• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN NATRIUM ASUPAN KA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA ASUPAN NATRIUM ASUPAN KA"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA BANDUNG

KARYA TULIS ILMIAH

diajukan untuk melengkapi persyaratan pendidikan

Program Diploma III Kesehatan Bidang Gizi

oleh

Rainy Mulki NIM. P17331111042

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA III

(2)
(3)
(4)

Pasien Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III. Jurusan Gizi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung. Pembimbing: Siti Utami SKM, M. Kes

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai pembunuh gelap atau silent killer. Salah satu faktor penyebab hipertensi di antaranya adalah tingginya asupan natrium, rendahnya asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium > 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan sampel 37 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Sampling. Data asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium responden diperoleh dari wawancara dengan SFFQ. Data tekanan darah diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan Sphygmomanometer. Analisa bivariat menggunakan korelasi Pearson dan Spearman. Hasil penelitian diperoleh rata-rata tekanan darah sampel yaitu 136/85 mmHg, rata-rata asupan natrium 2432.1 mg/hari, rata-rata asupan kalium 1472.1 mg/hari, dan rata-rata rasio asupan natrium : kalium 2.2 / hari. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa keeratan hubungan yang kecil antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik (p = 0.114, r = -0.203 ) dan tekanan darah diastolik (p = 0.055, r = -0.267), antara asupan kalium dengan tekanan darah sistolik (p = 0.451, r = 0.021) dan tekanan darah diastolik (p = 0.447, r = -0.023), serta antara rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah sistolik (p = 0.435, r = -0.028) dan tekanan darah diastolik (p = 0.308, r = -0.085). Perlu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah dengan memperhatikan faktor-faktor lain seperti konsumsi alkohol, stress, dan aktifitas fisik.

(5)

i

pertolongan serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini yang berjudul “Hubungan antara Asupan Natrium, Asupan

Kalium, dan Rasio Asupan Natrium : Kalium dengan Tekanan Darah pada

Pasien Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung”

dengan sebaik mungkin. Tanpa ridha dan kasih sayang-Nya mustahil

karya tulis ilmiah ini dapat penulis selesaikan.

Penyusunan karya tulis ini dibuat untuk memenuhi salah satu

nilai tugas pembelajaran mata kuliah Karya Tulis Ilmiah. Tanpa bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak, penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak

mungkin terwujud. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat penulis

ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Holil M. Par’i, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung;

2. Ibu Siti Utami SKM, M. Kes, selaku pembimbing materi karya tulis

ilmiah yang telah banyak memberikan bantuan berupa bimbingan

dan nasihat;

3. Bapak Fred Agung S., SKM, M. Kes selaku pembimbing akademik

yang telah banyak membimbing selama mengikuti perkuliahan di

Poltekkes Bandung Jurusan Gizi;

4. Staf Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung

yang telah membantu saya selama penelitian.

5. Kedua orang tua tercinta, mamah Iis Rahmawati dan papah Jajang

Muklis serta untuk almarhum nenek Emih Rodiah Heryati dan

almarhum kakek Apa Wikanda juga seluruh keluarga besar atas

pengertian, perhatian, dukungan, serta pengorbanan lebih mereka

(6)

ii

6. Teman-teman tercinta terutama angkatan 23, Ika, Ica, Dada, dan

yang lainnya yang telah memberikan bantuan berupa dukungan,

inspirasi, serta motivasi yang sangat berarti bagi penulis;

7. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan

satu-persatu yang juga telah banyak membantu penulis.

Semoga Allah SWT membalas segala amal baik mereka yang mana telah

banyak membantu penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Tiada gading yang tak retak dan tiada pula karya yang

sempurna. Tak terkecuali karya tulis ilmiah ini, tentu ada cacat dan

celanya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan

kritikannya demi perbaikan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, penulis

ucapkan banyak terima kasih, semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna

bagi siapapun yang membacanya.

Cimahi, Juli 2014

(7)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.3.1 Tujuan Umum... 4

1.3.2 Tujuan Khusus... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitan... 5

1.5 Manfaat Penelitian... 5

1.6 Keterbatasan Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah... 7

2.2 Hipertensi... 9

2.2.1 Definisi Hipertensi dan Klasifikasi Hipertensi... 9

2.2.2 Patofisiologi Hipertensi... 10

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Etiologi... 12

2.2.4 Manifestasi Klinis Hipertensi... 13

2.2.5 Faktor Risiko Hipertensi... 14

2.3 Hubungan antara Asupan Natrium dengan Tekanan Darah... 17

(8)

iv

2.5 Hubungan antara Rasio Asupan Natrium : Kalium

dengan Tekanan Darah... 19

2.6 Metode Semiquantitative Food Frequency Questionnare (SFFQ) ... 20

2.6.1 Kelemahan Metode SFFQ... 21

2.6.2 Keunggulan Metode SFFQ... 21

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep... 22

3.2 Hipotesis... 23

3.3 Definisi Operasional ... 23

3.3.1 Tekanan Darah... 23

3.3.2 Asupan Natrium... 24

3.3.3 Asupan Kalium... 24

3.3.4 Rasio Asupan Natrium : Kalium... 24

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian... 25

4.2 Waktu dan Penelitian... 25

4.3 Populasi dan Sampel... 25

4.3.1 Populasi... 25

4.3.2 Sampel... 25

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 26

4.4.1 Jenis Data... 26

4.4.2 Cara Pengumpulan Data... 27

4.5 Pengolahan dan Analisis Data... 28

4.5.1 Pengolahan Data... 28

(9)

v

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Puskesmas Pasirkaliki... 33

5.2 Karakteristik Sampel... 33

5.2.1 Umur... 33

5.2.2 Jenis Kelamin... 34

5.2.3 Tingkat Pendidikan... 35

5.2.4 Pekerjaan... 37

5.3 Faktor Risiko Hipertensi... 38

5.3.1 Riwayat Hipertensi dari Keluarga... 38

5.3.2 Obesitas... 39

5.3.3 Latihan Fisik... 40

5.3.4 Kebiasaan Merokok... 41

5.4 Analisa Univariat... 42

5.4.1 Tekanan Darah... 42

5.4.2 Asupan Natrium... 44

5.4.3 Asupan Kalium... 45

5.4.4 Rasio Asupan Natrium : Kalium... 47

5.5 Analisa Bivariat... 49

5.5.1 Keeratan Hubungan antara Asupan Natrium dengan Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik... 49

5.5.2 Keeratan Hubungan antara Asupan Kalium dengan Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik... 51

5.5.3 Keeratan Hubungan antara Rasio Asupan Natrium : Kalium dengan Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik... 53

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan... 55

(10)

vi

DAFTAR PUSTAKA... 57

(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

(12)

viii

2.1 KLASIFIKASI HIPERTENSI ……… 10

5.1 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

UMUR DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 34

5.2 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

JENIS KELAMIN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 35

5.3 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

TINGKAT PENDIDIKAN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 36

5.4 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

PEKERJAAN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN

CICENDO KOTA BANDUNG... 37

5.5 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

RIWAYAT HIPERTENSI DARI KELUARGA DI

PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO

KOTA BANDUNG... 38

5.6 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

OBESITAS DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 39

5.7 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

LATIHAN FISIK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 40

5.8 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

KEBIASAAN MEROKOK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

(13)

ix

5.9 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

TEKANAN DARAH DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 43

5.10 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

ASUPAN NATRIUM DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 45

5.11 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

ASUPAN KALIUM DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 46

5.12 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

RASIO ASUPAN NATRIUM : KALIUM DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG... 48

5.13 HUBUNGAN ANTARA ASUPAN NATRIUM DENGAN

TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO

KOTA BANDUNG……….. 49

5.15 HUBUNGAN ANTARA ASUPAN KALIUM DENGAN

TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO

KOTA BANDUNG……….. 52

5.17 HUBUNGAN ANTARA RASIO ASUPAN NATRIUM :

KALIUM DENGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

(14)

x

1 NASKAH PENJELASAN PENELITIAN ……… 62

2 KUISIONER PENELITIAN………... 64

3 FORMULIR SEMIQUANTITATIVE FOOD FREQUENCY

(SFFQ)……… 66

(15)

1 1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin canggih di era globalisasi ini

tidak hanya memberi dampak positif bagi kelangsungan hidup manusia,

tetapi juga memberikan dampak negatif khususnya masalah kesehatan.

Gaya hidup modern yang diikuti pola hidup yang tidak sehat, serta pola

makan yang buruk, mengakibatkan penurunan tingkat kesehatan

manusia. Menurut Casey dan Benson (2012) perilaku tidak sehat seperti

merokok, minum minuman beralkohol dan pola diet kurang sehat dan

tidak seimbang seperti konsumsi makanan tinggi lemak, rendah serat,

serta kurang buah, dan sayur diketahui memiliki hubungan yang erat

dengan peningkatan resiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif.

Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 yang diterbitkan oleh

Depkes RI persentase nasional perilaku merokok setiap hari pada

penduduk umur > 10 tahun adalah 23,7% dan perilaku minum minuman

beralkohol selama 12 bulan terakhir adalah 4,6%. Sedangkan untuk

prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur umur > 10 tahun

adalah 93,6% (Depkes, 2007). Melihat dari data tersebut dapat

diperkirakan obesitas, penyakit jantung, hipertensi, stroke banyak

ditemukan di Indonesia.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Menurut

data Depkes tahun 2007 penderita hipertensi usia ≥ 18 tahun di Indonesia sebanyak 31,7% sedangkan di Jawa Barat adalah sebanyak 29,4%. Hal

ini berarti angka prevalensi penderita hipertensi di Jawa Barat sudah

(16)

hipertensi di Jawa Barat merupakan pernyakit yang memang perlu untuk

mendapat perhatian.

Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh gelap atau silent

killer karena termasuk penyakit yang gejalanya tersembunyi namun

perlahan-lahan mematikan. Hipertensi adalah penyakit yang dapat

menyerang siapa saja, baik muda maupun tua. Hipertensi yang tidak

tertangani dapat menyebabkan stroke, gagal jantung, gagal ginjal, infark

miokard, percepatan kehilangan massa tulang dan resiko fraktur, serta

masalah ingatan jangka panjang (Escott-Stump, 2008).

Banyak faktor risiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi.

Faktor risiko tersebut diklasifikasikan menjadi faktor risiko yang tidak dapat

diubah dan ada juga faktor risiko yang dapat diubah (KEPMENKES,

2009). Faktor risiko yang dapat diubah di antaranya adalah diturunkan

secara genetis, usia, jenis kelamin, dan ras. Adapun faktor risiko yang

dapat diubah meliputi merokok, obesitas, kurang latihan fisik, kelebihan

asupan natrium, kurangnya asupan kalium, penggunaan alkohol, dan

stress.

Salah satu faktor risiko dari hipertensi adalah kelebihan asupan

natrium. Natrium adalah ion utama yang terdapat pada cairan

ekstraseluler (Almatsier, 2009). Asupan natrium yang meningkat

menyebabkan volume cairan ekstraseluler meningkat. Hal ini

menyebabkan tubuh meretensi cairan yang akan berujung pada

peningkatan volume darah (Muliyati dkk, 2011). Peningkatan volume

darah menyebabkan jantung perlu memompa darah lebih keras sehingga

menyebabkan tekanan darah tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Muliyati dkk (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara pola diet natrium dengan kejadian hipertensi (p < α). Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Ariwidyaningsih (2013)

juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

(17)

Kurangnya asupan kalium juga merupakan faktor risiko hipertensi.

Kalium merupakan ion utama yang terdapat pada cairan intraseluler

(Almatsier, 2009). Kalium penting dalam mempertahankan keseimbangan

antara cairan intraseluler dengan cairan ekstraseluler (Sloane, 2004). Efek

dari kalium di tekanan darah adalah meningkatkan eksresi air dan natrium

dari tubuh sehingga mengurangi terjadinya retensi cairan (Krummel,

2004). Hal ini berbanding terbalik dengan sifat natrium yang meretensi

cairan. Diet Kalium dan tekanan darah memiliki hubungan yang

berkebalikan, yaitu asupan tinggi Kalium berhubungan dengan penurunan

tekanan darah (Krummel, 2004). Studi cross sectional yang dilakukan

Muliyati dkk (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pola diet rendah kalium dengan kejadian hipertensi (p <

α). Penelitian yang dilakukan oleh Farid (2010) menunjukkan adanya hubungan antara asupan kalium dengan tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α).

Selain asupan natrium dan kalium berpengaruh dengan tekanan

darah, ternyata rasio asupan natrium : kalium pun memiliki pengaruh

(Krummel, 2004). Rasio asupan natrium : kalium yang dianjurkan adalah ≥

1 : 1 (KEPMENKES, 2009). Peningkatan rasio asupan natrium : kalium

merupakan indikator terkuat meningkatkan risiko hipertensi daripada

natrium dan kalium sendiri (NIH, 2009). Percobaan klinis telah

menunjukkan bahwa peningkatan asupan kalium menurunkan tekanan

darah, dan efek kalium dalam menurunkan tekanan darah menunjukkan

lebih besar saat asupan natrium secara bersamaan tinggi (Otten et al,

2006). Studi cross sectional yang dilakukan oleh Hendrayani (2009)

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara rasio asupan

natrium : kalium dengan hipertensi (p < α). Sebenarnya secara alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kaliumnya lebih tinggi

dibandingkan dengan natrium. Namun, hal ini kemudian menjadi terbalik

akibat perilaku penambahan garam dan bumbu penyedap yang banyak ke

(18)

Menurut beberapa penelitian yang sudah disebutkan di atas,

hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan

natrium : kalium dengan tekanan darah telah menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti

keeratan hubungan antara asupan natrium, asupan kalium, dan rasio

asupan natrium : kalium dengan tekanan darah pada usia ≥ 25 tahun. Penelitian dilakukan di Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota

Bandung. Alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan pada

bulan November 2013 penyakit hipertensi di Puskesmas tersebut

menduduki peringkat ke 1 dengan jumlah penderita hipertensi di

Puskesmas tersebut sebanyak 550 orang.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalahnya adalah

sebagai berikut.

a. Bagaimana keeratan hubungan antara asupan natrium dengan tekanan

darah?

b. Bagaimana keeratan hubungan antara asupan Kalium dengan tekanan

darah?

c. Bagaimana keeratan hubungan antara rasio asupan natrium : kalium

dengan tekanan darah?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Memperoleh informasi tentang keeratan hubungan antara

asupan natrium, asupan kalium, dan rasio asupan natrium / kalium

(19)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik sampel meliputi umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.

b. Mengetahui faktor risiko hipertensi pada sampel.

c. Mengetahui asupan natrium pada sampel.

d. Mengetahui asupan kalium pada sampel.

e. Mengetahui rasio asupan natrium : kalium pada sampel.

f. Mengetahui tekanan darah sistolik dan tekanan darah

diastolik sampel.

g. Menganalisis keeratan hubungan antara asupan natrium

dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik

pada sampel.

h. Menganalisis keeratan hubungan antara asupan kalium

dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.

i. Menganalisis keeratan hubungan antara rasio asupan

natrium : kalium dengan tekanan darah sistolik dan

tekanan darah diastolik.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi asupan natrium, asupan kalium, rasio

asupan natrium : kalium, dan tekanan darah di Puskesmas Pasirkaliki

Kecamatan Cicendo Kota Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

tambahan ilmu kepada penulis mengenai keeratan hubungan

antara asupan natrium, asupan kalium, rasio asupan natrium :

(20)

menerapkan ilmu yang telah didapat pada kehidupan sehari-hari

serta diharapkan menjadi bekal ilmu untuk mengembangkannya

di kemudian hari.

b. Bagi Sampel

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi

dan menambah wawasan pengetahuan sampel akan keeratan

hubungan asupan natrium, asupan kalium, rasio asupan natrium

: kalium dengan tekanan darah sehingga dapat ditegakkan

dalam diet sehari-hari.

c. Bagi Lokasi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi

baru mengenai keeratan hubungan antara asupan natrium,

asupan kalium, rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan

darah dalam rangka dalam rangka penyuluhan dan konseling

diet atau asuhan gizi pada penderita hipertensi.

d. Bagi Jurusan Gizi

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangan referensi bacaan dan sumber informasi di

perpustakaan Gizi.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak ditelitinya faktor-faktor lain

yang mungkin mempengaruhi tekanan darah seperti konsumsi alkohol,

aktifitas fisik, stress, tidak memperhatikan apakah responden sedang

mengkonsumsi obat penurun tekanan darah atau tidak, sulitnya

mengestimasi natrium pada bahan-bahan makanan yang tidak

mencantumkan kadar natriumnya serta pengukuran tekanan darah pada

(21)

7 2.1 Tekanan Darah

Tekanan darah didefinisikan sebagai tekanan yang dihasilkan oleh

darah di pembuluh darah (Ronny dkk, 2009). Menurut Corwin (2009)

tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup, dan Total Resistance Peripheral (TPR ).

Darah dipompa oleh jantung. Darah yang dipompa oleh jantung

akan mengalir ke dalam pembuluh darah arteri. Pada saat darah mengalir

ke dalam arteri, arteri meregang namun karena sifatnya yang elastis arteri

akan kembali ukuran semula dan dengan demikian darah akan mengalir

ke daerah yang lebih distal (Ronny dkk, 2009). Perhitungan tekanan darah

ditentukan oleh curah jantung atau cardiac output (CO) dikali TPR.

Tekanan darah di tubuh dibedakan menjadi 2 yaitu tekanan darah sistole

dan tekanan darah diastole.

Menurut Ronny dkk (2009) tekanan darah sistole merupakan

tekanan darah yang terukur pada saat ventrikel kiri jantung berkontraksi

(sistole). Darah mengalir dari jantung ke pembuluh darah sehingga

pembuluh dasar sehingga pembuluh darah teregang maksimal. Pada

pemeriksaan fisik, bunyi “lup” pertama yang terdengar adalah tekanan

darah sistolik. Tekanan darah sistolik pada orang normal rata-rata 120

mmHg.

Menurut Ronny dkk (2009) tekanan diastole merupakan tekanan

darah yang terukur yang terjadi pada saat jantung berelaksasi (diastole).

Pada saat diastole, tidak ada darah mengalir dari jantung ke pembuluh

sehingga pembuluh darah dapat kembali ke ukuran normalnya sementara

(22)

tekanan darah diastole dapat ditentukan melalui bunyi “dup” terakhir yang

terdengar. Pada orang normal, rata-rata diastole adalah 80 mmHg.

Mekanisme pengaturan tekanan darah normal berdasarkan

lamanya diklasifikasikan menjadi 2 yaitu pengaturan tekanan darah jangka

pendek dan pengaturan tekanan darah jangka panjang (Corwin, 2009).

Pengaturan tekanan darah jangka pendek melibatkan refleks neuronal

susunan saraf pusat dan regulasi curah jantung. Pengaturan tekanan

darah jangka panjang mengatur homeostatis sirkulasi melalui sistem

hormonal endokrin sebagai organ pengatur utama distribusi cairan

ekstraseluler. Mekanisme pengaturan tekanan darah jangka panjang

melibatkan sistem renin-angiotensin-aldosteron.

Pengendalian tekanan darah bergantung pada sensor yang

secara terus-menerus mengukur tekanan darah dan mengirim

informasinya ke otak (Corwin, 2009). Tekanan darah secara

terus-menerus dipantau oleh sensor yang disebut baroreseptor (reseptor

tekanan). Terdapat baroreseptor di lengkung arteri karotis (di leher) dan di

lengkung aorta tempat aorta keluar dari jantung; sensor-sensor ini disebut

baroreseptor karotis dan aorta, secara berurutan. Baroreseptor juga

dijumpai di arteriol yang memperdarahi nefron di ginjal. Semua

baroreseptor bekerja sebagai reseptor regang yang berespons terhadap

perubahan tekanan darah.

Baroreseptor bekerja untuk selalu memantau tekanan darah agar

selalu normal. Secara normal apabila tekanan darah turun, maka

baroreseptor dalam tubuh akan mengirim informasi ke pusat

kardiovaskular di otak. Hal ini menyebabkan perangsangan simpatis ke

jantung dan Total Peripheral Resistance (TPR). Stimulasi parasimpatis

berkurang demikian juga kecepaan denyut jantung. Pelepasan renin

meningkat, menyebabkan peningkatan pengeluaran angiotensin II yang

pada gilirannya secara langsung meningkatkan TPR dan sistesis

aldosteron. Peningkatan aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium dan

(23)

meningkat. Terjadi peningkatan volume darah, volume sekuncup, dan

curah jantung. Sebaliknya, apabila tekanan darah meningkat,

baroreseptor berespons dengan menyebabkan penurunan rangsangan

simpatis ke jantung dan otot polos vaskular sehingga kecepatan denyut

jantung dan TPR menurun. Peningkatan rangsangan parasimpatis ke

jantung ikut berperan menurunkan kecepatan denyut jantung. Terjadi

penurunan pelepasan renin dan ADH sehingga TPR dan volume plasma

menurun. Pelepasan Hormon Trial Natriuretic Peptide (hormon yang

berfungsi untuk mengurangi volume darah dan tekanan darah) meningkat.

Semua respons tersebut berfungsi untuk menurunkan tekanan darah ke

normal.

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi dan Klasifikasi Hipertensi

Menurut Corwin (2009) hipertensi adalah tekanan darah tinggi

yang abnormal dan diukur paling tidak pada 3 kesempatan yang

berbeda. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang

melebihi 140 mmHg untuk tekanan sistolik atau 90 mmHg untuk

tekanan diastolik (Hartono, 2006). Tekanan darah normal bervariasi

sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat

spesifik usia (Corwin, 2009).

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik sebesar ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sebesar ≥ 90 mmHg, atau keduanya (Krummel, 2004). Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole

tanpa disertai peningkatan diastole lebih sering pada pada lansia,

sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastole tanpa disertai

peningkatan sistole lebih sering terdapat pada dewasa muda

(24)

tekanan sistolik dan tekanan diastolik menurut JNC VII tahun 2004

dapat dilihat pada tabel 2.1.

TABEL 2. 1 KLASIFIKASI HIPERTENSI

Kategori

Tekanan Darah (mmHg)

Sistolik Diastolik

Normal <120 Dan < 80

Pre Hipertensi 120 – 139 Atau 80 -89

Hipertensi stage 1 ≥140 -159 Atau 90 -99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Sumber: Joint National Commitee on Prevention, Detection, and Evaluation, and Treatment of

High Blood Pressure: Seventh Report (JNC VII)

2.2.2 Patofisiologi Hipertensi

Patofisiologi hipertensi dapat disebabkan karena masalah

dalam regulasi tekanan darah. Regulasi tekanan darah dalam tubuh

bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan

TPR. Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak

dikompensasi tersebut dapat menyebabkan hipertensi (Corwin,

2009).

Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan

saraf simpatis atau hormonal yang abnormal. Peningkatan denyut

jantung yang kronis seringkali menyertai kondisi hipertiroidisme

(Corwin, 2009). Kondisi ini menyebabkan tubuh menahan kelebihan

sodium dan kehilangan potasium yang memicu hipertensi,

penambahan berat badan, lemah otot, dan retensi cairan.

Peningkatan sekresi aldosteron dapat terjadi akibat tumor adrenal

(Tambayong, 2000).

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat

terjadi akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau

(25)

darah dengan mengontrol volume cairan ekstraseluler dan

mensekresikan renin, yang mana selanjutnya akan mengaktifkan

sistem renin-angiotensin. Saat mekanisme regulator tersebut

terganggu, terjadilah hipertensi (Krummel, 2004). Hal ini disebabkan

hipertensi distimulasi oleh sistem renin-angiotensin, rendahnya diet

kalium, dan penggunaan obat cyclosporine. Semua ini menyebabkan

vasokonstriksi, yang mana dapat mengakibatkan iskemia atau

perubahan arterial (Krummel, 2004). Selain peningkatan asupan diet

garam, peningkatan abnormal kadar renin dan aldosteron atau

penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu

pengendalian garam dan air (Corwin, 2009).

Peningkatan TPR yang kronis dapat terjadi pada peningkatan

rangsangan saraf simpatis atau hormon pada arteriol, atau

responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan

normal. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa lebih kuat,

dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk

mendorong darah melintasi pembuluh darah, sehingga

menyebabkan tekanan darah tinggi (Corwin, 2009).

Diameter pembuluh darah juga sangat mempengaruhi aliran

darah (Krummel, 2004). Saat diameter pembuluh darah mengecil

(pada atherosclerosis), tahanan dan tekanan darah meningkat.

Sebaliknya, saat diameter membesar (pada obat terapi vasodilator),

tahanan menurun dan tekanan darah pun menurun.

Hipertensi pada individual mungkin juga memiliki variasi dalam

gen yang memproduksi angiotensin I (Nelms et al, 2007).

Peningkatan angiotensin I dapat menyebabkan peningkatan produksi

angiotensin II yang berlanjut akan terjadinya penurunan ekskresi

(26)

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu

sebagai berikut.

a. Hipertensi primer / hipertensi esensial

Pada sekitar 90% kasus hipertensi, tidak diketahui penyeybabnya

(Hipertensi primer atau esensial) (Mitchell dkk, 2008). Ada banyak

faktor yang mempengaruhi hipertensi primer salah satunya adalah

faktor genetik atau keturunan. Hipertensi esensial melibatkan

interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik dan lingkungan

yang dihubungkan oleh pejamu mediator neuro-hormonal. Gen

yang berpengaruh pada hipertensi primer (faktor herediter

diperkirakan meliputi 30% sampai 40% hipertensi primer) meliputi

reseptor angiotensin II, gen angiotensin dan renin, gen kalsium

transpor dan natrium hidrogen antiporter (memengaruhi

sensitivitas garam); dan gen yang berhubungan dengan hipertensi

sebagai kelompok bawaan (Brashers, 2008).

b. Hipertensi sekunder

Sekitar 10% dari kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder

karena penyakit renal atau (yang lebih jarang) karena stenosis

arteri renalis (hipertensi renovaskuler), kelainan endokrin,

malformasi vaskuler, hipertensi karena kehamilan, atau karena

kelainan neurogenik (Mitchell dkk, 2008).

1) Renal artery stenosis yaitu penyempitan arteri yang menyuplai

darah ke ginjal (Casey dan Benson, 2012). Kondisi ini terjadi

karena adanya plak pada dinding arteri. Kasus ini juga dapat

terjadi pada wanita muda, umumnya karena pertumbuhan

berlebihan dari jaringan otot di dinding arteri (fibromuscular

dysplasia).

2) Hyperaldosteronism adalah produksi berlebihan dari aldosteron

(27)

yang menyebabkan tubuh menahan kelebihan sodium dan

kehilangan potasium yang memicu hipertensi, penambahan

berat badan, lemah otot, dan retensi cairan. Peningkatan

sekresi aldosteron dapat terjadi akibat tumor adrenal.

3) Hyperthyroidism adalah kondisi di mana kelenjar tiroid hiperaktif

yakni memproduksi hormon berlebih yang memicu perubahan

denyut jantung dan tekanan darah, serta perubahan berat

badan, pencernaan, dan fungsi otot (Casey dan Benson, 2012).

4) Pheochromocytoma yaitu tumor medula adrenal yang berakibat

peningkatan sekresi katekolamin adrenal (Tambayong, 2000).

5) Hipertensi gestasional yaitu hipertensi yang terjadi setelah usia

kehamilan 20 minggu pada wanita nonhipertensi sebelumnya,

dan membaik dalam 12 minggu pascapartum. Hipertensi

gestasional tampaknya terjadi akibat kombinasi dari

peningkatan curah jantung dan peningkatan TPR (Corwin,

2009).

6) Kelainan neurogenik meliputi psikogenik, peningkatan tekanan

intrakranial, sleep apnea, dan stres akut termasuk pembedahan

(Mitchell dkk, 2008).

2.2.4 Manifestasi Klinis Hipertensi

Menurut Corwin (2009), hipertensi menimbulkan gejala

apabila penyakit ini sudah tahap lanjut. Manifestasi klinis hipertensi

adalah sebagai berikut.

a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.

c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

(28)

d. Nokturia (buang air kecil yang luar biasa sering di malam hari)

yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus.

e. Edema (pembengkakan) dependen n akibat peningkatan tekanan

kapiler.

2.2.5 Faktor Risiko Hipertensi

Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua kategori

utama yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat

diubah.

a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

1) Umur

Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap

sesuai usia hingga dewasa. Pada lansia, arterinya lebih keras

dan kurang fleksibel terhadap tekanan darah. Hal ini

mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik

juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi

secara fleksibel (Berman dkk, 2009).

Tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya

usia. Kelompok usia 25-34 tahun memiliki risiko hipertensi 1,56

kali lebih besar dibandingkan usia 18-24 tahun (Depkes, 2009).

Tekanan darah meningkat sesuai umur, dimulai dari sejak umur

40 tahun (Bustan, 2007). Seiring bertambahnya usia pembuluh

darah akan lebih kaku sehingga kehilangan kelenturannya

(Tamher dan Noorkasiani, 2009).

2) Genetis

Beberapa faktor risiko hipertensi di antaranya adalah

genetik (Nadar dan Lip, 2009). Studi epidemiologi menyebutkan

20-60% hipertensi esensial adalah diturunkan. Hal ini berkaitan

(29)

Kemungkinan yang jauh lebih besar adalah bahwa

hipertensi esensial merupakan kelainan yang bersifat heterogen

dan multifaktor (Corwin, 2009). Hal ini dapat terjadi dikarenakan

kombinasi efek mutasi atau polimorfisme pada beberapa lokus

gen.

3) Jenis Kelamin

Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada

wanita, namun pada pertengahan dan lebih tua, insidens pada

wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di 65 tahun,

insidens pada wanita lebih tinggi (Tambayong, 2000). Wanita

umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada pria

yang berusia sama, hal ini lebih cenderung akibat variasi

hormon. Setelah menopouse, wanita umumnya memiliki tekanan

darah yang lebih tinggi (Berman dkk, 2009).

4) Ras

Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua

kalinya pada yang berkulit putih (Corwin, 2009). Akibat penyakit

ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas

pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih 3,3 kali lebih

tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali wanita putih.

b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah

1) Merokok

Rokok akan menyebabkan penurunan kadar oksigen ke

jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi,

peningkatan penggumpalan darah, dan kerusakan endotel

pembuluh darah (KEPMENKES, 2009). Asap rokok menginduksi

kekakuan arterial, dan memiliki kemungkinan besar untuk

memicu hipertensi. Efek merugikan dari merokok disebabkan

karena kehadiran beberapa senyawa dalam tembakau termasuk

nikotin. Tekanan sistolik meningkat pada orang-orang yang

(30)

tekanan sistoliknya hingga mencapai 6 mmHg (Lerma dan

Rosner, 2012).

2) Obesitas

Obesitas adalah faktor risiko untuk peningkatan tekanan

darah dan profil lipid yang tidak menguntungkan (penurunan

kadar HDL-kolesterol dan peningkatan kadar LDL-kolesterol

serta trigliserida) yang selanjutnya merupakan faktor risiko untuk

penyakit kardiovaskular (Gibney dkk, 2008).

3) Alkohol

Dasar mekanisme patofisiolgi hubungan antara konsumsi

alkohol dengan hipertensi adalah alkohol mampu menstimulasi

sistem saraf simpatetik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron

(Lerma dan Rosner, 2012).

4) Asupan natrium

Asupan natrium yang meningkat menyebabkan tubuh

meretensi cairan, yang mengakibatkan peningkatan volume

darah (Muliyati dkk, 2011). Hal ini disebabkan peningkatan

asupan natrium mempengaruhi keaktifan mekanisme hormon

renin-angiotensin sehingga produksinya menjadi berlebih yang

selanjutnya menaikkan volume darah (Krummel, 2004).

Peningkatan volume darah akan menyebabkan tekanan darah

naik. Menurut WHO (2013) anjuran asupan natrium dalam

makanan sehari-hari adalah ≤ 2000 mg. 5) Asupan kalium

Kalium menjaga keseimbangan antara konsentrasi cairan

intraseluler dengan ekstraseluler. Asupan tinggi kalium

membantu untuk menjaga keseimbangan cairan dan

menurunkan tekanan darah (Escott-Stump, 2008). Efek asupan

kalium pada tekanan darah termasuk menurunkan tahanan

periferal, peningkatan ekskresi air dan natrium dari tubuh, serta

(31)

Menurut WHO (2013) anjuran asupan kalium dalam makanan

sehari-hari adalah ≥ 3510 mg. 6) Latihan Fisik

Latihan fisik menguntungkan untuk regulasi tekanan darah.

Latihan fisik akan memperbaiki sistem kerja jantung, mengurangi

keluhan nyeri dada/angina pektoris, melebarkan pembuluh

darah, dan mencegah timbulnya penggumpalan darah

(KEPMENKES, 2009). Latihan fisik, terutama bila disertai

penurunan berat badan, menurunkan tekanan darah dengan

menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin

Total Perpheral Resistance/TPR (Corwin, 2009). Latihan fisik

yang dianjurkan adalah 30 menit selama 3-4 hari dalam

seminggu (KEPMENKES, 2009).

7) Stress

Stimulasi sistem saraf simpatis meningkatkan curah jantung

dan vasokonstriksi arteriol, sehingga meningkatkan tekanan

darah (Berman dkk, 2009).

2.3 Hubungan antara Asupan Natrium dengan Tekanan Darah

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler

(Almatsier, 2009). Sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler,

natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut.

Penyerapan natrium yang meningkat (dikarenakan asupan

berlebihan) menyebabkan volume cairan ekstraseluler meningkat yang

kemudian akan meningkatkan reabsorpsi air (Corwin, 2009). Hal ini akan

menyebabkan tubuh meretensi cairan dan meningkatkan volume darah

(Muliyati, 2011). Natrium diretensi oleh ginjal, hal ini dapat disebabkan

oleh pengaruh renin-angiotensin-aldosteron yang kemudian dapat

(32)

Mikronutrient yang paling berperan dominan dalam patogenesa

hipertensi esensial adalah natrium (Andarini dkk, 2012). Kelebihan asupan

natrium dapat menimbulkan hipertensi (Almatsier, 2009). Studi cross

sectional yang dilakukan oleh Muliyati dkk (2011) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pola diet Natrium (p < α) dengan insiden hipertensi. Hasil penelitian Anggara dan Nanang (2013)

menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan Natrium

dengan tekanan darah dengan nilai p < α. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Ariwidyaningsih (2013) juga menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan

tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α). Penelitian yang dilakukan oleh Farid (2010) menunjukkan adanya

hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α).

2.4 Hubungan antara Asupan Kalium dengan Tekanan Darah

Kalium adalah kation intraseluller utama (95%). Kalium penting

dalam metabolisme seluler. Kadar kalium darah dikendalikan oleh

aldosteron. Hormon lain yang menstimulasi asupan selular terhadap

kalium adalah insulin dan epinefrin (Sloane, 2004).

Menurut Almatsier (2009), secara normal tubuh dapat menjaga

keseimbangan antara natrium di luar sel dan Kalium di dalam sel. Kalium

terdapat di dalam semua makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan

hewan. Sumber utama adalah makanan mentah/segar, terutama buah,

sayuran, dan kacang-kacangan.

Asupan kalium yang inadekuat dapat meningkatkan tekanan

darah. Diet tinggi Kalium dapat melindungi dari hipertensi, dan defisiensi

kalium dapat meningkatkan tekanan darah, dan menginduksi ektopi

(33)

Diet tinggi kalium memiliki efektifitas dalam penurunan tekanan

darah pada penderita hipertensi. Asupan tinggi Kalium membantu untuk

menjaga keseimbangan cairan, menurunkan tekanan darah

(Escott-Stump, 2008). Dalam studi populasi, diet Kalium dan tekanan darah

memiliki hubungan yang berkebalikan, yaitu asupan tinggi Kalium

berhubungan dengan penurunan tekanan darah (Krummel, 2004).

Peningkatan asupan kalium adalah beberapa strategi yang paling efektif

untuk menurunkan tekanan darah (Appel et al, 2006). Efek asupan kalium

pada tekanan darah termasuk menurunkan tahanan periferal, peningkatan

ekskresi air dan natrium dari tubuh, serta menekan sekresi renin dan

angiotensin (Krummel, 2004).

Studi cross sectional yang dilakukan Muliyati dkk (2011)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola diet

rendah kalium (p < α) dengan kejadian hipertensi. Studi cross sectional yang dilakukan oleh Kiptiyah (2007) menunjukkan ada hubungan antara

asupan Kalium dengan tekanan darah sistolik (p < α). Penelitian yang dilakukan oleh Farid (2010) menunjukkan adanya hubungan antara

asupan kalium dengan tekanan darah sistolik (p < α) dan tekanan darah diastolik (p < α). Penelitian yang dilakukan oleh Anggara dan Nanang (2013) juga menunjukkan adanya hubungan antara asupan kalium dengan

tekanan darah dengan (p < α).

2.5 Hubungan antara Rasio Asupan Natrium : Kalium dengan Tekanan Darah

Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara Natrium

dan Kalium yang sesuai dalam tubuh (Almatsier, 2009). Rasio Natrium :

kalium dari diet berhubungan dengan tekanan darah (Krummel, 2004).

Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah ≤ 1 : 1 (KEPMENKES, 2009). Sebenarnya secara alami, banyak bahan pangan

(34)

natrium. Namun, hal ini kemudian menjadi terbalik akibat perilaku

penambahan garam dan bumbu penyedap ke dalam makanan sehingga

menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam makanan tersebut.

Peningkatan rasio asupan natrium : kalium merupakan indikator

terkuat meningkatkan risiko hipertensi daripada natrium dan kalium sendiri

(NIH, 2009). Hal ini berarti bahwa seseorang yang memiliki asupan

natrium yang tinggi (lebih daripada yang dianjurkan) tidak memilki

masalah tekanan darah tinggi selama asupan kaliumnya lebih tinggi.

Ketidak seimbangan asupan natrium dan kalium karena pola makan yang

berubah menyebabkan meingkatnya prevalensi hipertensi di negara maju

maupun berkembang (Andarini dkk, 2012). Percobaan klinis telah

menunjukkan bahwa peningkatan asupan kalium menurunkan tekanan

darah, dan efek kalium dalam menurunkan tekanan darah menunjukkan

lebih besar saat asupan natrium secara bersamaan tinggi (Otten et al,

2006). Studi cross sectional yang dilakukan oleh Hendrayani (2009)

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p < α) antara rasio asupan natrium : kalium dengan hipertensi.

2.6 Metode Semiquantitative Food Frequency Questionnaire (SFFQ)

Desain Semiquantitative Food Frequency Questionnaire

(SFFQ) memberikan tinjauan secara umum tentenag berbagai persoalan

yang berhubungan dengan penggunaan kuisioner frekuensi makan

dengan data kuantitatif standar konsumsi makanan jangka panjang yang

biasa dilakukan dan telah digunakan untuk mengukur konsumsi makanan

di masa lalu. Bagian utama SFFQ terdiri atas daftar produk pangan (atau

kelompok pangan). Menurut Gibney dkk (2008) produk pangan dipilih

untuk menangkap data tentang :

a. sumber utama energi dan nutrien bagi sebagian besar penduduk;

(35)

c. tujuan yang spesifik atau hipotesis pada penyelidikan tersebut.

Tujuan mengisi Semiquantitative Food Frequency

Questionnaire adalah melengkapai data yang tidak dapat diperoleh

melalui ingatan 24 jam (Arisman, 2009). Data yang didapat dengan SFFQ

merupakan data frekuensi, yakni berapa kali sehari, seminggu, atau

sebulan responden mengkonsumsi makanan tertentu disertai dengan URT

yang selanjutnya akan dikonversi ke gram bahan makanan.

2.6.1 Kelemahan Metode SFFQ

Menurut Soekatri (2011) kelemahan dari metode ini adalah

sebagai berikut.

a. Pengisian kuisioner hanya mengandalkan ingatan.

b. Dibutuhkan kejujuran dan motivasi yang tinggi dari

responden.

c. Memerlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan

jenis bahan makanan yang akan dimasukkan ke dalam

kuisioner

2.6.2 Keunggulan Metode SFFQ

Menurut Arisman (2009) keunggulan dari metode ini adalah

sebagai berikut.

a. Relatif murah dan sederhana.

b. Cocok jika diterapkan pada penelitian kelompok besar

yang asupan pangan setiap hari sangat variatif.

c. Lebih menggambarkan pola konsumsi responden daripada

(36)

22 3.1 Kerangkap Konsep

Natrium merupakan kation utama di cairan ekstraseluler dalam

tubuh. Natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen

tersebut. Asupan tinggi natrium menyebabkan tubuh meretensi cairan dan

meningkatkan volume darah yang mana akan berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah. Kalium merupakan kation yang terutama

terdapat di dalam cairan intrasel. Kalium menurunkan tekanan darah

dengan cara menjaga keseimbangan antara konsentrasi cairan

intraseluler dengan ekstraseluler. Tekanan darah normal memerlukan

perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai dalam tubuh. Rasio

asupan natrium : kalium dari diet berhubungan dengan tekanan darah.

Rasio asupan natrium : kalium yang dianjurkan adalah ≤ 1 : 1. Apabila rasio asupan natrium : kalium lebih tinggi dari yang dianjurkan, tekanan

darah di tubuh akan mengalami peningkatan.

Untuk melihat hubungan antara asupan natrium, asupan kalium,

dan rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah lebih jelasnya

dapat dilihat pada bagan kerangka konsep sebagai berikut.

Gambar 3.1 HUBUNGAN ANTARA ASUPAN NATRIUM, KALIUM, DAN RASIO

ASUPAN NATRIUM : KALIUM DENGAN TEKANAN DARAH Asupan Natrium

Asupan Kalium

Rasio Asupan Natrium : Kalium

(37)

Keterangan:

Variabel Independen : Asupan Natrium

Asupan Kalium

Rasio Asupan Natrium : kalium

Variabel Dependen : Tekanan Darah

3.2 Hipotesis

a. Semakin tinggi asupan natrium maka tekanan darah sitolik dan

tekanan darah diastolik semakin tinggi.

b. Semakin tinggi asupan kalium maka tekanan darah sitolik dan

tekanan darah diastolik semakin turun.

c. Semakin tinggi rasio asupan natrium : kalium (rasio > 1 : 1)

tekanan darah sistolik dan tekanan diastolik semakin tinggi.

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Tekanan Darah

Definisi : Tekanan di dalam pembuluh darah ketika

jantung memompakan darah ke seluruh

tubuh yang diukur oleh perawat.

Alat Ukur : Sphygmomanometer / Tensimeter

Cara Ukur : Pengukuran tekanan darah

Hasil Ukur : Data tekanan darah sistolik dan diastolik

dalam mmHg

(38)

3.3.2 Asupan Natrium

Definisi : Rata-rata jumlah asupan Natrium per hari

dalam mg yang dikonsumsi dari bahan

makanan selama satu bulan terakhir.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : SFFQ

Hasil Ukur : Asupan natrium rata-rata per hari dalam mg

Skala : Rasio

3.3.3 Asupan Kalium

Definisi : Rata-rata jumlah asupan Kalium per hari

dalam mg yang dikonsumsi dari bahan

makanan selama satu bulan terakhir.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : SFFQ

Hasil Ukur : Asupan kalium rata-rata per hari dalam mg

Skala : Rasio

3.3.4 Rasio Asupan Natrium : Kalium

Definisi : Rata-rata perbandingan asupan Natrium

dengan asupan Kalium per hari.

Cara Ukur : Membandingkan antara asupan Natrium

dengan asupan Kalium sampel

Alat Ukur : Rata-rata hasil asupan natrium dan kalium

per hari

Hasil Ukur : Perbandingan asupan natrium : kalium

(39)

25 4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

desain Cross Sectional yang merupakan bentuk dari studi penelitian

observasional yang mana variabel independen (asupan natrium, asupan

kalium, dan rasio asupan natrium : kalium) dan variabel dependennya

(tekanan darah) diukur secara bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan

bulan Maret 2014 dari mulai penngumpulan data sampai analisis data

akhir. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan

Cicendo Kota Bandung.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien

Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung

baik pria maupun wanita.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari pasien Puskesmas

Pasirkaliki Kec. Cicendo Kota Bandung yang diambil dari

(40)

seluruh populasi. Pemilihan sampel pada penelitian ini

dilakukan secara Purposive Sampling yaitu hanya sampel

yang memiliki kriteria-kriteria yang diinginkan saja yang dipilih.

Sampel yang diambil adalah dengan kriteria :

a. Sampel berusia ≥ 25 tahun. b. Bersedia mengikuti penelitian.

c. Untuk sampel wanita tidak sedang hamil.

d. Tidak menderita penyakit ginjal.

Jumlah sampel penelitian ini diperoleh dari rumus sebagai

berikut.

=

+

0,5 (1 + )

(1 − )

+ 3

Sumber : Sastroasmoro dan Ismael, 1995

Keterangan:

n = jumlah sampel yang dibutuhkan

Zα = derajat kemaknaan yaitu 95% Zβ = kekuatan uji yaitu 90%

r = perkiraan koefisien korelasi 0,514

(Ariwidyaningsih, 2013)

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel dari

rumus tersebut diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan

sebanyak 37 orang.

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Data

Jenis data yang diambil pada penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Adapun data primer yang diambil

(41)

1) data karakteristik sampel yaitu jenis kelamin, tingkat

pendidikan, dan pekerjaan;

2) data faktor risiko yaitu riwayat hipertensi keluarga, IMT, latihan

fisik, dan kebiasaan merokok;

3) data asupan makanan sampel;.

4) data tekanan darah diastolik dan sistolik sampel.

Adapun data sekunder yang diambil meliputi gambaran

umum mengenai jumlah penderita hipertensi di Puskesmas

Pasirkaliki Kec. Cicendo Kota Bandung.

4.4.2 Cara Pengumpulan Data

a. Data karakterisitik sampel seperti jenis kelamin, tingkat

pendidikan, dan pekerjaan dikumpulkan melalui metode

wawancara menggunakan kuesioner.

b. Data faktor risiko yaitu riwayat hipertensi keluarga, latihan fisik,

dan kebiasaan merokok dikumpulkan melalui metode wawancara

menggunakan kuesioner. Data IMT didapatkan dari menimbang

BB dan mengukur TB untuk mengklasifikasikan sampel yang

obesitas dan yang tidak obesitas. Untuk pengukuran BB

dilakukan dengan alat timbangan digital sedangkan untuk

mengukur TB dengan alat microtoise.

c. Data asupan makanan sampel diperoleh untuk mendapatkan

data asupan natrium, asupan kalium dikumpulkan melalui

metode wawancara menggunakan kuesioner.

d. Data rasio asupan natrium : kalium diperoleh dari rata-rata

perbandingan antara asupan natrium dengan asupan kalium

sampel.

e. Data tekanan darah diperoleh dari pengukuran tekanan darah

sistolik dan diastolik menggunakan alat Sphygmomanonometer

(42)

f. Gambaran umum mengenai jumlah penderita hipertensi di

Puskesmas Pasirkaliki Kec. Cicendo Kota Bandung diperoleh

dari data profil Puskesmas Pasirkalikki Kec. Cicendo Kota

Bandung.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui 3 proses

yaitu editing, coding, dan tabulating data menggunakann SPSS 15.

Setelah data diolah, baru kemudian data disajikan dalam distribusi

frekuensi.

1) Data karakteristik sampel yaitu tingkat pendidikan, jenis kelamin,

dan pekerjaan:

a. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi:

1. Laki-laki

2. Perempuan

b. Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi:

1. Rendah (tidak sekolah, SD, sampai SMP)

2. Tinggi (SMA sampai Perguruan Tinggi)

c. Pekerjaan dikelompokkan menjadi:

1. Tidak bekerja, jika tidak memiliki pekerjaan atau pensiunan.

2. Bekerja, jika memiliki pekerjaan.

2) Data faktor risiko

a. Riwayat hipertensi keluarga

1. Ada riwayat hipertensi dari keluarga

2. Tidak ada riwayat hipertensi dari keluarga

b. Obesitas

1. Ya

2. Tidak

(43)

1. Kurang, apabila latihan fisik tidak dilakukan minimal 30 menit

selama 3-4 hari dalam seminggu.

2. Cukup, apabila latihan fisik dilakukan minimal 30 menit

selama 3-4 hari dalam seminggu

d. Kebiasaan merokok

1. Ya

2. Tidak

3) Data tekanan darah sistolik dan diastolik sampel dinyatakan dalam

mmHg. Khusus untuk analisis univariat, data tekanan darah akan

dibuat nilai rata-ratanya dan dikategorikan hipertensi apabila

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 dan tidak hipertensi apabila tekanan darah sistolik < 140 mmHg

atau tekanan diastolik < 90 untuk mendapatkan gambaran umum

sampel yang terkena hipertensi. Selain itu, analisis univariat juga

dilakukan untuk mengetahui rata-rata tekanan darah sistolik dan

tekanan darah diastolik sampel.

4) Data asupan natrium sampel diperoleh dari hasil wawancara

dengan metode SFFQ diterjemahkan dari URT (Ukuran Rumah

Tangga) ke dalam gram dan dikonversikan dan dihitung asupan

natrium menggunakan software Nutrisurvey sehingga diperoleh

asupan natrium (mg) dalam sehari. Khusus untuk analisis

univariat, data asupan natrium akan dibuat nilai rata-ratanya dan

dikategorikan tinggi apabila asupan natrium > 2000 mg dan

asupan natrium dikategorikan cukup apabila asupan natrium ≤

2000 mg (WHO, 2013) untuk mendapatkan gambaran umum

sampel yang mengkonsumsi asupan natrium secara berlebih.

5) Data asupan kalium sampel diperoleh dari hasil wawancara

dengan metode SFFQ diterjemahkan dari URT (Ukuran Rumah

Tangga) ke dalam gram dan dikonversikan dan dihitung asupan

kalium menggunakan software Nutrisurvey sehingga diperoleh

(44)

data asupan kalium akan dibuat nilai rata-ratanya dan

dikategorikan rendah apabila asupan kalium < 3510 mg dan

asupan kalium dikategorikan cukup apabila asupan kalium ≥ 3510 mg untuk mendapatkan gambaran umum sampel yang

mengkonsumsi asupan kalium yang kurang.

6) Data rasio asupan natrium : kalium diperoleh dari perbandingan

data rata-rata asupan natrium dan asupan kalium sampel per hari.

Khusus untuk analisis univariat, data rasio asupan natrium :

kalium akan dibuat nilai rata-ratanya dan dikategorikan buruk

apabila rasio > 1 dan baik apabila ≤ 1 untuk mendapatkan gambaran umum rasio asupan natrium : kalium sampel yang

memenuhi ajnuran.

7) Gambaran umum mengenai jumlah penderita hipertensi di

Puskesmas Pasirkaliki Kec. Cicendo Kota Bandung diperoleh dari

data profil Puskesmas Pasirkalikki Kec. Cicendo Kota Bandung.

4.5.2 Analisis Data

Setelah dilakukan pengolahan data selanjutnya data tersebut

dianalisis dengan komputer menggunakan program SPSS 15

sebagai berikut.

1) Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menyajikan data secara

deskriptif dan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Analisa ini

dilakukan terhadap data karakteristik sampel (meliputi tingkat

pendidikan, jenis kelamin, dan pekerjaan), data faktor risiko

sampel (riwayat hipertensi keluarga, obesitas, latihan fisik, dan

kebiasaan merokok), asupan natrium, asupan kalium, rasio

asupan natrium : kalium, serta tekanan darah diastolik dan

(45)

2) Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui:

a. Besar keeratan hubungan antara asupan natrium dengan

tekanan darah sistolik dan diastolik.

b. Besar keeratan hubungan antara asupan kalium dengan

tekanan darah sistolik dan diastolik.

c. Besar keeratan hubungan antara rasio asupan natrium : kalium

dengan tekanan darah sistolik dan diastolik.

Data dianalisis secara statistik menggunakan uji statistik korelasi.

• Data yang terdistribusi normal diuji menggunakan statistik parametrik korelasi Pearson dengan rumus sebagai berikut.

=

(∑ ) − (∑ ∑ )

− (∑ )

− (∑ )

Keterangan:

r = koefisien korelasi

Y = variabel dependen

X = variabel independen

n = jumlah sampel

• Data yang tidak terdistribusi normal menggunakan uji statistik non parametrik korelasi Spearman dengan rumus sebagai

berikut.

= 1 −

( − 1)

6 ∑

Keterangan:

rs = nilai korelasi Spearman

d = selisih ranking tiap pasangan

n = jumlah sampel

(46)

a. r = -1 korelasi negatif, yaitu semakin tinggi asupan kalium

maka tekanan darah sitolik dan tekanan darah diastolik

semakin turun.

b. r = 0 dianggap tidak ada hubungan, yaitu tidak ada hubungan

antara rasio asupan natrium : kalium dengan tekanan darah

c. r = 1 korelasi positif, yaitu semakin tinggi asupan natrium maka

tekanan darah sitolik dan tekanan darah diastolik semakin

tinggi.

Dengan daerah korelasi :

r = 0,00 – 0,25 tidak ada hubungan atau hubungannya kecil

r = 0,26 – 0,50 sedang

r = 0,51 – 0,75 baik

r = 0,76 – 1,00 sangat baik

Uji kemaknaan korelasi :

Menguji hipotesis

Ho : r = 0, korelasi tidak signifikan (tidak ada hubungan antara 2

variabel)

(47)

33

5.1 Gambaran Umum Puskesmas Pasirkaliki

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di wilayah kerja UPT

Puskesmas Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung yang terdiri

dari 6 kelurahan yaitu Kelurahan Pasirkaliki, Kelurahan Pamoyanan,

Kelurahan Arjuna, Kelurahan Husein Sastranegara dan Kelurahan

Sukaraja. Pola penyakit terbanyak yang diderita di wilayah kerja

Puskesmas Pasirkaliki bulan September 2013, Oktober 2013, dan

November 2013 secara berturut-turut adalah hipertensi dan menduduki

peringkat ke 1 di Puskesmas tersebut (Laporan Bulanan Puskesmas

Pasirkaliki, 2013).

5.2 Karakteristik Sampel

Sampel yang diperoleh pada penelitian berjumlah 37 orang.Sampel

merupakan pasien pengunjung Puskesmas Pasirkaliki Kecamatan Kota

Bandung. Berdasarkan data yang diperoleh, gambaran umum sampel

yang akan dijelaskan meliputi umur,jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan

pekerjaan.

5.2.1 Umur

Umur sampel yaitu kisaran antara 25 tahun sampai dengan 74

tahun. Data umur sampel kemudian dikelompokkan menjadi dua

kelompok yaitu < 40 tahun dan ≥ 40 tahun. Untuk lebih jelasnya di bawah ini merupakan tabel distribusi frekuensi karakteristik sampel

(48)

TABEL 5.1

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN UMUR DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG

Umur n %

< 40 th 9 24.3

≥ 40 th 28 75.7

Total 37 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar

sampel yang didapat berumur ≥ 40 tahun yaitu 28 orang (75.7%). Hasil penelitian Gobel (2013) proporsi sampel umur ≥ 40 tahun sebesar 53.98%. Hal ini sejalan dengan penelitian Gobel (2013) bahwa

sebagian besar sampel berumur ≥ 40 tahun.

Tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Tekanan darah meningkat sesuai umur, dimulai dari sejak umur 40

tahun (Bustan, 2007). Menurut Tamher dan Noorkasiani (2009), seiring

bertambahnya usia pembuluh darah akan lebih kaku sehingga

kehilangan kelenturannya. Berman dkk (2009) juga menambahkan

bahwa pada lansia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap

tekanan darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik.

Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak

lagi retraksi secara fleksibel.

5.2.2 Jenis Kelamin

Data jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu

laki-laki dan perempuan. Untuk lebih jelasnya di bawah ini merupakan

tabel distribusi frekuensi karakteristik sampel berdasarkan jenis

(49)

TABEL 5.2

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 2 5.4

Perempuan 35 94.6

Total 37 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 37 orang sampel,

sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu 35 orang (94.6%).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Medina (2013) proporsi sampel

pada jenis kelamin perempuan yaitu 80.43%. Hal ini sejalan dengan

penelitian Medina (2013) bahwa sebagaian besar sampel berjenis

kelamin perempuan.

Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita,

namun pada pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita mulai

meningkat, sehingga pada usia 65 tahun, insidens pada wanita lebih

tinggi (Tambayong, 2000). Menurut Berman dkk (2009), wanita

umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada pria yang

berusia sama, hal ini lebih cenderung akibat variasi hormon estrogen

pada wanita. Setelah menopouse (sekitar usia ≥ 40 tahun), wanita umumnya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini

sejalan dengan teori Berman dkk (2009) yang menyatakan bahwa

kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada wanita setelah usia ≥ 40 tahun.

5.2.3 Tingkat Pendidikan

Pendidikan terakhir sampel yaitu kisaran tamat SD sampai

(50)

dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu rendah dan tinggi. Tingkat

pendidikan rendah meliputi SD dan SMP sementara tingkat pendidikan

tinggi meliputi SMA dan Perguruan Tinggi. Untuk lebih jelasnya di

bawah ini merupakan tabel distribusi frekuensi karakteristik sampel

berdasarkan tingkat pendidikan.

TABEL 5.3

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO

KOTA BANDUNG

Tingkat Pendidikan n %

Rendah 26 70.3

Tinggi 11 29.7

Total 37 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 37 orang,

sebagian besar sampel berpendidikan rendah yaitu 26 orang (70.3%).

Penelitian yang dilakukan Medina (2013) proporsi sampel pendidikan

rendah yaitu 60.86%. Hal ini sejalan dengan penelitian Medina (2013)

bahwa sebagaian besar sampel berpendidikan rendah.

Menurut Medina (2013), pada tingkat pendidikan yang lebih

tinggi sesorang dapat dengan mudah mencari, mendapatkan, dan

menyerap informasi kesehatan. Dengan pendidikan yang tinggi

diharapkan dapat lebih mudah menerima informasi mengenai

hipertensi. Sehingga dapat mengaplikasikan pola hidup yang sehat

sehingga dapat terhindar dari hipertensi. Anggara dan Nanang (2013)

menambahkan bahwa sesorang dengan pendidikan rendah memiliki

resiko 3.20 kali lebih besar untuk terkena hipertensi dibandingkan

pendidikan yang tinggi. Tingginya risiko terkena hipertensi pada

pendidikan yang rendah, dapat disebabkan karena kurangnya

(51)

kesehatan dan sulit atau lambat menerima informasi (penyuluhan) yang

diberikan oleh petugas sehingga berdampak pada perilaku / pola hidup

sehat.

5.2.4 Pekerjaan

Data pekerjaan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu tidak

bekerja dan bekerja. Data tidak bekerja meliputi tidak memiliki

pekerjaan dan pensiunan, sedangkan data bekerja bila sampel memiliki

pekerjaan. Untuk lebih jelasnya di bawah ini merupakan tabel distribusi

frekuensi karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan.

TABEL 5.4

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN PEKERJAAN DI PUSKESMAS PASIRKALIKI KECAMATAN CICENDO KOTA

BANDUNG

Pekerjaan n %

Tidak bekerja 12 32.4

Bekerja 25 67.6

Total 37 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 37 orang,

sebagian besar sampel bekerja yaitu 25 orang (67.6%). Penelitian yang

dilakukan oleh Anggara dan Nanang (2013) proporsi sampel yang

bekerja yaitu 57.33%. Hal ini sejalan dengan penelitian Anggara dan

Nanang (2013) bahwa sebagaian besar sampel bekerja.

Menurut Untari (2012), pekerjaan berpengaruh kepada aktifitas

seseorang. Aktifitas fisik yang cukup dan teratur dapat menguatkan otot

jantung sehingga jantung dapat memompa lebih banyak darah dengan

usaha yang minimal. Hal ini akan membuat kerja jantung lebih ringan

Gambar

TABEL 2. 1 KLASIFIKASI HIPERTENSI
Gambar 3.1 HUBUNGAN ANTARA ASUPAN NATRIUM, KALIUM, DAN RASIO
TABEL 5.1 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN UMUR DI
TABEL 5.2 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS KELAMIN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikianlah surat keterangan Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Jakarta, 28

Hal ini juga memberikan ide kepada penulis untuk mencari tau mengenai masalah apa saja yang ditemui dalam proses pembuatan karya untuk kompetisi Marching Band berdasarkan

Spektrum yang dihasilkan oleh ketiga jenis lampu diperoleh menggunakan spektroskop prisma sedangkan tingkat koherensi di analisa menggunakan Interferometer Michelson

Hasil pembinaan Guru SD baik yang dilaksanakan pada tingkat Dinas Pendidikan Kota Bekasi maupun tingkat gugus atau sekolah, dasarnya sama bersumber pada

Kemudian adanya kajian penyebaran stasiun hujan terhadap debit banjir rancangan diharapkan menjadi temuan baru yang memberikan kemudahan dalam analisis debit

Melihat kondisi tersebut, penelitian tentang perancangan sistem sambungan yang ekonomis untuk rangka atap Pasar Sae Sarijadi penting karena sambungan baut pada sistem struktur

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan fixed effect model menunjukan bahwa upah, jumlah penduduk dan PDRB memliki pengaruhterhadap

Pada hari ini, Kamis tanggal delapan belas bulan Agustus tahun dua ribu enam belas kami Pokja Unit Layanan Pengadaan Daerah Provinsi Jawa Timur telah melakukan