• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI KOMUNIKASI VIDEO DAN AUDIO Pro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEKNOLOGI KOMUNIKASI VIDEO DAN AUDIO Pro"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

Teknologi Video dan Audio

Produksi, Penyiaran, dan YouTube

Oleh:

Maybi Prabowo 1406518755

PASCASARJANA ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

Teknologi Video dan Audio

Produksi, Penyiaran, dan YouTube

Teknologi Video

(2)

teknologi 4K. Teknologi baru tersebut menggunakan metode baru yang mampu melakukan kompresi data sehingga hanya membutuhkan 50 persen dari bandwith yang digunakan saat ini untuk pengiriman video dengan kualitas ultra high definition atau jamak disebut 4K. Ia memanfaatkan teknologi inti di dalam prosesor yang bekerja pada komputer, smartphone, maupun smart-tv. Dengan penerapan teknologi ini, para pengguna di Inggris yang menggunakan broadband internet dengan kecepatan rata-rata 22 Mbps bisa menikmati tayangan tiga video streaming secara bersamaan. V-Nova sudah memperkenalkan teknologi ini kepada industri-industri komunikasi di Eropa dengan harapan mereka segera mendukung untuk menerapkannya1.

Apakah Video 4K?

4K adalah kualitas video ultra high definition yang memiliki resolusi 3.840 x 2.160 piksel. Jadi untuk mendukung pengguna agar bisa menikmati video tersebut, harus tersedia televisi, komputer dan monitor, atau perangkat smartphone yang memiliki kemampuan mengantisipasi besarnya resolusi tersebut. Standar 4K ini jauh di atas standar resolusi high definition (HD) yaitu 1.280 x 720 piksel, dan full-HD yang memiliki resolusi 1.920 x 1.080 piksel. Perangkat pengguna golongan termutakhir yang dominan digunakan oleh para konsumen saat ini masih HD dan full-HD. Perangkat televisi berkemampuan 4K sudah tersedia namun dengan harga masih relatif mahal. Padahal di depan sudah menunggu standar video lebih tinggi yakni video 8K. Untuk memutar standar video ini, kita membutuhkan alat yang mampu menampilkan resolusi 7.680 x 4.320 piksel2.

Bagaimana dengan industri komunikasi?

Industri komunikasi, khususnya industri layanan video, termasuk industri yang cepat di dalam merespon tren teknologi. Kepuasan penerima yang menyangkut kecepatan dan kualitas gambar adalah sasaran-sasaran yang penting. Di sisi lain tuntutan konsumen sendiri sangat dinamis seperti tak pernah puas hanya dengan penggunaan teknologi yang ada. Perkembangan teknologi digital dan meluasnya penggunaan mobile internet, membuat industri pada layanan video multiplatform menjadi kategori yang paling favorit bagi pelaku industri. Layanan multiplatform memungkinkan industri untuk menmberdayakan berbagai saluran secara fleksibel. Hasil survey dari Devoncroft’s 2014 Big Broadcast Survey (BBS)

terhadap tren global di bidang industri seputar layanan distribusi video menunjukkan hasil seperti grafik ilustrasi di bawah ini.

1 Lihat berita 2 April 2015, Teknologi V-Nova hasilkan gambar 4K,

http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2015/04/150401_majalah_iptek_vnova

2 lihat APR, Wicak Hidayat (ed.), Senin, 14 Januari 2013, Mengenal Teknologi Televisi 4K, artikel berita,

(3)

Global Broadcast Industry Tren Index3

Dari hasil survey ini terlihat bahwa teknologi video 4K secara signifikan mulai menujukkan trennya. Keterangan dari hasil survey ini juga menyebutkan bahwa sejak BBS Broadcast Industry Global Trend Index dipublikasikan tahun 2009, “multi-platform content delivery,” “file-based/tapeless workflows,” “IP networking and content deliverydan

transition to HDTV operations” selalu menempati posisi teratas.

Secara garis besar, Industri komunikasi video terbagi atas dua bagian, yakni channel provider dan content provider. Keduanya bisa merupakan perusahaan-perusahaan tersendiri maupun tergabung di dalam satu perusahaan atau unit terpisah di dalam satu kelompok usaha. Channel provider adalah perusahaan penyedia layanan pengiriman video. Perusahaan ini menyediakan infrastruktur maupun hak pemakaian sumber daya untuk mengirimkan video. Sedangkan content provider adalah perusahaan yang khusus memproduksi isi pesan. Secara umum alur proses produksi dan penyiaran video adalah seperti bagan di bawah ini.

3

Lihat Zaller Joe, 29 September 2014, Ranking the Most Important Trends in the Broadcast Industry, Based on Commercial Importance to End-Users, dimuat di

(4)

Gambaran umum proses produksi penyiaran video4

Bagaimana dengan di Indonesia?

Sadar atau tidak, Indonesia masih tertinggal di dalam penerapan teknologi video penyiaran. Padahal prosentase pengguna televisi indonesia sangat tinggi. Mengacu kepada hasil survey yang dilakukan oleh lembaga Broadcasting Board of Governors BBG dan Gallup

pada tahun 2012 didapati data yang menunjukkan 94,1 persen responden di Indonesia memiliki pesawat televisi di rumahnya, hampir merata baik di wilayah urban (98,2%) dan wilayah rural (92,5%)5. Tingginya prosentase kepemilikan ini terutama disokong oleh banyaknya siaran televisi terresterial yang bisa dinikmati tanpa membayar. Di Indonesia terdapat 10 stasiun televisi jaringan nasional. Di luar itu, masing-masing daerah memiliki satu atau beberapa stasiun televisi lokal yang juga bisa ditonton tanpa membayar.

Namun stasiun-stasiun tv free to air tersebut hingga saat ini masih menerapkan teknologi analog di dalam memancarkan siaran videonya. Memang di bagian produksi semuanya sudah menggunakan teknologi digital. Peralatan produksi secara digital lebih tersedia di pasaran dan berharga relatif murah. Namun untuk menyiarkannya hingga diterima oleh pesawat televisi di rumah-rumah, mereka masih mengandalkan teknologi analog. Jadi jangankan video 4K, untuk bisa menikmati video HD secara free to air saja kita belum bisa.

4 Dikutip dan disesuaikan dari laman

http://splicetv.com/_uploads/userassets/images/Misc/couch_potato.jpg

5Lihat BBG, October 16, 2012, In Indonesia, TV Still Rules, But Mobile, Internet Are On the Rise (Video),

(5)

Padahal merujuk kepada The Geneva Frequency Plan Agreement6, batas waktu

perpindahan dari teknologi penyiaran analog ke digital bagi negara anggota International Telecommunication Union (ITU) dipatok tanggal 17 Juni 2015. Beberapa negara bahkan sudah melakukannya sebelum batas waktu tersebut7, Amerika Serikat pada 12 Juni 2009, Jepang tanggal 24 Juli 2011, Kanada 31 Agustus 2011, Negara-negara Arab pada 13 Februari 2012, Inggris dan Irlandia pada 24 Oktober 2012, Australia pada tahun 2013, Filipina dan Uruguay pada tahun 2015, sementara untuk Indonesia diberi toleransi hingga tahun 2018 untuk sudah meninggalkan penggunaan teknologi analog di dalam penyiaran8.

Mengapa video analog ditinggalkan?

Teknologi video analog dianggap memiliki keterbatasan-keterbatasan sehingga banyak pengguna beralih ke digital. Salah satu di antaranya adalah keterbatasan di dalam penggandaan (generation). Video hasil gandaannya tidak mungkin sama 100 persen seperti aslinya alias kualitasnya menurun. Sehingga untuk keperluan profesional, maksimal hanya boleh menggunakan video generasi ke lima hingga sepuluh. Berbeda dengan video digital, yang bisa menggunakan video generasi ke seratus atau lebih tanpa penurunan kualitas9.

Di dalam teknologi penyiaran, video analog memiliki kekurangan di antaranya, saat dipancarkan kualitasnya menurun, rentan terhadap interferensi atau gangguan sinyal yang membuatnya menjadi ghosting (berbayang) atau snowy (berbintik-bintik). Teknologi penyiaran video analog juga lebih boros baik dari sisi penggunaan sumber daya listrik maupun sumber daya spektrum frekuensi. Satu kanal frekuensi hanya bisa digunakan oleh satu siaran analog. Kekurangan-kekurangan ini berkebalikan dengan penyiaran video digital dengan kelebihan-kelebihan di antaranya resolusi gambar tidak menurun saat dipancarkan, lebih irit di dalam penggunaan sumber daya listrik dan sumber daya spektrum frekuensi, karena satu kanal frekuensi bisa diisi oleh enam hingga sepuluh siaran tanpa resolusi gambar turun10.

Suka atau tidak, kita akan meninggalkan teknologi siaran video analog. Marshall McLuhan (1962) pernah melontarkan teori yang menyorot hubungan antara laju peradaban manusia dan perkembangan teknologi. Berdasarkan kajian sejarah yang McLuhan amati, maka peradaban manusialah yang mengikuti perkembangan teknologi komunikasi. Dari mulai ditemukannya teknologi menulis (the age of writing), teknologi percetakan (the print age), hingga teknologi telekomunikasi (the electronic age)11. Digitalisasi penyiaran video adalah jalan

6 LihatFinal Acts of the Regional Radiocommunication Conference for planning of the digital terrestrial

broadcasting service in parts of Regions 1 and 3, in the frequency bands 174-230 MHz and 470-862 MHz (RRC-06), dimuat di http://www.itu.int/pub/R-ACT-RRC.14-2006

7 Lihat tulisan referensi berjudul Televisi Digital, dimuat di http://id.wikipedia.org/wiki/Televisi_digital

8

Lihat artikel berita 10 Januari 2012: 2018, Indonesia Mulai Era Televisi Digital, dimuat di laman http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/01/2018-indonesia-mulai-era-televisi-digital 9 Lihat artkel di

http://en.m.wikibooks.org/wiki/Movie_Making_Manual/Digital_Video/Analog_vs._Digital

10

(6)

pengembangan teknologi yang diyakini membawa pengguna ke arah kesempurnaan baik dari sisi kecepatan pengirimannya maupun kualitasnya.

Teknologi Audio

Produksi dan distribusi rekaman audio termasuk bidang industri yang rentan terhadap perkembangan teknologi. Dinamikanya selalu bergejolak. Jadi seperti apa gambaran industrinya saat ini? Ada seorang praktisi sekaligus pengamat teknologi dan industri musik dari Indonesia dengan berani memberikan pernyataan; hari-hari di mana banyak orang mengandalkan uang dari musik rekaman, mungkin sudah lama berlalu12. Penggambaran praktisi ini ada benarnya. Amerika Serikat yang bertahun-tahun menjadi kiblat musik dunia, merasakan benar paceklik ini. Praktisi dan Analis teknologi industri, Michael DeGusta (2011) menulis gambaran ini dengan menyatakan bahwa sepuluh tahun lalu, rata-rata warga AS membelanjakan uangnya untuk membeli produk musik hampir tiga kali lipat besarnya dari yang mereka belanjakan saat ini. 26 tahun lalu, mereka membelanjakan uangnya untuk produk tersebut dua kali lipat dibanding saat ini13. Kesimpulan DeGusta ini didasari atas analisis terhadap laporan asosiasi indutri rekaman AS yang dirilis pada tahun 2010 lalu. Beberapa hasil analisis laporan tersebut bisa dilihat dari grafik-grafik di bawah ini.

Sumber: http://www.businessinsider.com/these-charts-explain-the-real-death-of-the-music-industry-2011-2?IR=T&

11 McLuhan, M.; Fiore Q.; Agel J. (1996). The medium is the message: an inventory of effects. San Francisco: HardWired.

12 Tamat, Ario, 12 November 3014, Are [Digital] Music Services Scalable?

https://medium.com/@barijoe/are-digital-music-services-scalable-4bd5a95d63d8

13

(7)

Sumber: http://www.businessinsider.com/these-charts-explain-the-real-death-of-the-music-industry-2011-2?IR=T&

Sumber: http://www.businessinsider.com/these-charts-explain-the-real-death-of-the-music-industry-2011-2?IR=T&

Kecenderungan yang terlihat dari tiga grafik di atas memperlihatkan bagaimana industri musik tergelincir dari masa-masa puncak dan terus menurun hingga sekitar 64% dari titik puncak yang pernah diraih. Terhitung dari tahun 1973, industri musik mengalami penurunan sebesar 45 persen. Penurunan paling signifikan - dan ini tampaknya sumber penghasilan utama industri musik - adalah dari penjualan album. Pemakaian musik untuk nada dering ponsel yang sempat membuka harapan baru di awal tahun 2000-an, tampak sudah tidak bisa diharapkan lagi.

Mengapa Demikian?

(8)

telajur diandalkan. Seorang praktisi industri musik digital Indonesia, Robin Malau berujar, jika mau bertahan pelaku-pelaku industri ini harus memiliki pendekatan berbeda, tidak bisa lagi menggunakan pendekatan masa lalu14.

Robin memberikan gambaran keuntungan-keuntungan dari perkembangan penggunaan internet dan teknologi digital bagi industri musik, yakni keluasan akses atas musik-musik dari segala penjuru manapun di dunia. Ini tentu bisa memperluas khasanah kreatif para produser dan pemusik. Keuntungan berikutnya dari teknologi digital adalah kemudahan di dalam proses perekaman. Perangkat yang dibutuhkan relatif murah dan mudah didapat. Distribusinya pun bisa dilakukan dengan jauh lebih mudah dan luas. Kemudahan ini memicu kemunculan industri-industri rekaman alternatif yang memperkaya variasi bagi dunia musik itu sendiri. Namun kemudahan ini juga menciptakan efek bumerang bagi karya-karya musik itu sendiri. Kemudahan memroduksi dan mendistribusi memancing munculnya banyak materi-materi audio baru baik yang berkualitas tinggi maupun rendah. Hal ini bisa menimbulkan kesulitan bagi audiens untuk menyeleksi dan mendapatkan karya berkualitas tinggi. Untuk itu diperlukan promosi gencar terutama di media sosial.

Pembajakan adalah ancaman yang semakin mendapatkan keleluasaannya dengan adanya teknologi digital dan internet. Mudahnya proses penggandaan menyuburkan industri pembajakan. Bahkan Robin Malau pesimis pembajakan bisa diberantas. Pelaku industri produksi audio harus menemukan cara atau peluang lain agar industri ini tetap menghasilkan keuntungan. Audio streaming adalah salah satu cara, di mana pendengar bisa menikmati musik dengan harga relatif lebih murah.

Apakah audio streaming itu?

Audio streaming adalah metode mengirimkan sinyal digital audio - juga untuk sinyal

digital video - ke komputer melalui internet tanpa menunggu pengunduhan selesai terlebih dahulu15. Metode ini digunakan juga oleh siaran radio streaming, radio yang disiarkan melalui internet. Metode ini menuntut kestabilan koneksi internet, karena jika tidak, maka proses

streaming akan tersendat-sendat.

Lebih banyak orang saat ini membutuhkan hiburan musik melalui alat yang mobile. Sejak jaman Sony Walkman, Apple iPod, hingga melalui telepon seluler, tren itu tidak banyak berubah. Namun masalahnya, tanpa ada jaminan kestabilan konektivitas internet, menikmati musik secara mobile melalui audio streaming, adalah mustahil.

Perbandingan antara proses produksi rekaman audio digital dan audio analog

14 Tajudin, Qaris, 24 Februari 2015, Industri Musik di Era Digital, artikel berita

http://www.tempo.co/read/news/2015/02/24/112645006/Industri-Musik-di-Era-Digital

(9)

Seperti sudah kita singgung, teknologi digital memudahkan proses produksi rekaman audio. Tabel berikut memberikan gambaran perbedaan antara produksi rekaman audio digital dengan produksi rekaman audio analog.

Tabel perbedaan perangkat teknologi produksi rekaman dan perangkat pemutar konsumer, profesional, analog dan digital.16

Consumer record Consumer replay Professional

(studio) record (studio) replayProfessional

Analogue

Compact cassette Compact cassette 24 track 2" 24 track 2"

2 track 1/4" 2 track 1/4" 16 track 2" 16 track 2"

Vinyl 33 rpm 12" 16 track 1/2" 16 track 1/2"

Vinyl 45 rpm 12" 2 track 1/2" 2 track 1/2"

Vinyl 45 rpm 12"

(such as RADAR) Hardware recorders(such as RADAR)

Mobile phone / iPod

YouTube: Cara baru untuk dilihat dan didengar

YouTube adalah fenomena tersendiri di dalam teknologi video-audio. Kemunculannya sejak 2005 lalu berkembang seiring dengan tergelincirnya industri-industri audio dan video. Sejak dibeli Google senilai 1,65 miliar USD pada 2006 silam, kepemirsaan YouTube melejit dari sekitar 100 juta pemirsa per hari menjadi dua milliar pemirsa per hari di seluruh dunia. Dengan potensi jumlah pemirsa sebesar itu dan kemampuannya untuk menayangkan video berkualitas HD membuat para produser rekaman, rumah produksi, dan biro iklan berbondong-bondong menggunakannya untuk mempublikasikan atau mempromosikan karya-karya dan

produk-16

(10)

produk mereka. Potensi untuk mampu menyebarkan materi video dengan cepat dan luas melahirkan istilah viral impact dari YouTube17.

Grafik pertumbuhan 100 jam video yang diunggah ke YouTube per menit18

Kelebihannya yang lain, teknologi YouTube ternyata sangat ‘bersahabat’ dengan perkembangan perangkat smartphone. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Google tahun 2014, pengguna melalui telepon seluler (smartphone) mencapai 40 persen dari total pengguna YouTube19.

Massifnya jumlah pengguna YouTube berimbas kepada perubahan peta industri hiburan bahkan di jantungnya, Hollywood. Meski pada mulanya antusias menyambut, namun beberapa pelaku industri hiburan di AS (rumah produksi, agensi, publisher, biro iklan dll) mengkritisi cara YouTube yang mereka anggap akan menghancurkan bisnis hiburan Hollywood20. Mereka menuding YouTube sangat tidak adil di dalam pembagian pendapatan di antara para pelaku industri ini. Beberapa bahkan sudah memutuskan kontrak dan keluar dari skema kerja sama dengan YouTube21.

Namun kritikan beberapa pelaku industri hiburan di Hollywood dikritik balik oleh pihak-pihak yang lain. Mereka melontarkan pendapat bahwa justru pola pikir pelaku industri Hollywood lah yang harus berubah. Pakar online marketing, Brendan Grahan (2013) menganggap bahwa saat ini kreasi konten (produksi audio video) berada di tangan khalayak.

17 Larmand, Zack, The Viral Impact of YouTube on Culture & Business,

http://www.arbitragemagazine.com/topics/culture/the-viral-impact-of-youtube-on-culture-business/

18 dikutip dari http://brendangahan.com/wp-content/uploads/2013/12/YT_Growth.jpg

19

lihat Bhaskoro, Avi Tejo, 2014, 40% Penonton YouTube Berasal Dari Perangkat Mobile, https://dailysocial.net/post/youtube-mobile-raih-pertumbuhan-trafik

20 Eördögh, Fruzsina, 29 Agustus 2013, The Current YouTube Economy Is In Peril, http://readwrite.com/2013/08/29/the-youtube-economy-is-in-peril

21 Calacanis, Jason, 2 Juni 2013, I Ain't Gonna Work on YouTube's Farm No More,

(11)

Maka seharusnya pada lanskap baru industri ini, ujar Grahan, nilai mata uang (currency) yang dianut adalah jumlah audiens itu sendiri. Buku tradisional aturan bisnis Hollywood sudah saatnya dilempar keluar dari jendela22. ‘Bintang-bintang’ baru YouTube yang hanya bermodalkan webcam atau kamera ponsel telah memudarkan peran dan profesi-profesi seperti produser, penulis naskah, talent manager, dan lain-lain yang selama ini establish di dalam bisnis konten audio video. Banyak ilmuwan komunikasi pun kini berusaha keras melakukan berbagai studi guna memetakan ulang konsep-konsep komunikasi massa untuk merespon fenomena ini. Atau... inikah akhir dari komunikasi massa? 23

22 Gahan, Brendan, 6 Januari 2014, Audience as the New Currency: YouTube and Its Impact on Hollywood

and Social Media, http://www.briansolis.com/2014/01/audience-as-the-new-currency-youtube-and-its-impact-on-hollywood-and-social-media/

23 Chaffee, S.H. dan Metzger, M J, 2001, The End of Mass Communication?, Jurnal Mass Communication

Gambar

Grafik pertumbuhan 100 jam video yang diunggah ke YouTube per menit18

Referensi

Dokumen terkait

Jika diketahui bahwa kasus yang ekstrem adalah mengupas 500 kentang (karena kentangnya sangat kecil-kecil dan ada pesta), artinya ibu Tati tidak mungkin mengupas lebih dari

Pada kondisi awal motivasi belajar siswa dalam mengikuti layanan Bimbingan dan Konseling masih rendah hal ini bisa dilihat dari informasi guru mata pelajaran karena dalam

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “ Budaya Organisasi pada BSA

Mayoritas masyarakat etnis Tionghoa ingin praktis dan tidak perlu repot dalam mengurus anak tetapi kembali lagi kepada masyarakat itu sendiri merekalah (orangtua) yang menentukan

Dampak dari rendahnya minat konsumen utuk melakukan sistem pembayaran non tunai ( online) adalah pada proses keputusan konsumen untuk menggunakan layanan mobile

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan

Penentu kebijakan/pimpinan di tempat proses belajar mengajar melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan KTR dan bagaimana sikap dan perilaku sasaran

Skripsi dengan judul "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Learning Tipe student Teams Achievement Divisions untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik