• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein yang artinya mempelajari, namun di duga erat kaitannya dengan kata sangsekerta medha dan widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensi. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengaan idea, proses dan penalaran.

Ruseffendi dalam Karso (2004:1.39) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsure-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

Selanjutnya Karso (2004:1.39-1.40) mengungkapkan beberapa pendapat tentang matematika seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola pengorganisasian pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Ini berarti bahwa matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.

(2)

Matematika berasal dari bahasa latin mathein atau manthenein yang berarti belajar atau hal yan dipelajari. Pembelajaran matematika yang diajarkan di sekolah dasar merupakan matematika yang terdiri dari bagian matematika yang dipilih untuk menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak yang berpedoman pada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Manusia memerlukan matematika untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, matematika memegang peranan penting dalam kehidupan.

Pada dasarnya tujuan pembelajaran matematika yang sesuai dengan hakikat matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan peran teori-teori belajar merupakan strategi terhadap pemahaman matematika. Dengan demikian matematika diharapkan dapat dipahami secara wajar sesuai dengan kemampuan anak. Tujuan akhir dari pelajaran matematika adalah pemahaman terhadap konsep-konsep matematika yang relatif abstrak.

Objek pembelajaran dalam matematika adalah abstrak. Menurut teori Piaget bahwa siswa usia SD belum bisa berfikir formal mereka berada pada tingkat operasi konkret. Dengan demikian pembelajaran matematika di SD tak bisa lepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan perkembangan intelektual siswa yang masih konkret.

Pembelajaran matematika juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. pada teori Bruner(1988) menggambarkan perkembangan anak-anak melalui tiga tahap, yaitu enactive, iconic, dan simbolic. Tahap enactive adalah tahap saat anak belajar menggunakan objek secara langsung, tahap iconic belajar dengan menggunakan gambaran dari objek-objek, dan tahap simbolic merupakan tahapan memanipulasi symbol secara langsung dan tidak ada kaitannya dengan objek-objek.

(3)

yang bersifat konkret. Pendekatan pembelajaran juga harus sesuai dengan materi yang diajarkan.

Pada Permendiknas tahun 2006 tentang standar isi, disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep matematika secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minta dalam mempelajari matematika.

1.1.1.3Karakteristik Matematika di SD

Objek pembelajaran matematika abstrak namun siswa SD belum bisa berfikir abstrak mereka berada pada tahap operasional kongkrit. Sehingga diperllukan pemahaman memperhatikan sifst dan karakteristik pembelajaran di SD. Berikut adalah karakteristik matematika di SD :

1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap) : Matematika dimulai dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih sukar. Sehingga pembelaajran matematika harus dimulai dari suatu hal yang kongkrit dan berakhir ke yang abstrak.

(4)

konsep atau materi yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Materi yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya sekaligus mengingatkan kembali. Karena materi sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk memahami materi selanjutnya.

3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif : Matematika merupakan ilmu deduktif namun melihat tahap perkembangan mental siswa maka dalam pembelaajran matematika digunakan pendekatan induktif.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi : Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lain. Kebenaran suatu pernyataan didasarkan kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya.

5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna : Pembelajaran matematika yang berfokus pada pengertian bukan hafalan. Dalam pembelaajran bermakna konsep matematika ditemukan sendiri oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif dan berdasarka pengalaman siswa secara langsung. Tidak hanya menuntut siswa untuk menghafalkan simbol-simbol dan rumus-rumus yang terdaapt dalam pembelajaran matematika.

1.1.1.4Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD

Secara garis besar ruang lingkup pokok atau sub pokok pembahasan matematika di SD meliputi lima point seperti yang tecantum di dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, yaitu:

(5)

2. Unit pengantar aljabar : Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas dari unti aritmatika dasar. Dengan dasar pemahaman tentang bilangan, dilakukan perintisan pengenalan aljabar.

3. Unit geometri : Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun ruang.

4. Unit pengukuran : Pengukuran diperkenalkan sejak kelas I sampai kelas VI dan diawali dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku adapun konsep-konsep pengukuran yang dikenalkan mencakup pengukuran panjang, keliling, luas, berat, volume, sudut, dan waktu dengan satuan ukurannya.

5. Unit kajian data : Kajian data adalah pembahasan materi statistic secara sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data, menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta membaca data yang telah disajikan dalam bentuk diagram.

Ruang lingkup pembelajaran Matematika dan tujuan pembelajaran Matematika mempunyai hubungan dan saling mempengaruhi. Ruang lingkup dalam mata pelajaran Matematika digunakan untuk tujuan pembelajaran, karena tanpa adanya ruang lingkup dan tujuan pembelajaran maka dalam proses pembelajaran tidak akan sikron. Untuk memperjelas ruang lingkup pada mata pelajaran matematika kemudian pemerintahan menetapkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).

Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Suruh 02, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Matematika. Adapun perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan penelitian kelas V Semester II sebagai berikut ini :

Tabel 2

(6)

Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 5. Mengguanakan

Pecahan dalam Pemecahan Masalah

5.4 Menggunakan Pecahan dalam Masalah Perbandingan dan Skala

5.4.1 Mendeskripsikan arti Perbandingan

5.4.2 Mendeskripsikan Pecahan Sebagai Perbandngan dari dua hal

Dengan adanya Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator merupakan salah satu unsur dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah dasar, dengan adanya suatu pembelajaran, maka akan dapat menentukan lulus apa tidaknya suatu mata pelajaran atau dapat tercapainya suatu pembelajaran sesuai dengan kriteria kelulusan yang sudah ditentukan.

1.1.2 Model Problem Based Learning

Problem Based Learning (PBL) dikembangkan sekitar tahun 1970-an di McMaster University di Canada, kini model ini sudah merambah ke berbagai fakultas di lembaga pendidikan di dunia. Dengan keunggulan model ini, jenjang pendidikan yang lebih rendah pun sudah menggunakan model ini. Dengan perkembangannya yang pesat, rumusan yang beragam. Salah satu yang cukup mewakili, adalah rumusan yang diungkapkan Prof. Howard Barrow dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan model pemecahan masalah (Taufiq, 2010: 21).

Menurut Dutch (1994) dalam Taufiq (2010: 21). Problem Based Learning (PBL) adalah metode instruksional yang menantang siswa untuk “belajar untuk belajar,” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengkaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based Learning (PBL) mempersiapkan siswa untuk dapat berpikir kritis , analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber belajar yang sesuai.

(7)

untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek, menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi dalam memecahkan masalah.

Menurut Dewey dalam Trianto (2011:67) Problem Based Learning (PBL) adalah interaksi antara stimulus dengan respom, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL) dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu strategi pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir kritis, analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara berkelompok.

2.1.2.1 Ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends (2001: 349) dalam Trianto (2011:93) berpendapat bahwa Problem Based Learning (PBL). Memiliki karakteristik meliputi:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning (PBL)dimulai dengan pengajuan masalah, bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. mereka mengajukan situasi kehidupan nyata, autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi tersebut. 2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelaajran

(8)

dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik. Problem Based Learning (PBL) mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

4. Mengasilkan produk dan memamerkannya. Problem Based Learning (PBL) menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesain masalah yang mereka temukan.

5. Kolaborasi atau kerjasama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Menurut Tan dalam Taufiq Amir (2010:22) karakteristik yang terdapat dalam proses PBL adalah:

1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengembang (ill-structured).

3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa mata pelajaran.

4. Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.

5. Sangat menutamakan belajar mandiri (self directed learning).

(9)

7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching). Dan melakukan presentasi.

Menurut M. Taufiq (2010: 24). Proses PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dan lain-lain). Pembelajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil. 7 langkah proses PBL yaitu :

1. Langkah 1 : Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas. 2. Langkah 2 : Merumuskan masalah.

3. Langkah 3 : Menganalisis masalah.

4. Langkah 4 : menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam.

5. Langkah 5 : Memformulasikan tujuan pembelajaran.

6. Langkah 6 : Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok).

7. Langkah 7 : Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk kelas.

Di tahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam bentuk tulisan. Di sinilah kemampuan menulis (komunikasi tertulis) dan kemudian mempresentasikan (komunikasi oral) sangat dibutuhkan dan sekaligus di kembangkan.

Menurut Arends dalam Trianto (2011:94-96) Problem Based Learning (PBL) memilik tujuan untuk membantu siswa dalam beberapa hal berikut ini :

1. Mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.

(10)

3. Pembelajaran yang otonom dan mandiri.

Agar Model Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik, maka dalam pelaksanaan kegiatan Model Problem Based Learning diperlukan upaya perencanaan. Menurut Sugiyono (2010, 156-159) dalam merancang Problem Based Learning harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu :

a. Memutuskan sasaran dan tujuan

Problem Based Learning dirancang untuk membantu mencapai tujuan-tujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pembelaajr yang mandiri.

b. Merancang situasi bermasalah yang tepat

Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria penting yaitu :

1. Situasi yang autentik. Hal ini berarti masalah yang dipaaki harus dikaitkan dengan pengalaman nyata siswa.

2. Masalah tersebut semestinya menciptakan misteri dan teka-teki.

3. Masalah tersebut seharusnya bermakna bagi ssiwa dan sesuai dengan perkembangan intelektual.

4. Masalah harus memeiliki cakupan yang luas sehingga memberikan kesempatan bagi guru untuk memenuhi tujuan instruksionalnya.

5. Masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

c. Mengorganisasikan sumber daya dan merancang logistic

Problem Based Learning mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan dan alat yang sudah disediakan.

Menurut Endang (2011:221) menyatakan bahwa tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning meliputi :

(11)

2. Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih aktif.

3. Guru membantu siswa atau membimbing siswa dalam mensun laporan hasil pemecahan secara sistematis.

4. Guru membantu atau membimbing siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi proses-proses yang dilakukan untuk menyelasaikan suatu permasalahan.

1.1.2.2Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning

Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki kelebihan dan kekurangan (Trianto 2011 :97). Kelebihan Problem Based Learning adalah: (a) Realistik dengan kehidupan siswa, (b) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (c) Memupuk sifat inkuiri siswa, (d) Retensi konsep menjadi kuat, (e) Memupuk kemampuan problem solving.

Sedangkan kelemahan Problem Based Learning adalah sebagai berikut: (a) Persiapan pembelajaran (alat, problem konsep) yang kompleks, (b) Sulitnya mencari problem yang relevan, (c) Sering terjadi miss-konsepsi dan (e) Konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.

1.1.2.3Sintaks Model Problem Based Learning

Sintaks disebut juga langkah-langkah atau prosedur yang harus dilalui dalam pembelajaran matematika di SD dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011 :97). Sintaks Problem Based Learning berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima (5) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel 3.

(12)

Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning

Tahap Tingkah Laku Guru Tingkah Laku Siswa Tahap I

Orientasi siswa pada masalah siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah.

1. Mengajukan

pertanyaan untuk ide mencari informasi.

Membantu siswa untuk mendefinisikan dan

informasi yang sesuai, melaksanakan

(13)

penjelasan/klarifikasi yang disampaikan guru (jika ada)

Tahap 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Mengumpulkan hasil penyelidikan berdasarkan data yang telah didapat

dan petunjuk

(penjelasan) dari guru.

Berkaitan dengan tabel diatas, menurut Ibrahim Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011 :99) di dalam kelas Probel Based Learning (PBL) dinyatakan bahwa peran guru diantaranya adalah :

1. Tahap 1 mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kedalam masalah autentik, yaitu maslaah kehidupan nyata sehari-hari, dalam hal ini siswa melakukan identifikasi masalah.

2. Tahap 2 yaitu merumuskan masalah dan merencanakan pengumpulan data. 3. Tahap 3 yaitu mengumpulakn data.

4. Tahap 4 yaitu presentasi, merespon hasil presentasi, dan menyimak hasil presentasi.

5. Tahap 5 yaitu membuat kesimpulan.

2.1.2.4 Sintaks Pembelajaran Matematika melalui Model Problem Based Learning

(14)

Tabel 4

Pemetaan Pembelajaran Matematika melalui Model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

Sintaks PBL Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi Fase 1 : Orientasi

siswa pada masalah

Fase 2 : mengorganisasi siswa untuk belajar.

Fase 3 : Membantu investigasi kelompok

 

Fase 4 :

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

 

Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

 

Manfaaat Problem Based Learning yang akan diperoleh siswa menurut Smith dalam Amir (2010:27) adalah :

1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. Jika pengetahuan diperoleh dekat dengan konteks prakteknya, maka akan mudah diingat. Dengan konteks yang dekat, maka pembelajar akan lebih mudah memahami materi.

(15)

3. Mendorong untuk berfikir. Pembelajaran dianjurkan agar tidak buru-buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumenya, dan fakta-fakta yang mendukung. Logika pembelajar dilatih dan kemampuan berfikir ditingkatkan.

4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial. Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka Problem Based Learning dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial.

5. Membangun kecakapan belajar (Life long learning skills). Dengan struktur masalah yang disajikan, siswa merumuskan serta serta dengan tuntutan mencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk cakap dalam belajar.

6. Memotivasi pembelajaran. Dengan Problem Based Learning akan membangkitkan minat dari dalam diri pembelajar. Karena masalah diciptakan dengan konteks yang dekat dengan siswa. dengan masalah yang menantang mereka merasa lebih semangat untuk menyelesaikannya.

Tabel 5

Implementasi melalui model Problem Based Learning dalam pembelajaran Matematika

Sintaks PBL Langkah dalam Proses Pembelajaran

Kegiatan Guru

Orientasi siswa pada masalah

Pendahuluan Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah.

Mengorganisasi siswa untuk belajar

(16)

Membantu investigasi kelompok

Eksplorasi, Elaborasi Memfasilitasi dan mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan pemecahan masalah dan mecari solusi dari masalah tersebut

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Elaborasi, Konfirmasi Memfasilitasi siswa dan membimbing siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti membuat laporan dengan anggota kelompoknya.

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Elaborasi, Konfirmasi Bersama-sama dengan siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

2.1.3 Hakikat Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar setelah dilakukan evaluasi.

Ada beberapa definisi hasil belajar menurut para ahli yaitu sebagai berikut ini:

(17)

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2008), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya.

Hasil belajar sangat penting karena siswa akan mengalami perubahan tingkah laku belajar yang lebih baik sebagai akibat dari proses belajar. Hasil belajar diukur dari tingkat keberhasilan siswa untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hasil ini diwujudkan dalam bentuk nilai yang dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dan merupakan bukti dari keberhasilan siswa dalam pencapaian belajarnya.

Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran apakah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa berhasil atau tidak. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh ssiwa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2011).

Jadi hasil belajar adalah gambaran umum tentang kemampuan pemahaman siswa terhadap suatu materi yang telah diajarkan oleh guru.

Berdasarkan kajian tentang hasil belajar menurut peneliti, hasil belajar adalah usaha pencapaian proses belajar siswa yang merupakan bukti keberhasilan siswa dalam menempuh suatu pengajaran yang diukur dengan menggunakan tes tertentu.

2.1.4 Hubungan Pembelajaran Melalui Model Problem Based Learning dengan Hasil Belajar

(18)

dengan kelompok, serta dapat bekerjasama atau berkolaborasi untuk mencari dan mengolah data kemudian menyimpulkan bersama dengan teman kelompoknya, sedangkan peran guru dalam pembelajaran Problem Based Learning ini adalah sebagai fasilitator dan motivator, dalam proses belajar ini siswa dituntut agar aktif dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dilakukan dengan adanya masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik, dalam pembelajaran seperti ini akan lebih efektif karena siswa bekerja dengan kelompok atau berkolaborasi dengan kelompok. Dengan melalui model Problem Based Learning diharapkan hasil belajar siswa juga akan meningkat.

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

Berdasarkana telah pustaka yang telah dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan Annisa Septiana Mulyasari (2011) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Problem Based Learning (PBL) Materi Gaya Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Hal ini terbukti adanya peningkatan tiap siklusnya, dari kondisi awal sebelumnya dilaksanakan tindakan nilai rata-rata siswa 28,89%, siklus I nilai rata-rata kelas 67,33% dengan persentase ketuntasan sebesar 53,33%, kemudian meningkat lagi pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 73,33% dengan persentase ketuntasan sebesar 82,22%.

(19)

siswa (50%), lalu pada siklus I, 28 siswa (93%). Kemudian meningkat pada siklus II ada 29 ssiwa (97%) dengan nilai diatas KKM yaitu 60. Keberhasilan tersebut terjadi karena adanya perubahan pada siswa yaitu (1) siswa mampu mengorientasikan masalah, (2) siswa mampu membentuk kelompok untuk berdiskusi, (3) siswa mampu menyelidiki masalah baik secara inidividu maupun kelompok, (4) siswa mampu mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi kelompok, dan (5) siswa mampu menganalisis dan mengevaluasi proses.

2.3 Kerangka Berpikir

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil pembelajaran. Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal diperlukan faktor pendukung. Faktor-faktor pendukung bisa berupa model pembelajaran, alat peraga, serta hal lain yang mempengaruhi proses pembelajaran.

Sebuah model pembelajaran yaitu problem based learning mampu mnegkongkritkan matematika yang abstrak, membuat pembelajaran matematika lebih bermakna. Dengan problem based learning siswa mampu berfikir lebih kritis dan berlatih untuk bekerjasama dalam kelompok serta siswa dapat memperoleh pengalaman secara langsung.

Model Problem Based Learning memiliki tahap-tahap pembelajaran yang diantaranya meliputi : orientasi tentang masalah, mengorganisasikan siswa untuk mandiri, membantu investigasi mandiri dan kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Proses pembelajaran sebelum diterapkan model problem based learning belum memuaskan. Siswa masih sering tidak bisa menyelesaikan masalah tanpa bantuan guru dan siswa terlihat bosan saat proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan hasil belajar matematika siswa rendah bahkan tidak mencapai KKM. Proses selanjutnya dilakukan tindakan berupa perlakuan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning.

(20)

berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau dalam pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, dapat berpikir secara kritis dan aktif, dan mampu berkomunikasi dengan kelompok, serta dapat bekerjasama atau berkolaborasi untuk mencari dan mengolah data kemudian menyimpulkan bersama dengan teman kelompoknya, sedangkan peran guru dalam pembelajaran Problem Based Learning ini adalah sebagai fasilitator dan motivator, dalam proses belajar ini siswa dituntut agar aktif dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dilakukan dengan adanya masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik, dalam pembelajaran seperti ini akan lebih efektif karena siswa bekerja dengan kelompok atau berkolaborasi dengan kelompok. Dengan melalui model Problem Based Learning diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning diduga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi perbandingan siswa kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2014/2015.

Gambar

Tabel 4 Pemetaan Pembelajaran Matematika melalui Model Problem Based Learning
Tabel 5

Referensi

Dokumen terkait

Upaya pembinaan yang dilakukan untuk mengubah perilaku mereka agar sesuai dengan norma yang berlaku diwujudkan dengan melakukan perlindungan, memberi pendidikan

rawat inap kelas II terhadap pelayanan keperawatan di RSUD Sanjiwani Gianyar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut dari 86 responden secara umum sebagian besar

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada

Good comparison testing is the key to a good translation. The purpose of this test is to see whether or not the translation is understood correctly by

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dilaksanakan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan