• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN KULIT TELUR SEBAGAI KATALIS BIODIESEL DARI CAMPURAN MINYAK JELANTAH DAN MINYAK KELAPA SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANFAATAN KULIT TELUR SEBAGAI KATALIS BIODIESEL DARI CAMPURAN MINYAK JELANTAH DAN MINYAK KELAPA SAWIT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KULIT TELUR SEBAGAI KATALIS

BIODIESEL DARI CAMPURAN MINYAK JELANTAH

DAN MINYAK KELAPA SAWIT

Siti Miskah*, Andika Anugrah, Gunadi

*

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km. 32InderalayaOganIlir (OI) 30662

Email: siti_miskah@yahoo.com

Abstrak

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi yang semakin menipis ketersediannya. Saat ini perkembangan produksi biodiesel difokuskan pada harga produksi yang minimal dan mengurangi dampak lingkungan namun menghasilkan biodiesel dengan kualitas yang maksimal. Penelitian ini telah dilakukan produksi biodiesel dari campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit menggunakan katalis padat yang dibuat dari cangkang telur. Tujuan penelitian ini pengaruh kandungan bahan baku yang memiliki variabel perbandingan volume campuran tertentu minyak jelantah dan minyak kelapa sawit terhadap densitas, viskositas, cetane number, dan flash point biodiesel. Penelitian dilakukan dengan tahap kalsinasi cangkang telur. Tahap selanjutnya reaksi campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit menggunakan katalis yang telah dikalsinasi pada temperatur 650C selama 2 jam. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa asam lemak bebas yang ada pada bahan baku sebanding dengan nilai densitas dan viskositas kinematika biodiesel. Sedangkan untuk bilangan setane dan flash point

dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang ada pada bahan baku serta kemurnian produk.

Kata kunci: Biodiesel, cangkang telur, minyak jelantah, minyak kelapa sawit, transesterifikasi.

Abstract

Biodiesel is an alternative fuel instead of petroleum dwindling availability. Currently the development of biodiesel production is focused on the price of minimal production and reduce environmental impact but produce biodiesel with maximum quality. This research has been carried out the production of biodiesel from waste cooking oil and a mixture of palm oil using a solid catalyst made of eggshell. The purpose of this study the effect of the content of the raw material which has a variable volume ratio of a particular mixture of used cooking oil and palm oil on the density, viscosity, cetane number, and a flash point of biodiesel. The study was conducted with calcination step eggshell. The next stage of the reaction mixture of used cooking oil and palm oil using a catalyst that has been calcined at a temperature of 650C for 2 hours. From the study it can be concluded that the free fatty acids contained in the raw material is proportional to the density and kinematic viscosity of biodiesel. As for the number setane and the flash point is influenced by the type of fatty acids contained in the raw material and product purity.

Keywords : Biodiesel, egg shells, palm oil, transesterification, used cooking oil

1. PENDAHULUAN

Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktifitas industri. Hal itu dapat mengakibatkan pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar fosil. Dari data statistik migas Kementrian ESDM, penggunaan bahan bakar fosil (solar) pada tahun 2006, 2007, 2012 berturut turut adalah 25.203.923 KL, 25.472.781 KL, 34.209.757. Data ini membuktikan bahwa konsumsi bahan bakar

fosil khususnya solar meningkat dari tahun ketahunnya.

(2)

Salah satu bahan bakar nabati yang dapat dikembangkan adalah biodiesel.

Biodisel merupakan bahan bakar terbarukan pengganti solar yang pada saat ini banyak mendapat perhatian karena pemanfaatan biodiesel tidak harus membangun infrastruktur baru dan harga biodiesel hampir sama dengan bahan bakar solar. Saat ini, penelitian mengenai biodiesel difokuskan kepada usaha untuk mengurangi dampak lingkungan dan efesiensi produksi (Mahreni, 2011).

Pemanfaatan limbah untuk produksi biodiesel dapat mengurangi dampak lingkungan dan menurunkan biaya produksi. Minyak jelantah dan cangkang telur merupakan limbah yang dapat digunakan untuk produksi biodiesel.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan bahan baku yang memiliki variabel perbandingan volume campuran tertentu minyak jelantah dan minyak kelapa sawit terhadap densitas, viskositas, cetane number, dan flash point biodiesel.

Biodiesel adalah bahan bakar alternatif mesin diesel yang dihasilkan dari reaksi kimia antara minyak nabati atau lemak hewan dengan alcohol dan menghasilkan senyawa baru yaitu metil ester. (Alik Khandita, 2012)

Biodiesel memiliki beberapa keunggulan, yaitu diproduksi dari vahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui, biodiesel memiliki angka setana yang tinggi dibanding solar, volatilitas rendah dan bebas sulfur, ramah lingkungan karena tidak ada emisi SOx, menurunkan

keausan ruang piston karena sifat pelumsan vahan bakar yang bagus (kemampuan untuk melumasi mesin dan system vahan bakar), aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun, meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia, memungkinkan diproduksi dalam skala kecil menengah, menurunkan ketergantungan suplai minyak dari negara asing dan fluktuasi harga,

biodegradable atau jauh lebih mudah terurai oleh mikroorganisme dibandingkan minyak mineral. Beberapa parameter spesifikasi biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1.

Minyak kelapa sawit dan inti minyak kelapa sawit merupakan susunan dari fatty acids, esterified, serta glycerol yang masih banyak lemaknya. Didalam keduanya tinggi sertapenuh akan fatty acids, antara 50% dan 80% dari masing‐masingnya. Minyak kelapasawit mempunyai 16 nama carbon yang penuh asam lemak palmitic acid

berdasarkandalam minyak kelapa minyak kelapa sawit sebagian besar berisikan lauric acid. (Dep. Perindustrian, 2007).

Tabel 1. Spesifikasi Biodiesel sesuai SNI 7182-2012

Sumber: BSN.go.id, 2016 Minyak goreng sering kali dipakai untuk menggoreng secara berulang-ulang, bahkan sampai warnanya coklat tua atau hitam dan kemudian dibuang. Dalam penggunaannya, minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut.Melalui proses-proses tersebut beberapa trigliserida akan terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya free fatty acid (FFA) atau asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas inilah yang kemudian akan diesterifikasi dengan metanol menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya ditransesterifikasi dengan metanol, yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka minyak jelantah dapat bernilai tinggi. (Suirta, 2007)

Katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi dari biodiesel ini adalah katalis padat CaO yang terkandung di dalam kulit telur ayam. Kandungan CaCO3 di dalam kulit telur

sekitar 94 % berat, dan sisanya adalah magnesium karbonat, kalsium fosfat dan bahan organik. Oleh karena itu dapat diharapkan bahwa kulit telur dapat digunakan sebagai sumber CaO yang mempunyai kemurnian tinggi sehingga mampu berperan sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi minyak dan metanol menjadi biodiesel. Sumber bahan baku (kulit telur) tersedia cukup banyak dan pada saat ini hanya dibuang (belum dimanfaatkan), oleh karena itu memanfaatkan kulit telur sebagai katalis merupakan usaha yang cukup relevan untuk mengurangi dampak lingkungan dan menurunkan biaya produksi biodiesel. Kalsinasi kulit telur dengan tujuan merubah kalsium karbonat CaCO3 menjadi kalsium oksida (CaO) dengan cara kalsinasi pada suhu 900oC. Proses kalsinasi merubah kalsium karbonat menjadi kalsium oksida sesuai dengan persamaan reaksi:

(3)

Untuk membuat biodiesel, ester dalam minyak nabati perlu dipisahkan dengan gliserol. Ester tersebut merupakan bahan bakar penyusun biodiesel. Selama proses transesterifikasi, komponen gliserol dari minyak nabati digantikan oleh metanol. Untuk membuat biodiesel, ester dalam minyak nabati perlu dipisahkan dengan gliserol. Ester tersebut merupakan bahan bakar penyusun biodiesel. Selama proses transesterifikasi, komponen gliserol dari minyak nabati digantikan oleh metanol. Metanol adalah alkohol yang dapat dibuat dari batubara, gas alam, atau kayu. (Said, 2009).

Metanol memiliki berat molekul 32,042 gr/mol , titik leleh -98oC dan titik didih 64oC. Alkohol yang paling umum digunakan untuk transesterifikasi adalah metanol, karena harganya lebih murah dan daya reaksinya lebih tinggi dibandingkan dengan alkohol rantai panjang, sehingga methanol ini mampu memproduksi biodiesel yang lebih stabil. Berbeda dengan etanol, metanol tersedia dalam bentuk absolut yang mudah diperoleh sehingga hidrolisa dan pembentukkan sabun akibat air yang terdapat dalam alkohol dapat diminimalkan. Biaya untuk memproduksi etanol absolut cukup tinggi. Akibatnya, bahan bakar biodiesel berbasis etanol tidak berdaya saing secara ekonomis dengan metil ester asam lemak, sehingga membiarkan bahan bakar diesel fosil bertahan sendiri. Disamping itu, harga etanol juga tinggi sehingga menghambat penggunaanya dalam produksi dalam skala industri. (Said, 2009). Gambar 1. ReaksiTransesterifikasi

Transesterifikasi minyak menjadi biodiesel (asam lemak metil ester, FAME) dapat digunakan katalis basa, asam, dan enzim. Dalam katalis basa meliputi katalis basa homogen dan katalis basa heterogen. Yang umum digunakan sebagai katalis homogen adalah NaOH dan KOH. Transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat dari pada transesterifikasi menggunakan katalis asam. Namun, dibutuhkan air yang cukup banyak untuk memisahkan

katalis dari produk. Oleh karena itu, biaya pemisahan katalis dari produk akan lebih mahal. Transesterifikasi merupakan suatu proses penggantian alkohol dari suatu gugus ester (trigliserida) dengan ester lain atau mengubah asam–asam lemak ke dalam bentuk ester sehingga menghasilkan alkil ester. Proses tersebut dikenal sebagai proses alkoholisis. Proses alkoholisis ini merupakan reaksi biasanya berjalan lambat namun dapat dipercepat dengan bantuan suatu katalis.(Yuli, 2006).Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi utama dalam pembuatan biodiesel. Pada reaksi ini, trigliserida (minyak) bereaksi dengan metanol dalam katalis basa untuk menghasilkan biodiesel dan gliserol.

Pada solar atau bahan bakar untuk mesin diesel dikenal nilai setane/cetane number. Nilai cetane adalah kemampuan suatu bahan bakar untuk mempersingkat delay ignition (penundaan pembakaran). Delay ignition adalah jarak waktu antara pemasukan/injeksi bahan bakar oleh injektor dengan dimulainya bahan bakar tersebut terbakar.

Cara pengukuran angka cetane yang umum digunakan, seperti standard dari ASTM D613 atau ISO 5165, adalah menggunakan hexadecane (C16H34, yang memiliki nama lain

cetane) sebagai patokan tertinggi (angka cetane, CN=100), dan 2,2,4,4,6,8,8 heptamethylnonane

(HMN yang juga memiliki komposisi C16H34)

sebagai patokan terendah (CN=15) (Knothe, 2005). Dari standard tersebut bisa dillihat bahwa hidrokarbon dengan rantai lurus (straight chain) lebih mudah terbakar dibandingkan dengan hidrokarbon yang memiliki banyak cabang (branch). Angka cetane berkorelasi dengan tingkat kemudahan penyalaan pada temperatur rendah (cold start) dan rendahnya kebisingan pada kondisi idle (Environment Canada, 2006). Angka cetane yang tinggi juga diketahui berhubungan dengan rendahnya polutan NOx

(Knothe, 2005).

Secara umum, biodiesel memiliki angka cetane yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Biodiesel pada memiliki angka cetane minimal 51, sedangkan bahan bakar diesel no. 2 memiliki angka cetane 47 – 55 (Bozbas, 2005). Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester (fatty acid alkyl ester, misalnya) menyebabkan tingginya angka cetane biodiesel dibandingkan dengan solar (Knothe, 2005).

(4)

adanya bahaya api. Alat yang digunakan untuk analisa titik nyala diantaranya open cup&phensky Marten. Minyak dipanaskan dengan kecepatan 2-100F per menit. Setiap pemeriksaan, nyala api diberikan ke uap minyak selama interval waktu 30 detik kemudian suhunya dicatat. (Ali Fasya, 1998)

Viskositasmerupakan ukuran ketahanan terhadap aliran. Tujuan analisa viskoitas adalah mengetahui kekentalan minyak pada suhu tertentu sehingga minyak dapat dialirkan pada suhu tersebut. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran viskositas diantarnya saybold universal viscosity dan saybold furol viscosity. Analisa viskositas dilakukan dengan mencatat lama waktu pengaliran sebuah minyak dalam sebuah wadah pada volume tertentu melalui lubang (office) tertentu dan pada suhu tertentu. Angka viskositas digunakan untuk menentukan nilai index viskositas. Angka index viskositas menunjukkan perubahan nilai viskositas akibat perubahan suhu. Jika angka index viskositas tinggi maka viskositasnya relative tidak berubah terhadap perubahan suhu. Jika angka index viskositas rendah maka viskositasnya sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu. (Ali Fasya, 1998)

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 26 Januari 2016 sampai dengan Maret 2016 di Laboratorium Kimia Organik dan Graha Pertamina Universitas Sriwijaya.

Gambar 2. Rangkaian Alat

Keterangan: 1. Kondensor 2. Pompa

3. Magnetic Stirrer

4. Hot Plate

5. Termometer 6. Ember

Prosedur Proses Pembuatan Biodiesel

1. Persiapan bahan baku a. Minyak Jelantah

Minyak jelantah disaring untuk memisahkan kotoran padat.

b. Katalis Cangkang Telur

Kulit telur dicuci sampai bersih kemudian oven selama 24 jam pada suhu 1100C. Kulit telur kering dihancurkan sampai ukuran 80 mesh.Selanjutnya tepung kulit telur dikalsinasi di dalam furnace dengan suhu 9000C selama 5 jam untuk menghasilkan CaO.

2. Uji FFA

a. Dipanaskan campuran minyak hingga homogen pada 40-500C

b. Timbangminyaksebanyak 5 grkedalamerlenmeyer 150ml

c. Tambahkan 50 ml isopropilalkoholdan 2 tetesindikator PP, panaskan di hot plate sampaiminyaklarut.

d. TitrasidenganNaOH 0.1 N hinggaterbentukwarnamerahmuda. e. CatatpemakaianNaOH 0.1 N. 3. ReaksiTransesterifikasi

Reaksi transesterifikasi berlangsung selama 2 jam, dengan temperatur dijaga konstan antara 600C-650C menggunakan katalis 2% dari massa minyak.

a. Siapkan metanol, 40 % dari massa minyak.

b. Katalis CaO dengan jumlah 2% dari massa minyak, dimasukkan ke dalam metanol, dicampur rata.

c. Minyak sebanyak 200 gr dipanaskan sampai 48-540C.

d. Campur minyak dengan metanol dan CaO dan dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan termometer, pemanas, pengaduk, dan kondensor. Dipanaskanselama 2 jam. e. Setelahdipanaskan,

didiamkansampelselama 12 jam padacorongpemisah.

f. Proses

transesterifikasiakanmenghasilkanmetil esterdanhasilsampinggliserol.

g. Pisahkan lapisan gliserol dengan lapisan metil ester.

h. Cuci metil ester menggunakan aquades yang dipanaskan hingga suhu 500C. i. Lakukan pencucian hingga air cucian

menjadi bening.

(5)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2. Hasil uji nilai asam lemak bebas bahan baku campuran minyak jelantah dan minyak

kelapa sawit Ket : MJ = Minyakjelantah

MS = MinyakKelapaSawit

Bahan baku dari campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit yang akan digunakan untuk pembuatan biodiesel harus dilakukan uji asam lemak bebas. Hal ini dikarenakan jika nilai asam lemak bebas melebihi 5% maka harus dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu sedangkan jika nilai asam lemak bebas kurang dari 5% maka dapat langsung melalui proses transesterifikasi. Nilai asam lemak bebas yang tinggi dapat menganggu jalannya proses transesterifikasi dimana asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis yang akan membentuk sabun.

Hasil Kalsinasi Cangkang Telur

Pembentukan CaO dari kalsinasi cangkang telur dapat dilihat dari perubahan berat sampel sebelum dan sesudah kalsinasi. Dapat diasumsikan perubahan berat sampel terjadi karena pelepasan CO2 dari molekul CaCO3.

Mula-mula sampel cangkang telur memiliki massa 90 gram. Setelah dilakukan kalsinasi pada suhu 9000C selama 5 jam, massa sampel menjadi 50,57 gram. Dari hasil pengamatan langsung, serbuk hasil kalsinasi yang diperoleh pada suhu 9000C selama 5 jam memiliki warna putih merata (gambar pada lampiran). Sedangkan pada percobaan sebelumnya, kalsinasi yang dilakukan pada kondisi suhu 9000C selama 2 jam memiliki warna sebagian putih dan abu kehitaman. (gambar pada lampiran). Berdasarkan penelitian Mahreni,dkk (2011), warna kehitaman disebabkan oleh abu organik yang terkandung pada cangkang telur. Pada kalsinasi selama 5 jam, abu organik telah terdekomposisi dan terlepas dari permukaan CaO sehingga warna abu kehitaman berubah menjadi putih.

Pengaruh variabel volume campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit terhadap densitas biodiesel

100 75;25 50;50 25;75 100

Den

Variabel volume campuran …

Gambar 3. Nilai densitas biodiesel bahan baku campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit.

Pada gambar 3 menunjukkan bahwa nilai densitas untuk minyak jelantah 100% adalah 0,868 gr/cm3. Nilai ini tidak jauh berbeda untuk bahan baku minyak kelapa sawit 100% yaitu 0,879 gr/cm3. Untuk campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit mempunyai nilai densitas sebesar 0,876 gr/cm3 dan 0,888 gr/cm3 pada perbandingan 75% minyak jelantah dan 25% minyak kelapa sawit serta perbandingan 25% minyak jelantah dan 75% minyak kelapa sawit. Jika dilihat pada gambar, terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada sampel campuran 50% minyak jelantah dan 50% minyak kelapa sawit terhadap sampel yang lainnya.

Nilai densitas untuk sampel campuran 50% minyak jelantah dan 50% minyak kelapa sawit ini adalah 0,849 gr/cm3. Menurut penelitian Zuhelmi (2013), perbedaan densitas dapat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak bebas dari bahan baku. Nilai asam lemak bebas untuk campuran 50% minyak jelantah dan 50% minyak kelapa sawit mempunyai nilai yang paling rendah dibandingkan dengan sampel lainnya yaitu 1,2%. Nilai asam lemak bebas yang rendah akan meminimalisir reaksi penyabunan. Reaksi penyabunan membentuk gliserol yang akan meningkatkan nilai densitas dari bahan bakar biodiesel.(Diah, 2013).

Pengaruh variabel volume campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit terhadap viskositas biodiesel

(6)

75% minyak jelantah dan 25% minyak kelapa sawit, campuran 50% minyak jelantah dan 50% minyak kelapa sawit serta 25% minyak jelantah dan 75% minyak kelapa sawit dengan nilai masing masing 11,6116 cSt, 4,346342 cSt, 10,2102 cSt. Namun, untuk nilai viskositas kinematika 100% minyak jelantah tidak jauh berbeda dengan viskositas kinematika 100% minyak kelapa sawit yaitu masing-masing 5,659654 cSt dan 5,462457 cSt. Pada penelitian (Mahreni, 2011), viskositas kinematika biodiesel dari minyak kelapa sawit dengan menggunakan katalis dari cangkang telur adalah 4,68 cSt. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil viskositas kinematika biodiesel dari 100% minyak kelapa sawit pada penelitian ini. Penelitian lain (Aldes,dkk,2013) juga menunjukkan nilai viskositas kinematika yang tidak jauh berbeda dengan viskositas kinematika biodiesel dari 100% minyak jelantah yaitu 5,81 cSt.

Gambar 4. Nilai viskositas kinematika biodieselbahan baku campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit.

Viskositas kinematika dapat dipengaruhi oleh komposisi asam lemak bebas bahan baku. Hal ini terbukti dari sampel campuran 50% minyak jelantah dan 50% minyak kelapa sawit yang menunjukkan nilai asam lemak bebas paling rendah dibanding sampel yang lainnya. Selain itu faktor oksidasi juga meningkatkan nilai viskositas kinematika biodiesel (Zuhelmi, 2013).Minyak jelantah teroksidasi lebih banyak karena telah dipakai berulang-ulang sehingga menaikkan nilai viskositas kinematikanya jika dibandingkan dengan minyak kelapa sawit.

Pengaruh variabel volume campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit terhadap

cetane number biodiesel

Berdasarkan hasil analisa bilangan setana biodiesel pada gambar 5 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang terlalu mencolok antara

masing-masing sampel bahan baku. Bilangan setana paling tinggi terdapat pada sampel 100% minyak kelapa sawit yaitu 108,5 dan biodiesel dari campuran 50% minyak jelantah dan 50% minyak kelapa sawit memiliki bilangan setana terendah yaitu 80,5.

Untuk sampel 100% minyak jelantah menunjukkan bilangan setana 105,6. Menurut (Zuhelmi,2013) nilai setana dipengaruhi oleh komposisi asam lemak yang terkandung di dalam minyak. Semakin tidak jenuh minyak maka semakin rendah bilangan setana. Minyak kelapa sawit memiliki asam lemak jenuh sebanyak 51% berupa asam palmiat dan asam lemak tidak jenuh sebanyak 49% berupa asam oleat.

Sedangkan untuk minyak jelantah, karena telah dilakukan pemanasan bebrapa kali, asam lemak tidak jenuh pada minyak berubah menjadi asam lemak jenuh disebabkan karena terjadinya oksidasi antara oksigen dengan ikatan rangkapnya sehingga ikatan rangkapnya menjadi hilang (Islami, 2014). Teori ini dibuktikan oleh perbandingan sampel 100% minyak jelantah yang memiliki bilangan setana yang lebih tinggi dibandingkan sampel campuran 50% minyak jelantah dan 50% minyak kelapa sawit.

Gambar 5. Nilai cetane number biodiesel bahan baku campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit.

Pengaruh variabel volume campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit terhadap

cetane numberdanflash point biodiesel

Hubungan antara cetane number dan flash point dapat dilihat pada Gambar 6, semakin tinggi nilai cetane number maka nilai flash point juga semakin tinggi. Hal ini menunjukkan kualitas biodiesel yang bagus yakni pada sampel 100% minyak jelantah dan sampel 100% minyak kelapa sawit yang mempunyai nilai

cetane number 105,6 dan 108,5 serta flash point

246,60C dan 221,40C.

(7)

flash point yang tinggi akan memudahkan penanganan bahan bakar, karena bahan bakar tidak perlu disimpan pada suhu rendah. Flash point dapat dipengaruhi oleh jumlah alkohol sisa dan juga pelarut lain yang memiliki nilai titik didih yang rendah pada biodiesel. Semakin banyak jumlah alkohol dan pelarut, maka nilai

flash point akan turun (Zuhelmi, 2013).

Gambar 6. Hubungancetane number dan flash point biodiesel bahan baku campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit.

5. KESIMPULAN

Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa asam lemak bebas yang ada pada bahan baku sebanding dengan nilai densitas dan viskositas kinematika biodiesel. Sedangkan untuk bilangan setane dan flash point

dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang ada pada bahan baku serta kemurnian produk.

DAFTAR PUSTAKA

Anh N. Phan, dkk. 2008. Biodiesel production from waste cooking oils. Jurnal Elsevier Departemen Perindustrian. 2007. Gambaaran

Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Sekretariat Jendral: Jakarta

Fasya, Ali Ismail. 1998. Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Universitas Sriwijaya: Palembang

Gunawan,dkk. 2014. Karakteristik Biodiesel

dari CPO (Crude Palm Oil)

BerbasisGelombangMikro. Politeknik Negeri Pontianak: Pontianak

Hamid, Tilani. 2002. Preparasi Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Kelapa Sawit. Jurnal Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia Universitas Indonesia: Depok

Hariska, A.,dkk. 2012. PengaruhMetanol Dan KatalisPadaPembuatan Biodiesel Dari MinyakJelantahSecaraEsterifikasiDengan

MenggunakanKatalis K2CO3.

JurnalTeknik Kimia UniversitasSriwijaya: Palembang

Khandita, Alik F, danArie, N, D. 2012.Pembuatan Biodiesel daribermacamminyakgorengbekasdengan proses transesterifikasi. JurnalTeknologi Kimia danIndustri Vol. 1. UniversitaasDiponegoro: Semarang Lesbani,dkk. 2013. Produksi Biodiesel Melalui

Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah dengan Katalis Cangkang Kerang Darah (Anandara granosa) Hasil Dekomposisi. Jurnal Kimia FMIPA Universitas Sriwijaya: Palembang

Mahreni. 2011. Pemanfaatan Kulit Telur Sebagai Katalis Biodiesel dari Minyak Sawit dan Metanol. Jurnal Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta: Yogyakarta

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional

Satriadi, Hantoro,dkk. 2014. Peningkatan Kualitas Dan Proses Pembuatan Biodiesel Dari Blending Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dan Minyak Kelapa (Coconut

Oil) Dengan Bantuan Gelombang

Ultrasonik. Jurnal Teknik Kimia Universitas Diponegoro: Semarang Setiowati, Rini,dkk. 2014. Produksi Biodisel

Dari Minyak Goreng Bekas Menggunakan Katalis Cao Cangkang Kerang Darah Kalsinasi 900 °C. Jurnal Mahasiswa Jurusan Kimia Kampus Bina Widya Pekanbaru: Pekanbaru

Suirta.2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Jurnal Kimia FMIPA Universitas Udayana: Bali

Sunu,dkk. 2013. Pembuatan Biodiesel Dari

Minyak Kelapa Sawit Dengan

Menggunakan Katalis Berpromotor

Ganda Berpenyangga γ-Alumina

(8)

Tazora, H.,dkk. Peningkatan Mutu Biodiesel dari Minyak Biji Karet melalui Pencampuran dengan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar. Jurnal Teknologi Industri Pertanian IPB

Gambar

Tabel 1. Spesifikasi Biodiesel sesuai SNI 7182-2012
Gambar 1. ReaksiTransesterifikasi
Tabel 2. Hasil uji nilai asam lemak bebas bahan baku campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit
Gambar 4. biodieselbahan baku campuran minyak jelantah dan minyak kelapa sawit.Nilai viskositas kinematika
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mendeteksi ritme jantung yang dapat diberi shock, AED akan menyarankan operator untuk menekan tombol SHOCK (hanya 9300E) untuk memberikan shock defibrilasi diikuti

Bank menerapkan prosedur Prinsip Mengenal Nasabah untuk memastikan bahwa semua jenis calon nasabah/nasabah harus melalui proses identifikasi dan verifikasi. Prosedur

Kualitas pelayanan reliability dengan indicator memberikan informasi yang benar menunjukkan angka tertinggi pada criteria cukup baik yaitu sejumlah 47 (47%) responden

Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan bahwa penerapan program sinergi pemberdayaan ekonomi komunitas (PROSPEK), dapat disimpulkan bahwa program pemberian

1) Nasabah diterima oleh CS dan diberikan penjelasan mengenai produk deposito yang ada di PT. BPRS Artha Surya Barokah Semarang. 2) CS menyampaikan syarat pembukaan deposito.. 3)

Karena alginat dan persentase tepung tidak bervariasi dalam percobaan ini maka 'significant variance' diantara perlakuan-perlakuan itu tidak dapat diharapkan apabila pengaruh

Adapun Teknik-teknik dalam Konseling Behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk pola tingkah laku) terhadap perangsang,

Keefektifan program penjaringan dan faksinasi hewan penular rabies di kecamatan tersebut dilakukan dengan menghitung penurunan kasus hewan terjangkit rabies dan