KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP KENAIKAN PAJAK REKLAME
Ahmad Fajri, Dr. Yuswanto, S.H., M.H., Satria Prayoga, S.H., M.H.
Hukum Adsminitrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojomegoro, No. 1 Bandar Lampung 35154
Email : fajri.cool@ymail.com
ABSTRAK
Pajak reklame merupakan bagian dari Pajak Asli Daerah yang memiliki potensi yang terus
dapat ditingkatkan sebagai sumber andalan bagi pajak daerah. Pada akhir tahun 2011
tepatnya pada tanggal 1 Desember 2011 Pemerintah kota Bandar Lampung mengesahkan
Peraturan Walikota (PERWALI) Nomor 114 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemungutan
Pajak Reklame, PERWALI ini menimbulkan polemik dikarenakan adanya kenaikan pajak
reklame yang tinggi, dan jauh lebih tinggi dari pajak reklame yang ditetapkan sebelumnya.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kebijakan seperti apakah yang
diterapkan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung terhadap kenaikan pajak reklame, dan
faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam menerapkan kebijakan Pemerintah
Kota Bandar Lampung terhadap kenaikan pajak reklame. Pendekatan masalah yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris. Sumber data
yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder yang dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan.
Kata kunci : Kebijakan, Kenaikan Pajak Reklame
ABSTRACT
advertising tax which is one of Original Regional Income Tax sources. It needs to improve
for regional income. In the last of 2011, in December 1st 2011, the Bandar Lampung
Government enacted the major decree (or PERWALI) number 114 about Advertising Tax
Collection Procedure. This PERWALI caused polemics for the high increase of advertising
tax that was higher than before.
The problem statements in this research were what kind of policy implemented by Bandar
implementing the policy of advertisement tax increase by Bandar Lampung. This research
used normative and empirical approaches. Data were collected from primary and secondary
data with literary and field studies.
Keywords : Policy, Advertisement Tax Increase
I. PENDAHULUAN
Pajak reklame merupakan salah satu
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang mempunyai potensi cukup besar di
wilayah Pemerintah Daerah Kota Bandar
Lampung. Pajak Reklame sebagai salah
satu sumber Pendapatan Daerah yang
berpotensi dan dapat dilakukan
pemungutan secara efisien, efektif, dan
ekonomis sehingga dapat lebih berperan
dalam usaha peningkatan Pendapatan Asli
Daerah di kota Bandar Lampung.1
pertumbuhan reklame di Kota Bandar
Lampung semakin hari semakin ramai.
Setiap hari sepertinya ada satu reklame
yang dibangun di jalan-jalan utama kota
ini tentunya dengan bentuk yang beragam
apakah itu berupa neonbox, billboard,
signboard, spanduk atau bando jalan.
Dalam permasalahan yang ada di Kota
Bandar Lampung sendiri, yang mana hal
ini kemudian menjadi pembahasan utama
dalam penelitian ini, yakni terkait
1Bandar lampung, Peraturan Walikota Bandar Lampung tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Reklame, PERWALI Nomor 114 Tahun 2012, bagian menimbang.
kebijakan Pemerintah Kota Bandar
Lampung terhadap kenaikan tarif pajak
reklame, merupakan salah satu
permasalahan yang dapat dilihat dari
pendekatan politik perkotaan.
Kebijakan kenaikan tarif pajak reklame
yang kemudian membawa pada suatu
dinamika konflik dan sempat berwacana
menjadi sebuah keputusan pemakzulan
terhadap walikota Bandar Lampung, pada
hakekatnya merupakan sebuah problem
perkotaan yang dipandang secara berbeda
oleh aktor-aktor perkotaan itu sendiri.
Dimana disatu sisi terdapat kelompok yang
memandang bahwa dengan adanya
kebijakan kenaikan tarif pajak reklame
akan mengatasi permasalahan reklame di
Bandar Lampung yang selalu berkutat
pada keindahan kota dan kebutuhan untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Sedangkan disisi yang lain
terdapat beberapa kelompok yang melihat
bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan
yang malah merugikan pemerintah kota,
sumber pendapatan daerah dari dunia
periklanan.2
Peran reklame sebagai salah satu
pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat
penting sebagai sumber pembiayaan
Pemerintah daerah karena merupakan
tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi
daerah, dimana proporsi PAD terhadap
total penerimaan merupakan indikasi
derajat kemandirian keuangan suatu
Pemerintah Daerah. Sumber-sumber PAD
sebenarnya sangatlah diharapkan dapat
menjadi salah satu solusi bagi pendanaan
daerah dan diharapkan dapat menjadi
penyangga utama dalam membiayai
kegiatan-kegiatan daerahnya. Semakin
banyak kebutuhan daerah yang dapat
dibiayai dengan PAD, maka akan semakin
tinggi kualitas otonominya. Dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
pasal 47 dijelaskan mengenai pajak daerah
yaitu reklame, yang dimaksud objek Pajak
Reklame adalah semua penyelenggaraan
reklame. Objek pajak sebagaimana yang
dimaksud adalah :
a. Reklame
papan/billboard/videotron/megaton
dan sejenisnya.
b. Reklame kain.
c. Reklame melekat, stiker.
2 Radar Lampung, 27 April 2012.
d. Reklame selebaran.
e. Reklame berjalan, termasuk pada
kendaraan.
f. Relame udara. (reklame yang
diselenggarakan diudara dengan
menggunakan gas, laser, pesawat
udara atau alat lain yang sejenis).
g. Reklame apung. (reklame yang
diselenggarakan berupa gambar,
lukisan, dan/atau tulisan yang
dipasang pada suatu alat/benda yang
berada dipermukaan air atau diatas
permukaan air).
h. Reklame suara (reklaame yang
diselenggarakan dengan menggunakan
kata-kata yang diucapkan atau dengan
suara yang ditimbulkan dari atau
perantara alat).
i. Reklame film/slide
Reklame peragaan.
Selanjutnya Pemerintah kota Bandar
Lampung mengesahkan Peraturan
Walikota Bandar Lampung Nomor 114
Tahun 2011 pada tanggal 01 Desember
Tahun 2011 yang diundangkan pada
tanggal 28 Desember Tahun 2011.
Memuat peraturan tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Reklame. Peraturan
Walikota ini menentukan nilai Pajak
Reklame berdasarkan nilai strategis jalan
serta nilai sewa reklame disesuaikan
dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang
ditetapkan oleh walikota. Pengusaha
Reklame di Kota Bandar Lampung
mengeluhkan adanya kenaikan Pajak
Reklame yang tinggi setelah keluarnya
Peraturan Walikota (PERWALI) Nomor
114 TAHUN 2011 tersebut.
1.1Permasalahan dan Ruang Lingkup
1.1.1 Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas maka
permasalahan yang peneliti ajukan
dalam jurnal ini adalah sebagai
berikut :
a. Kebijakan seperti apakah yang
diterapkan oleh Pemerintah Kota
Bandar Lampung terhadap
kenaikan Pajak Reklame?
b. Faktor-faktor apakah yang
menjadi penghambat dalam
menerapkan kebijakan
Pemerintah Kota Bandar
Lampung terhadap kenaikan
Pajak Reklame?
1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah
mengkaji secara umum hukum
Administrasi Negara dan khususnya
mengenai hukum pajak dan retribusi
daerah dalam hal Pemerintah Kota
Bandar Lampung menerbitkan
Peraturan Walikota Nomor 114
Tahun 2011.
1.2Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kebijakan
Pemerintah Kota Bandar Lampung
dalam mengesahkan Peraturan
Walikota (PERWALI) Nomor 114
Tahun 2011 yang menimbulkan
kenaikan pada Pajak Reklame.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor
penghambat dalam penerapan
kebijakan Pemerintah Kota Bandar
Lampung terhadap kenaikan Pajak
Reklame.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Selain tujuan yang telah disebutkan
diatas, penulisan ini diharapkan
mempunyai kegunaan, yaitu :
Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini
diharapkan dapat berguna untuk
pengembangan pengetahuan tentang
Hukum Administrasi Negara yaitu
Kota Bandar lampung tentang
kenaikan Pajak Reklame.
kegunaan praktis :
hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan bahan referensi
bagi para pihak yang berminat mendalami
ilmu Hukum Administrasi Negara dan
memperluas wawasan serta berguna bagi
instansi yang terkait.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kebijakan
Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang
diterjemahkan dari kata policy memang
biasanya dikaitkan dengan keputusan
Pemerintah, karena Pemerintahlah yang
mempunyai wewenang atau kekuasaan
untuk mengarahkan masyarakat, dan
bertanggung jawab melayani kepentingan
umum. Ini sejalan dengan pengertian
publik itu sendiri dalam bahasa Indonesia
yang berarti Pemerintah, masyarakat atau
umum. Kebijakan juga diartikan sebagai
pernyataan-pernyataan mengenai kontrak
penjaminan atau pernyataan tertulis.
Pengertian ini mengandung arti bahwa
yang disebut kebijakan adalah mengenai
suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak
penjaminan dan pernyataan tertulis baik
yang dikeluarkan oleh Pemerintah, partai
politik, dan lain-lain. Dengan demikian
siapapun dapat terkait dalam suatu
kebijakan.3
James E. Anderson4 memberikan
pengertian kebijakan sebagai serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu.
Pengertian ini memberikan pemahaman
bahwa kebijakan dapat berasal dari
seorang pelaku atau sekelompok pelaku
yang berisi serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu. Kebijakan ini
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku dalam
rangka memecahkan suatu masalah
tertentu. James E. Anderson secara lebih
jelas menyatakan bahwa yang dimaksud
kebijakan adalah kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan dan
pejabat-pejabat Pemerintah.
Pajak Reklame adalah pajak daerah,
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 01
Tahun 2011. Pembaharuan
3 Global Book Online, diakses dari
http://globalonlinebook1.blogspot.com/2013/06/ pengertian-kebijakan-atau-policy.html, pada tanggal 02 Oktober 2013.
Undang didasarkan pada dasar hukum
yang jelas dan kuat sehingga harus
dipatuhi oleh masyarakat dan pihak lain
yang terkait, dan juga untuk memberikan
peluang kepada daerah Kabupaten/Kota
untuk memungut jenis pajak daerah lain
yang dipandang memenuhi syarat dan
potensial di daerah. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan keleluasaan kepada
daerah Kabupaten/Kota dalam
mengantisipasi kondisi serta
perkembangan perekonomian daerah pada
masa mendatang yang mengakibatkan
perkembangan potensi pajak dengan tetap
memperhatikan kesederhanaan jenis pajak
dan aspirasi masyarakat serta memenuhi
kriteria yang ditetapkan.
2.2 Pajak Yang Demokratis Berdasarkan Hukum
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945
menyebutkan Negara Indonesia adalah
Negara hukum. Dengan demikian sistem
bernegara didasarkan pada hukum yang
didalamnya terkandung pengertian adanya
pengakuan terhadap prinsip supremasi
hukum dan konstitusi. Dalam kerangka
“the rule of law” itu, diyakini adanya
pengakuan bahwa hukum itu mempunyai
kedudukan tertinggi (supremacy of law),
adanya persamaan dalam hukum dan
pemerintah (equality before the law), dan
berlakunya asas legalitas dalam segala
bentuknya dalam praktik serta pelaksanaan
proses hukum yang adil (due process of
law). Dalam konteks demikian, semua
kebijakan pemerintah harus didasarkan
pada ketentuan hukum yang ada. Syarat
adanya ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan mengikat Negara
dalam melakukan pungutan pajak dan
retribusi. pada sisi lain, Pasal 1 Ayat (2)
UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan
berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar.
Ketentuan demikian menegaskan rakyat
yang memegang kedaulatan Negara
Indonesia. Sistem demokrasi di Indonesia
menggunakan sistem perwakilan. Suara
rakyat disalurkan melalui wakil-wakil
rakyat di DPR. Kedaulatan rakyat
menjadikan kedudukan rakyat sangat kuat
untuk menentukan nasib sendiri. Bahkan
penjelasan Pasal 23 UUD 1945 (sebelum
amandemen) menyatakan bahwa dalam hal
menetapkan pendapatan dan belanja,
kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat
lebih kuat daripada kedudukan
Pemerintah, ini tanda kedaulatan rakyat.
Oleh karena penetapan belanja mengenai
hak rakyat untuk menentukan nasibnya
sendiri, maka segala tindakan yang
menempatkan beban kepada rakyat, seperti
dengan Undang-Undang yaitu dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.5
Dalam konteks pungutan pajak prinsip
kedaulatan rakyat mensyaratkan
persetuujuan rakyat dalam menentukan
besar pajak yang harus dibayar pada
Negara. Persetujuan rakyat menjadi
penting karena bagi rakyat, pajak sama
dengan menyayat daging sendiri.
Keterlibatan dan bentuk persetujuan rakyat
melalui wakil-wakil legislative yang
dituangkan dalam peraturan
Perundang-Undangan. Pembeda antara pungutan
pajak dengan pungutan liar oleh Negara
adalah adanya persetujuan rakyat untuk
melakukan pungutan pajak melalui aturan
Perundang-Undangan. Disebut dengan
pungutan liar jika pungutan pajak sebagai
tindakan sepihak dari Negara tanpa
persetujuan rakyat. Negara sebagai
penerima pajak mempunyai daya paksa
untuk melakukan pungutan pajak. Pajak
sebagai penyerahan kekayaan kepada
Negara masuk dalam kas Negara.
Kekuasaan demikian bukan berarti
memberikan kekuasan tanpa batas pada
Negara untuk menentukan tindakan secara
sepihak. Negara harus mengikutsertakan
rakyat dalam menentukan kewajiban
membayar pajak. Keterlibatan rakyat
5 Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak dan
Retribusi Daerah, Jakarta : Sinar Grafika ,2012, hlm, 109.
dalam membuat peraturan perpajakan
sangat penting, karena pajak itu sendiri
merupakan kewajiban yang harus
dikenakan rakyat yang bersangkutan.
Maka dalam kondisi demikian maka perda
tentang pajak dan retribusi daerah dapat
dilihat dari dua aspek yaitu aspek hukum
dan demokrasi. Pertama, dalam aspek
hukum mensyaratkan adanya keselarasan
Perda dengan peraturan
perundang-undangan diatasnya. Kerangka konstitusi
yangb menentukan pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan Negara diatur dengan
Undang-Undang maka segala bentuk pajak dan
pungutan yang dibebankan pada rakyat
harus disetujui oleh DPR dan diatur
dengan Undang-Undang. Pemerintah tidak
dapat melakukan pungutan pajak secara
sepihak berdasarkan peraturan pemerintah
atau keputusan presiden. Menurut Jimly
asshiddiqie, ketentuan tentang pajak dan
pungutan lainnya yang bersifat memaksa
terutama ketentuan yang bersifat materiil
harus dituangkan dalam Undang-Undang.
Ketentuan berkenaan materi pajak dan
pungutan lain yang mutlak diatur dalam
Undang-Undang adalah :
1. Siapa yang dibebani membayar pajak
dan pungutan memaksa lainnya.
2. Apa saja yang dikenakan pajak dan
3. Bagaimana cara menghitungnya.
Kedua, aspek demokrasi dalam
bentukpersetujuan rakyat melalui
wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dalam menentukan
Undang-Undang yang mengatur pokok-pokok
perpajakan serta persetujuan rakyat
melalui wakil-wakilnya di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam
membentuk peraturan daerah tentang
mekanisme pemungutan pajak dan
retribusi daerah. Karena UUD NRI tahun
1945 menentukan pajak harus diatur
dengan Undang-Undang maka tidak
dibenarkan jika Perda mengatur pungutan
pajak selain yang diatur dalam
Undang-Undang meski rakyat melalui wakilnya di
DPRD mnyetujui.
Disinilah prinsip demokrasi mendasari
diadakannya pungutan pajak. Indonesia
yang didirikan disandarkan pada prinsip
kedaulatan rakyat dan ditujukan kepada
seluruh bangsa, maka mekanisme
demokrasi menjadi satu-satunya pilihan
dalam proses pembentukan kesepakatan
bersama. Demokrasi tidak mungkin
terwujud jika disertai dengan absolutism
dan sikap mau benar sendiri. Demokrasi
mengharuskan sikap saling percaya
(mutual trust) dan saling menghargai
(mutual respect) antara warga masyarakat
dibawah tujuan yang lebih besar, yaitu
kemaslahatan umum.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif dan empiris.
1. Pendekatan normatif adalah pendekatan
yang dilakukan dengan cara menelaah,
mengutip, dan mempelajari ketentuan
peraturan perUndang-Undangan.
2. Pendekatan empiris adalah pendekatan
yang dilakukan dengan mengadakan
pengamatan terhadap kenyataan yang
ada dilapangan, serta mengumpulkan
informasi terhadap pihak-pihak yang
terkait dalam kebijaksanaan Pemerintah
kota Bandar Lampung terhadap
kenaikan Pajak Reklame..
3.2 Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder data primer adalah data yang
diperoleh dari data studi lapangan yaitu
berupa hasil wawancara dengan
adalah data yang diperoleh dari studi
kepustakaan. Yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer meliputi
peraturan penulisan yang dipakai
dalam penelitian ini.
b. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan
hukum yang bersumber dari
buku-buku hukum, literature-literatur, dan
hasil karya ilmiah yang berkaitan
dengan permasalahan.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum
yang bersumber dari kamus hukum,
surat kabar, jurnal penelitian serta
bahan-bahan lain yang dapat menunjang
penelitian ini.
3.3 pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan dengan
cara sebagai berikut :
a. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan
data yang dilakukan dengan cara
membaca, mengutip, mencatat,
memahami berbagai literature yang ada
hubungannya dengan materi penelitian
berupa buku-buku, peraturan
perUndang-Undangan,
majalah-majalah, serta dokumen lain yang
berhubungan dengan permasalahan
yang sedang dibahas dalam penelitian
ini.
b. Studi lapangan, merupakan usaha yang
dilakukan untuk memperoleh data
primer yaitu dengan cara melakukan
wawancara terarah kepada pihak-pihak
yang dapat membantu dalam penelitian
ini, yaitu bapak Haji Atmoko sebagai
kasi perencanaan dispenda Pemerintah
kota Bandar Lampung, bapak Hendri
Iskandar juru bicara CV. Devis Jaya
dan pengusaha reklame.
3.4 Prosedur
Setelah data sekunder dan data primer
terkumpul dan diolah maka untuk
menentukan hal yang baik dalam
melakukan pengolahan data, peneliti
melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Editing, yaitu memeriksa data yang
diperoleh untuk mengetahui apakah
data tersebut telah sesuai dengan apa
yang diharapkan dan apabila ada data
yang salah maka penulis akan
mengadakan perbaikan terhadap data
yang kurang lengkap..
b. Klasifikasi data yaitu proses
penyusunan data menurut sistem yang
telah ditetapkan.
c. Sistematisasi data yaitu penyusunan
data secara sistematis sesuai dengan
3.5 Analisis Data
Setelah tahap pengolahan data
dilakukan, maka tahap selanjutnya
adalah menganalisis data tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh
secara sistematis, kemudian
dianalisis secara deskriptif
kualitatif, yaitu analisis yang
dilakukan dengan cara
menggambarkan
kenyataan-kenyataan atau keadaan-keadaan
atas suatu objek dalam bentuk
uraian kalimat berdasarkan
keterangan-keterangan dari
pihak-pihak yang berhubungan langsung
dengan penelitian tersebut. Hasil
analisis tersebut interpretasikan
guna memberikan gambaran yang
jelas terhadap permasalahan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung Terhadap Kenaikan Pajak Reklame
Pemerintah Kota mengeluarkan kebijakan
menaikkan pajak reklame dalam rangka
meningkatkan Pajak Asli Daerah (PAD)
dari reklame sebesar 8 miliar pada tahun
2012, setelah keluarnya PERWALI Nomor
114 Tahun 2011 realisasi pendapatan PAD
mencapai 78,95% PAD yang terkumpul
dari pajak reklame difokuskan untuk
pembiayaan pembangunan Kota serta
penyelenggaraan Pemerintahan. Dalam
proses penerbitan kebijakan tersebut
sempat terjadi hambatan dikarenakan
adanya protes dari pihak perusahaan dan
pengusaha yang tidak menyetujui terbitnya
PERWALI tersebut, sehingga sosialisasi
dari DISPENDA kepada perusahaan dan
pengusaha menjadi lamban, Dalam hal
sosialisasi Pemerintah Kota melibatkan
SKPD terkait, tim prolegda serta
pengusaha. sedangkan dalam rangka
pengawasan pajak reklame tersebut
Pemerintah Kota juga membentuk unit
pelaksana teknis (UPT) di tiap kecamatan
untuk memantau dan mendata pelaksanaan
penyelenggaraan reklame di
masing-masing wilayah kerja.
4.2 Faktor-faktor Penghambat Dalam Menerapkan kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung terhadap kenaikan pajak reklame.
Pada awal penerapan Peraturan
WaliKota Bandar Lampung Nomor
114 Tahun 2011 yang berdampak pada
kenaikan pajak reklame, terdapat
pelaksanaan kebijakan tersebut, dari
pihak DISPENDA:
1. Terjadinya protes dari pihak
perusahaan dan pengusaha reklame
sehingga kebijakan tersebut belum
dapat dilaksanakan diawal-awal bulan
penerapannya.
2. Proses sosialiasasi tentang kenaikan
pajak reklame menjadi lamban
dikarenakan pihak perusahaan dan
pengusaha yang menolak
diterbitkannya PERWALI Nomor 114
Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Reklame, dinilai
menghambat penerapan kebijakan
tersebut.
Perusahaan dan Pengusaha reklame
mengeluhkan adanya PERWALI Nomor
114 Tahun 2011 yang berdampak dengan
naiknya pajak reklame dikarenakan :
1. Kurangnya sosialisasi Penerapan
kebijakan tentang kenaikan pajak
reklame sehingga terkesan mendadak
dan pengusaha harus segera
menyesuaikan budgeting nilai pajak
reklame yang baru.
2. Tidak jelasnya patokan yang dijadikan
pemerintah menaikkan pajak reklame
begitu tinggi hingga mencapai 184%
pada jalan-jalan utama di Kota Bandar
Lampung sehingga memberatkan
perusahaan dan pengusaha.
Berkurangnya konsumen diawal penerapan
kebijakan tersebut sehingga dapat
merugikan perusahaan.
V. PENUTUP
4.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah diuraikan pada
Bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kebijakan yang dikeluarkan
Pemerintah Kota Bandar Lampung
terhadap kenaikan pajak reklame yang
tertulis didalam Peraturan Walikota
Bandar Lampung Nomor 114 Tahun
2011 yaitu dalam rangka optimalisasi
penyelenggaraan dan pemungutan
pajak reklame di wilayah Kota Bandar
Lampung, sesuai dengan Peraturan
Daerah Kota Bandar Lampung Nomor
01 Tahun 2011 tentang pajak Daerah.
Pajak Reklame adalah salah satu Pajak
Asli Daerah (PAD) dan salah satu
sumber pendapatan asli Daerah yang
menunjukan posisi strategis dalam hal
pendanaan pembiayaan Daerah.
Maka pendapatan dari pajak reklame
ini harus dioptimalkan seefisien
kebijakan tentang kenaikan pajak
reklame ini maka target PAD dari
pajak reklame terealisasi pada tahun
2012 dan ditargetkan bertambahnya
pemasukan di tahun 2013. Peningkatan
pendapatan pajak reklame pada tahun
2012 yang masuk melalui kas Daerah
dipergunakan untuk pembiayaan
pembangunan dan penyelenggaraan
Pemerintahan.
Peran DISPENDA sebagai unsur
pelaksana otonomi Daerah yang
melaksanakan urusan Pemerintahan
Daerah telah tepat fungsi dan
peranannya dalam melaksanakan
sebagian urusan Pemerintah Daerah
dibidang pengelolaan pendapatan
Daerah berdasarkan azas otonomi dan
tugas pembantuan terutama Perumusan
kebijakan tekhnis, perencanaan,
pembinaan, pengawasan dan
pengendalian dibidang pendapatan
Daerah yang berkaitan dengan
Peraturan WaliKota Nomor 114 Tahun
2011.
2. Keluhan pengusaha reklame diawal
penerapan kebijakan kenaikan pajak
reklame dikarenakan kenaikan pajak
yang cukup tinggi dan kurangnya
sosialisasi terhadap peraturan tersebut,
sehingga pihak pengusaha harus
mengatur ulang system budgeting
mereka. Permasalahan yang terjadi
diawal penerapan kebijakan
Pemerintah Kota menaikkan pajak
reklame setelah keluarnya Peraturan
Wali Kota Nomor 114 Tahun 2011
dikarenakan kurangnya sosialisasi
peraturan tersebut dan terkesan
terburu-buru dalam mengeluarkan
peraturan kebijakan tersebut, sehingga
sempat terjadi selisih paham antara
pengusaha dan Pemerintah Kota
Bandar Lampung yang kemudian
dikoordinasikan dengan menemui
pihak Dinas Pendapatan Daerah
(DISPENDA) melalui pertemuan
dengan pihak perusahaan dan
pengusaha reklame. Sebagaimana telah
dievaluasi diatas Faktor-faktor
penghambat dalam penerapan
kebijakan Pemerintah Kota Bandar
Lampung dikarenakan kurangmya
sosialisasi Pemerintah Kota dalam
menerbitkan kebijakannya yang baru
sehingga berdampak dengan adanya
penolakan dari perusahaan dan para
pengusaha reklame terhadap terbitnya
PERWALI Nomor 114 Tahun 2011
bagi DISPENDA penolakan tersebut
menghambat upaya penerapan
kebijakan baru tersebut sedangkan bagi
perusahaan dan pengusaha kenaikan
yang sangat tinggi itu dinilai
4.2Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah
dikemukakan diatas, maka penulis
mencoba memberikan saran dan
tanggapannya sebagai berikut
1. Sebaiknya Pemerintah Kota Bandar
Lampung melakukan sosialisasi
lebih lama dalam mengeluarkan
kebijakannya terhadap kenaikan
pajak reklame sehingga tidak
terkesan mendadak dalam
membuat aturan dan melibatkan
peran serta pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pajak
reklame sebelum aturan kebijakan
tersebut dikeluarkan. Dinas
Pendapatan Daerah (DISPENDA)
harus pro aktif dalam memberikan
penjelasan atau sosialisasi
mengenai kenaikan pajak tersebut,
serta memberikan narasumber yang
kompeten untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
2. Sebaiknya faktor-faktor
penghambat dapat dijadikan acuan
bagi Pemerintah Kota agar lebih
arif dalam menerapkan
kebijakannya mengenai kenaikan
pajak reklame tersebut, duduk
bersama dan mengkondisikan
kepada pihak-pihak terkait seperti
perusahaan dan para pengusaha
untuk memecahkan masalah yang
timbul akibat kenaikan pajak
reklame yang begitu tinggi
tersebut, sehingga tidak berpotensi
mengulang polemik lagi apabila
akan diterapkan kebijakan yang
baru lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum
dan Penelitian Hukum, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Brotodihardjo, R. Santoso. 1993,
Pengantar Ilmu Hukum Pajak. PT
Eresco. Bandung.
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah. Laporan Evaluasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kota Bandar Lampung. Dinas Pengelolaan Keuangan dan
AsetDaerah Lampung, 2011.
Ghofir, Abdul. Januari 2000, Optimalisasi
Pajak dalam Penerapan Otonomi
Imam Soebechi, 2012, Judicial Review
Perda Pajak dan Retribusi Daerah,
Sinar Grafika, Jakarta.
Kunarjo. 1993, Perencanaan dan
Pembiayaan Pembangunan Daerah.
Universitas
Indonesia. Jakarta.
Mardiasmo, 2009, Perpajakan,
Yogyakarta : Penerbit Andi Offset.
Radar Lampung. 27 April, 2012.
Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005, Perencanaan
Pembangunan
Daerah. PT.Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Soemitro, 2003, Asas-asas Perpajakan,
PT. Eresco. Bandung.
Trisni Suryarini dan Tarsis tarmudji, 2012,
Pajak Di Indonesia, Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Thomas Sumarsan, 2009, Perpajakan
Indonesia. Esia Media. Jakarta.
Waluyo dan Wirawan, 2002, Perpajakan
Indonesia : Pembahasan sesuai
dengan ketentuan pelaksanaan
Perundang-undangan Perpajakan,
Jakarta.
Widjaja, 1998, Percontohan Otonomi
Daerah di Indonesia. Rineka Cipta.
Jakarta.
Perundang undangan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung
Nomor 01 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung
Nomor 03 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan
Daerah Kota Bandar Lampung
Nomor 03 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Daerah Kota Bandar Lampung
Peraturan Walikota Bandar Lampung
Nomor 114 Tahun 2011 tentang
Tata Cara Pemungutan Pajak
Website
Global Book Online. 2013. Pengertian
Kebijakan atau Policy.
http://globalonlinebook1.blogspot.c
om/2013/06/pengertian-kebijakan-atau-policy.html. 02 Oktober 2013.
Kamal Fuadi. 2012. Kebijakan dan
Analisis Kebijakan.
www.fuadinotkamal.wordpress.co
m. 02 Oktober 2013.
Ziawetyas. 2012. Hukum Administrasi
Negara.
http://ziajaljayo.blogspot.com/2012