• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN RUANG KOTA BERBASIS LINGKUNGAN (Studi di Kelurahan Bumi Waras Kota Bandar Lampung) (Jurnal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN RUANG KOTA BERBASIS LINGKUNGAN (Studi di Kelurahan Bumi Waras Kota Bandar Lampung) (Jurnal)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN RUANG KOTA BERBASIS LINGKUNGAN

(Studi di Kelurahan Bumi Waras Kota Bandar Lampung)

(Jurnal)

Oleh

RUDI ARLANSYAH NPM. 1212011299

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

Judul Jurnal : ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN RUANG KOTA BERBASIS

LINGKUNGAN (Studi di Kelurahan Bumi Waras Kota Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : RUDI ARLANSYAH

No. Pokok Mahasiswa : 1212011299

Jurusan : Hukum Administrasi Negara

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum. NIP. 196309161987031005

Fathoni, S.H., M.H. NIP. 198208262014041001

2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara,

(3)

ABSTRAK

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENATAAN RUANG KOTA BERBASIS LINGKUNGAN

(Studi di Kelurahan Bumi Waras Kota Bandar Lampung)

Oleh

Rudi Arlansyah, Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., Fathoni, S.H., M.H.

Penataan ruang berbasis lingkungan merupakan kebijakan yang penting dalam rangka mewujudkan tata ruang kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Dalam kenyataannya di Bandar Lampung penataan ruang tersebut belum sepenuhnya berorientasi pada penataan ruang kota berbasis lingkungan. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam penataan ruang kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung? (2) Faktor-faktor apakah penghambat dalam Kebijakan pemerintah dalam penataan ruang kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung? Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Kebijakan pemerintah dalam penataan ruang kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung adalah: a) Melakukan studi kelayakan dalam penataan kota berbasis lingkungan guna menentukan langkah penataan kawasan permukiman padat dan permukiman kumuh perkotaan b) Melakukan perencanaan kerjasama antarinstansi dalam penataan kota berbasis lingkungan, di antaranya dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kebersihan Pertamanan c) Melaksanakan penataan kota berbasis lingkungan dengan cara mengubah atau memperbaharui kawasan kota yang mutu lingkungannya rendah dan kumuh. (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam kebijakan pemerintah dalam penataan ruang kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung adalah kondisi wilayah sebagai kawasan rawan bencana berupa bencana tanah longsor dan gerakan tanah, rawan gelombang pasang dan tsunami dan rawan banjir dan pengembang perumahan yang tidak menaati tata ruang kota yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota. Saran penelitian dalam kaitanya dengan kondisi wilayah yang rawan bencana agar Bappeda memperketat izin kepada pengembang yang akan mendirikan perumahan, selain itu Pemerintah Kota disarankan untuk memberikan sanksi terhadap pengembang yang tidak menaati RTRW di Kota Bandar Lampung.

(4)

ABSTRACT

ANALYSIS GOVERNMENT POLICY IN REGULATION ENVIRONMENT BASED CITY SPACE

(Study on Urban Village of Bandar Lampung)

By

Rudi Arlansyah, Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., Fathoni, S.H., M.H.

Environmental spatial arrangement is an important policy in order to realize the safe, comfortable, productive, and sustainable urban spatial plan. In reality in Bandar Lampung spatial arrangement is not yet fully oriented to the arrangement of urban space based environment. The problems of this research are: (1) How is the government policy in environmental city-based spatial arrangement in Bandar Lampung City? (2) What factors are obstacles in government policy in environmental city-based spatial arrangement in Bandar Lampung City? The problem approach used is juridical normative and empirical. The type of data used is primary data and secondary data. Data collection was done by literature study and field study and then analyzed qualitatively. The results of this study indicate: (1) Government policy in environmental city-based spatial arrangement in Bandar Lampung City is: a) Conducting feasibility study in city-based environmental arrangement to determine the steps of settlement of densely populated residential and urban slums b) Planning of interagency cooperation within arrangement of city-based environment, among others with the Public Works Department and Gardening Hygiene Agency c) Implementing the city-based environmental arrangement by changing or renewing urban areas of poor quality and slum environment. (2) The factors that become obstacles in government policy in environment based urban spatial arrangement in Bandar Lampung City are condition of area as disaster prone area in the form of landslide disaster and land movement, tidal and tsunami prone and flood prone and developer of housing that is not adhere to the city spatial designated by the City Government.Suggestion of research in kaitanya with the condition of disaster prone areas so that Bappeda tighten the permit to developers who will establish housing, besides the City Government is advised to sanction against developers who do not obey the RTRW in Bandar Lampung City.

(5)

I. Pendahuluan

Pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan lahiriah dan kepuasan batiniah. Untuk itu pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional, tujuan kebijakan perumahan adalah untuk menjamin bahwa semua rakyat Indonesia, khususnya golongan yang berpenghasilan rendah, mempunyai akses untuk mendiami rumah yang memadai dan terjangkau dalam suatu lingkungan yang sehat. Agar tujuan pembangunan perumahan tercapai, pemerintah terus merumuskan berbagai strategi dan program di bidang penataan lingkungan pemukiman.

Pemerintah kota harus peka terhadap berbagai masalah sosial yang dihadapi dalam penataan lingkungan perumahan. Manusia telah sedikit banyak berhasil mengatur kebiasannya sendiri dan sekarang dituntut untuk mengupayakan berlangsungnya proses pengaturan yang normal dari alam dan lingkungan agar selalu dalam keseimbangan, khususnya yang menyangkut lahan, air dan udara.lahan merupakan benda yang di cari tapi sedikit dimengerti oleh manusia.

Menurut Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diketahui bahwa wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayahkabupaten/kota dan

kawasan strategis kabupaten/kota;

b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota c. pelaksanaan penataan ruang

kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.

(6)

Fenomena yang dihadapi oleh pemerintah daerah di bidang penataan lingkungan pemukiman adalah semakin berkembangnya lingkungan pemukiman kumuh dan tidak memenuhi kualitas kesehatan. Hal ini disebabkan oleh konsep penataan kota yang umumnya berkembang secara bertahap tetapi tanpa dilandasi perencanaan kota yang menyeluruh dan terpadu. Penataan kota tidak dipersiapkan atau direncanakan untuk menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu yang relatif pendek. Kota-kota besar di Indonesia menampilkan wajah ganda, di satu sisi terlihat perkembangan pembangunan yang serba mengesankan dalam wujud arsitektur modern di sepanjang tepi jalan utama kota, namun di sisi lain nampak menjamurnya lingkungan kumuh dengan sarana dan prasarana yang sangat tidak memadai untuk mendukung keberlangsungan kehidupan manusia yang hidup di wilayah perkotaan tersebut, sehingga menunjukkan adanya krisis dalam perencanaan perkotaan. Pembangunan perkotaan yang tidak terencana dengan baik, pada perkembangan berikutnya berdampak pada munculnya masalah dalam kehidupan masyarakat perkotaan, seperti munculnya kesan bahwa kota menjadi kumuh, mudah terjangkitnya penyakit pada masyarakat di pemukiman kumuh dan munculnya anggapan bahwa pemerintah kota setempat tidak mampu mengelola peningkatan kualitas perumahan yang berkualitas.1

Krisis perencanaan perkotaan di antaranya disebabkan oleh kurangnya

1 Ruddy Williams. Klasifikasi Perncanaan

Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Widiatama. Jakarta. 2001. hlm 52.

tenaga profesional dalam bidang perencanaan kota, sehingga produk yang dihasilkan di berbagai kota kurang berkualitas atau di bawah standar penataan kota yang ideal. Selain itu, tumpang tindihnya bebagai perencanaan dan kebijakan kota oleh instansi yang berbeda, berakibat pada ketidak jelasan aparat pelaksananya kebijakan tersebut.

Pada kenyataannya pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di Kota Bandar Lampung, di mana pembangunan komplek perumahan dan industri yang mengabaikan keseimbangan lingkungan sehingga memberikan dampak yang buruk, salah satunya adalah di Kelurahan Bumi Waras. Salah satunya pembangunan perumahan Bukit Alam Surya (BAS) Resident milik Arthalita Suryani yang menyebabkan longsor di kecamatan Bumiwaras Bandarlampung, akibat penggerusan bukit di kawasan tersebut.2

Contoh lainnya adalah reklamasi pantai oleh PT Teluk Wisata Lampung (TWL) yang berlokasi di Bukit Kunyit Kelurahan Bumiwaras Kecamatan Bumiwaras seluas 50 hektare yang merupakan perpanjangan dari perizinan sebelumnya yaitu tahun 2010 dan berakhir pada 2015. Kegiatan reklamasi pantai ini berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem dan biota

2http://www.bandarlampungnews.com/index.php

(7)

laut, serta menyebabkan dampak buruk pada lingkungan di sekitar reklamasi.

Hal ini tidak sesuai dengan konsepsi mengenai pentingnya penataan ruang berbasis lingkungan dalam rangka mewujudkan tata ruang kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Selain itu penataan ruang harus berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Penataan kota berbasis lingkungan, memperhatikan keseimbangan lingkungan dan kelayakan huni merupakan suatu persoalan yang harus segera ditangani dan dicarikan jalan keluarnya oleh Pemerintah Kota, sehingga kualitas penataan kota tersebut menjadi lebih baik, memenuhi syarat keindahan, kebersihan dan kesehatan.

Permasalahan penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah kebijakan pemerintah

dalam penataan ruang kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung?

2. Faktor-faktor apakah penghambat dalam Kebijakan pemerintah dalam penataan ruang kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung?

II.Metode Penelitian

Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara kualitatif. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

III. Pembahasan

A. Kebijakan Pemerintah Dalam Penataan Ruang Kota Berbasis Lingkungan di Kota Bandar Lampung

a. Melakukan Studi Kelayakan dalam Penataan kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam hal ini melakukan studi kelayakan dalam penataan kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung dengan mengacu pada Pasal 52 ayat (3) huruf (f) Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030, menyatakan bahwa penataan kawasan permukiman padat dan permukiman kumuh perkotaan diarahkan pada program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi, rekonstruksi, dan preservasi atau pembangunan rumah susun sederhana sehat baik dengan sistem sewa ataupun milik dengan arahan lokasi berdekatan dengan sumber mata pencaharian namun tetap memperhatikan fungsi utama masing-masing wilayah.

(8)

Adanya sifat hubungan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik artinya orang sebagai angota masyarakat. Solidaritas tersebut ditunjukkan dengan adanya hubungan saling membantu, baik ketika ada yang terkena musibah atau ketika menghadapi masalah bersama di wilayah pemukiman kumuh. Sebagai contohnya adalah masyarakat saling bahu membahu dalam mengatasi masalah bersama ketika banjir datang, mereka bergotong royong menghadapi banjir dan bersama-sama mencari jalan keluar atas masalah pelayanan pengumpulan dan pengangkutan sampah, mengingat di permukiman wilayah pemukiman kumuh masalah pengelolaan sampah belum tertangani dengan baik oleh pihak pemerintah. Saluran air harapannya dapat mengalirkan air limbah secara lancar, sehingga lingkungan menjadi bersih dan nyaman.

Uraian di atas menunjukkan perlunya memperkuat kemampuan masyarakat lokal dengan menumbuhkan partisipasi, inisiatif dan kepemimpinan masyarakat lokal melalui modal sosial (organisasi dan kelembagaan) yang sudah ada, sehingga dalam penyusunan model ini memberdayakan masyarakat dan memperkuat institusi lokal sangat diperlukan. Dalam model ini penguatan modal sosial dalam konteks tata nilai masyarakat setempat di tekankan pada pembukaan wawasan dan penguatan kepercayaan, kerjasama dan keuntungan yang akan didapatkan dengan adanya suatu organisasi/lembaga yang diciptakan dan dikelola dari dan untuk mereka sendiri dan tidak hanya terbatas pada konponen dasar modal sosial saja (kepercayaan dan kerjasamaantar masyarakat). Dengan demikian sistem

nilai/budaya lokal dalam partisipasi, inisiatif dan kepemimpinan masyarakat lokal ini akan menjadi dasar pijakan dan bingkai dalam penerapan model ini. Dengan demikian sikap dan ikut memiliki akan bisa ditumbuhkan dan pada akhirnya kepedulian masyarakat akan lingkungan di tempat mereka akan meningkat.

Secara khusus di Kota Bandar Lampung, studi kelayakan ini dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bandar Lampung dengan menggunakan teknologi yang sesuai akan lebih mampu melaksanakan tugas mengendalikan dampak negatif lingkungan hidup, seperti teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam pemetaan potensi sumber daya alam dan pengukuran tingkat pencemaran air, tanah dan udara.

b. Perencanaan Kerjasama Antar Instansi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam hal ini melakukan perencanaan kerjasama antar instansi dalam penataan kota berbasis lingkungan, di antaranya dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Bandar Lampung yang diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dalam Kota Bandar Lampung.

(9)

tersebut menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan terhadap struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah pada kemerosotan suatu lingkungan permukiman, tidak efisiennya penggunaan tanah daerah pusat kota, dan mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut bisa terjadi di setiap bagian kota. Peremajaan diyakini akan membawa perbaikan-perbaikan keadaan sosial pada wilayah-wilayah yang mengalami kemerosotan lingkungan. Peremajaan kota adalah upaya pembangunan yang terencana untuk merubah atau memperbaharui suatu kawasan di kota yang mutu lingkungannya rendah.

Peremajaan lingkungan permukiman merupakan bagian dari program peremajaan kota. Peremajaan lingkungan permukiman adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan selanjutnya ditempat sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan, rumah susun serta bangunan-bangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan. Peremajaan lingkungan permukiman di kota merupakan proses penataan kembali kawasan kumuh perkotaan agar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai ruang kegiatan masyarakatnya. Proses tersebut terutama diterapkan pada kawasan permukiman yang dihuni oleh kelompok masyarakat kota berpenghasilan rendah.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa masyarakat sangat mengharapkan adanya pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan kualitas lingkungan melalui berbagai pelatihan atau pendampingan kepada mereka, karena dapat

meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan keluarga dan lingkungan. Selain itu dapat meningkatkan peranan masyarakat sebagai salah satu pengambil keputusan dalam usaha peningkatan kualitas lingkungan serta meningkatkan kualitas peran dan kemandirian kelembagaan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam di wilayah pemukiman kumuh.

Pemerintah Kota melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah memberikan perhatian kepada warga di wilayah pemukiman kumuh. Artinya masyarakat perlu mendapatkan perhatian, disamping itu juga dapat dilakukan sosialisasi beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sanitasi. Selain diberikan materi sanitasi maka pada sesi keduanya diadakan pengantar pelatihan terkait masalah pengelolaan sampah dan penyadaran bagi perilaku masyrakat dalam menjaga lingkungan.

(10)

masyarakat dipicu untuk berkeinginan membuat jamban secara sederhana secara saniter dengan tujuan mencegah berkembangbiaknya penyakit yang ditularkan oleh lalat.

Uraian di atas menunjukkan bahwa peran pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sangat dibutuhkan dalam rangka penyadaran tentang pentingnya kebersihan lingkungan khususnya mengenai pengelolaan air limbah dari aktivitas rumah tangga, ditekankan pada upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan saluran air yang ada di sekitar rumah masing-masing. Jangan sampai saluran drainase yang fungsinya untuk mengalirkan air limbah dan air hujan berubah fungsi sebagai tempat penampungan sampah dan lumpur, sehingga mengakibatkan air limbah atau air hujan yang harusnya masuk saluran, tetapi tidak tertampung dan akhirnya tinggal menggenang. Hal ini akan menimbulkan tempat berkembang biaknya nyamuk dan bau yang kurang sedap.

Selain itu sebagai upaya memotivasi individu dan kelompok dalam masyarakat agar mempunyai kemampuan dan keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidup mereka melalui proses rembuk dalam dalam organisasi yang mereka bentuk. Meningkatkan solidaritas antar warga dan kepedulian terhadap lingkungan hidup disekitar mereka dan meningkatkan keadilan kemudahan akses dalam pemenuhan kebutuhan akan sanitasi lingkungan.

Mengingat model ini dikembangkan dari penguatan modal sosial yang telah ada dalam koridor budaya dan tata nilai yang berkembang di masyarakat yang terkait dengan aturan main dan tata krama harus merupakan pertimbangan utama dalam penyusunan model, sehingga dalam proses penerapan hal-hal juga perlu diperhatikan adanya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat dengan cara pembagian kekuasaan secara adil berdasarkan musyawarah mufakat, memunculkan kesadaran dan kekuatan kelompok sehingga dapat memperbesar pengaruh terhadap proses penerapan.

(11)

pelaksanaan model ini dalam lingkup masyarakat dapat dijalankan secara cluster masalah, sehingga masalah tidak akan menumpuk di kelompok besar. Pada model ini jika masalah sanitasi muncul, masyarakat ada dalam lingkup kerja kelompok kerja dan dalam lingkup RT akan membahas pada kelompok kerja dulu dan diselesaikan dalam satuan RT atau kelompok rumah tangga sesuai arahan ketua kelompok kerja, dan besarnya iuran akan ditentukan secara cluster dalam satuan RT atau kelompok rumah.

Jika kelompok kerja sudah bisa menangani dan permasalahan terkait dengan permasalahan sanitasi, maka kelompok kerja tinggal meminta persetujuan pada ketua kelompok, tidak usah melalui rapat/diskusi umum dalam organisasi dan besaran biaya akan di rembug dalam area yang lebih kecil. Kelompok kerja yang sudah di bentuk dapat membahas permasalahan mulai dari akar masalah, cara penyelesaian dan penganggarannya serta siapa yang ditunjuk sebagai pelaksana.

Hal mendasar yang perlu dicermati dalam rangka mendukung peningkatan kualitas pemukiman kumuh adalah dengan melakukan perencanaan, implementasi dan pengendalian terhadap pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang yang dimaksud adalah segala sesuatu upaya dalam menggunakan atau memanfaatkan lahan untuk kegiatan tertentu baik secara kelompok maupun secara perorangan. Pemanfaatan lahan dimaksud berupa pembangunan fisik dan nonfisik berdasarkan ukuran yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Secara kongkrit hal ini dilakukan dengan melakukan pengawasan kepada

masyarakat atau perusahaan yang akan mendirikan bangunan di Kota Bandar Lampung.

Dalam rangka mengendalikan pemanfaatan ruang bagi pembangunan perkotaan dibutuhkan kerangka regulasi yang dijadikan dasar sebagai acuan dalam menetapkan kawasan peruntukannya untuk peningkatan kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan warga kota sehingga dapat diciptakan keserasian dan keseimbangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota.

B. Faktor-Faktor Penghambat dalam Kebijakan Pemerintah Dalam Penataan Ruang Kota Berbasis Lingkungan di Kota Bandar Lampung

1. Kondisi Wilayah Sebagai Kawasan Rawan Bencana

Pelaksanaan pembangunan tata ruang kota belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, karena wilayah di Kota Bandar Lampung termasuk dalam kawasan rawan bencana. Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara langsung tidak langsung oleh perbuatan manusia.

a. Rawan bencana tanah longsor dan gerakan tanah

(12)

sampai curam di wilayah bagian barat yaitu kawasn gunung betung, gunung Balau serta perbukitan serampok dibagian timur. Beberapa wilayah di Bandar Lampung juga memiliki potensi gerakan tanah kategori menengah di Kecamatan Sukarame, Tanjung Karang Timur, Panjang, Teluk Betung Utara, Teluk Betung Barat, Tanjung Karang Pusat, dan Tanjung Karang Barat.

b. Rawan banjir

Kawasan rawan banjir di Kota Bandar Lampung tersebar di beberapa lokasi. Berdasarkan hasil wawancara kepada Chepi Hendri Saputra, upaya pegembangan daerah rawan bencana banjir di antaranya memperbaiki kondisi fisik saluran drainase yang ada dengan meningkatkan kualitas pelayananya dan segala jenis kegiatan yang mempengaruhi kelancaran tata drainase di kawasan banjir dilarang

2. Pengembang Perumahan Tidak Menaati Tata Ruang Kota

Pengembang perumahan di Kota Bandar Lampung yang tidak menaati tata ruang kota yang telah ditentukan oleh Bappeda menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan masterplan di lapangan. Contohnya adalah masih ada perumahan yang dibangun di kawasan yang masuk dalam kawasan pendidikan atau kawasan rawan bencana, sehingga tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung. Dalam konteks yang demikian diperlukan pengawasan dan tindakan tegas dari pemerintah Kota Bandar Lampung untuk menertibkan para pengembang perumahan tersebut.

(13)

IV. Penutup

A. Kesimpulan

1. Kebijakan pemerintah dalam penataan ruang kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung adalah:

a. Melakukan studi kelayakan dalam penataan kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung guna menentukan langkah penataan kawasan permukiman padat dan permukiman kumuh perkotaan diarahkan pada program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi dan rekonstruksi dengan fungsi utama masing-masing wilayah. b. Melakukan perencanaan

kerjasama antar instansi dalam penataan kota berbasis lingkungan, di antaranya dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Bandar Lampung yang diarahkan pada upaya pemberdayaan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dalam Kota Bandar Lampung. c. Melaksanakan hal-hal dalam

penataan kota berbasis lingkungan di Kota Bandar Lampung sebagai sebagai upaya pembangunan yang terencana untuk merubah atau memperbaharui kawasan kota yang mutu lingkungannya rendah dan kumuh.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam kebijakan pemerintah dalam penataan ruang kota berbasis lingkungan di Kota

Bandar Lampung adalah Kondisi Wilayah Sebagai Kawasan Rawan Bencana berupa bencana tanah longsor dan gerakan tanah, Rawan gelombang pasang dan tsunami dan rawan banjir dan Pengembang perumahan di Kota Bandar Lampung yang tidak menaati tata ruang kota yang telah ditentukan oleh Bappeda menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan masterplan di lapangan sehingga tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota Bandar Lampung.

B. Saran

1. Dalam kaitanya dengan kondisi wilayah yang rawan bencana agar Bappeda memperketat izin kepada pengembang yang akan mendirikan perumahan. Selain itu masyarakat

disarankan untuk

mempertimbangkan lokasi perumahan yang sesuai dengan tata ruang kota Kota Bandar Lampung, sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Agustino, Ferdinand. 2008. Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta.

Azwar¸ Azrul. Pengantar Administrasi, BinaAksara, Jakarta. 1999.

Budiharjo, Eko. Percikan Masalah

Arsitektur, Perumahan,

Perkotaan, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, 1998.

Hasibuan, Malayu S.P. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Press. Jakarta

Hariyoso, Soewarno. 2002 Dasar-Dasar Manajemen dan Administrasi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hendrawan, Pembangunan Perumahan

Berwawasan Lingkungan,

Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Himawan, Muammar. 2004.

Pokok-Pokok Organisasi Modern.

Bina Ilmu. Jakarta.

Mustopawijaya, 2004. Dasar-Dasar Administrasi dan Kebijakan Publik. Rineka Cipta. Jakarta.

Putra, Fadillah, 2001. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, PustakaPelajar Offset, Yogyakarta

Raharjo, Budi. 2004. Kota Berwawasan Lingkungan, Pranada Media. Jakart

Roberts, Thomas H. Perencanaan Tata

Guna Lahan Perkotaan,

Penerbit Bentara Jakarta. 2006.

Syarief, Zulfie. Kebijakan Pemerintah di

Bidang Perumahan dan

Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, USU Press, Medan. 2000.

Wahab, Arifin. 2001. Administrasi dalam Pembangunan Nasional. Gunung Agung. Jakarta.

Williams, Ruddy. 2001. Klasifikasi

Perncanaan Pembangunan

Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Widiatama. Jakarta.

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

Referensi

Dokumen terkait

“ Dengan adanya penataan Wilayah Pesisir Kota Bandar Lampung secara langsung akan berdampak pada perkembangan ekonomi. Setiap pembangunan pasti akan menyebabkan relokasi,

Dengan telah ditaatinya kebijakan ini oleh warga Kota Bandar Lampung, maka slogan Kota Bandar Lampung sebagai kota Tapis Berseri dapat terwujud, dikarenakan pada

Dengan telah ditaatinya kebijakan ini oleh warga Kota Bandar Lampung, maka slogan Kota Bandar Lampung sebagai kota Tapis Berseri dapat terwujud, dikarenakan pada

Judul Tesis : PENDEKATAN SISTEM UNTUK PENATAAN RUANG WILA YAH PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG Nama : Abdullah Aman Damai1. NRP :

Judul Tesis : PENDEKATAN SISTEM UNTUK PENATAAN RUANG WILA YAH PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG Nama : Abdullah Aman Damai1. NRP :

Bagaimana tinjuan hukum Islam tentang pelaksanaan kebijakan pemerintah kota Bandar Lampung tentang pengendalian dan pengawasan penjualan minuman berakohol?,

Kebijakan pemberlakuan BRT dituangkan ke dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030, Pasal 10

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah Hukum Administrasi Negara, dengan kajian mengenai kebijakan Program Penataan Lingkungan Pemukiman Berbasis Komunitas