gula Semut Kelapa dan Gula Tebu terhadap Persentase Kadar Air Hard Candy
Komposisi
Perbandingan GT : GS Rerata Kadar Air (%)
500 g : 0 g 0,785 % (A)
375 g : 125 g 0,771 % (A)
250 g : 250 g 0,778 % (A)
125 g : 375 g 0,773 % (A)
0 g : 500 g 0,775 % (A)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada uji BNJ 5%. GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa
Kadar air produk hard candy dalam seluruh komposisi berada dalam kisaran 0,7%, persentase ini tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
antar komposisi. Sesuai dengan teori Buckle (2009), kadar air yang rendah ini
dikarenakan tingginya konsentrasi jumlah gula (sukrosa) yang digunakan sebagai
bahan baku pembuatan permen (lebih dari 40%), sehingga sebagian dari air
menjadi tidak tersedia.
Jumlah gula semut kelapa dan gula pasir yang digunakan dalam seluruh
22
digunakan juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya
perbedaan kadar air dari setiap produk hard candy.
Selain dari aspek komposisi, faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar
air hard candy adalah suhu akhir pembuatan. Dalam penelitian ini, suhu akhir pembuatan hard candy berada dalam temperatur yang sama, yaitu 150oC (10oC dibawah titik lebur sukrosa). Cahyono (2005) menyatakan bahwa kadar air produk
yang bervariasi disebabkan oleh penentuan titik akhir pembentukan kristal. Titik
akhir pembentukan kristal ialah titik pada saat api dimatikan dan pengadukan
terus dilakukan untuk mencegah terjadinya pengkerakan, jika titik akhir lebih
cepat dari yang seharusnya, maka produk akan memiliki kadar air yang tinggi.
Proses pemanasan dapat menyebabkan air yang terdapat pada bahan
tersebut akan menguap. Semakin tinggi suhu pemasakan, maka semakin banyak
air dalam bahan yang mengalami penguapan. Pemanasan yang terlalu cepat akan
mengakibatkan kadar air bahan tinggi, sehingga tekstur sangat lembek, serta
menyebabkan kelarutan sukrosa menjadi rendah yang menyebabkan terjadinya
kristalisasi sukrosa selama pendinginan.
Pemanasan dalam waktu yang terlalu lama dapat mengakibatkan
konsentrasi gula akan meningkat, demikian juga dengan titik didihnya. Keadaan
ini akan terus berlangsung, sehingga seluruh air menguap semua. Bila keadaan
tersebut telah tercapai dan pemanasan terus dilakukan, maka cairan yang ada
bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur, dan pada akhirnya akan
23 4.2 Kadar Abu
Kadar abu pada produk hard candy yang dihasilkan dalam seluruh komposisi sudah memenuhi nilai maksimal dari SNI, yaitu sebesar 2,0%. Gambar
4.1 menunjukkan persentase kadar abu hard candy dari setiap komposisi. Secara statistik, variasi komposisi gula tebu dengan gula semut kelapa tidak memberikan
perbedaan yang nyata.
Komposisi Perbandingan Gula Tebu : Gula Semut Kelapa
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada uji BNJ 5%. Keterangan : GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa
Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Komposisi Gula Semut Kelapa dan Gula Tebu terhadap Persentase Kadar Abu Hard Candy
Menurut Sandjaja (2009), kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan
kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Jika mineral yang
terkandung di dalam bahan pangan tinggi maka tinggi pula kadar abu yang
dihasilkan (Winarno, 2008).
Dalam tabel 2.2 dapat dilihat bahwa gula yang berasal dari kelapa lebih
kaya akan mineral makro seperti Kalium, Natrium, Belerang, dan Klorin,
dibandingkan dengan gula tebu. Dari hasil analisis peneliti, kadar abu dari kedua
jenis gula ini sedikit berbeda, dengan persentase masing-masing sebesar 0,397%
(gula semut kelapa) dan 0,392% (gula tebu), namun setelah diolah menjadi hard candy, perbedaan kadar abu tidak menyebabkan perbedaan yang nyata.
Tidak adanya perbedaan kadar abu ini dikarenakan pada penguapan
beberapa unsur mineral saat pengabuan kering. Kaderi (2015) menyatakan bahwa
penggunaan suhu yang tinggi dalam penetapan kadar abu dapat menyebabkan
24
kelapa lebih kaya akan unsur mineral, namun mineral yang dominan berupa
Kalium, Natrium, Belerang, dan Klorin bersifat volatil, sehingga menguap dan
hilang saat penetapan kadar abu.
4.3 Kadar Gula Reduksi, Kadar Gula Setelah Inversi, dan Kadar Sukrosa Hubungan antara keterkaitan gula reduksi, gula setelah inversi, dan
sukrosa, dapat dilihat pada gambar 4.3.
R
Komposisi Perbandingan Gula Tebu : Gula Semut Kelapa
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada uji BNJ 5%. Keterangan : GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa
Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Komposisi Gula Semut Kelapa dan Gula Tebu terhadap Persentase Kadar Gula Reduksi, Kadar Gula setelah Inversi, dan
Kadar Sukrosa Hard Candy 4.3.1. Kadar Sukrosa
Indahyanti (2014) menyatakan bahwa kualitas gula ditentukan oleh
kandungan sukrosa pada gula. Kandungan sukrosa yang tinggi menyebabkan
kualitas gula lebih baik bila dibanding dengan kandungan sukrosa yang rendah.
Hasil kali faktor kimia (0,95) dengan selisih kadar gula setelah inversi dan
sebelum inversi menunjukkan kadar sukrosa. Keseluruhan komposisi
menghasilkan produk hard candy dengan kadar sukrosa sesuai dengan SNI, yaitu minimal 35%. Dari hasil penelitian terlihat bahwa komposisi 125 g GT :
25
63,869%. Komposisi 0 g GT : 500 g GS memiliki kadar sukrosa yang rendah,
namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan komposisi 500 g GT : 0 g
GS, 375 g GT : 125 g GS, dan 125 g GT : 375 g GS.
Terdapat penurunan kadar sukrosa yang berbeda nyata pada komposisi
250 g GT : 250 g GS dengan komposisi yang menggunakan gula semut kelapa
dalam jumlah yang lebih banyak (komposisi 125 g GT : 375 g GS dan
komposisi 0 g GT : 500 g GS). Perwitasari (2010) menyatakan bahwa
kandungan sukrosa akan semakin besar jika tingkat kemurnian gula tinggi.
Gula semut kelapa memiliki tingkat kemurnian yang lebih rendah
dibanding gula tebu, karena gula tebu melalui pemrosesan pemurnian yang
panjang, sedangkan dalam proses pembuatan gula semut kelapa tidak
dilakukan pemurnian, sehingga gula semut kelapa memiliki lebih banyak
bahan penyebab warna, dan menghasilkan gula dengan tingkat kemurnian yang
lebih rendah dibanding gula tebu. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
penurunan kadar sukrosa pada komposisi yang menggunakan gula semut
kelapa dalam jumlah lebih banyak (komposisi 125 g GT : 375 g GS dan
26
4.3.2 Kadar Gula Reduksi dan Kadar Gula setelah Inversi
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kadar gula reduksi dan kadar
gula setelah inversi dari produk hard candy yang dihasilkan oleh komposisi gula tebu yang dominan (komposisi 500 g GT : 0 g GS, dan komposisi 375 g
GT : 125 g GS) tidak menghasilkan perbedaan yang nyata dengan komposisi
lainnya (komposisi 250 g GT : 250 g GS, komposisi 125 g GT : 375 g GS, dan
komposisi 0 g GT : 500 g GS). Keseluruhan komposisi menghasilkan produk
hard candy dengan kadar gula reduksi sesuai dengan SNI, yaitu maksimal 24%. SNI (3547.1:2008) yang mengatur tentang standar hard candy tidak mensyaratkan nilai maksimal maupun minimal dalam parameter kadar gula
setelah inversi.
Menurut Indahyanti (2014), semakin banyak gula reduksi yang terbentuk
maka gula yang dihasilkan akan bersifat higroskopis, atau mudah menyerap
udara maupun air dari luar. Komposisi 250 g GT : 250 g GS menghasilkan
produk yang memiliki kadar gula reduksi paling tinggi dengan nilai 22,952%.
Hal ini menunjukkan bahwa hard candy yang dihasilkan dari komposisi ini lebih rawan lengket dibandingkan dengan komposisi lain, karena sifatnya yang
cenderung higroskopis sehingga lebih mampu untuk menyerap air atau udara
dari luar. Komposisi 125 g GT : 375 g GS menghasilkan hard candy dengan kadar gula reduksi yang paling rendah, dengan persentase sebesar 18,327%.
Gula dengan kandungan glukosa atau gula inversi tinggi akan sulit
mengeras dan daya simpan pendek karena mudah meleleh (Indahyanti, 2014).
Komposisi 250 g GT : 250 g GS memiliki kadar gula setelah inversi yang
paling tinggi dengan persentase sebesar 94,162%. Berdasarkan hasil penelitian,
dapat dilihat bahwa komposisi 250 g GT : 250 g GS memiliki kemungkinan
berdaya simpan paling pendek dan mudah meleleh. Kadar gula setelah inversi
yang paling rendah diperoleh dari komposisi perbandingan gula tebu dan gula
27 4.4 Hasil Organoleptik Hard Candy
Dalam penelitian ini, pengelompokan panelis hanya menjadi syarat untuk
penerapan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh dari hasil
penilaian 50 panelis, dianalisis dan dibahas secara umum, tanpa melihat
pengelompokkan umur. Hasil organoleptik parameter warna, rasa, dan tekstur dari
hard candy yang dihasilkan dari setiap komposisi dapat dilihat pada gambar 4.3.
K perbedaan yang nyata pada uji BNJ 5%. Keterangan : GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa
Gambar 4.3. Grafik Pengaruh Komposisi Gula Semut Kelapa dan Gula Tebu terhadap Organoleptik Parameter Warna, Rasa dan Tekstur Hard Candy
4.4.1. Parameter Warna
Warna khas gula semut kelapa yang dikomposisikan dengan gula
tebu pada bahan baku pembuatan hard candy mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap warna hard candy. Penggunaan gula semut kelapa sampai pada komposisi 125 g GT : 375 g GS menunjukkan adanya
peningkatan kesukaan yang nyata terhadap warna hard candy dibanding komposisi 500 g GT : 0 g GS. Komposisi 0 g GT : 500 g GS meskipun
mendapatkan penilaian lebih tinggi daripada komposisi 500 g GT : 0 g GS,
namun secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.
Komposisi 0 g GT : 500 g GS dengan karakteristik warna cokelat pekat
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00
Teksur
Rasa
28
warna hard candy yang terlalu gelap dinilai tidak terlalu menarik oleh panelis. Komposisi 125 g GT : 375 g GS merupakan komposisi yang
paling disukai oleh panelis dengan skor rerata tertinggi yaitu 41,4,
komposisi ini menghasilkan hard candy dengan karakteristik warna coklat. Komposisi 375 g GT : 125 g GS dengan karakteristik warna kuning dan
cenderung emas kecoklatan) dan komposisi 250 g GT : 250 g GS (hard candy berwarna kuning-cokelat gelap), meraih rerata skor masing-masing 40,90 dan 40,20. Komposisi 500 g GT : 0 g GS menghasilkan karakterisik
hard candy berwarna kuning cerah yang jernih, dengan rerata skor 30,00. Karakteristik warna kuning cerah jernih yang dihasilkan oleh komposisi
100% gula tebu ini menunjukkan bahwa tidak terjadinya karamelisasi
ekstrim yang berpengaruh terhadap warna akibat pemanasan selama masa
pemasakan berlangsung. Warna dari setiap komposisi dapat dilihat pada
gambar 4.4 dibawah ini :
500 gram GT : 0 gram GS 375 gram GT : 125 gram GS
250 gram GT : 250 gram GS 125 gram GT : 375 gram GS
0 gram GT : 500 gram GS
29
Gula dapat memberikan warna coklat pada permen yang dihasilkan
karena terjadi reaksi pencoklatan yaitu karamelisasi. Karamelisasi akan
terjadi apabila gula dipanaskan. Semakin banyak gula yang ditambahkan
maka warna coklat semakin terbentuk pada produk (Buckle, dkk., 2009).
Produk hard candy yang dihasilkan juga memiliki kesan kilap seperti kaca, licin, bening, dan tidak keruh atau kusam. Harahab (2010)
dalam Tiaraswara (2015) menyebutkan bahwa permen yang jernih dapat
dihasilkan menggunakan gula dengan tingkat kemurnian yang tinggi,
permen yang mengkilap dan tampilan seperti kaca disebabkan juga oleh
penggunaan sukrosa, karena sukrosa memberikan kesan kilap ketika
mengeras. Senyawa gula termasuk senyawa polyols, dimana senyawa tersebut akan membentuk glass yang keras dalam pembuatan boiled sweets (Edwards, 2000). Lapisan glass ini yang diduga memberikan efek mengkilap dan halus pada pembuatan permen.
Warna merupakan aspek visual yang memiliki peran penting
karena dapat menjadi salah satu daya tarik produk, tidak terkecuali produk
makanan. Sebagai salah satu parameter yang dapat mempengaruhi tingkat
kesukaan, diperlukan adanya pengukuran secara objektif terhadap warna.
Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter MinoltaCR-400, dengan parameter yang dibaca adalah (L), (a*), dan (b*).
Sampel yang akan diukur warnanya diletakkan dalam wadah kemudian
diukur dengan kromameter. Nilai L menyatakan nilai kecerahan (light) yang mempunyai nilai 0 (hitam) hingga 100 (putih).
Pengaruh perbandingan komposisi gula semut dan gula tebu dalam
30
Komposisi Perbandingan Gula Tebu : Gula Semut Kelapa
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada uji BNJ 5%. Keterangan : GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa
Gambar 4.5. Grafik Pengaruh Komposisi Gula Semut Kelapa dan Gula Tebu terhadap Tingkat Kecerahan Produk Hard Candy
Gula semut kelapa yang berwarna cokelat menyebabkan turunnya
tingkat kecerahan dari produk hard candy yang dihasilkan. Hard candy dengan komposisi 250 g GT : 250 g GS, komposisi 125 g GT : 375 g GS,
dan komposisi 0 g GT : 500 g GS secara subjektif atau kasat mata nampak
ada perbedaan kecerahan, namun ketika diukur secara objektif dan diolah
dengan statistik, tidak terlihat adanya perbedaan tingkat kecerahan yang
nyata.
Nilai a* dan b* pada hasil pengukuran dengan Chromameter MinoltaCR-400, digunakanuntuk menentukan derajat HUE. Derajat HUE
berfungsi untuk menentukan warna dari produk. Derajat HUE mempunyai
rumus yaitu : 0HUE = tan-1 (b:a)
Rerata dari nilai a*, nilai b*, dan derajat Hue pada tiap komposisi
dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.3 memperlihatkan range warna yang dihasilkan dari tiap oHue.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Nilai a*, b*, dan oHue Seluruh Komposisi Komposisi 500 g GT : Keterangan : GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa
31
Tabel 4.3 Tabel Warna Derajat Hue
No Nama Warna 0Hue Range 10 Electric Ultra Marine 2550
11 Nila 2710 Nila warna nya. Karakteristik warna dari keseluruhan komposisi yang diukur secara
objektif adalah sebagai berikut :
Komposisi
500 g GT : 0 g GS
: oHue menunjukkan produk masih masuk kedalam range warna kuning.
Komposisi
375 g GT : 125 g GS
: Komposisi menghasilkan produk hard candy dengan warna merah kecoklatan yang lebih cerah dibandingkan
dengan komposisi 250 g GT : 250 g GS, 125 g GT : 375
32 4.4.2. Parameter Rasa
Gula memiliki peranan yang besar pada penampakan dan cita rasa
produk olahan yang dihasilkan (Fachruddin, 2003).Parameter organoleptik
terhadap rasa dikelompokkan kedalam tiga poin penilaian, yaitu panelis
menilai kesukaan pada tingkat kemanisan produk, penilaian terhadap
kesukaan tingkat rasa gula semut kelapa yang khas pada setiap sampel,
serta penilaian rasa secara keseluruhan.
Gula dari kelapa memiliki rasa manis yang khas, yang mana rasa
manis pada gula tersebut disebabkan oleh adanya beberapa jenis senyawa
karbohidrat, seperti: sukrosa, fruktosa, dan maltosa. Gula dari kelapa juga
memiliki rasa sedikit asam karena adanya kandungan asam organik, serta
memiliki rasa karamel karena adanya reaksi karamelisasi pada karbohidrat
selama pemasakan (Sukardi, 2010).
Peningkatan rasa manis disebabkan oleh semakin tinggi
konsentrasi gula pasir, sehingga glukosa dan fruktosa yang dihasilkan dari
inversi sukrosa juga akan meningkat. Pemanasan menyebabkan terjadinya
perubahan dari sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Buckle,dkk., 2009).
Winarno (2008) menyatakan rasa manis dari sukrosa bersifat murni sebab
tidak meninggalkan after taste (rasa kedua yang muncul setelah cita rasa pertama).
Penggunaan gula semut kelapa menghasilkan peningkatan
penilaian terhadap parameter rasa. Komposisi 500 g GT : 0 g GS
memperoleh skor terendah dengan nilai rerata 29,93. Komposisi 250 g GT
: 250 g GS merupakan komposisi yang paling disukai oleh panelis,
rata-rata penilaiannya mencapai 41,93, skor ini tidak berbeda nyata dengan
komposisi 375 g GT : 125 g GS (40,47), komposisi 125 g GT : 375 g GS
(41,60) dan komposisi 0 g GT : 500 g GS.
Produk 0 g GT : 500 g GS memperoleh skor penilaian yang lebih
rendah (38,87) bila dibandingkan dengan produk hard candy lainnya yang menggunakan gula semut kelapa, namun secara statistik menunjukkan
33 4.4.3. Parameter Tekstur
Parameter organoleptik terhadap tekstur dikelompokkan kedalam
empat poin penilaian, yaitu panelis menilai setuju atau tidaknya
kelengketan, kekerasan, kesan tekstur berpasir pada produk hard candy yang dihasilkan, dan penilaian tingkat kesukaan terhadap tekstur secara
keseluruhan. Perbandingan antar komposisi tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata terhadap penilaian panelis mengenai teksur hard candy, seluruh komposisi mendapat nilai 4 (suka) dari skala 5.
4.4.3.1. Kesan Lengket Produk Hard Candy
Penilaian panelis terhadap kesan lengket dan kesan terasa
berpasir pada produk hard candy dalam seluruh komposisi dapat dilihat di Gambar 4.6.
Keterangan : GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa
Gambar 4.6. Grafik Penilaian Panelis terhadap Kesan Lengket dan Kesan Tekstur Berpasir Produk Hard Candy
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa produk hard candy dari setiap komposisi dinilai tidak lengket hingga sangat tidak lengket
oleh 50 panelis dengan persentase sebesar 88%-96%. Secara lebih rinci,
hard candy dinyatakan tidak lengket apabila produk memiliki tekstur 4%
34
permukaan yang licin dan tidak lengket saat diambil didalam wadah,
maupun tidak lengket pada langit-langit mulut ketika dimakan.
Hard candy yang tidak lengket ini membuktikan bahwa komposisi sirup glukosa pada penelitian ini sudah tepat. Menurut
Alkarim (2012) selain menyebabkan produk tidak dapat mengeras,
penambahan sirup glukosa yang berlebih mengakibatkan produk
menjadi lengket. Pengemasan dan penyimpanan juga akan berpengaruh
terhadap kelengketan suatu bahan-bahan yang bersifat higroskopis.
Sukrosa dan glukosa akan menyerap kelembapan dan udara, sehingga
akan menambah kelengketan.
Menurut Zuhra (2006), tekstur (kehalusan, kekesatan,
butir-butiran dan viskositas) mampu mempengaruhi kualitas rasa. Produk
hard candy yang dihasilkan dari semua komposisi diharapkan memiliki tekstur yang membuat konsumen nyaman saat memakannya. Sekitar 46
hingga 49 orang dari 50 panelis menyatakan bahwa produk hard candy nyaman ketika berada dilidah karena bagian dalam hard candy tidak terasa kasar, berlubang, maupun tidak terasa adanya butiran-butiran
35
4.4.3.2. Kesan Keras Produk Hard Candy
Gambar 4.7. dibawah ini akan menunjukkan penilaian panelis
terhadap kesan keras dari produk hard candy.
Pers
Komposisi Perbandingan Gula Tebu : Gula Semut Kelapa
Keterangan : GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa. Pada parameter ini tidak ada panelis yang memberikan penilaian “Sangat Tidak Setuju”.
Gambar 4.7. Grafik Penilaian Panelis terhadap Kesan Keras Produk Hard Candy pada Seluruh Komposisi
Sebanyak 84%-94% dari 50 panelis menyatakan penilaian setuju
hingga sangat setuju, bahwa semua produk hard candy yang dihasilkan dari seluruh komposisi memiliki tekstur yang keras, dengan karakteristik
tidak lunak, tidak seperti gulali, tidak lentur ketika didalam mulut, dan
produk hard candy hanya dapat pecah apabila digigit.
Saat pemanasan air dari bahan keluar, air yang tinggal diikat oleh
gula sehingga air yang tersisa dalam produk kecil dan membuat tekstur
permen menjadi keras. (Buckle, 2009). Tekstur keras pada hard candy membuktikan bahwa komposisi sirup glukosa pada penelitian ini sudah
tepat. Menurut Alkarim (2012) penambahan sirup glukosa yang berlebih
mengakibatkan produk tidak dapat mengeras.
36
4.5 Penentuan Komposisi Hard Candy Terbaik
Hasil penilaian dari seluruh parameter organoleptik digunakan sebagai
acuan utama untuk menentukan komposisi yang menghasilkan produk hard candy terbaik, atau yang paling disukai oleh panelis. Masing-masing parameter penilaian
organoleptik (warna, rasa, dan tekstur) dianggap memiliki proporsi yang sama
dalam menentukan produk hard candy yang paling disukai oleh panelis. Hasil rekapitulasi penilaian organoleptik pada seluruh komposisi dapat dilihat pada
tabel 4.4
Tabel. 4.4 Rekapitulasi Hasil Penilaian Parameter Organoleptik Komposisi
Perbandingan GT :GS
Parameter Penilaian Organoleptik
�
Warna Rasa Tekstur
500 g : 0 g 30,00 29,93 40,05 33,33
375 g : 125 g 40,90 40,47 41,40 40,92
250 g : 250 g 40,20 41,93 41,75 41,29
125 g : 375 g 41,40 41,60 42,20 41,73
0 g : 500 g 36,40 38,87 42,60 39,29
Keterangan : GT = Gula Tebu, GS = Gula Semut Kelapa
Komposisi perbandingan gula tebu : gula semut kelapa sebesar 125 g: 375
g dinilai sebagai komposisi terbaik atau komposisi yang paling disukai oleh
panelis. Warna dari komposisi ini dapat dilihat pada gambar 4.8.
Gambar 4.8 Warna Produk Hard Candy Hasil Komposisi Gula Tebu : Gula Semut Kelapa sebesar 125 g: 375 g
Jika dilihat dari karakter kimiawi, produk hasil komposisi gula tebu : gula
semut kelapa sebesar 125 g : 375 g memiliki kadar gula reduksi dan gula inversi
yang rendah bila dibandingkan dengan komposisi lain, dengan persentase
masing-masing sebesar 18,379% dan 85,778%. Hal ini menunjukkan hard candy dengan komposisi ini paling tidak mudah meleleh dan cenderung paling mudah mengeras,