• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi Nilai Strategis Revolusi Menta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Integrasi Nilai Strategis Revolusi Menta"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

INTEGRASI NILAI-NILAI STRATEGIS REVOLUSI MENTAL OLEH GURU SENI BUDAYA

Asri Purwanti, S.Pd.

Prodi Pendidikan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta Monica.asri89@gmail.com

ABSTRAKSI

Makalah ini disusun untuk mengidentifikasi peran guru seni budaya dalam mendukung program revolusi mental; serta mendeskripsikan integrasi nilai-nilai strategi revolusi mental melalui pendidikan seni budaya, dimana upaya integrasi tersebut dilaksanakan oleh pengajar seni budaya. Metodologi yang digunakan adalah studi literatur, dengan menggunakan teori-teori dari berbagai sumber untuk mendapatkan hasil pengamatan.

Hasil makalah ini menunjukkan bahwa guru seni budaya memegang peranan dalam mendukung revolusi mental, yang diwujudkan secara nyata melalui integrasi nilai-nilai strategis revolusi mental, yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong, ke dalam proses belajar mengajar seni budaya. Selain itu, pendidikan melalui seni juga secara tidak langsung mendukung integrasi nilai-nilai strategis tersebut dalam lingkungan pendidikan, karena sifat dasarnya sebagai pendidikan komprehensif yang mengembangkan individu secara utuh, yaitu moral, spiritual, dan emosional.

(2)

THE INTEGRATION OF THE STRATEGIC VALUES OF MENTAL REVOLUTION BY ART AND CULTURE EDUCATION LECTURERS

Asri Purwanti, S.Pd.

Department of Art Education, Yogyakarta State University monica.asri89@gmail.com

ABSTRACT

This paper is aimed to identify the role of art and culture education lecturers in supporting mental revolution program; also to describe the intregration of mental revolution strategic values through the education of art and culture conducted by art and culture lecturers. The methodology of this paper is literature study, using theories from several resources to generate the result.

The result shows that art and culture lecturers play a role in supporting mental revolution, which is actualized through the integration of strategic values of mental revolution: integrity, work ethos, and mutual assistance, into the teaching and learning process of art and culture. Moreover, education through art indirectly supports the integration of those strategic values in education environment, for its nature as comprehensive education which develop individuals wholy: morally, spiritually, and emotionally.

(3)

INTEGRASI NILAI-NILAI STRATEGIS REVOLUSI MENTAL OLEH GURU SENI BUDAYA

A. Pendahuluan

Kelangsungan hidup suatu negara berada di tangan sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Keberhasilan suatu negara dalam berbagai aspek – ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan – bergantung pada kapabilitas warga negaranya dalam menjalankan dan mengembangkan berbagai aspek tersebut. Namun, kapabilitas manusia dalam konteks pengetahuan dan keahlian tidaklah cukup untuk membangun negara dan mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Konsep ini berlaku di setiap belahan dunia, termasuk Indonesia.

Indonesia berulangkali melahirkan anak negeri yang berprestasi, berhasil secara akademis maupun pengetahuan aplikatif. Beberapa ahli dari Indonesia pun dikenal luas dalam lingkup internasional, dan dihargai atas pencapaiannya pada bidang keilmuan dan keahlian yang dimiliki. Di balik keberhasilan dan pencapaian tersebut, Indonesia juga disibukkan dengan berbagai krisis ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Krisis tersebut merupakan bukti nyata bahwa Indonesia memerlukan sebuah alat untuk mengembangkan aspek selain pengetahuan dan keahlian, yang mampu menggerakkan warga negaranya sebagai manusia yang lebih baik untuk menciptakan negara yang lebih baik. Menyikapi kebutuhan ini, pada tahun 2014 Presiden Joko Widodo mencanangkan sebuah gerakan nasional Revolusi Mental yang berfokus pada pengembangan nilai-nilai moralitas publik.

Revolusi mental bukanlah gagasan baru dalam dinamika negara Indonesia. Pada tahun 1957, Ir. Soekarno mencetuskan revolusi mental dalam bentuk gerakan hidup baru untuk membentuk manusia Indonesia menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api. Berlandaskan paradigma tersebut, Ir. Soekarno memperkenalkan gagasan Trisakti, yaitu Indonesia berdaulat dalam politik, Indonesia berdikari dalam ekonomi, dan Indonesia berkepribadian dalam kebudayaan1.

Gerakan nasional revolusi mental yang dikumandangkan kembali pada tahun 2014 dilandaskan pada delapan prinsip berikut: (1) Berfokus pada gerakan sosial untuk mendorong kemajuan Indonesia; (2) Ada tekad politik untuk menjamin kesungguhan pemerintah; (3) Harus bersifat lintas sektoral; (4) Kolaborasi antara

1

(4)

pemerintah, masyarakat sipil, sektor privat, dan akademisi; (5) Diawali oleh program pemicu untuk mengubah perilaku masyarakat secara konkret dan cepat; (6) Desain program harus userfiendly, populer, menjadi bagian dari gaya hidup, dan sistematik-holistik; (7) Nilai-nilai yang dikembangkan bertujuan mengatur kehidupan sosial (moralitas publik) dan bukan mengatur moralitas privat; dan (8) Dampaknya dapat diukur2. Prinsip yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini adalah prinsip keempat, yang menekankan pentingnya kerjasama antara berbagai elemen masyarakat untuk mencapai keberhasilan dalam upaya revolusi mental.

Akademisi merupakan salah satu elemen yang diharapkan berperanserta dalam gerakan nasional revolusi mental. Dengan demikian, peserta didik dan tenaga pendidik, merupakan bagian dari penyelenggaraan revolusi mental di Indonesia. Salah satu objek yang menjadi bagian kurikulum pendidikan formal di Indonesia adalah pendidikan seni budaya. Pendidikan seni, apabila terlaksana dengan baik, akan menciptakan kelayakan dan transformasi menuju pemahaman konvensi bersama dalam konteks budaya yang ada, untuk kemudian menumbuhkan keunikan dalam diri setiap peserta didik3. Transformasi atau perubahan yang menjadi karakteristik pendidikan seni budaya menunjukkan potensinya dalam mencapai tujuan revolusi mental, dimana perubahan adalah aspek utamanya. Berdasarkan pemahaman tersebut, makalah ini menempatkan fokus permasalahan pada peran guru seni budaya dalam mengintegrasikan nilai-nilai strategis revolusi mental melalui proses belajar mengajar seni budaya di berbagai satuan pendidikan.

B. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam makalah ini adalah studi literatur. Sumber informasi dan analisis permasalahan adalah buku dan jurnal ilmiah yang memuat teori terkait pokok permasalahan yang diamati, yaitu revolusi mental dan pendidikan seni budaya. Informasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk paragraf deskriptif.

C. Pembahasan

1. Peran Guru Seni Budaya dalam Mendukung Program Revolusi Mental

Seni dan budaya merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari peradaban dan pengalaman hidup manusia. Kesenian adalah hasil cipta rasa manusia yang memiliki nilai estetika dan keserasian antara pencipta, karya cipta,

2

Ibid.

(5)

dan lingkungan penciptaan4.Eksistensi dan perkembangan kesenian adalah kekayaan bangsa, yang merefleksikan jati diri suatu bangsa atau sekelompok masyarakat.Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menetapkan landasan hukum untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan kesenian Indonesia, dalam rangka mewujudkan kehidupan kebudayaan yang maju, dinamis, berwawasan lingkungan, mampu menyejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban, persatuan, serta persahabatan antardaerah5.

Sejalan dengan upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan seni budaya, pemerintah Indonesia menegaskan pentingnya seni dalam ruang lingkup pendidikan formal. Kurikulum di berbagai satuan pendidikan dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, sehingga muatan kurikulum harus mampu mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni secara tepat. Mata pelajaran seni budaya dimasukkan dalam struktur kurikulum seluruh satuan pendidikan formal di Indonesia, yang termasuk dalam kelompok mata pelajaran estetika6.

Pengelolaan pendidikan seni budaya berada di tangan tenaga pendidik atau guru seni budaya. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, guru seni budaya harus memiliki kompetensi spesifik. Berikut disajikan dan dijelaskan kompetensi inti yang secara umum harus dimiliki oleh guru satuan pendidikan dasardan menengah7:

a. Kompetensi pedagogik

Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.Guru harus memahami karakteristik setiap peserta didik untuk dapat mengidentifikasi potensi dan isu yang dimiliki setiap individu. Kompetensi ini menunjukkan peran guru dalam mendeteksi potensi dasar peserta didik agar dapat mengarahkan setiap individu menuju perubahan ke arah yang lebih baik.

Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Secara eksplisit dinyatakan bahwa prinsip pembelajaran yang digunakan harus memuat pendidikan, bukan hanya pengajaran atau transfer ilmu. Untuk mengimplementasikan pembelajaran yang mendidik, guru harus

4

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 85 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesenian.

5

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2013, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 85 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesenian.

6

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2006, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 7

(6)

menguasai teori atau pengetahuan yang dibutuhkan.

Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. Kompetensi ini memungkinkan guru untuk

mengembangkan kurikulum yang memuat materi dan metode pembelajaran yang mendukung gerakan nasional revolusi mental.

Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara8. Guru berperan dalam membantu pengembangan potensi tersebut melalui implementasi prinsip pembelajaran untuk memicu perubahan peserta didik ke arah positif.

Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan pedang bermata dua, yang dapat berdampak positif atau negatif, tergantung pada penggunanya. Guru dituntut mampu memanfaatkan kemajuan tersebut untuk kepentingan pembelajaran, memberikan teladan bagi peserta didik untuk memanfaatkan teknologi secara positif demi pengembangan diri dan perubahan ke arah yang lebih baik.

Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Secara ideal, guru merupakan fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar. Di dalam proses ini, peserta didik menjadi pelaku utama, untuk mengalami perubahan dan perkembangan yang sesuai dengan potensi dasar yang dimilikinya. Peran guru dalam mewujudkan revolusi mental diawali dengan mengembangkan potensi peserta didik yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, sesuai dengan tujuan gerakan nasional revolusi mental.

Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. Komunikasi yang baik dengan peserta didik akan menghasilkan respon yang sama, yaitu komunikasi yang baik dari peserta didik kepada guru. Peran guru dalam hal ini adalah membangun perilaku dan sikap yang baik, sekaligus menanamkan nilai-nilai sosial yang sesuai dengan definisi gerakan nasional revolusi mental.

Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Penilaian dan evaluasi hasil belajar merupakan salah satu faktor yang

8

(7)

memotivasi peserta didik dalam mencapai prestasi. Peran guru dalam konteks ini, terkait dengan revolusi mental, adalah meningkatkan antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran dan mencapai prestasi. Evaluasi harus dilaksanakan secara objektif dan adil, untuk menanamkan nilai kejujuran dalam diri peserta didik dan membangun sikap optimistik.

Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Hasil penilaian merupakan tolok ukur pembelajaran selanjutnya, dalam artian bahwa informasi tersebut digunakan untuk merancang program pengayaan atau remedial yang sesuai dengan kapabilitas peserta didik yang dievaluasi. Hasil evaluasi merupakan dasar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, agar tujuan perubahan dan perkembangan peserta didik dapat dicapai secara efektif.

Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Selain bertitiktolak dari hasil penilaian dan evaluasi, guru harus senantiasa melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Revolusi mental merupakan gerakan yang dapat ditanamkan melalui materi dan aktivitas pembelajaran, sehingga keberhasilan pembelajaran kurang lebih akan mendukung keberhasilan revolusi mental pada jalur pendidikan formal. b. Kompetensi kepribadian

Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Kompetensi ini bukan hanya merujuk pada sikap atau perilaku yang dihayati secara individual. Guru juga berkewajiban menghargai setiap peserta didik tanpa membeda-bedakan agama dan suku. Sikap yang dihayati secara internal dan diaplikasikan secara eksternal akan menjadi pedoman bagi peserta didik untuk mengadopsi sikap yang sama dalam keseharian – terkait dengan peran guru dalam mendukung gerakan nasional revolusi mental.

Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Sejalan dengan kompetensi sebelumnya, peran guru dalam mendukung revolusi mental direfleksikan dalam perilaku dan sikap yang patut diteladani: jujur dan berakhlak mulia.

(8)

lebih menarik perhatian dan keinginan orang lain untuk menjadikan individu tersebut sebagai role model.

Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Etos kerja merupakan salah satu nilai strategis yang diusung dalam gerakan nasional revolusi mental. Peran guru dalam mendukung revolusi mental direfleksikan dalam keteladanan akan etos kerja dan tanggung jawab.

Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Pemahaman dan penghayatan kode etik profesi oleh guru merupakan perilaku yang menunjukkan kepatuhan moral terhadap nilai-nilai yang dijunjung tinggi di lingkungan kerja dan masyarakat. Peran guru dalam hal ini adalah menjadi pelaku gerakan nasional revolusi mental, dalam konteks mengembangkan perilaku yang berkepribadian.

c. Kompetensi sosial

Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. Guru dituntut untuk menghargai setiap manusia (peserta didik, rekan kerja, dan sebagainya) tanpa membeda-bedakan. Dalam kaitannya dengan revolusi mental, guru menjalankan perannya dalam membuka diri – tanpa eksklusivisme – dan memberikan contoh yang baik sebagai pedoman bagi orang lain untuk berperilaku secara baik dan menghargai keragaman.

Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Guru adalah bagian dari masyarakat yang ruang geraknya tidak terbatas pada lingkup lembaga pendidikan informal yang menaunginya. Komunikasi yang baik harus dijalankan dengan kolega, orang tua, dan masyarakat – tidak terbatas pada peserta didik saja – dengan harapan bahwa akan dihasilkan respon yang sama, yaitu komunikasi yang baik dari individu lain kepada guru. Peran guru dalam hal ini adalah membangun perilaku dan sikap yang baik, sekaligus menanamkan nilai-nilai sosial yang sesuai dengan definisi gerakan nasional revolusi mental

(9)

keterbukaan dan penerimaannya terhadap perbedaan, sehingga menjadi contoh yang baik sebagai pedoman bagi orang lain untuk berperilaku secara baik dalam menyikapi keberagaman.

Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Salah satu prinsip revolusi mental adalah kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat. Untuk dapat mendukung gerakan revolusi mental secara signifikan, guru perlu bekerjasama dengan komunitas profesi (sejawat maupun tidak).

d. Kompetensi profesional

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Revolusi mental berfokus pada gerakan sosial untuk mendorong kemajuan Indonesia. Kemajuan yang dimaksud di sini bukan hanya merujuk pada kemajuan Indonesia sebagai sebuah negara, melainkan juga setiap warga negara yang berlindung di bawahnya. Guru diharapkan menguasai berbagai materi keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, sebagai bukti dukungannya untuk mewujudkan gerakan revolusi mental yang dimulai dari diri sendiri.

Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. Pemahaman yang tinggi

akan mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu akan mempermudah guru dalam menetapkan langkah-langkah integrasi gerakan nasional revolusi mental dalam pembelajaran. Kepiawaian guru dalam mengajar juga menjadi daya tarik tersendiri di hadapan peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran, dan pada akhirnya menyerap muatan revolusi mental yang disisipkan dalam pembelajaran.

Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. Kreativitas seorang guru menunjukkan kapabilitasnya untuk senantiasa bergerak ke arah kemajuan dan motivasinya untuk berubah menjadi lebih baik. Dengan menunjukkan kompetensi ini, seorang guru menunjukkan keterlibatannya dalam gerakan nasional revolusi mental demi Indonesia yang lebih baik.

(10)

target kualitas yang ingin dicapai dalam konteks profesinya. Bagaimanapun, peran guru sebagai agen revolusi mental akan berhasil guna saat kedudukannya sebagai pendidik diakui secara eksternal (oleh orang lain) dan dipertanggungjawabkan secara internal (dalam diri).

Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. Tujuan pertama gerakan nasional revolusi mental adalah mengubah cara pandang, pola pikir, sikap, perilaku, dan cara kerja yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Peran guru dalam hal ini adalah memanfaatkan kemajuan tersebut untuk memajukan diri dan pada akhirnya berkontribusi dalam membesarkan nama Indonesia – baik melalui keberhasilan peserta didik maupun dirinya sendiri.

Secara spesifik, guru seni budaya pada satuan pendidikan dasar dan menengah dituntut untuk menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan, juga mencakup materi yang bersifat konsepsi, apresiasi, dan kreasi/rekreasi. Kompetensi tersebut diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran seni budaya (seni rupa, musik, tari, dan teater) dan keterampilan. Selain itu, guru seni budaya harus berkompeten dalam menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu yang relevan dengan pembelajaran seni budaya9. Pendidikan seni budaya memiliki kekuatan untuk mendorong perkembangan emosional dan kognitif, yang difasilitas oleh guru dengan kompetensi yang baik. Kompetensi khusus guru pendidikan seni budaya tidak hanya berkutat pada penguasaan materi ajar, melainkan juga pola pikir – sebagai salah satu faktor perubahan yang termaktub dalam pedoman gerakan nasional revolusi mental.

Pendidikan seni memiliki kecenderungan untuk meningkatkan sensitivitas peserta didik, dimana masing-masing individu dihadapkan pada pengalaman kreatif untuk memahami sesuatu dari sudut pandang estetik, rasa, dan makna. Pendekatan ini seringkali memunculkan rasa keterikatan dengan lingkungan budaya dan sosial. Khususnya dalam pendidikan seni yang dikaitkan dengan budaya (sebagai praktik umum di Indonesia), penetrasinya akan mempertegas eksistensi nilai-nilai sosial budaya yang dipelihara oleh masyarakat secara turun-temurun. Perulangan dalam „mengalami‟ pendidikan seni pada akhirnya akan

9

(11)

mempengaruhi pola pikir, cara pandang, sikap, dan perilaku peserta didik dalam bermasyarakat, untuk mengikuti akar budaya yang tertanam melalui pendidikan seni.

Guru pendidikan seni budaya berperan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi peserta didik dalam mengalami atau melaksanakan revolusi mental: Guru harus menghayati dan mengimplementasikan revolusi mental sebagai individu, untuk mampu menularkan paradigma, pola pikir, sikap, dan perilaku yang sejalan dengan gerakan nasional revolusi mental. Guru harus melakukan kontrol melalui evaluasi/penilaian terhadap peserta didik yang disusul dengan tindakan reflektif yang sesuai dengan hasil evaluasi. Penyimpangan terhadap tujuan dan prinsip dasar revolusi mental harus ditanggulangi dan – apabila memungkinkan – dicegah, agar peserta didik mengalami dan menjalankan revolusi mental secara kontinyu.

2. Integrasi Nilai Strategis Revolusi Mental melalui Pendidikan Seni Budaya Revolusi mental adalah gerakan nasional untuk mengubah cara pandang, pola pikir, sikap, nilai, dan perilaku bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian. Nilai merupakan tujuan transituasional yang diinginkan, yang memiliki tingkat kepentingan yang berbeda-beda, yang berfungsi sebagai pedoman hidup manusia10. Oleh karena itu, eksistensi nilai strategis dalam revolusi mental merupakan hal yang penting. Gerakan nasional revolusi mental Indonesia bertumpu pada tiga nilai strategis, yaitu integritas, etos kerja, dan gotongroyong. Nilai integritas meliputi berbagai subnilai, yaitu jujur, dapat dipercaya, berkarakter, bertanggungjawab, dan konsisten. Nilai etos kerja meliputi subnilai sebagai berikut: etos kerja, daya saing, optimis, inovatif, dan produktif. Nilai ketiga, yaitu gotong royong, mencakup enam subnilai, yaitu: kerjasama, solidaritas, tolong menolong, peka, komunal, dan berorientasi pada kemaslahatan.

Pendidikan seni budaya merupakan bagian dari kelompok mata pelajaran estetika. Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam

(12)

kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.

Berikut adalah kompetensi yang harus dicapai dalam pendidikan seni budaya di satuan pendidikan menengahbeserta dengan pembahasannya11,12:

a. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Pendidikan seni budaya di Indonesia mencakup 4 subbidang, yaitu seni musik, seni rupa, seni tari, dan seni teater. Keempat subbidang tersebut memiliki porsi yang besar pada aspek aplikatif atau praktek dibandingkan dengan aspek teoretis. Pendidikan seni budaya ditujukan untuk mencapai kemahiran dalam melakukan seni, bukan sekedar mengenal dan memahami seni. Dalam praktiknya di Indonesia, seni budaya terintegrasi dalam praktik keagamaan, misalnya nyanyian puji-pujian atau pemanjatan doa, tarian pengiring ritus keagamaan, perupaan simbolik ikon keagamaan (kubah masjid, kayu salib, patung, dan sebagainya), dan pemanfaatan seni peran untuk keperluan pengajaran agama (dakwah melalui serial televisi, visualisasi peristiwa keagamaan dalam bentuk pertunjukan teaterikal, dan sebagainya).

Kompetensi ini tidak membatasi pendidikan seni budaya pada satu ajaran agama tertentu. Setiap peserta didik yang telah mengalami pendidikan seni budaya diharapkan untuk mengkonversi sensitivitas dan kemampuan apreasiasinya dalam ranah keagamaan. Esensi dari ajaran agama adalah memberikan pedoman bagi manusia untuk hidup secara baik. Ajaran agama berkembang di tengah masyarakat sebagai nilai moral yang diakui secara luas – yaitu sebagai standar moralitas publik. Dengan sensitivitas akan keharmonisan dalam ranah seni budaya, peserta didik diharapkan menyadari harmonisasi yang akan mewujud saat setiap individu menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya secara baik.

Subnilai kerjasama, solidaritas, tolong-menolong, etos kerja, inovatif, dan produktif dapat diintegrasikan dalam pendidikan seni budaya, yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong penghayatan dan pengamalan nilai-nilai universal berbagai agama di Indonesia. Praktik konkritnya adalah dengan menyelenggarakan proyek kelompok untuk menciptakan sebuah karya seni atau pagelaran seni secara berkala, yang menunjukkan keharmonisan dalam kemajemukan. Melalui aktivitas tersebut, nilai etos kerja dan gotong royong

11

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2013, Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA).

12

(13)

terintegrasi parsial dalam pendidikan seni budaya dalam lingkup pendidikan formal.

b. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, gotong royong, kerjasama, toleran, damai, santun, percaya diri, responsif dan proaktif, dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

Kompetensi ini sejalan dengan subnilai jujur, dapat dipercaya, berkarakter, bertanggungjawab, konsisten, etos kerja, optimis, produktif, kerjasama, solidaritas, tolong menolong, peka, komunal, dan berorientasi pada kemaslahatan. Dapat dikatakan bahwa secara teoretis, ketiga nilai strategis revolusi mental – yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong – telah terintegrasi ke dalam pendidikan seni budaya, bahkan dijadikan sebagai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Secara aktual, integrasi nilai-nilai strategis revolusi mental diwujudkan dengan mengimplementasikan aktivitas berikut dalam pendidikan seni budaya:

 Menugaskan proyek kelompok untuk menghasilkan karya atau pagelaran seni yang bersifat original, dimana guru memberikan kebebasan bagi siswanya untuk berkreasi dalam 1 tema besar yang telah ditetapkan. Pelaksanaannya harus disertai dengan pendampingan rutin, untuk memastikan bahwa originalitas karya tetap terjaga.

 Menugaskan proyek individual untuk menghasilkan karya seni yang merefleksikan situasi sosial tertentu, sehingga mampu melatih kepekaan peserta didik terhadap lingkungan di sekitarnya.

 Menugaskan proyek individual atau kelompok untuk menghasilkan karya atau pagelaran seni yang bersifat sosial, misalnya pertunjukan tari dan musik untuk penggalangan dana.

 Menyampaikan informasi praktis (yang terkait dengan dunia nyata), misalnya peraturan tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dalam pembelajaran untuk menanamkan pentingnya kejujuran (plagiarisme adalah praktik ketidakjujuran dan perilaku yang tidak bertanggungjawab).

(14)

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

Kompetensi ini merujuk pada kemampuan untuk menggali bidang keilmuan lain atau pengetahuan praktis dan mengaplikasikannya dalam konteks pendidikan seni budaya atau praktik seni budaya. Kompetensi ini sejalan dengan nilai strategis revolusi mental yang kedua, yaitu etos kerja pada subnilai etos kerja, daya saing, inovatif, dan produktif. Secara aktual, integrasi nilai strategis revolusi mental pada kompetensi ini diwujudkan dengan mengimplementasikan aktivitas berikut dalam pendidikan seni budaya:

 Menugaskan proyek individual untuk menghasilkan karya seni yang merefleksikan fenomena tertentu dalam lingkup nasional maupun internasional, sehingga memancing peserta didik untuk menggali rasa ingin tahu terhadap pengetahuan baru dan mengembangkan wawasan.

 Menugaskan proyek kelompok untuk menghasilkan karya seni kolaboratif, yang menggabungkan berbagai bentuk seni (musik, tari, rupa, teater) dalam satu bentuk pagelaran.

 Menugaskan proyek riset terhadap tren yang sedang berlangsung di tengah masyarakat dan mengaitkannya dengan perkembangan seni budaya. d. Mencoba, mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah

abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi ini merujuk pada nilai strategis revolusi mental etos kerja, pada subnilai etos kerja, daya saing, inovatif, dan produktif. Secara aktual, integrasi nilai strategis revolusi mental pada kompetensi ini diwujudkan dengan mengimplementasikan aktivitas berikut dalam pendidikan seni budaya:

 Menugaskan proyek individual untuk menghasilkan karya seni yang menggabungkan berbagai bidang keilmuan atau berbagai konteks seni budaya.

 Menugaskan proyek apreasiasi karya atau pagelaran seni yang diselenggarakan di luar lingkungan sekolah, untuk kemudian melakukan analisis dan menyajikannya dalam bentuk makalah.

(15)

pendidikan seni budaya, dengan mempertimbangkan potensi peserta didik, karakteristik peserta didik, karakteristik sekolah, dan faktor-faktor lain yang bersifat khas kelembagaan atau khas kedaerahan. Terlepas dari berbagai kemungkinan perbedaan tersebut, integrasi nilai strategis revolusi mental harus tetap sejalan dengan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, agar tidak menyimpang dari kurikulum pendidikan nasional.

C. Kesimpulan

Secara umum, setiap insan akademik memegang peranan dalam mendukung dan menjalankan gerakan nasional revolusi mental, mengingat bahwa salah satu prinsip revolusi mental adalah kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor privat, dan akademisi. Namun demikian, dapat disimpulkan bahwa guru seni budaya berpotensi untuk berperan secara signifikan dalam mendukung gerakan nasional revolusi mental, melalui integrasi tiga nilai strategis revolusi mental – yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong – dalam pendidikan seni budaya. Pasalnya, pendidikan seni budaya memiliki keunggulan dalam hal dampak, dimana pendidikan ini tidak hanya mampu mendorong perkembangan kognitif, melainkan juga perkembangan emosional atau spiritual. Peran guru seni budaya tampak dalam kompetensi-kompetensi yang wajib dimilikinya, dan bahkan telah termaktub dalam regulasi resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia.Panduan Umum Gerakan Nasional Revolusi Mental untuk Indonesia Berdaulat, Berdikari dan Berkepribadian.Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013.Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 85 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesenian. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2006.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2007.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Schwartz, Shalom.1996. “Value Priorities and Behavior: Applying a Theory of Integrated Value Systems.” Ontario Symposia on Personality and Social Psychology Series (Book 8), pp. 119 – 144. Hove: Psychology Press.

(17)

BIODATA PENULIS

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini bukanlah kasus untuk algoritma perkiraan pada bab 2.2, dimana urutan simpul-simpul di R sesuai dengan warnanya, sehingga algoritma MaxClique di setiap

Potensi masyarakat Desa Ceringin asri, terletak pada semangat belajar baik dari kalangan anak-anak maupun remaja dengan diadakannya pengabdian berwujud Kuliah

[r]

Keyword yang GLJXQDNDQ DGDODK ³EHQDU-EHQDU´ DWDX WUXO\ \DQJ merupakan hasil dari penggabungan antara wawancara, observasi, STP, studi literatur, studi eksisting, serta

Strategi yang tepat dalam mengembangkan desa wisata di Indonesia adalah melalui konsep Bhinneka Tunggal Ika yang mencerminkan keberagaman kebudayaan, tradisi, keindahan alam,

[r]

pembelajaran didominasi oleh penggunaan modus representasi dari gabungan teks. dan

Tidak ada eksekutif yang dapat mengendalikan secara langsung kerja lebih dari lima, atau paling banyak enam bawahan.. 