• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME DARI TERORISME DAN NIHILISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESUME DARI TERORISME DAN NIHILISME"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME DARI TERORISME DAN NIHILISME

Pengarang: Armada Riyanto

I. TERORISME DATANG TANPA “MENGETOK” PINTU

Terorisme telah memporak-porandakan kepastian hidup sehari-hari. Ia memproduksi ketakutan. Mengobarkan kecemasan. Mematikan kreatifitas yang memanusiakan. Perserikatan bangsa-bangsa memandang bom Bali adalah serangan terbesar sejak 11 September di New York. Bangsa-bangsa seperti tidak percaya bahwa peradaban ini telah di dominasi oleh terorisme.

II. TETAPI TIDAK DATANG TIBA-TIBA

Terorisme tidak datang mendadak. Tidak datang dalam sehari. Pelaku terorisme tidak bodoh, melainkan disiplin. Tekun dan jitu dalam sasaran. Mereka berlatih. Bermotivasi kokoh. Seorang teroris pasti tidak menyebut dirinya “teroris”. Melainkan pembela kebenaran. Pembela agama. Pewarta keadilan. Penghajar kemaksiatan. Pembela tanah air. Teroris selalu berupa jaringan, kelompok, tim, pasukan, mafia, komando.

Teroris itu action, bukan paham. Setiap action memiliki motivasi, kompensasi perjuangan dan filosofi tindakan. Motivasi terorisme yang dahsyat ialah in the name of religion (demi agama/Allah). Tidak ada motivasi lain yang lebih indah dari “hidup dan mati untuk agama”. Kompensasi perjuangannya langsung berkaitan dengan pahala surga. “kematian” sendiri di kamuflasekan dengan kenikmatan tiada tara di surga. Dengan demikian tidak ada ruang kebimbangan untuk menjalankan tugas kematian.

Dalam filsafat antropologi, manusia bertindak pasti memiliki intensi “kebaikan”, sekurang-kurangnya dalam arti yang menjadi milik si pelaku. Dari wacana filsafat epistemologi, dalam terorisme, ide pengetahuan sama dengan ‘aku’ artinya, apa yang merupakan prinsip kebenaran adalah ‘aku’. Moralitas adalah aku. Hukum adalah aku. Bahkan aku adalah Tuhan. Orang lain sementara itu kafir, berdosa, maksiat, bangsat, jelek, kotor, dan pendek kata pantas menerima hukuman setimpal.

(2)

bertindak sebagai hakim kebenaran sekaligus eksekutor, yang kedua, pendosa yang harus di eksekusi. Dalam jalan terorisme. Aktivitas kekerasan adalah “perang melawan evil”.

Punishment selalu dimaksudkan untuk evil. Artinya, sejauh jahat, bejat, maksiat, segalanya mungkin dijalankan sebagai eksekusi hukumannya. Prosesnya tidak lewat peradilan sebab peradilan mengandalkan proses hukum. Para teroris membatinkan bahwa dirinya, tindakannya, keputusannya (atau propaganda jaringannya) adalah sistem hukum itu sendiri.

Bagi sementara orang, tempat hiburan merupakan suatu ruang dimana orang melepaskan segala ketegangan dan beban pekerjaan. Bagi seorang teroris, pemahaman ruang yang demikian tidak masuk dalam khasanah pengertian mereka.

Dalam the symbolism of evil, Paul Ricouer (1967) mengajukan sinyal pemahaman bahwa evil is not necessarily a morally wrong. Untuk menyebut evil tidak mesti harus berupa sesuatu yang secara moral buruk.

Ricouer menjelaskan bahwa evil lebih kerap hadir sebagai suatu simbolisme. Dalam semiotika, kita tahu bahwa suatu simbol memiliki makna bergantung pada signifier-nya (selain signified-nya). Makna adalah produk konvensi dari si pemberi. Dalam kasus bagaimana kelompok teroris memandang suatu tempat/manusia/persepsi sebagai evil, yang terjadi sesungguhnya ialah manipulasi. Maksudnya, seorang teroris memanipulasi persepsi tempat hiburan atau manusia (misalnya orang-orang amerika/Australia) sebagai symbol-simbol evil. Teroris sendiri pasti tidak akan melakukan negosiasi dengan mereka yang akan diserang. Mereka digerakkan oleh format simbolismenya sendiri.

Kealpaan kemungkinan suatu cita rasa negosiasi inilah yang menjelaskan mengapa intelijen secanggih yang dimiliki Amerika pun tidak mampu mengantisipasi serangan 11 September. Setiap kompromi bertentangan dengan radikalitas semangat menghancurkan evil.

(3)

sendirinya suatu representasi action yang tak mungkin dibendung oleh tindakan rayuan negosiasi secanggih apapun.

III. TERORISME BERHIMPITAN DENGAN NIHILISME.

Jihad sebuah terminologi suci. Penyebutan jihad seakan-akan menjadi sebuah pembelaan tuntas. Ada semacam keyakinan bahwa aktivitas kekerasan menjadi sarana masuk surga asal dibungkus dengan motif jihad. “mati syahid” yang keluar dari iklan tindakan mereka merupakan propaganda yang menjadi milik kelompok mereka. Menciptakan kengerian sama dengan mendulang kesuksesan.

Disebut nihilisme, karena aktivitas mereka adalah aktivitas yang nyaris tidak bisa kita pahami target makna kepentingannya. Strategi terorisme adalah strategi nihilistik: menggempur hidup manusia dengan segala keindahan pengalaman kesehariannya. perhatikan apa yang dikatakan oleh Bin Laden dalam salah satu rerkaman yang disebarluaskannya sendiri. Ia memberi semangat para eksponennya untuk berani mencintai “dunia lain”, dan membenci dunia ini. Sebuah semangat tipikal nihilistis.

Dalam nihilisme kematian memiliki makna, sementara kehidupan di dunia ini fana. Atau, kematian identik dengan sebuah impian. Impian kehidupan yang lebih indah, lebih baik (kendati tidak jelas di mana). Nihilisme mereparasi kehidupan. Tetapi dengan menawarkan kematian.

Selain Bin Laden, identifikasi dunia sebagai fana juga menjadi the driving force kelompok The Liberation Tigers Of Tamil Eelam (LTTE) di Sri Lanka. Juga the Kurdistan Worker’s Party (PKK) dari turki. Dua kelompok terakhir mungkin tidak ada kaitannya dengan perjuangan agama. Semangat mereka untuk meniadakan orang lain (siapa saja yang dipandang musuh) plus diri sendiri menampilkan betapa dahsyat gelombang nihilisme.

Nihilisme tidak memproduksi moral, tetapi sarat dengan jargon-jargon agamis dangkal. Perkara nilai buruk di reduksi pada slogan-slogan, buah pikiran psikopatif atau manipulatif atas agama, religiusitas, nasionalitas.

Jika Nietzsche mengasalkan genealogi moral pada realitas hidup manusia, kaum teroris justru menyangkalnya. Moralitas tidak memiliki potensi pada kehidupan ini.

(4)

IV. TERORISME BERKAITAN DENGAN AGAMA TERTENTU? NANTI DULU! Charles Krauthammer (2001), dalam The Philosophy Of Wartime, menulis “The Enemy Is Not Islam. It Is Nihilism. Why Everything Is At Stake”. Tujuan terorisme adalah ketakutan, kengerian, kematian. Elemen-elemen ini menampilkan suatu persepsi nihilistis. Hidup itu tidak memiliki makna. Sebaliknya mereka memuja kematian perjuangan. Menyembah altar ketiadaan. Mengejar pahala di suatu dunia “entah” sebagai kompensasi.

Nihilisme merupakan suatu gerakan. Gerakan penghancuran orang lain, dan termasuk di dalamnya diri sendiri.

Nihilisme itu suatu paradoks. Di suatu pihak mempromosikan kefanaan dunia, tetapi di lain pihak memuja kematian, kehancuran, kengerian. Jalan pikiran ini bukan spiritualitas dari agama manapun. Ini rekayasa manusia. Ini produksi akal budi.

Nihilisme bukan ilusi, melainkan sebuah dominasi. Nihilisme merepresentasikan suatu action dominasi yang dipondasikan pada ketakutan. Eric Fromm (1973) dalam The Anatomy Of Human Destructiveness menggagas tentang kodrat manusia yang dalam psikologi memiliki segala potensi destruktif dan dominatif. Manusia adalah binatang: kalah atau menguasai. Dan, tak satu pun binatang mengalah. Demikian juga manusia.

Terorisme dengan demikian mengandaikan akumulasi aktivitas “menguasai” orang lain secara semena-mena lewat tindakan kekerasan.

V. NIHILISME JUGA DALAM AGAMA? SEBUAH GEJALA PARADOKS

Nihilisme pada jaman ini tidak mesti dipondasikan pada penolakan Tuhan. Justru, terjadi bahwa ketundukan kepada Allah, radikalisme pembelaan nasionalitas, kebanggaan terhadap agama menjadi model-model “bungkus suci” yang disukai untuk mengabsahkan aktivitas nihilistik.

Paradoks. Bagaimana menjelaskan suatu sikap ketundukan kepada Allah di satu pihak, tetapi di lain pihak menolak eksistensi manusia sesamanya yang lain. Mungkinkah manusia menyembah Sang Maha pencipta sekaligus memusnahkan salah satu (kelompok) ciptaan-Nya yang paling bermartabat tinggi, luhur, mulia?.

VI. ASUMSI SEDERHANA TENTANG APA YANG HARUS KITA KERJAKAN

(5)

aktivitas latihan perang, tindakan menggedor atau merazia suatu tempat-tempat yang dianggap maksiat atau semacamnya secara tidak sah.

Aneka ketidakpastian perkara korupsi tidak mungkin terus-terusan dibiarkan. Korupsi bukanlah sekedar memakan uang milik rakyat untuk kepentingan perut sendiri. Korupsi yang berlarut-larut memproduksi fatalisme keputusan dalam masyarakat atau kelompok masyarakat. Bukan hanya sistem ekonomi sosial politik yang dikacaukan, tetapi sistem pengertian kemanusiaan juga diredupkan.

Pada tataran reflektif religiusitas, diperlukan kesadaran-kesadaran baru yang humanis rasional untuk mereaktualisasi nilai-nilai agama dalam hidup sehari-hari. Tidak dari sendirinya penampilan suci mengatakan kesejatian dalam beriman. Kenyataan hidup konkret harus disimak bukan tampilan sok suci dalam baju ketaatan munafik menjalankan perintah agama.

Aktivitas nihilistik yang dipropagandakan para pelaku peledakan bom akan runtuh, bila pada tataran hidup konkret bangsa kita mempropmosikan nilai kehidupan dan kearifan masyarakat sendiri. Yaitu solidaritas, kesetiakawanan kebersamaan, persahabatan, silaturahmi.

Melawan terorisme berarti mempropagandakan semangat live and let live peacefully. Maksudnya, hidup adalah sebuah nilai. Nilai tinggi, bukan Cuma hidupku, melainkan hidup orang lain, siapapun. Hidup haruslah dibela, dipromosikan, dijaga.

PENDAPAT PENULIS

Penulis mencoba untuk menganalisis isi tulisan diatas dengan memakai pisau analisis teori etika klasik dari Aristoteles, etika menurut Immanuel Kant dan teori keadilan dari John Rawl.

Pandangan etika klasik Aristoteles berfokus pada prinsip kebajikan/kebaikan yang sifatnya alamiah dan hidup baik yang ideal bagi manusia. Seseorang dianggap baik bila mempunyai aktivitas yang bertujuan pada kebajikan. Manusia akan memiliki pengetahuan dan kapasitas manusia menjadi manusia yang baik untuk melindungi negaranya.

(6)

merupakan suatu keniscayaan yang dengan kerelaan hati ditukar dengan nyawa mereka sendiri. Mereka memiliki hukum yang di persepsikan sendiri dan membenarkan tindakannya dengan ajaran dan hukum tersebut. Mereka memuja kematian dan rela menjemput kematian demi mendapat kompensasi surga di kehidupan lain. Korban yang tidak berdosa dari tindakan mereka dianggap sebagai tujuan kebajikan aksi tersebut. Mereka memandang Negara dengan segala perangkatnya sebagai penghalang bagi jalannya tujuan dan filosofi mereka. Dari penjelasan diatas, jelaslah bahwa tindakan, tujuan dan nilai kebajikan yang dianut oleh teroris sudah jauh menyimpang dan bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan dan norma yang berlaku di dalam masyarakat dan norma hukum di dalam Negara.

Dalam Pandangan Etika Immanuel Kant, kantian ethics menjadi landasan etika deontologi artinya sistem etika perilaku manusia yang mengukur perbuatan manusia atas dasar maksud si pelaku (keharusan/kewajiban). Perilaku seseorang dianggap baik bila ada kewajiban, prinsipnya yaitu kehendak baik atau good will yang membuat kehendak menjadi baik bila kehendak itu sesuai dengan kewajiban. Bila dihubungkan dengan konteks sekarang berkaitan dengan profesi dan peran anda. bertindak sesuai kewajiban dianggap legalitas dan legalitas harus bisa memenuhi norma hukum. norma hukum dimaknai norma yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. ketika kita melakukan kewajiban tertentu maka bisa dikompromikan dengan norma yang berlaku di masyarakat tertentu.

Berkaca pada tulisan diatas, dimana teroris menasbihkan dirinya sebagai eksekutor dan korbannya sebagai orang yang pantas menerima punishment atau hukuman. Tujuan dari aksi teroris adalah untuk menghukum dengan menghancurkan simbol-simbol yang mereka anggap sesat, kafir, berdosa menurut representasi mereka sendiri. Bentuk-bentuk hukuman bisa berbagai macam diantaranya bom bunuh diri yang ditujukan untuk membunuh dan merusak simbol-simbol kekafiran/kesesatan, orang-orang yang mereka anggap kafir dan sesat serta sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan simbol atau orang yang mereka anggap sesat tersebut. Tentunya hal ini tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat dan tidak terkecuali dengan norma hukum yang berlaku di setiap negara.

(7)

dari setiap posisi yang ada. Keadilan bisa tercapai bila struktur politik ekonomi dan peraturan tertentu, hak miilik harus sama untuk semua orang ketika menjadi kendala maka disebut sebagai veil of ignorance (kabut/selubung ketidaktahuan). Menurut Yenny wahid (detik news, diakses 24 Februari 2017, https://news.detik.com/berita/3356617/yenny-wahid-terorisme-hadir-karena

ketimpangan-sosial-dan-ekonomi) "Masalah ketimpangan sosial ekonomi juga menjadi sebuah faktor yang memberi kontribusi terhadap masyarakat yang radikal. Perasaan teralienasi menjadi faktor besar radikalisme. Teralienasi karena adanya ketimpangan sosial ekonomi," kemudian ditegaskan kembali menurut Luhut

(republika.co.id, diakses 24 Februari 2017,

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/02/03/o1zavs361-luhut-pemicu-terorisme-adalah-faktor-ekonomi) "Satu dari sekian pelaku penembakan dan terorisme di Thamrin itu karena faktor ekonomi dan ini harus menjadi perhatian dari pemerintah,". Menurut beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor penyebab pelaku teroris dalam melakukan aksinya adalah faktor ekonomi. Ketika pelaku memiliki keterbatasan ekonomi yang disebabkan karena tersisihkan dari persaingan bebas untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tersisihkan dari persaingan bebas salah satu faktornya disebabkan oleh kurangnya skill atau kemampuan individu yang di bawah standar dari tuntutan persaingan ekonomi yang ada serta ketiadaan modal usaha. Jelaslah bahwa pelaku teroris yang tersisihkan dari persaingan bebas di bidang ekonomi menjadi faktor penyebab bagi pelaku teroris untuk menjalankan aksinya dan mengharapkan imbalan berupa surga di dunia “entah” yang mereka interpretasikan sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada dan sudah ditetapkan, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara bayi yang

berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau dalam pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, dapat berpikir secara kritis dan aktif, dan mampu berkomunikasi dengan

Setelah melaksanakan kegiatan observasi dan orientasi di SMP N 39 Semarang praktikan mendapat pengetahuan dan pengalaman mengenai banyak hal yang berkaitan dengan

 Mengerjakan soal dengan baik yang berkaitan dengan cara menghitung turunan fungsi dengan menggunakan definisi turunan, menggunakan teorema-teorema umum turunan

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,

Persyaratan petugas yang boleh memberikan atau menyuntikkan obat psikotropik kepada pasien dalam rangka kegawatdaruratan adalah dokter umum atau dokter gigi yang

Pengaruh suplementasi kholin khlorida dalam ransum terhadap bobot badan akhir, persentase organ dalam, usus halus, lemak abdominal, dan lemak hati pada ayam