• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMAINAN TEBAK GAMBAR BERBASIS PRETEND

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERMAINAN TEBAK GAMBAR BERBASIS PRETEND"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PERMAINAN TEBAK GAMBAR BERBASIS PRETEND PLAY SEBAGAI SOLUSI PENINGKATAN DAYA INGAT ANAK USIA DINI

Diusulkan oleh: Aan Yuliyanto (1400184) Iis Listiani Rustina (1406167)

Rosiyana (1405046)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS PURWAKARTA

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah subhanahu wata’ala, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Permainan Tebak Gambar Berbasis Pretend Play sebagai Solusi Peningkatan Daya Ingat Anak Usia Dini.

Karya Tulis Ilmiah ini kami susun untuk membahas dan mengkaji lebih lanjut mengenai permainan berbasis Pretend Play. Karena telah kita ketahui, bahwa bermain merupakan sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi bagi perkembangan anak.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, maupun pelajar umum. Khususnya pada diri kami sendiri dan semua yang membaca karya tulis ilmia ini, serta mudah-mudahan dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Kesempurnaan hanya milik Allah subhanahu wata’ala. Oleh karenanya kritik dan saran sangat kami harapkan.

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

D. Manfaat ... 3

BAB II KAJIAN TEORI ... 4

A. Anak Usia Dini ... 4

B. Daya Ingat ... 4

C. Permainan Tebak Gambar (TEGAR) ... 4

D. Pretend Play ... 6

E. Penerapan Permainan Tebak Gambar Berbasis Pretend Play ... 9

BAB III PENUTUP... 9

A. Kesimpulan ... 16

(4)

iv ABSTRAK

Anak usia dini merupakan anak berusia antara 0-6 tahun. Pada usia ini anak tidak mampu mengingat sebuah subjek dalam jangka waktu lama. Hal tersebut diakibatkan karena terlalu banyak aktivitas yang mereka lakukan sehingga menimbulkan rasa lelah begitu cepat dan membuat mereka mampu melupakan suatu informasi yang telah didapatkan sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa anak memiliki daya ingat yang lemah. Namun apabila anak dalam menerima informasi melalui dan mengalami pengalaman bermakna, anak akan lebih mudah mengingat kembali apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, proses pembelajaran anak usia dini harus dikombinasikan dengan permainan agar suasana belajar menjadi lebih menyenangkan. Karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan permainan tebak gambar berbasis Pretend Play terhadap peningkatan daya ingat anak dan mengetahui kelebihan Pretend Play terhadap perkembangan daya ingat anak.

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Depdiknas (2003) memaparkan Pendidikan menurut UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 adalah:

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya.

Selain itu, Hendriana (2017, hlm. 6) menguatkan tentang UU Sisdiknas Bab II Pasal 3 tercantum sebagai berikut:

Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

Undang-undang Sisdiknas No. 23 tahun 2003 (dalam Syamsiatun, 2012, hlm. 1) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan selanjutnya.

Menurut Syamsiyatun (2012, hlm. 1) sesuai Kurikulum Taman Kanak-kanak tahun 2010, terdapat dua tujuan yang harus dikembangkan, yaitu:

Pembentukan perilaku dan pembentukan kemampuan dasar. Pembentukan perilaku meliputi nilai-nilai agama dan moral, sosial emosional sedangkan pembentukan kemampuan dasar meliputi: bahasa, kognitif, dan fisik. Kegiatan tersebut dilakukan melalui kegiatan bermain seraya belajar, bertahap, berkesinambungan dan bersifat pembiasaan. Seluruh aspek perkembangan anak harus distimulasi dengan seimbang agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.

(6)

2

kebutuhan bermain secara tidak langsung akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada guru dan beberapa orang tua siswa TK Yayasan Nurul Falah Desa Sirnamanah Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta dapat dijelaskan bahwa terkadang anak-anak tidak mampu mengingat sebuah subjek dalam jangka waktu yang lama, diakibatkan karena terlalu banyak aktivitas yang mereka lakukan sehingga menimbulkan rasa lelah berlebihan yang mampu membuat mereka mampu melupakan informasi yang telah didapatkan sebelumnya. Menurut Musbikin (2012) berpendapat bahwa:

Anak hanya dapat mengenal kehidupan di waktu sekarang, karena memang memorinya tidak cukup kuat untuk menyimpan kejadian-kejadian di waktu lalu. Sehingga kemampuan anak dalam mengenal sebuah konsep membutuhkan pemahaman yang matang. Kemampuan ini akan berkembang baik, jika anak diajarkan melalui pemahaman yang dipadukan dengan kegiatan sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suminar tahun 1997 pada anak prasekolah menunjukkan peningkatan perkembangan bahasa dan kematangan sosialnya setelah dilakukan eksperimen dengan menggunakan Pretend Play dalam waktu satu bulan.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut, karya tulis ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara permainan tebak gambar berbasis Pretend Play terhadap daya ingat anak usia dini serta kelebihan Pretend Play terhadap peningkatan daya ingat anak usia dini. Karya tulis ilmiah ini juga sebagai upaya menciptakan sebuah pembelajaran yang lebih bervariasi, kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan kemampuan membayangkan yang akan mengundang pemahaman imajinatif.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keterkaitan antara permainan tebak gambar berbasis Pretend Play terhadap daya ingat anak usia dini?

2. Apa saja kelebihan Pretend Play terhadap peningkatan daya ingat anak usia dini? C. Tujuan

(7)

3

1. Mengetahui keterkaitan antara permainan tebak gambar berbasis Pretend Play terhadap daya ingat anak usia dini.

2. Mengetahui kelebihan Pretend Play terhadap peningkatan daya ingat anak usia dini.

D. Manfaat

Dalam penelitian ini diharapkan mampu mendatangkan manfaat, sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Memberikan asupan ilmu pengetahuan mengenai upaya untuk meningkatkan daya ingat dalam pembelajaran.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

1) Memberikan wawasan bagi guru untuk mengetahui cara penanganan yang tepat terhadap peningkatan daya ingat siswa.

2) Memberikan solusi sebagai alternatif metode pembelajaran yang berkaitan dengan peningkatan daya ingat siswa serta sebagai acuan untuk mengembangkan strategi dan metode pembelajaran pada masa yang akan datang.

b. Bagi Siswa

1) Memberikan pembelajaran yang menyenangkan serta solusi terhadap kemampuan daya ingat siswa.

(8)

4 BAB II KAJIAN TEORI A. Anak Usia Dini

Menurut NAEYC (National Association for The Education of Young Children) (dalam Rahayu, 2016, hlm. 8) batasan tentang anak usia dini antara lain anak yang berada pada usia 0-8 tahun yang tercakup dalam program pendidikan di taman penitipan anak, penitipan anak pada keluarga (family child care home), pendidikan prasekolah baik swasta maupun negeri, TK, dan SD. Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 (dalam Samsiyatun, 2012, hlm. 8) bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun.

Menurut Beichler dan Snowman (dalam Veranita, 2012, hlm. 7) memaparkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Mansur (dalam Samsiyatun, 2012, hlm. 8) berpendapat bahwa anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.

Menurut Syaodih (dalam Rahayu, 2016, hlm. 8) mengemukakan bahwa anak taman kanak-kanak merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan berbagai aspek, yaitu aspek fisik, kecerdasan, sosial, emosional, serta bahasa. Sujiono dalam Rahayu, 2016, hlm. 8) berpendapat bahwa anak usia dini memiliki sifat egosentris, rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan makhluk sosial, unik dan kaya akan fantasi, mempunyai daya perhatian yang pendek, serta merupakan masa yang paling potensial untuk belajar.

B. Daya Ingat

(9)

5

menyimpan segala sesuatu. Menurut Chaplin (dalam Dani, 2013, hlm. 18) daya ingat adalah fungsi yang terlibat dalam mengenang atau mengalami lagi pengalaman masa lalu. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa daya ingat yaitu menyimpan, mengenang atau mengalami segala sesuatu melalui pengalaman.

Menurut Atkinson dan Shiffrin (dalam Purwanto, 2007, hlm. 73) sistem ingatan manusia dibagi menjadi 3 bagian yaitu sensori memori (sensory memory), ingatan jangka pendek (short term memory), dan ingatan jangka panjang (long term memory). Menurut pendapat Solso, 1988 (dalam Purwanto, 2007, hlm. 73) menyatakan bahwa:

Sensori memori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah satu atau kombinasi panca indra, yaitu secara visual melalui mata, pendengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah dan rabaan melalui kulit. Bila informasi atau stimuli tersebut tidak diperhatikan akan langsung terlupakan, namun bila diperhatikan maka informasi tersebut ditransfer ke sistem ingatan jangka pendek. Sistem ingatan jangka pendek menyimpan informasi atau stimuli selama ± 30 detik, dan hanya sekitar tujuh bongkahan infomasi (chunks) dapat dipelihara dan disimpan di sistem ingatan jangka pendek dalam suatu saat. Setelah berada di sistem ingatan jangka pendek, informasi tersebut dapat ditransfer lagi melalui proses rehearsal ke sistem ingatan jangka panjang untuk disimpan, atau dapat juga informasi tersebut hilang atau terlupakan karena tergantikan oleh tambahan bongkahan informasi yang baru.

Menurut Chaplin (dalam Desmita, 2013, hlm. 135) menguatkan dengan berpendapat bahwa:

(10)

6

Recall, anak dididik untuk mampu mengingat materi pelajaran di luar kepala. Recognition anak dididik untuk mampu mengenal kembali apa yang telah dipelajari setelah melihat atau mendengarnya. Relearning anak dididik untuk mampu mempelajari kembali dengan mudah apa yang pernah dipelajarinya. Dari ketiga hal tersebut yang paling bagus adalah bila anak mampu menyebutkan sesuatu di luar kepala (recall).

Demikian pendapat menurut Matlin (dalam Desmita, 2013, hlm. 136) mengemukakan bahwa:

Pada umumnya anak-anak yang masih kecil memiliki kemampuan memori rekognisi—suatu kesadaran bahwa suatu objek, seseorang atau suatu peristiwa itu sudah dikenalnya, atau pernah dipelajarinya pada masa lalu—tetapi kurang mampu dalam recall—proses memanggil atau menimbulkan kembali dalam ingatan sesuatu yang telah dipelajari.

C. Permainan Tebak Gambar

Menurut Fadillah (2016, hlm. 6) menyatakan bahwa bermain adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas anak untuk bersenang-senang. Piaget (dalam Fadillah, 2016, hlm. 7) berpendapat bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang. Pendapat lain tentang bermain menurut Parten (dalam Fadillah, 2016, hlm. 8) adalah suatu kegiatan sebagai sarana bersosialisasi dan dapat memberikan kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengeskpresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan.

Sudono (dalam Rinayanti, 2016, hlm 3) mengatakan bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak. Dockett dan Fleer (Sujiono, 2009, hlm. 134) berpendapat bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya.

(11)

7

Daeng (dalam Rinayanti, 2016, hlm. 3) menyatakan bahwa permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Ismail (dalam Fadillah, 2016, hlm. 7) menyebutkan bahwa:

Bermain dapat didefinisikan menjadi dua bagian. Pertama, bermain diartikan sebagai play, yaitu suatu aktivitas bersenang-senang tanpa mencari menang atau kalah. Kedua, bermain diartikan sebagai games yaitu suatu aktivitas bersenang-senang yang memerlukan menang atau kalah. Bermain pada pengertian pertama diartikan hanya sebatas mencari kesenangan tanpa peduli terhadap hasil yang akan didapat. Tetapi pengertian kedua dimaknai selain mendapat kesenangan bermain juga memperhatikan hasil yang diperoleh.

Dalam sebuah testimoni karya eksperimental (Hughes & Hughes, 2015) menyebutkan bahwa suatu gambar yang ditunjukkan kepada anak-anak setelah interval tertentu mereka mereproduksi apa yang telah mereka dengar dan mereka lihat.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Rinayanti, 2016, hlm. 3) gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya). Gambar adalah media visual dua dimensi di atas bidang yang tidak transparan. Menggabungkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tebak gambar adalah aktivitas bermain yang menyenangkan menggunakan media gambar berupa tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya) yang tertuang di atas kertas, bermainnya dengan cara ditebak. Tidak semua gambarnya diperlihatkan melainkan dengan ditutup bagian atas dan bawahnya, sehingga dinamakan permainan tebak gambar atau gambar yang belum diketahui.

(12)

8 D. Pretend Play

Purwandari (2005, hlm. 34) mengatakan bahwa,

Pretend Play merupakan salah satu jenis permainan aktif yang dilakukan secara pura-pura yang dahulu banyak dilakuan anak-anak. Pretend Play sangat berguna untuk mengembangkan aspek kognisi dan afeksi anak. Anak yang bermain dapat berempati dan bertenggang rasa dengan teman bermainnya, serta menghayati sebagai orang yangdiperaninya. Selain itu anak juga dapat memahami pesan-pesan melalui kata-kata verbal yang disampaikan teman bermainnya. Pemahaman terhadap pesan tersebut telah menyentuh aspek kognisi anak.

Cohen dan Fein (dalam Purwandari, 2005, hlm. 35) menguatkan dengan berpendapat bahwa Pretend Play dapat berfungsi sebagai jembatan hubungan sosial antar teman di sekolahnya. Anak akan memahami bagaimana perasaannya terhadap orang lain, hal ini dapat dipengaruhi empatinya terhadap orang lain. Menurut Mawadatin (2015, hlm. 40) menjelaskan bahwa Imajinative Pretend Play adalah permainan yang terjadi pada anak. Anak kecil senang berpura-pura menjadi orang lain atau tokoh yang digemari. Menurut Kathrin dan Geldrad (dalam Mawadatin, 2015, hlm. 40) menambahkan,

dalam imaginative Pretend Play seluruh diri anak secara total terlibat dalam memerankan sebuah tokoh pada situasi imajinatif. Anak jadi aktor dalam arti sepenuhnya. Imaginative pre-tend play memungkinkan anak kecil ber-peran sebagai orang lain dalam permainan tersebut. Akibatnya mereka mengembangkan wawasan ke dalam motif dan perilaku mereka sendiri atau orang lain.

(13)

9

di dalamnya melibatkan alat permainan dan simbol-simbol. Pada permainan ini tentu diperlukan tahapan dalam melaksanankannya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pretend Play adalah permainan yang dilakukan dengan berpura – pura dan memanfaatkan barang atau benda yang berada disekitar pemain.

E. Penerapan Permainan Tebak Gambar Berbasis Pretend Play

Gagasan bahwa anak belajar dan berkembang lewat permainan diawali oleh Froebel. Sejak masanya, sebagian besar program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) telah memasukkan permainan dalam kurikulumnya. Montessori melihat keikutsertaan aktif anak dalam materi dan lingkungan yang telah disiapkan sebagai sarana utama mereka memperoleh pengetahuan dan belajar. John Dewey meyakini bahwa anak belajar lewat permainan dan harus mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam permainan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Piaget meyakini permainan meningkatkan pengetahuan kognitif dan merupakan sarana untuk membentuk pengetahuan anak tentang dunianya (Morrison, 2012).

Vygotsky (dalam Morison, 2012) meyakini interaksi sosial yang terjadi dalam permainan penting bagi perkembangan anak. Ia meyakini bahwa anak mempelajari keterampilan sosial seperti kerja sama dan kolaborasi yang mendukung dan meningkatkan perkembangan kognitif mereka lewat interaksi sosial dengan orang lain. Memberi kesempatan bagi anak untuk memilih di antara beragam kegiatan belajar yang direncanakan dengan baik meningkatkan kemungkinan mereka akan belajar melalui permainan.

Landreth dalam (Fithriya, 2013) menyatakan bahwa Pretend Play atau permainan pura-pura merupakan bentuk bermain dengan menggunakan seperangkat mainan nyata dan melibatkan beberapa kegiatan untuk berpura-pura menceritakan sebuah objek nyata. Bermain dengan menggunakan Pretend Play akan berbeda dengan berbagai jenis permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak serta memiliki dampak yang berbeda bagi perkembangan anak.

Pretend play atau permainan pura-pura merupakan jenis permainan aktif yang

(14)

pura-10

pura melibatkan bahasa sebagai mediator untuk menjelaskan imajinasi dan khayalan anak. Permainan ini dapat melatih kemampuan berbahasa anak yang diyakini memiliki arti penting dalam proses tumbuh kembang anak. (Fithriya, 2013) mengemukakan bahwa pelatihan bermain pura-pura merupakan intervensi yang diberikan psikolog kepada ibu dengan melatihkan empat keterampilan bermain bersama anak, yaitu menyusun permainan, mendengarkan anak secara empati, mengikuti imajinasi anak, dan menetapkan aturan.

Penerapan Pretend Play bagi pembelajaran anak usia dini mampu menciptakan sebuah pembelajaran yang lebih bervariasi dengan memanfaatkan kemampuan membayangkan yang akan mengundang pemahaman imajinatif, di mana seorang guru memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengekspresikan hasil imajinasinya dalam bentuk tulisan maupun lisan.

Suminar (2009, hlm. 2-7) menjabarkan tentang Pretend Play diantaranya manfaat dari Pretend Play dapat dilihat dalam bidang psikologi klinis dan psikologi perkembangan. Vygotsky (dalam Suminar, 2009, hlm. 2) menyatakan bahwa jenis permainan ini memungkinkan anak dapat memberikan arti terhadap obyek dan perilaku, sehingga akan berkembang representasi simbol, yaitu anak dapat memberikan simbol terhadap apa yang dilihat dan dimainkan Paterson (dalam Suminar, 2009, hlm. 3) menyatakan bahwa Pretend Play ini lebih kreatif, verbal anak akan muncul dengan baik, fleksibel dan meningkatkan keterampilan anak.

Piaget (dalam Suminar, 2009, hlm 4) menyatakan bahwa fungsi Pretend Play adalah mengajarkan tentang sejumlah peran yang tergabung dalam satu permainan. Bruner (dalam Sumiar, 2009, hlm. 5) menguatkan Apabila anak memainkan Pretend Play secara optimal, maka anak akan merasa nyaman, rileks dan aman selama bermain. Fungsi Pretend Play yang tidak kalah pentingnya menurut Smilanky, Singer, dan Lieberman (dalam Suminar, 2009. Hlm 6) adalah mengembangkan kreativitas dan berpikir fleksibel anak

(15)

Masing-11

masing kelompok permainan terdiri atas peralatan dan aktivitas-aktivitas yang biasanya dilakukan. Kelompok-kelompok permainan itu adalah sebagai berikut:

1. Permainan rumah: bentuk permainan ini dilakukan dengan jalan membentuk dua kardus besar seperti laiknya perumahan. Diharapkan dalam situasi ini anak akan melakukan interaksi sosial diantara dua kelompok anak.

2. Permainan pasar: anak berjual beli makanan atau sayuran tiruan dengan bermain uang tiruan dan menggunakan tas kosong. Dengan demikian anak akan menikmati sebagai penjual dan pembeli. Permainan ini dapat pula dimainkan bersamaan dengan permainan rumah.

3. Berkemah: permainan ini menggunakan tenda atau kain penutup yang diatur seperti tenda dan juga peralatan-peralatan berkemah seperti tempat minum, kayu bakar ataupun kantung tidur yang secara keseluruhan akan menyebabkan anak bergembira. Apabila ditambah senter akan menjadikan anak lebih bahagia karena cahaya yang dikeluarkannya.

4. Permainan rumah sakit: Anak seringkali tertarik untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Alat yang digunakan stetoskop, obatobatan imitasi, baju dokter, tas dokter dan peralatannya. Anak akan senang memainkannya berulang-ulang. 5. Permainan kantor: peralatan yang digunakan dalam permainan ini misalnya kalkulator, perangko bekas, amplop, map, telepon dan penjepit kertas serta peralatanperalatan lain yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas di dalam kantor.

6. Memandikan bayi: permainan memandikan bayi dilakukan bersamaan dengan bermain air. Permainan ini sangat isenangi anak-anak, khususnya anak laki-laki yang begitu tertarik dengan

kegiatan ini. Dalam permainan ini terdapat nilai-nilai yang berasan dari pengalaman mengembangkan peran pengasuhan. Peralatan yang digunakan handuk, sabun, bedak dan ditambah popok agar mendekati kenyataan.

7. Permainan pesta ulang tahun: peralatan yang dipakai adalah kartu undangan, kado dapat dengan isi maupun tidak didalamnya, kemudian roti tart ulang tahun pura-pura. Anak dapat bebas memainkan permainan-permainan dalam pesta ulang tahun buatan tersebut, serta bebas mengekspresikan keinginan-keinginannya Hal tersebut disebabkan karena apabila ada ulang tahun sungguhan, justru yang banyak berperan adalah orang tua dan seringkali anak-anak diminta menjadi ”anak-anak manis” dan sopan.

8. Permainan melakukan perjalanan: anak bebas membenahi koper kecil. Permainan ini meliputi penjualan tiket pesawat, penggunaan peta, majalah, kacang untuk makanan, serta sebuah topi kecil yang digunakan pilot, kopilot dan awak pesawat. Diantara anak-anak akan terjadi suatu diskusi tentang tujuan dan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi. Dengan demikian anak belajar berpikir dan merencanakan suatu perjalanan.

(16)

12

Terjadi pada tahap yang disebut praoperasional (symbolic play). Pada tahap ini anak sudah bisa bermain khayal dan pura-pura, banyak bertanya dan mencoba hal-hal baru dan memahami simbol-simbol tertentu. Adapun alat permainan yang cocok untuk anak usia ini adalah yang mampu merangsang perkembangan imajinasi anak, seperti menggambar, balok/lego dan puzzle. Namun sifat permainan anak usia ini lebih sederhana dibandingkan operasional konkret.

Selain itu, Bergen (dalam Santrock, 2011, hlm. 307) menyatakan bahwa Salah satu tipe permainan anak yang banyak dipelajar adalah permainan pura-pura/simbolik. Permainan ini terjadi ketika seorang anak mengubah lingkungan fisik menjadi sebuah simbol. Banyak ahli mengenai bermain berpendapat bahwa tahun-tahun prasekolah merupakan usia emas dari bermain simbolik/pura-pura yang memiliki sifat dramatik atau sosiodramatik. Tipe permainan pura-pura seringkali muncul sekitar usia 18 bulan dan mencapai puncaknya di usia 4 hingga 5 tahun, kemudian secara perlahan menurun.

Sehingga Pretend Play cocok untuk anak usia dini yang sudah berada pada tahap perkembangan praoperasional (symbolic play). Pretend Play juga bisa digunakan sebagai salah satu teknik dalam permainan tebak gambar agar proses pembelajaran kreatif dan inovatif.

Menurut McCune-Nicolich (Suminar, 2009, hlm 4-5) terdapat beberapa tahapan perkembangan dalam Pretend Play. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap 0: Pola Prasimbolis, tidak melakukan Pretend Play. Anak menunjukkan pemahaman terhadap penggunaan objek dan bentuk objek. Sifat dari lebih dianggap sebagai stimulus yang

serius oleh anak daripada sebagai alat permainan

2. Tahap 1: Pola Simbolis Untuk Diri. Dalam melakukan Pretend Play anak sudah dapat melihat keterkaitan langsung antara mainan dengan dirinya. Anak siap untuk bermain dan menampakkan kesadaran bahwa permainan itu hanya pura-pura.

3. Tahap 2: Permainan Simbolis Berpola Tunggal. Anak mengembangkan permainan dalam kondisi di luar aktivitasnya sendiri, yaitu anak mulai memainkan peran atau aktivitas orang ataupun objek lain.

4. Tahap 3: Permainan Simbolis Kombinasi. Dalam kondisi ini anak dapat melakukan pola kombinasi tunggal yaitu memainkan satu Pretend Play yang berhubungan dengan beberapa aktor. Anak dapat pula memainkan pola kombinasi beragam yaitu beberapa peran yang berhubungan satu dengan yang lain dan ada dalam satu rangkaian.

(17)

13

Dalam pelaksanaan Pretend Play, menurut Suminar (2009, hlm. 5-6) bahwa orang tua, guru dan pengasuh harus memperhatikan beberapa hal dibawah ini.

1. Tidak menggunakan suara yang tinggi tetapi menemani anak dengan kelembutan, sehingga anak akan senang bertanya dan memperbaiki sikapnya kalau sikapnya dirasakan salah.

2. Berkomunikasi dengan bahasa tubuh yang sesuai sehingga anak akan tahu kata-kata yang dikeluarkan dalam bermain salah atau tidak. Anak sedang belajar berbicara, maka dalam melakukan bermain yang didalamnya ada unsur berpura-pura, anak akan banyak mengucapkan kata- kata. Dalam hal ini pembetulan kata yang diucapkan anak saat bermain akan lebih efektif. 3. Memahami keunikan anak. Anak akan mengeksplorasi diri dengan

kelebihan dan keterbatasan yang ada. Ketika anak bermain akan nampak keunikan masing-masing anak, sehingga perlu dipahami potensi yang ada. Menurut Fithriya dan Lestari (dalam Kusumastuti, 2016, hlm. 33) di antaranya tahap pemberian materi, tahap simulasi dan umppan balik kelompok, tahap bermain peran dan umpan balik individu, dan tahap praktik bermain bersama. Adapun langkah tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Tahap pemberian materi

Pretend Play dimulai dengan pemberian materi kepada anak tunagrahita yang akan ikut serta dalam permainan. Materi tersebut berupa, pembagian peran, peralatan yang digunakan, peraturan dalam Pretend Play.

b. Tahap simulasi dan umpan balik secara kelompok

Tahapan ini berupa simulasi bagaimana Pretend Play akan dilaksanakan, bagaimana percakapan antar tokoh, kemudian kelompok memberi umpan balik.

c. Tahap bermain peran dan umpan balik secara individu

Pada tahap ini anak mulai memerankan tokoh yang sebelumnya sudah dibagikan. Anak berpura-pura menjadi tokoh tersebut dan menggunakan peralatan yang biasa digunakan tokoh yang diperankan, dan memberi umpan balik secara individu kepada individu lain.

d. Tahap praktik bermain bersama

Tahap ini anak-anak bermain bersama dengan berpura-pura memainkan peran yang sudah diberikan dengan menggunakan peralatan yang mendukung.

(18)

14

membawa anak bersosialisasi, berkomunikasi dengan teman yang terdapat dalam permainan tersebut. Menurut Purwandari dan Suharmini (dalam Kusumastuti, 2016, hlm 36) Pretend Play sebagai salah satu permainan yang memberikan kesenangan serta membawa anak seolah-olah menghadapi dunia nyata sesuai dengan peran yang dimainkan agar anak mampu memecahkan masalah apabila kelak berada pada situasi yang sama.

Berdasarkan hal tersebut penerapan Pretend Play untuk meningkatkan kemampuan mengenal rambu lalu lintas diharapkan anak tunagrahita ringan selama proses pembelajaran akan merasa senang, dan dapat membawa anak seolah-olah berperan dalam dunia nyata. Melalui perasaan senang yang dirasakan oleh anak ketika bermain, akan memunculkan pengulangan terhadap kegiatan ini. Pengulangan aktivitas bermain akan memudahkan anak tunagrahita untuk mengingat dan menerima pesan serta informasi yang terkandung dalam permainan tersebut dalam hal ini mengenai pengenalan rambu lalu lintas. Pesan, informasi, atau materi pembelajaran akan diserap dan diingat dengan lebih mudah apabila anak dikondisikan dalam permainan yang seperti dunia nyata dan dilakukan secara berulang.

Kelebihan Pretend Play yang berhubungan langsung dengan anak dalam Huda (dalam Suminar, 2016, hlm 37) antara lain sebagai berikut: a) memberi kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, b) menjadi pengalaman belajar yang sulit dilupakan, c) menjadikan kelas lebih dinamis dan antusias, d) siswa dapat memerankan suatu peran yang dibahas dalam proses pembelajaran. Beberapa kelebihan Pretend Play yang berhubungan langsung dengan anak selama proses pembelajaran tersebut menggambarkan Pretend Play membuat anak tertarik dan terkesan mengingat dunia anak-anak berisi kegiatan bermain, sehingga proses pembelajaran menerapkan Pretend Play menjadi sebuah proses pembelajaran yang berkesan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.

(19)

15

membuat anak menjadi terkesan dengan pembelajaran membuat ingatan siswa kuat dan tahan lama, membuat kelas menjadi antusias dan dinamis.

Pretend Play dalam proses pembelajaran tentu memiliki kelebihan serta kekurangan dalam pelaksanaanya. Kekurangan atau kelemahan Pretend Play terdiri dari berbagai faktor. Menurut Huda (dalam Suminar, 2016, 38) kelemahan atau kekurangan Pretend Play antara lain banyak waktu yang dibutuhkan, kesulitan dalam membagi dan menugaskan peran tertentu pada siswa jika tidak dilatih dengan baik, tidak semua materi bisa disampaikan dengan Pretend Play, sulit diterapkan jika kelas tidak kondusif. Kekurangan dalam Pretend Play tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kelas, kondisi siswa, namun juga mengenai peralatan yang digunakan dalam penerapan Pretend Play mengingat permainan ini menekankan pada peralatan yang digunakan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Heru Rahyubi (dalam Nurvi Prihtyaningsih, 2015: 29) kekurangan Pretend Play antara lain alat-alat yang digunakan sulit diperoleh terkadang mahal, dan memerlukan waktu yang lama.

(20)

16 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Anak usia dini yaitu anak usia dari 0 sampai 6 tahun. Pada usia ini, dalam pembelajaran anak tidak dapat terlalu lama menyimpan informasi yang diterimanya. Namun, anak akan mudah mengingat proses belajarnya apabila pembelajaran yang diterima anak melalui kegiatan yang menyenangkan. Bermain merupakan aktivitas menyenangkan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan media perantara untuk menyampaikan sebuah informasi yang mampu menimbulkan kepuasan bagi diri seseorang. Salah satu permainan yang dapat digunakan yakni permainan tebak gambar berbasis Pretend Play.

Pretend Play merupakan permainan yang dilakukan dengan berpura – pura dan memanfaatkan barang atau benda yang berada disekitar pemain. Dengan kombinasi permainan tebak gambar, anak akan belajar sambil bermain. Sehingga proses belajar dapat berlangsung menyenangkan. Ketika anak sudah merasakan suasana menyenangkan, anak akan menerima pelajaran dengan mudah dalam memorinya.

Selain itu, melalui gambar anak akan lebih mudah mengingat suatu objek yang dipelajari. Pasalnya gambar merupakan media visual yang memanfaatkan indera penglihatan, yang mana indera penglihatan merupakan salah satu bagian sistem ingatan manusia yakni sensori memori. Setelah melalui tahap sensori memori, ingatan akan sampai tahap sistem ingatan jangka pendek. Sistem ini hanya menyimpan informasi selama 15 hingga 30 detik, dengan asumsi tidak ada latihan atau pengulangan.

(21)

17

DAFTAR PUSTAKA

Dani, R. A. (2013). Efektivitas Model Mind Map dalam Meningkatkan Daya Ingat pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs Darul Karomah Singosari

Malang [SKRIPSI]. Tidak Diterbitkan: Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim.

Depdiknas RI. (2003). Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Fadillah, M. (2016). Bermain dan Permainan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana. Fithriya, S. (2013). Peningkatan Interaksi Ibu dan Anak Retardasi Mental Melalui

Pelatihan Bermain Pura-Pura Bersama Anak. 2-3.

Hidayat, M. R. (2009). Metodologi Penelitian. Pencarian dan Pemaknaan, 17.

Hughes, A. G., & Hughes, E. H. (2015). Psikologi Pembelajaran Teori dan Terapan. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia.

Kusumastuti, W. E. (2016). PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL RAMBU LALU LINTAS MELALUI PENERAPAN PRETEND PLAY PADA ANAK

TUNAGRAHITA RINGAN KELAS III SDLB DI SLB MUHAMMADIYAH

DEKSO KULONPROGO [SKRIPSI]. Tidak Diterbitkan: Universitas Negeri

Yogyakarta.

(22)

18

Mawadatin, P. F. (2015). PENGARUH IMAGINATIVE PRETEND PLAY DENGAN MEDIA VIDEO ANIMASI: PENGETAHUAN DAN SIKAP PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT. THE SUN, 38-46.

Morrison, G. S. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta Barat: PT Indeks.

Musbikin, I. (2012). Pintar Mengatasi Masalah Tumbuh Kembang Anak. Yogyakarta: FlashBooks.

Nurhibatullah. (2015, Desember 29). Dunia Referensi Penelitian. Retrieved Agustus 02, 2017, from http://nurhibatullah.blogspot.co.id

Purwanto, S. (2007). Hubungan Daya Ingat Jangka Pendek dan Kecerdasan dengan Kecepatan Menghafal Al-Qur'an di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. SUHUF, 70-83.

Purwndari. (2005). PRETEND PLAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENGURANGI PENYIMPANGAN PERILAKU ANAK TUNALARAS. Jurnal Pendidikan Khusus, 33-47.

Rahayu, R. T. (2014). Meningkatkan Daya Ingat Melalui Penggunaan Media Mind Mapping pada Anak Kelompok B1 TK LKMD Singosaren Banguntapan.

Yogyakarta.

Rahayu, R. T. (2014). Meningkatkan Daya Ingat Melalui Penggunaan Media Mind Mapping pada Anak Kelompok BI TK LKMD Singosaren Bunguntapan

[SKRIPSI]. Tidak Diterbitkan: Universitas Negeri Yogyakarta.

Rinayanti, Mawardi, & Muntaha. (2016). Upaya Guru dalam Melatih Kemampuan Berpikir Kritis Anak Usia Dini Melalui Permainan Tebak Gambar di

Pendidikan Anak Usia Dini Mekar Sari Kecamatan Rasau Jaya. Tidak

(23)

19

Rinayanti, Mawardi, & Muntaha. (n.d.). UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ANAK USIA DINI MELALUI

PERMAINAN TEBAK GAMBAR DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

MEKAR SARI KECAMATAN RASAU JAYA. Pontianak: Universitas

Muhammadiyah Pontianak.

Santrock, J. W. (2011). Perkembangan Masa-Hidup. Jakarta: Erlangga.

Seefeldt, C., & Wasik, B. A. (2008). Pendidikan Anak Usia Dini: Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta: PT Indeks.

Suminar, D. R. (2006). Studi Meta-Analisis Pretend Play dan Perkembangan Kognitif. Insan Vol. 8 No. 1, April 2006, 4142.

Suminar, D. R. (2009). MEMBANGUN KARAKTER ANAK MELALUI PRETEND PLAY (Building Child Character Through Pretend Play. Jurnal Psikologi Indonesia, 1-11.

Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana .

Syamsiyatun, A. (2012). Upaya Meningkatkan Kemampuan Bicara Anak Melalui Penggunaan Gambar Karya Anakdi TK Kartika IV-38 Depok Sleman. Tidak

Diterbitkan: Universitas Negeri Yogyakarta.

Veranita, N. (2012). Pengembangan Kemampuan Membilang Melalui Kegiatan Bermain dengan Benda-benda Konkrit pada Anak-anak Kelompok A TK

Lembaga Tama III Sutran Sabdodadi Bantul Tahun Pelajaran 2011/2012

[SKRIPSI]. Tidak Diterbitkan: Universitas Negeri Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian Middle Theory yang digunakan adalah teori pembagian kekuasaan dari montesqie yang digunakan untuk mencari jawaban atas perkembangan sistem pemerintahan presidensial

Analisis zonasi berbasis pasi dengan pendekatan kriteria potensi, kondisi oseanografi dan sistem nilai pasi yang meliputi: kompenen nilai ekologi, sosial dan teknologi serta

bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 28 Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Majalengka,

2 To represent the created class in MagicDraw project, select a java source file in the Eclipse Package Explorer tree... Integration

Pertimbangan kerja berpengaruh signifikan terhadap minat mahasiswa bekerja di lembaga keuangan syariah, hal ini disebabkan karena semakin banyak kebutuhan di lembaga syariah

byggherre til å ikke bli benyttet til annet enn verifikasjon. Denne 'tvangen' er konkurranserelatert, ettersom det alltid finnes noen brannrådgivere som er villig til å

Menurut asumsi peneliti terjadinya pencegahan risiko tinggi pada ibu hamil yang kurang baik responden mengenai pencegahan risiko kehamilan adalah hal ini

Telah di kemukakan pada BAB pendahuluan bahwa motivasi belajar matematika pada siswa kelas III SD Islam Datok Sulaiman Palopo, semester I tahun ajaran 2017/2018