• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES IMPEACHMENT PRESIDEN DALAM KONSTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES IMPEACHMENT PRESIDEN DALAM KONSTI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES IMPEACHMENT PRESIDEN DALAM KONSTITUSI NEGARA-NEGARA MODERN

(Studi Perbandingan dengan Mekanisme Impeachment di Amerika Serikat dan Korea Selatan)

Rusdianto S, S.H., M.H.1

Abstrak

Di Indonesia, mekanisme impeachment dikenal sebagai suatu sistem atau lembaga permakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dengan kata lain bahwa objek mekanisme impeachment di Indonesia hanyalah ditujukan untuk mengatur mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden saja. Objek impeachment di Amerika Serikat dan Korea Selatan berbeda dengan objek impeachment di Indonesia. Jika di Indonesia objek impeachment hanya ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden saja, maka berbeda dengan mekanisme impeachment di Amerika Serikat dan Korea Selatan yang objek impeachment-nya selain ditujukan untuk Presiden dan/atau Wakil Presiden, juga terhadap pejabat publik lainnya termasuk hakim

A. Latar Belakang

Kekuasaan Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan (executice heavy) memang tampak sangat luas dan tidak dijelaskan secara terperinci dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.2 Walaupun demikian, kekuasaan Presiden bukan tanpa batas sebagaimana yang dijelaskan pada penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan, yang menyatakan bahwa kekuasaan Presiden tidak tak terbatas.3 Untuk mengimbangi kekuasaan presiden tersebut maka diadakan suatu mekanisme pengawasan yang bisa berujung kepada proses pemberhentian presiden (impeachment). Hal ini pernah terjadi pada era Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid.4 Walaupun proses pemberhentian terhadap kedua mantan Presiden Indonesia tersebut terjadi sebelum dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, khususnya terkait dengan mekanisme pemberhentian Presiden yang pada waktu itu diberhentikan oleh MPR karena melanggar UUD 1945 dan/atau GBHN serta pidato pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.5

Issu tentang permakzulan Presiden kembali bergulir pada masa reformasi ini. Presiden Soesilo Bambang Yudoyono setidaknya sudah beberapa kali diterpa oleh isu permakzulan ini. Mulai dari angket BLBI, angket kenaikan BBM hinga terakhir ini

1 Dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya

2 Bagir Manan, 2006, Lembaga Kepresidenan, Edisi Revisi, Yogyakarta, FH UII Press, hlm. 28

(2)

adalah kasus Bank Century, yang bukan hanya akan memakzulkan Presiden Soesilo Bambang Yudoyono tetapi juga Wakil Presiden Boediono.6 Proses permakzulan Presiden diatur dalam Pasal 7 A dan 7 B Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu persayaratan pemberhentian Presiden adalah pengajuan permohonan oleh DPR kepada Mahkamah Konstitusi atas dugaan bahwa Presiden melanggar hukum adalah diajukan oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh 2/3 anggota DPR.7 Permasalahan mulai muncul ketika terjadi perdebatan tentang kuorum kehadiran dalam pengambilan keputusan rapat paripurna DPR dalam mlenyatakan pendapat yaitu Pasal 184 ayat (4) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 atau UU MD3. Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (4) UU MD3 tersebut ditentukan bahwa hak menyatakan pendapat baru dapat diambil jika rapat paripurna DPR dihadiri oleh ¾ anggota DPR dan disetujui oleh ¾ dari anggota DPR yang hadir. Ketentuan ini dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 B ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga Pasal 184 ayat (4) ini dijudicial Review di Mahkamah Konstitusi dan akhirnya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 184 ayat (4) UU MD3 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.8 Dari perdebatan itu maka muncul keinginan penulis untuk mengkaji mekanisme Impeachment Presiden di negara-negara modern lainnya seperti Amerika Serikat ataupun Korea Selatan, sehingga dapat memberikan komparasi kepada kita bagaimana mekanisme Impeachment Presiden di negara-negara tersebut dibandingkan dengan proses impeachment di Indonesia.

Dari latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam artikel ini yaitu Mekanisme impeachment Presiden dalam Konstitusi Negara Modern lainnya.

B. Pembahasan

Dalam melakukan pembahasan, penulis akan membandingkan mekanisme impeachment yang berlaku di Amerika Serikat dan Korea Selatan. Dipilihnya kedua negara tersebut, selain merupakan negara hukum yang demokratis, juga negara tersebut pernah melakukan impeachment terhadap pemimpin negaranya. Amerika Serikat merupakan negara demokratis dengan sistem pemerintahan presidensil seperti Indonesia. Korea Selatan merupakan sebuah Negara Republik Demokratik yang sistem pemerintahannya parlementer. Akan tetapi walaupun Korea Selatan meng-dopsi sistem pemerintahan Parlementer, Presiden memiliki peran yang sangat dominan dalam Negara ini.

Hal-hal yang akan diperbandingkan dalam paper ini adalah; objek impeachment, alasan-alasan impeachment, dan lembaga negara yang terlibat beserta proses impeachment itu sendiri.

1. Objek Impeachment

Banyak pihak yang memahami bahwa impeachment merupakan turunnya, berhentinya atau dipecatnya Presiden atau pejabat tinggi dari jabatannya. Sesungguhnya arti impeachment sendiri merupakan tuduhan atau dakwaan sehingga impeachment lebih menitikberatkan pada prosesnya dan tidak mesti

6 https://ariefmas.wordpress.com/tag/permakzulan/ 7 Pasal 7B ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

(3)

berakhir dengan berhenti atau turunnya Presiden atau pejabat tinggi negara lain dari jabatannya.9 Di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7A UUD 1945 objek impeachment hanya dilakukan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden saja, tidak berlaku terhadap pejabat lembaga negara lainnya.

Di Korea Selatan, selain Presiden, objek impeachment juga dapat ditujukan kepada pejabat negara lainnya seperti Presiden, Perdana Menteri, anggota Dewan Negara, Kepala Eksekutif Departemen, Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim, anggota Komite Manajemen Pemilihan Pusat, anggota Dewan Audit dan Inspeksi, dan lainnya pejabat publik yang ditunjuk oleh hukum.10 Begitu pula halnya dengan Amerika Serikat, objek impeachment bukan hanya ditujukan kepada Presiden sebagaimana halnya di Indonesia, melainkan juga terhadap pejabat publik lainnya seperti yang berlaku di Korea Selatan. Objek impeachment di Amerika Serikat diantaranya dapat dilakukan kepada Wakil Presiden maupun kepada seluruh pejabat sipil lainnya seperti Menteri (secretary), Gubernur dan sebagainya.11

Dengan demikian, maka terdapat perbedaan yang cukup tajam diantara objek impeachment yang berlaku di Indonesia dengan objek impeachment yang berlaku di Korea Selatan dan Amerika Serikat. Jika di Indonesia objek impeachment hanya ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden, lainnya halnya di kedua negara tersebut. Impeachment juga dapat ditujukan kepada pejabat publik selain Presiden dan/atau Wakil Presiden.

2. Alasan-alasan impeachment

Mengenai alasan-alasan yang digunakan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan impeachment terhadap Presiden sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7A yang berbunyi :

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatan-ya oleh Majelis Permusjabatan-yawaratan Rakjabatan-yat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Dari ketentuan Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 maka ada dua hal yang

9 Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 13 10 Dalam The Constitution of Republik of South Korea Article 65 section 1 dinyatakan sebagai berikut : “In case the President, the Prime Minister, members of the State Council, heads of Executive Ministries, judges of the Constitutional Court, judges, members of the Central Election Management Committee, members of the Board of Audit and Inspection, and other publik officials designated by law have violated the Constitution or other laws in the performance of official duties, the National Assembly may pass motions for their impeachment” http://id.wikisource.org, akses tanggal 5 Februari 2011

(4)

dijadikan alasan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan impeachment yaitu:

2) Terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden

Walaupun dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menjelaskan secara rinci mengenai pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Namun dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi memberikan penjelasan jenis-jenis pelanggaran hukum tersebut yaitu:

a. Penghianatan terhadap Negara adalah tindak pidana terhadap keamanan Negara sebagaimana diatur dalam undang-undang

b. Korupsi dan penyuapan adalah adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang

c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih.

d. Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau wakil presiden

e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden adalah syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945.

Di Amerika Serikat, alasan dilakukannya impeachment sama dengan alasan dilakukannya impeachment terhadap Presiden di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Article II section 4 Konstitusi Amerika Serikat yaitu jika pejabat yang akan diimpeach tersebut melakukan pengkhianatan, suap atau kejahatan ringan maupun berat.13 Sedangkan di Korea Selatan, alasan dilakukannya impeachment adalah karena telah melanggar konstitusi atau hukum lainnya dalam pelaksanaan tugas resminya.14

Jadi antara Indonesia dan Amerika Serikat, terdapat persamaan alasan (sebab-sebab yuridis) dilakukannya impeachment terhadap Presiden, Wakil Presiden dan/atau pejabat negara lainnya yaitu karena melakukan penghiatan, suap atau korupsi dan melanggar hukum. Akan tetapi di Indonesia ditambah lagi alasan lainnya yaitu karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau

12 Hamdan Zoelva, Op.Cit. Hal 51 13 Baca footnote nomor 8

(5)

Wakil Presiden. Sedangkan di Korea Selatan, Konstitusi Korea Selatan hanya menyebutkan dua alasan yaitu melanggar hukum atau konstitusi dalam pelaksanaan tugas resminya. Begitu juga, dalam ketentuan Pasal 48 undang-Undang Mahkamah Konstitusi Korea Selatan, hanya menyebutkan dua hal tersebut tanpa merinci apa bentuk pelanggaran yang dilakukan.15

3. Lembaga Negara yang Terlibat dan Proses Impeachment-nya

Di Indonesia, lembaga negara yang terlibat dalam proses impeachment Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Konstitusi dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Proses yang berlaku di Indonesia adalah diawali atas pendapat DPR yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi atas dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan alasan-alasan yuridis sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Mahkamah Konstitusi kemudian memeriksa dan memutus apakah pendapat DPR tersebut benar dalam waktu paling lama 90 hari. Kemudian setelah memutuskan, maka Mahkamah Konstitusi menyampaikan putusan itu kepada DPR. Apabila Mahkamah membenarkan pendapat DPR, maka DPR meneruskannya kepada MPR untuk diadakannya sidang istimewa pemberhentian Presiden dan/atau Wakil/Presiden dalam waktu paling lama 30 hari setelah menerima usul dari DPR tersebut.16 Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa DPR memiliki kedudukan sebagai lembaga penuntut, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga penengah (pemutus secara yuridis pendapat DPR) dan MPR adalah lembaga pemutus akhir (secara politik).

Di Korea Selatan, lembaga negara yang terlibat adalah Majelis Nasional dan Mahkamah Konstitusi Korea selatan. Mahkamah Konstitusi mempunyai yuridiksi atas Impeachment proceedings.17 Mahkamah ini memiliki otoritas final atas impeachment dengan tanpa hak untuk banding. Mahkamah Konstitusi akan memproses impeachment setelah setelah para anggota parlemen menyetujui dengan suara mutlak atau suara mayoritas sedikitnya 2/3 dari anggota parlemen untuk mendakwanya.

Berbeda dengan Indonesia, posisi Mahkamah Konstitusi tidak berada di tengah, tetapi berada posisi di akhir proses impeachment, sehingga kedudukan dan

15 UU tentang Mahakamah Konstitusi Korea Selatan Pasal 48 menyebutkan: If a publik

official who falls under any of the following violates the Constitution or laws in the course of execution of his or her services, the National Assembly may pass a resolution on the institution of impeachment as prescribed in the Constitution and the National Assembly Act. http://id.wikisource.org, akses tanggal 5 November 2011

16 Proses tersebut dikutip oleh Penulis sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945 dan UU Mahkamah Konstitusi RI

(6)

fungsi Mahkamah Konstitusi menguji apakah keputusan politik untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sudah tepat atau tidak secara yuridis. Untuk pertama kalinya di Korea Selatan perkara impeachment terjadi pada Tahun 2004, yang melibatkan Presiden Roh Moo-Hyun.

Setelah para anggota parlemen dari kelompok oposisi menyetujui dengan suara mutlak dalam pemungutan suara, dengan 193 suara dibanding dua suara menolak untuk mengusir Roh karena melakukan pelanggaran terhadap berbagai peraturan pemilihan. Hal ini menimbulkan kekacauan politik di Korea. Berbagai reaksi timbul akibat pendukung Roh tidak terima atas persetujuan parlemen sebagai lawan-lawan politiknya yang mencoba untuk memecatnya melalui impeachment. Ekspresi kemarahan dilampiaskan dalam demonstrasi besar. Sehari setelah parlemen mengadakan pemungutan suara, lebih dari 50.000 orang turun ke jalan-jalan Seoul, ibu kota negara, memprotes impeachment terhadap Roh. Pawai damai serupa pula dilakukan untuk menyatakan keprihatinan mendalam atas tindakan parlemen. Hasil jajak pendapat umum memperlihatkan, 75 persen responden menilai impeachment sebagai sesuatu yang salah.

Sejalan dengan itu, popularitas partai oposisi utama Partai Nasional Agung (GNP) dan mitranya, Partai Demokratik Milenium (MDP), menjadi anjlok. GNP dan MDP, yang mendominasi parlemen, dianggap berada di balik proses pendakwaan. Namun, Mahkamah Konstitusional Korea Selatan (Korsel) menolak impeachment atas Presiden Roh Moo-Hyun. Demikian putusan akhir yang diumumkan Mahkamah Konstitusi. Dengan putusan ini, berarti Presiden Roh kembali memimpin negeri Ginseng itu. "Tidak ada alasan yang cukup berat untuk menggeser presiden keluar sehingga Pengadilan menolak permintaan untuk impeachment ," tukas Yun Young-Chul, ketua mahkamah yang mengumumkan putusan ini. Mahkamah ini memiliki otoritas final atas impeachment dengan tanpa hak untuk banding. Roh dihentikan sementara dari tugas-tugasnya dan dicabut dari kekuasaan eksekutifnya dengan dikeluarkannya putusan impeachment Majelis Nasional pada 12 Maret 2004. Namun dengan adanya putusan baru ini, Roh kembali menduduki kursi kepresidenan.18

Perbedaan antara mekanisme Impeacment di Indonesia dengan di korea Selatan yaitu bahwa proses impeachment di Indonesia hanya ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945. DPR mengajukan usulan pemberhentian Presiden kepada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar hukum atau alasan konstitusional lainnya dalam waktu paling lama 90 hari. Setelah memutuskan pendapat DPR tersebut, maka Mahkamah

(7)

Konstitusi menyampaikan putusan itu kepada DPR apakah Presiden benar-benar telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang dituduhkan oleh DPR. Dalam hal putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyatakan bahwa Presiden telah melanggar hukum sebagaimana dimaksud oleh DPR, maka DPR mengajukan putusan MK tersebut kepada MPR untuk dilaksanakan sidang istimewa dalam waktu paling lama 30 hari, dan diberikan kesempatan kepada Presiden untuk melakukan pembelaan terlebih dahulu. Dengan demikian peran Mahkamah Konstitusi dalam proses impeachment Presiden di Indonesia adalah sebagai penengah yang putusannya tidak bias eksekutorial dalam arti bias langsung memberhentikan Presiden.

Di Amerika Serikat, Lembaga Negara yang terlibat adalah Senat (Kongres), House of Representative (DPR) dan Ketua Mahkamah Agung (Supreme Court) Amerika Serikat. Impeachment dalam kehidupan ketatanegaraan di Amerika Serikat diatur dalam UUD Amerika Serikat secara spesifik. Dalam Konstitusi Amerika Serikat, ketentuan dan prosedur mengenai impeachment diatur dalam 6 (enam) butir ketentuan, yaitu, Pertama, Artikel I ayat 2 butir 5 menentukan bahwa DPR mempunyai kekuasaan (sole power) untuk mendakwa (to impeach). Proses impeachment ini seperti suatu pendakwaan atau penuntutan. Agar seseorang pejabat dapat diberhentikan dari jabatannya, maka ‘pendakwaan’ (impeachment) itu haruslah dilakukan melalui persidangan dengan membuktikan terjadinya pelanggaran dan adanya kesalahan seperti umumnya terjadi dalam proses peradilan.19

Kedua, proses penuntutan itu sendiri dilakukan oleh Senat yang menurut ketentuan Artikel I ayat 3 butir 6, ditentukan mempunyai kekuasaan (sole power) untuk mengajukan penuntutan untuk semua kasus pelanggaran dengan dukungan minimum dua pertiga jumlah anggotanya. Dalam proses peradilan pidana, peran Senat ini dapat diidentikkan dengan lembaga penuntut umum (jaksa), sedangkan DPR merupakan lembaga pemutusnya atau majelis hakimnya.

Dalam sistem ketatanegaraan Amerika Serikat, sesungguhnya DPR atau House of Representatives lah yang memiliki kewenangan penuh untuk melakukan proses pendakwaan (impeachment)20 atas setiap pejabat negara yang melakukan tindakan pengkhianatan, penyuapan atau tindak pidana berat dan perbuatan tercela lainnya, sebagaimana yang telah diatur dalam konstitusi. Alasan yang dibenarkan konstitusi Amerika Serikat untuk proses impeachment sesuai Pasal 2 ayat 4 adalah apabila seorang pejabat negara telah melakukan treason, bribery, other high

19 Dalam The Constitution of The United States of America Article I Section 2 clause 5, dinyatakan sebagai berikut:“The House of Representatives shall choose their Speaker and other officers, and shall have the sole power of impeachment” http://id.wikisource.org, akses tanggal 6 November 2011

(8)

crimes and misdemeanors. (pengkhianatan, penyuapan, tindak pidana berat maupun perbuatan tercela lainnya).

Proses pendakwaan diawali dengan usulan impeachment atas perilaku pejabat sipil tertentu oleh beberapa anggota House of Representatives yang kemudian dibahas pada sidang pleno House of Representatives untuk dapat disepakati bersama. Bila usulan tersebut ditolak, maka secara otomatis tentunya usulan tersebut tidak dapat dilanjutkan. Sementara untuk meloloskannya, usulan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 suara dari anggota yang hadir,21 agar proses impeachment dapat dilanjutkan ke sidang Senat. Namun sebelum ke tahapan tersebut, House terlebih dahulu membentuk sebuah komite yang bertugas menyusun articles of impeachment, yang berisi alasan-alasan yang memungkinkan House melakukan impeachment, dan berperan mewakili House dalam persidangan di tingkat Senat Pada tahap terakhir proses ini, yaitu persidangan Senat, dipimpin oleh Chief Justice of the Supreme Court, dan seluruh anggota Senat berperan sebagai juri sebagaimana layaknya yang berlaku pada pengadilan umum di Amerika Serikat, sementara komite yang dibentuk oleh House berperan sebagai jaksa penuntut umum.

Impeachment dilaksanakan dalam suasana pengadilan (trial) seperti tertera pada UUD AS Pasal 3 ayat 2 klausa 2 dan Pasal 1 ayat (3) klausa 6. Oleh sebab itu, dalam impeachment harus benar-benar ditegakkan justice yang merupakan landasan dari suatu pengadilan. Maka, tidaklah mengherankan bahwa founding fathers dari AS telah merancang impeachment yang seadil-adilnya, untuk Presiden AS yaitu yang memimpin sidang ialah Ketua Mahkamah Agung Pasal 1 ayat 3 klausa 6. Karena itu ketika tahun 1999 Presiden Bill Clinton terkena impeachment, yang memimpin sidang bukannya salah seorang senator, tetapi Ketua Mahkamah Agung.

Bagi yang divonis bersalah dalam kasus impeachment, maka hukuman paling berat ialah dipecat dari jabatan dan 'disqualification to hold and enjoy any office of honor, trust, and profit under the US', serta tidak menutup kemungkinan diseret ke pengadilan untuk menerima hukuman lainnya (Pasal 1 ayat 3 klausa 7).

Di AS Presiden boleh melaksanakan hak prerogatifnya, kecuali untuk kasus-kasus impeachment (Pasal 2 ayat 2 klausa 1). Jadi, bila seorang Presiden divonis bersalah dalam suatu kasus impeachment dan hukumannya dipecat dari jabatan, maka beliau tidak bisa memberi grasi kepada dirinya sendiri untuk terus duduk sebagai Presiden AS.

(9)

Impeachment tidah hanya berlaku untuk Presiden, tetapi juga Wakil Presiden, dan seluruh pejabat sipil seperti tertera pada UUD AS, Pasal 2 ayat (4). Sepanjang sejarah impeachment di AS, terdapat 16 kasus impeachment yang diadili di Senat. Seperti Senator William Blount (1797), Supreme Court Justice Samuel Chase (1804), bahkan juga seorang hakim pengadilan distrik, sebagaimana yang diberlakukan kepada John Pickering (1804), James H. Peck (1830) dan sebagainya.22 Namun di atas, telah diuraikan kasus-kasus impeachment yang menimpa seorang presiden saja.

Jadi, dengan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa ada perbedaan dan ada juga beberapa persamaan antara proses Impeachment di Amerika Serikat dengan proses impeachment di Indonesia. Di Amerika serikat seperti penjelasan di atas, DPR (House of Representative) AS merupakan lembaga penuntut yang langsung dapat mengajukan tuntutannya kepada Senat, apabila Presiden diduga melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Article II section 4 Konstitusi Amerika Serikat. Akan tetapi sama halnya dengan DPR Indonesia, DPR AS juga harus memenuhi kuorum persetujuan anggota DPR yang sama dengan Indonesia, yaitu mendapat persetujuan dari 2/3 anggota DPR yang dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh minimal 2/3 anggota DPR. Jika mendapat persetujuan tersebut, maka DPR mengajukan tuntutan tersebut kepada Sidang Senat (Kongres) yang sebelumnya terlebih dahulu menyusun article of impeachment oleh sebuah komite, yang dalam DPR Indonesia disebut Panitia Khusus (Pansus). Barulah kemudian tuntutan tersebut diajukan dalam sidang Senat (Kongres) yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung, sedangkan anggota Senatnya sendiri bertindak sebagai juri. Hal ini mengikuti proses persidangan biasa dalam system hukum acara di Amerika Serikat.

Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa peran Mahkamah Agung (lembaga peradilan) dalam proses impeachment di Amerika Serikat adalah sebagai hakim (pemimpin sidang) dalam sidang Kongres dan bukan dalam persidangan di Mahkamah Agung sendiri sebagaimana halnya di Indonesia (Mahkamah Konstitusi).

C. Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Objek impeachment di Amerika Serikat dan Korea Selatan berbeda dengan objek impeachment di Indonesia. Di Indonesia, objek impeachment hanya ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden, sedangkan di Amerika Serikat dan Korea Selatan objek impeachment selain kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden, juga terhadap pejabat publik lainnya termasuk hakim.

2. Bahwa alasan konstitusional dan alasan yiridis mekanisme impeachment di Indonesia sama dengan alasan impeachment di Amerika Serikat, yaitu jika melakukan penghianatan, korupsi/suap dan pelanggaran hukum baik ringan

(10)

maupun berat termasuk melakukan perbuatan tercela sebagaimana kasus impeachment Presiden Bill Clinton. Sedangkan di Korea Selatan hanya menyebutkan alasan pelanggaran konstitusi dan hukum.

3. Lembaga Negara yang terlibat dalam proses impeachment di keiga negara tersebut berbeda. Bukan hanya itu, kedudukan dan peran lembaga negara tersebut juga berbeda. Di Indonesia, lembaga negara yang terlibat adalah DPR, Mahkamah Konstitusi dan MPR. Di Amerika Serika, lembaga negara yang terlibat adalah Kongres, DPR dan Ketua Mahkamah Agung (bukan lembaganya), sedangkan di Korea Selatan hanya melibatkan dua lembaga negara yaitu Majelis Nasional dan Mahkamah Konstitusi saja.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku dan Media Massa

Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2006

Asshiddiqie, Jimly, 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Sekertaris Jendral Kepanitraan Mahkamah Konstitusi

Asshiddiqi, Jmly, Mengenal Mahkamah Konstitusi, Pengenalan Mahkamah Konsti-tusi dan Pendidikan Kesadaran BerkonstiKonsti-tusi, dalam http://dwiyono17. wordpress.com/tag/mk/

Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia (Jogjakarta: UUI Pres, 2005)

Manan, Bagir, 2006 Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta: FH UII PRESS.

Prodjodikoro, Wirjono, 1977. Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia. Cet. 3 Jakarta: Dian rakjat.

Rita Uli Hutapea, Impeachment Ditolak, Roh Kembali Memimpin Korsel, Harian Suara Merdeka, Jawa Tengah, 2004.

Zoelva, Hamdan, 2005. Impeachment Presiden,Alasan-Alasan Tindak Pdana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, Jakarta: Konstitusi Press.

Konstitusi dan Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

(12)

Konstitusi dan Undang-Undang dan Undang-Undang Pembanding

Konstitusi Negara Federal Amerika Serikat

Konstitusi Republik Korea Selatan

Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Korea Selatan

Internet/Website

Encyclopedia Britannica, Inc, Encyclopedia Britannica, Vol. 12 (Chicago:William Benton,

https://ariefmas.wordpress.com/tag/permakzulan/

http://kendariekspres.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10423

http://id.wikisource.org, akses tanggal 5 November 2011.

http://id.wikisource.org, akses tanggal 6 November 2011.

(13)

PEDOMAN PENULISAN NASKAH/ARTIKEL

Pedoman penulisan artikel atau hasil penelitian dalam Jurnal Hukum yang diharapkan menjadi pertimbangan para penulis.

Format

1. Ketikan spasi ganda pada kertas A4 (210x297 mm).

2. Panjang artikel maksimum 7000 kata dengan jenis huruf Times New Roman/Arial 11-12, atau sebanyak 15-20 halaman.

3. Marjin atas-bawah dan kiri-kanan sekurang-kurangnya 1 inci. 4. Tertera nomer halaman.

5. Setiap tabel dan gambar diberi nomer urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau gambar, serta sumber kutipan.

Isi Tulisan

Tulisan berupa hasil penelitian disusun sebagai berikut: Abstrak

Bagian ini memuat ringkasan artikel atau ringkasan penelitian yang meliputi:

Masalah penelitian, tujuan, metode, dan hasil kontribusi penelitian. Abstrak disajikan di awal teks dan teridiri 200-400 kata.

Pendahuluan

Menguraikan latar belakang penelitian yang mendasari dilaksanakannya sebuah penelitian.

Perumusan Masalah

Merumuskan masalah utama yang akan diteliti dalam penelitian. Tujuan Penelitian

Memuat tujuan dilaksanakannya penelitian. Metode Penelitian

Memuat metode yang digunakan dalam penelitian, pendekatan, pengukuran, dan analisis data.

Hasil Penelitian dan Analisis

Berisi hasil penelitian dan analisisi data penelititan, yang memuat pembahasan mengenai berbagai temuan di lapangan.

Kesimpulan dan Saran

Menjelaskan implikasi temuan serta saran-saran untuk penelitian yang akan datang. Daftar Referensi

(14)

Penyerahan Artikel

Artikel diserahkan dalam bentuk softcopy maupun cetak sebanyak 2 eksemplar kepada:

Lembaga Penerbitan Fakultas Hukum

Universitas Narotama Surabaya

Alamat Redaksi: Jln. Arief Rahman Hakim No. 51 Sukolilo, Surabaya 60117

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 4 rata-rata persentase sikap siswa adalah 72% (sebagian besar positif) yang menunjukkan bahwa kebanyakan siswa bersikap positif terhadap bahan ajar

Melalui propaganda tersebut ISIS mampu menarik simpati umat Islam dari berbagai negara untuk melakukan jihad sehingga ISIS bukan sekedar gerakan lokal di Irak dan

Malam : hujan ringan, Pagi : cerah, Siang : cerah, Sore : berawan Labuhan Batu Laporan kegiatan harian :.. Posko siaga dalkarhutla

Berdasarkan analisi variabel dependent, Keputusan Pembelian pada Tunas Daihatsu memperoleh nilai sebesar 76,06%, nilai tersebut masuk kedalam kategori “tinggi”

Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi data tentang aspek biologi ular yang dilindungi dan untuk mengetahui biologi reproduksi dan konsumsi pakan ular sanca sawah putih

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat pergantian air, maka efisiensi pakan semakin tinggi yang selanjutnya menghasilkan

semenda yang dihormati kerabat istrinya. Tentu saja dukungan atas konsekuensi itu mempunyai jangka waktu, yang pasti akan tiba waktunya, sesuai dengan kelaziman yang

Perlindungan yang ada dalam KUHAP lebih banyak melindungi hak asasi si pelaku tindak pidana dari pada hak asasi/kepentingan korban tindak pidana, untuk hal