• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF KRISTE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF KRISTE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PLURALISME AGAMA

DALAM PERSPEKTIF KRISTEN

(BEDJO, S.E., M.DIV.)1

DEFINISI PLURALISME AGAMA

Pluralisme agama bisa dipahami dalam minimum tiga kategori. Pertama, kategori sosial. Dalam pengertian ini, pluralisme agama berarti ”semua agama berhak untuk ada dan hidup”. Secara sosial, kita harus belajar untuk toleran dan bahkan menghormati iman atau kepercayaan dari penganut agama lainnya. Kedua, kategori etika atau moral. Dalam hal ini pluralisme agama berarti bahwa ”semua pandangan moral dari masing-masing agama bersifat relatif dan sah”. Jika kita menganut pluralisme agama dalam nuansa etis, kita didorong untuk tidak menghakimi penganut agama lain yang memiliki pandangan moral berbeda, misalnya terhadap isu pernikahan, aborsi, hukuman gantung, eutanasia, dll. Ketiga, kategori teologi-filosofi. Secara sederhana berarti ”agama-agama pada hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama menyelamatkan”. Mungkin kalimat yang lebih umum adalah ”banyak jalan menuju Roma”. Semua agama menuju pada Allah, hanya jalannya yang berbeda-beda. Selanjutnya, dalam tulisan ini, setiap kali kita menyebut pluralisme agama, yang dimaksudkan adalah pluralisme agama dalam kategori teologi-filosofi ini.

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PLURALISME AGAMA

Fundamentalisme agama disertai dengan manifestasinya yang salah adalah racun berbahaya yang sedang berkembang luas (ingat peristiwa 11/9). Walaupun demikian, saat ini pluralisme agama sebagai ”lawannya” juga menjelma menjadi virus yang cepat menular. Pluralisme agama kenyataannya makin populer di kalangan orang-orang yang beragama maupun tidak beragama, berpendidikan tinggi maupun rendah, teolog maupun kaum awam. Di kalangan Muslim, walaupun MUI sudah menyatakan pluralisme agama sebagai ajaran yang haram untuk dianut, tetapi perkembangannya tampaknya terus

1 Disampaikan dalam seminar bagi guru-guru Pendidikan Agama Kristen Se-Surabaya di GKI Darmo

(2)

melaju. Ada banyak faktor yang mendorong orang untuk mengadopsi pluralisme agama. Beberapa faktor yang signifikan adalah:

1. Iklim demokrasi

Dalam iklim demokrasi, kata toleransi memegang peranan penting. Sejak kecil di negara ini kita diajar untuk saling menghormati kemajemukan suku, bahasa dan agama. Berbeda-beda tetapi satu jua. Begitulah motto yang mendorong banyak orang untuk berpikir bahwa semua perbedaan yang ada pada dasarnya bersifat tidak hakiki. Beranjak dari sini, kemudian toleransi terhadap keberadaan penganut agama lain dan agama-agama lain mulai berkembang menjadi penyamarataan semua agama. Bukankah semua agama mengajarkan kebaikan? Jadi, tidak masalah Anda menganut yang mana!

2. Pragmatisme

Dalam konteks Indonesia maupun dunia yang penuh dengan konflik horisontal antar pemeluk agama, keharmonisan merupakan tema yang digemakan dimana-mana. Aksi-aksi ”fanatik” dari pemeluk agama yang bersifat destruktif dan tidak berguna bagi nilai-nilai kemanusiaan membuat banyak orang menjadi muak. Dalam konteks ini, pragmatisme bertumbuh subur. Banyak orang mulai tertarik pada ide bahwa menganut pluralisme agama (menjadi pluralis) akan lebih baik daripada seorang penganut agama tertentu yang ”fanatik”. Akhirnya, orang-orang ini terdorong untuk meyakini bahwa keharmonisan dan kerukunan lebih mungkin dicapai dengan mempercayai pluralisme agama daripada percaya bahwa hanya agama tertentu yang benar. Yang terakhir ini tentu berbahaya bagi keharmonisan masyarakat. Begitulah pola pikir kaum pragmatis.

3. Relativisme

(3)

4. Perenialisme

Mengutip Komarudin Hidayat, filsafat perennial adalah kepercayaan bahwa Kebenaran Mutlak (The Truth) hanyalah satu, tidak terbagi, tetapi dari Yang Satu ini memancar berbagai “kebenaran” (truths). Sederhananya, Allah itu satu, tetapi masing-masing agama meresponinya dan membahasakannya secara berbeda-beda, maka muncullah banyak agama. Hakekat dari semua agama adalah sama, hanya tampilan luarnya yang berbeda.

SEBUAH MODEL: PLURALISME AGAMA VERSI JOHN HICK

Untuk mengetahui lebih jelas tentang pluralisme agama, kita akan melihat pandangan John Hick sebagai tokoh pluralis yang tulisannya sering dikutip baik oleh orang Kristen maupun pemeluk agama lain. Berikut ini adalah rangkuman pandangan John Hick:

• Semua agama adalah respon terhadap keberadaan tertinggi yg bersifat transenden (Allah-yang disebut The Real).

• “The Real” itu melampaui konsep manusia sehingga semua agama tidak sempurna dalam relasinya terhadap “The Real” tersebut.

• Oleh karena itu, tentang agama-agama John Hick berkata, “agama-agama tidak mungkin semuanya benar secara penuh; mungkin tidak ada yang benar secara penuh; mungkin semua adalah benar secara sebagian”

• John Hick membedakan “The Real” sebagai realitas ultimat dan “The Real” yang ditangkap dan dipersepsikan oleh agama-agama sebagai Personae (berpribadi): Allah, Yahweh, Krisna, Syiwa atau Impersonae (tidak berpribadi): Tao, Nirguna Brahman, Nirwana, Dharmakaya

• Dalam konsep Hick, Personae dan Impersonae adalah penafsiran terhadap The Real. The Real itu tidak dapatdisebut personal atau impersonal, memiliki tujuan atau tidak memiliki tujuan, baik atau jahat, substansi atau proses, bahkan satu atau banyak. The Real itu melampaui semua kategori manusiawi seperti itu. • Keselamatan adalah proses perubahan manusia dari berpusat pada diri sendiri

(self-centered) menjadi berpusat pada Realitas tertinggi (Real-centered)

(4)

kemurnian, kemurahan hati, kedamaian batin dan ketenangan, sukacita yang memancar.

PLURALISME AGAMA: SEBUAH TINJAUAN KRITIS

Pluralisme agama memang ”simpatik” karena ingin membangun teologi yang terdengar amat toleran, ”semua agama sama-sama benar. Semua agama menyelamatkan”. Walaupun demikian teologi pluralisme agama pada dasarnya menyangkali iman Kristen sejati yang kembali pada Alkitab. Kita akan memberikan beberapa kritik terhadap pluralisme agama ini.

1.Pluralisme agama merupakan pendangkalan iman

Orang yang percaya pada teologi pluralisme agama biasanya tidak benar-benar mendasarkan pandangannya atas dasar kitab suci agama yang dianutnya atau tidak benar-benar berteologi berdasarkan sumber utama (kitab suci). Jika kita benar-benar-benar-benar jujur membaca kitab suci agama-agama maka kita menemukan klaim-klaim eksklusif yang memang tidak bersifat saling melengkapi tetapi saling bertentangan. Sebagai contoh: Buddhisme tidak percaya pada kehidupan kekal (surga) sebagai tempat bersama Allah. Buddhisme percaya pada Nirwana dan Reinkarnasi. Nirwana adalah Keadaan Damai yang membahagiakan, yang merupakan kepadaman segala perpaduan yang bersyarat (Dhammapada bab XXV). Bagi Budhisme, tidak ada neraka dalam definisi ”tempat dan kondisi dimana Allah menghukum manusia”. Yang ada adalah reinkarnasi bagi mereka yang belum mampu memadamkan keinginan-keinginan duniawinya. Hal ini tentu bertentangan dengan konsep Kristen yang percaya surga dan neraka. Bahkan jika kita berkata bahwa Islam juga mempercayai surga dan neraka, tetap terdapat perbedaan konsep (Lih.Q.S.6:128; 78:31-34). Disini kita melihat bahwa pluralisme adalah konsep yang mereduksi keunikan pandangan agama masing-masing.

2.Pluralisme agama memiliki dasar yang lemah

(5)

membedakan antara relativisme dalam hal selera (enak/tidak enak, cantik/tidak cantik), opini (UK Petra akan semakin maju/mundur) dan sudut pandang (ekonomi, sosiologi) dengan kemutlakan kebenaran. Kebenaran itu mutlak, sedangkan selera, opini dan sudut pandang memang relatif.

3. Penganut pluralisme Agama seringkali tidak konsisten

Penganut pluralisme agama sering menuduh golongan yang percaya bahwa hanya agamanyalah yang benar (sering disebut eksklusivisme atau partikularisme dalam teologi Kristen) sebagai fanatik, fundamentalis dan memutlakkan agamanya. Padahal dengan menuduh demikian, kaum pluralis telah menyangkali pandangannya sendiri bahwa tiap orang boleh meyakini agamanya masing-masing secara bebas. Jika seorang pluralis anti terhadap kaum eksklusivis maka ia bukanlah pluralis yang konsisten. Dalam realita, kita menemukan banyak pluralis yang seperti itu dan memutlakkan pandangan bahwa ”semua agama benar”. Kaum pluralis seringkali terjebak dalam eksklusivisme baru yang mereka buat yaitu hanya mau menghargai kaum pluralis lainnya dan kurang menghargai kaum eksklusivis.

4.Pluralisme agama menghasilkan toleransi yang semu

Jika kita membangun toleransi atas dasar kepercayaan bahwa semua agama sama-sama benar, hal itu adalah toleransi yang semu. Toleransi yang sejati justru muncul sebagaimana dikatakan Frans Magnis Suseno, ”meskipun saya tidak meyakini iman-kepercayaan Anda, meskipun iman Anda bukan kebenaran bagi saya, saya sepenuhnya menerima keberadaan Anda. Saya gembira bahwa Anda ada, saya bersedia belajar dari Anda, saya bersedia bekerja sama dengan Anda.”

5. Kritik terhadap pluralisme agama John Hick

(6)

keselamatan bukan hasil perilaku etika atau moralitas tertentu tetapi kebenaran Allah di dalam karya penebusan Yesus Kristus di kayu salib yang kita terima secara cuma-cuma melalui iman (Roma 3:28-30; 10: 9-10; Mat. 26:28). Keselamatan dalam konsep Kristen juga berbeda dengan keselamatan dalam Islam karena Al Qur’an menyatakan bahwa keselamatan adalah hasil sinergi antara iman dan amal manusia (Q.S.Al Baqarah 25).

Kesimpulan

Pluralisme agama dalam pengetian teologi-filosofi memiliki banyak kelemahan dalam logika dan konsistensi teologi. Selain itu berdasarkan epistemologi Alkitab, kita harus menolak pandangan ”semua agama menuju pada Allah dan semua agama

menyelamatkan”. Orang Kristen perlu berani mengakui perkataan Yesus "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Sikap demikian bukanlah fanatik tetapi konsisten. Fanatik adalah

mempercayai sesuatu atau seseorang tanpa bersikap kritis terhadapnya. Seseorang yang belum pernah belajar semua agama tetapi terburu-buru mengatakan semua agama pada dasarnya sama justru adalah orang yang fanatik terhadap pluralisme agama. Akhirnya, tentu saja kita perlu menerima pluralisme agama secara sosial, tetapi pluralisme agama dalam kategori teologi-filosofi harus kita tolak dengan tegas.

DAFTAR PUSTAKA TERPILIH

Geisler, Norman L. Baker Encyclopedia of Christian Apologetics. Grand Rapids: Baker, 1999.

Hick, John. “Ketidakmutlakan Agama Kristen” dalam Mitos Keunikan Agama Kristen, Eds. John Hick dan Paul F. Knitter. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Corduan, Winfried. A Tapestry of Faiths: The Common Threads Between Christianity

and World Religions. Illinois: IVP, 2002.

Eds. Okholm, Dennis L. dan Philips, Timothy R. Four Views on Salvations in a

Pluralistic World. Grand Rapids: Zondervan, 1995.

Netland, Harold. Encountering Religious Pluralism: The Challenge to Christian Faith

and Mission.Illinois: IVP, 2001.

Lumintang, Stevri L. Teologia Abu-Abu Pluralisme Agama. Malang: Gandum Mas, 2004. Sen Chang, Lit. Asia’s Religions: Christianty’s Momentous Encounter With Paganism. New Jersey: P&R, 1999.

Suseno, Frans Magnis S.J. Menjadi Saksi Kristus di Tengah Masyarakat Majemuk. Jakarta: Obor, 2004.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Mana-mana Ahli Pasukan yang tugasnya termasuk (a) berkomunikasi dengan kakitangan dan pegawai kerajaan pada sebarang peringkat dan dalam apa jua bidang kuasa berkenaan isu

• Profilaksis intermitten.. Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus

Data primer yang dikumpulkan adalah data yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi, yang diperoleh

Berbeda dengan metode pembelajaran kumon, metode pembelajaran Group to Group Exchange (GGE) di kelas eksperimen B adalah salah satu metode belajar yang menuntut siswa

Semua ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan kehamilan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2

Akal tersebut adalah akal yang selamanya aktualis (al-‘aql al-ladzi bi al-fi’l abadan), dan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) merupakan Akal Pertama, (b) selamanya

Berdasarkan hasil uji sitotoksik ekstrak etanol kulit batang sirsak tidak memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel T47D, hal tersebut dikarenakan tidak semua senyawa yang