• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hutan dan bakau dan mangrove

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hutan dan bakau dan mangrove"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana

terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-telukyang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan

mengendapkan lumpur yang dibawanya dari huluHutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove

mempunyai sistem perakaran yang menonjol yangdisebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut,

sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

A. Latar Belakang

HUTAN mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1988) bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.

Beberapa jenis umum yang dijumpai di Indonesia adalah Bakau (Rhizophora), Api-api(Avicennia), Pedada(Sonneratia), Tanjang (Bruguiera), Nyirih (Xylocarpus).

(2)

daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal biasanya tumbuh komunitas tanjang. Nipa (Nypa) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove sering kali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, pengaruh aliran air tawar dominan. Komunitas Nipa(Nypa fruticans) tumbuh secara optimal di kiri kanan sungai-sungai besar Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya. Parameter lingkungan yang utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah:

 Pasokan air tawar dan salinitas  Stabilitas substrat

 Pasokan nutrien

Ketersediaan air tawar dan salinitas (kadar garam) mengendalikan efisiensi metabolisme dari ekosistim mangrove. Ketersediaan air bergantung pada:

 Frekuensi dan volume aliran air tawar

 Frekuensi dan volume pertukaran pasang surut  Tingkat evavorasi

Stabilitas substrat, kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove adalah nibah (ratio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran air tawar dan muatan sedimen yang dikandungnya, laju pembilasan oleh arus pasang surut, dan gaya gelombang. Sedang pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling yang terkait, meliputi input/export dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring makanan berbasis detritus. Konsentrasi relatif dan nisbah (ratio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem dan ditentukan oleh :

 Frekuensi,jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar  Dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum 1982)

Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting sampai akhir dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga merupakan pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman.

B. Tujuan

1. Mendeskripsikan karakteristik hutan mangrove

(3)

5. Mengidentifikasi temuan-temuan/permasalahkan yang ditemukan di tempat observasi dan solusi permasalahan masalah

6. Memprediksi dan mempersentasikan mengenai keragaman jeenis, kepadatan, dominasi. BAB II

Tinjauan Teori A. Pengertian Hutan Mangrove

Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berairpayau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik diteluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan

yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove

mempunyai sistem perakaran yang menonjol yangdisebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.

Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di lautialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

B. Karakteristik Ekosistem Mangrove

Karakteristik terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :

(4)

 memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp, serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.

 memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora.

 memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :

 tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;

 tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;

 daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;  airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.

C. Karakteristik Fisik Yang Penting Habitat Hutan Mangrove

Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar. Mangrove juga berbeda dari hutan darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove tertentu tumbuh menggerombol di tempat yang sangat luas. Disamping Rhizophora spp, jenis penyusun utama mangrove lainnya dapat tumbuh secara “coppice”. Asosiasi hutan mangrove selain terdiri dari sejumlah jenis yang toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur, bahkan juga dapat berasosiasi dengan hutan air payau di bagian hulunya yang hampir seluruhnya terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans.

D. Flora Mangrove

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :

(5)

mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.

2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh :Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.

3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.

Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :

 Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.

 Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase.

 Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam.  Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran

sepertiRhizophora, Avicennia dan Sonneratia.

 Pasokan dan aliran air tawar

E. Fauna Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak.

(6)

Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura.

F. Manfaat dan Fungsi Mangrove

Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elmen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.

Secara Fisik

1) Penahan abrasi pantai.

2) Penahan intrusi (peresapan) air laut. 3) Penahan angin.

4) Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai.

5) Penyerapan karbon. Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.

6) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

7) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.

8) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

(7)

10) Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif

Secara Biologi

1) Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan dan udang).

2) Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.

3) Tempat hidup berbagai satwa langka, seperti burung. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).

4) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.

5) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

Secara Sosial dan Ekonomi

1) Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian). Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Selain itu, dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hutan mangrove berperan sebagai laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.

2) Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah.

3) Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit. 4) Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan

(8)

5) Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan pengrajin atap dan gula nipah.

6) Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

G. Pola interaksi adaa ekosistem yang berada di hutan mangrove

Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya.Hubungan yang terjadi antara individu dengan

lingkungannya sangat kompleks, bersifat salingmempengaruhi atau timbal

balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai makanan/ aliranenergy dan siklus biogeokimia.

Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk predasi. Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari sumbernya melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali (Romimohtarto dan Juwana,1999).Terdapat tiga macam rantai pokok (Anonim 2008).yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.

1. Rantai Pemangsa

Landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.

2 . Rantai Parasit

Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit.Contoh cacing, bakteri dan benalu.

3. Rantai Saprofit

Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan.

Secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan yang terdiri dari :

a) Rantai Makanan Langsung

(9)

g adalah peristiwa makan memakan mulai dari tingkatantrofik terendah yaitufitoplankton sampaike tingkatan trofik tertinggi yaitu ikan karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan reptil . Hal inidapat dilihat pada ilustrasi berikut :

Dari gambar diatas nampak bahwa rantai makanan langsung,

bukanlah sebuah proses ekologiyang dominan terjadi di dalam ekosistem mangrove. Oleh karena spesies ikan yang terdapat dalamekosistem mangrove,

utamanya konsumer trofik tertinggi, kebanyakan adalah ikan pengunjung

pada periode tertentu atau musim tertentu. Nontji (1993) menyatakan bahwa beberapa jenis ikan komersial mempunyai kaitan dengan mangrove seperti bandeng dan belanak. Anonim (2009)mengklasifikasikan ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove pada 4 (empat) tipe ikan, yaitu :

 Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya

dijalankan di daerah hutanmangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).

 Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periodeanakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).  Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove

pada saat air pasang untuk mencari makan,

contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae),ikan Barakuda / Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.  Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini

menggunakan hutanmangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.

b) Rantai Makanan Detritus.

Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah

(10)

penguraian guguran daunmangrove yang jatuh keperairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto dan Juwana 1999).

Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya (Nontji, 1993). Setyawan dkk (2002) menyatakan nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungaiatau laut .

Lalu ditambahkan oleh Romimohtarto dan Juwana (1999) yang menyatakan bahwa bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudianprotozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat tinggi.

Detritivor pada Ekosistem Mangrove

Adanya sistem akar yang padat, menyebabkan sedimen, yang mengandung unsur hara,terperangkap. Selain itu model perakaran ini juga menyebabkan gerakan air yang minimal pada ekosistem ini. Sehingga hewan pengurai (detritivor) memiliki aktivitas tinggi dengan jumlah yang banyak pada ekosistem ini. Setyawan dkk (2002) menyatakan bahwa sesendok teh, lumpur mangrove mengandung lebih dari 10 juta bakteri, lebih kaya dari lumpur manapun. Bakteri yang dimaksud disini adalah bakteri patogen seperti Shigella, Aeromonas dan Vibrio dimana bakteri ini dapat bertahan pada air mangrove walaupun tercemar bahan kimia berbahaya. Selain itu, terdapatmikroorganisme lain yang dapat menguraikan molekul organik pada ekosistem mangrove.Mikroorganisme itu adalah fitoplankton dan zooplankton, dengan penjelasan sebagai berikut :

I. fitoplankton adalah dari kelas Chlophyceae (alga hijau) dan Chrysophyceae (alga hijau kuning) yang termasuk didalamnya adalah diatom. Nybaken (1992) menyatakan jenis-jenis tumbuhan laut mikroskopis yang berlimpah diatas dataran berlumpur, adalah diatom.Salah satu jenis alga hijau kuning adalah Chyanobacterium. Alga ini bersifat anoksik danjuga banyak melimpah di perairan. Romimohtaro dan Juwana (1999) menyatakan oleh kelimpahan organisme jenis ini karena adanya kandungan unsur hara yang berlebih. Dan ini sangat sesuai dengan kondisi ekosistem mangrove yang kaya unsur hara dan kecendrungan kandungan oksigen terlarut yang rendah.

(11)

Dan larva dikategorikan sebagai zooplankton, karena termasuk fauna yang pergerakannya masih dipengaruhi oleh pergerakan air, sebagaimana pengertian dari plankton itu sendiri. Oleh karena itu juga Thoha (2007) mengkategorikan Gastropoda, Bivalva, telur, ikan, danlarva ikan kedalam zooplankton. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa zooplankton dari Filum Protozoa, memakan bakteri dan fungi yang terdapat pada ekosistem mangrove. Lebih spesifik, bahwa Ordo Dinoflagellata dari Kelas Flagellatayang banyak terdapat pada ekosistem mangrove. Selain itu taksa zooplankton yang sering dan banyak terdapat pada ekosistem mangrove adalah Copepoda.Thoha(2007).menyatakan bahwa ikan-ikan pelagis seperti teri,

kembung,lemuru, tembang dan bahkan cakalang berprefensi sebagai

pemangsa Copepoda dan larva Decapoda. Oleh karena itu, terdapat ikan penetap sementara pada ekosistemmangrove, yang cenderung hidup bergerombol dikarenakan kaitannya yang erat dengan adanya mangsa pangan pada ekosistem itu sendiri.

Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska.Kepiting, Uca sp dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepiting-kepiting yangdapat dikonsumsi (Scylla serrata), Udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , P. Merguiensis, P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) yang terkenaltermasuk produk mangrove yang

(12)

Keragaman Jenis Tumbuhan dan Hewan di Hutan Mangrove

Bakau merupakan pohon besar, dengan akar tunjang yang menyolok dan bercabang-cabang. Tinggi total 4-30 m, dengan tinggi akar mencapai 0.5-2 m atau lebih di atas lumpur, dan diameter batang mencapai 50 cm. Bakau merupakan salah satu jenis pohon penyusun utama ekosistem hutan bakau.

Daun tunggal, terletak berhadapan, terkumpul di ujung ranting, dengan kuncup tertutup daun penumpu yang menggulung runcing. Helai daun eliptis, tebal licin serupa kulit, hijau atau hijau muda kekuningan, berujung runcing, bertangkai, 3,5-13 × 7-23 cm. Daun penumpu cepat rontok, meninggalkan bekas serupa cincin pada buku-buku yang menggembung.

Bunga berkelompok dalam payung tambahan yang bertangkai dan menggarpu di ketiak, 2-4-8-16 kuntum, berbilangan 4. Tabung kelopak bertaju sekitar 1,5 cm, kuning kecoklatan atau kehijauan, melengkung. Daun mahkota putih berambut atau gundul agak kekuningan, bergantung jenisnya. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Buah berbentuk telur memanjang sampai mirip buah pir yang kecil, hijau coklat kotor. Hipokotil tumbuh memanjang, silindris, hijau, kasar atau agak halus berbintil-bintil.

Pohon Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya, seperti A. marina, memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi.

Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah tumbuh kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera trubus (bersemi kembali), sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak.

Akar nafas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan menahan lumpur serta pelbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput dan teritip.

(13)

hidup sendirian atau dalam kelompok tersebar, berdiri diam-diam dengan tubuh pada posisi rendah dan kepala ditarik kembali sambil menunggu mangsa. Setiap sore terbang dengan kepakan sayap perlahan-lahan, berpasangan atau bertigaan, beramai-ramai menuju tempat istirahat. Bersarang dengan dengan koloni burung air lain. Berkembangbiak : Desember- Mei, Januari-Agustus.

Kepiting, selain untuk menjadi bahan makanan secara ekologis kepiting juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan memainkan peranan penting di daerah mangrove. Daun yang dimangsa kepiting dan dikeluarkan dalam bentuk faeces terbukti lebih cepat terurai dibandingkan dengan daun yang tidak dimangsa. Hal ini menyebabkan proses perputaran energi berjalan cepat di mangrove. Selain itu, keberadaan lubang-lubang kepiting, secara tidak langsung mampu mengurangi kadar racun tanah mangrove yang terkenal anoksik. Lubang-lubang ini membantu terjadinya proses pertukaran udara di tanah mangrove. Kepiting bakau (Scylla sp) merupakan-satu-satunya spesies dari famili Portunidea yang memiliki assosiasi yang dekat dengan lingkungan mangrove/hutan bakau, sehingga dikenal dengan nama kepiting bakau atau mud crab.

Klasifikasi Bakau Kingdom :Plantae

Subkingdom :Tracheobionta SuperDivisi :Spermatophyta Divisi :Magnoliophyta Kelas :Magnoliopsida SubKelas :Rosidae Ordo :Myrtales

Famili :Rhizophoraceae Genus :Rhizophora

Spesies : Rhizophora mangle

Klasifikasi Api-api Kingdom :Plantae

(14)

Genus :Avicennia Spesies : Avicennia alba

Klasifikasi Blekok sawah Kingdom :Animalia Phylum :Chordata Kelas :Aves

Ordo :Ciconiiformes Famili :Ardeidae Genus :Ardeola

Species :Ardeola speciosa

Klaifikasi Ikan mujair

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub-ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis mossambicus

Klasifikasi kepiting

Phylum : Arthropoda

Sub Phylum : Crustacea

Class : Malacostaca

Ordo : Decapoda

Famili : Callinidae

Genus : Parathelpusa

(15)

BAB III

HASIL OBSERVASI

Setelah kami melakukan observasi di kawasan hutan mangrov yang berada di Kabupaten Subang sebelum kami memaparkan tentang hasil pengamtan yang kami dapdi sana disini kami akan memaparkan terlebih dahulu sedikit tentang Kabupaten Subang, Kabupaten Subang memiliki garis pantai sepanjang 68 km. Tambak yang telah dikembangkan di kawasan tersebut telah mencapai 10.000 ha yang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Blanakan, Pamanukan, Legon Kulon dan Pusakanegara. Dibandingkan dengan kawasan lain pesisir. Kabupaten Subang masih memiliki jalur hijau (Green Belt) cukup baik. Selama kurun waktu tahun 1999, produksi perikanan budidaya tambak di Kabupaten Subang mengalami peningkatan sebesar 8,1 % di banding dengan tahun sebelumnya (dari 6.308,9 ton menjadi 6.819,0 ton). Produksi budidaya tambak tersebut merupakan pencapaian dari luas lahan sebesar 8.254,28 ha atau produktivitas mencapai 826 kg/ha/th. Beberapa jenis komoditi yang mengalami kenaikan mencolok adalah kakap, udang windu (228,9 % dan udang putih (172,4 %). Sedangkan produksi udang api-api menurun sebesar 76,5 % dari 1.589 ton menjadi 374,2 ton. Terjadinya peningkatan produksi ini disebabkan oleh semakin meningkatnya keuletan, kegigihan, dan ketekunan para petani ikan/nelayan dalam meningkatkan usahanya, di samping tidak terlepas dari adanya dukungan pemerintah dalam usaha membantu memperbaiki taraf hidup rakyat.

Kabupaten Subang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar ketiga setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Rata-rata produksi perikanan di daerah ini adalah sebesar 15.514,75 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap rata-rata sebanyak 665 unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat dihitung sebesar 23,80 ton per unit alat tangkap.

(16)

Klasifikasi Bakau Kingdom :Plantae

Subkingdom :Tracheobionta SuperDivisi :Spermatophyta Divisi :Magnoliophyta Kelas :Magnoliopsida SubKelas :Rosidae Ordo :Myrtales

Famili :Rhizophoraceae Genus :Rhizophora

Spesies : Rhizophora mangle

Pohon Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya, seperti A. marina, memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi.

Klasifikasi Api-api Kingdom :Plantae

Subkingdom :Tracheobionta SuperDivisi :Spermatophyta Divisi :Magnoliophyta Kelas :Magnoliopsida SubKelas :Asteridae Ordo :Scrophulariales Famili :Acanthaceae Genus :Avicennia Spesies : Avicennia alba

(17)

Klasifikasi Blekok sawah Kingdom :Animalia Phylum :Chordata Kelas :Aves

Ordo :Ciconiiformes Famili :Ardeidae Genus :Ardeola

Species :Ardeola speciosa

Sedangkan kepiting yang di ceritakan diatas yang merupakan fauna yang ada dihutan mangrove, kami tidak menjumpainya.

Kepadatan dari masing-masing jenis hewan dan tumbuhan dari hasil pengamatan kami di hutan mangrove yang kami amati yang berada di hutan mangrove di Desa mayangan Kec Legon kulon Kab Subang adalah sebagai berikut:

 Pohon Bakau : 60 %  Pohon Api-api: 30%  Burung Blekok: 10%

Sedangkan di kawasan pemukiman dekat kawasan ini warga banyak yang memanfaatkan pinggiran kawasan hutan di jadikan tambak, baik itu tambak udang maupun tambak ikan air payau seperti yang kami jumpai yaitu tambak ikan bandeng .

BAB IV

MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH

A. Masalah

Bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar adalah pengalih-fungsian (konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang/ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk diperdagangkan. Selain itu, juga tumbuhnya berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antar lintas instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif.

(18)

B. Pemecahan masalah

Pemecahan masalah Secara ideal adalah pemanfaatan kawasan mangrove harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tetapi tidak sampai mengakibatkan kerusakan terhadap keberadaan mangrove. Selain itu, yang menjadi pertimbangan paling mendasar adalah pengembangan kegiatan yang menguntungkan bagi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi mangrove secara ekologis (fisik-kimia dan biologis). Perlu juga mengembangkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar mangrove dengan mengandalkan bahan bakunon-kayu dan diversifikasi bahan baku industri kehutanan dan arang. Masyarakat merubah pola konsumsi bahan bakar dari minyak tanah dan arang bakau menjadi arang leban dan tempurung kelapa dan menggunakan tungku hemat energi atau anglo.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan laut adalah dengan membentuk kebijakan-kebujakan yang dituangkan dalam berbagai program yang dapat diimplementasikan pada masyarakat dalam kontes pengelolaan guna pemanfatan yang optimal akan sumber daya pesisir yang berwawasan lingkungan. Dalam hal ini bagaimana memanfaatkan sumberdaya pesisir dengan baik, arif dan bijaksana dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan tetap berada dalam keadaan seimbang. Upaya mengatasi ancaman degradasi melalui penetapan kawasan konservasi di pesisir dan laut (Agardy, 1997 dalam Begen, 2002), hal ini dilakukan guna melindungi ekosistem dan sumberdaya yang ada sehingga dapat berperan secara optimal dan berkelanjutan. Upaya ini juga bertujuan untuk melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan kualitas sumber daya, melindungi keanekaragaman hayati dan melindungi proses-proses ekologi. Kegiatan tersebut di tetapkan dalam Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang serta Peraturan Daerah.

Selain upaya penetapan kawasan konservasi di dilakukan juga kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dengan tujuan untuk memperbaiki lahan yang mengalami kerusakan atau penurunan produksi pohon-pohon bakau sehingga dapat berfungsi kembali seperti sediakalanya. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan dengan cara menanam kembali pohon bakau (berupa stek atau biji buah bakau) dan langkah yang paling ideal ialah menghutankan seluruh kawasan pantai dengan mangrove akan tetapi membutuhkan dana yang cukup besar. Hutan mangrove yang telah rusak harus ditanami kembali. Karena hanya itu yang bisa menangkal abrasi. Abrasi dampaknya tak hanya merusak pantai, tetapi juga menurunkan hasil tangkapan nelayan.

(19)

mangrove karena masih rendahnya kesadaran masyarakat menjadikan kawasan hijau hancur tanpa bisa dicegah. Mulai sekarang harus dikampanyekan pentingnya hutan mangrove. Hutan mangrove itu bukan penghalang, justru penyelamat. Masih banyak masyarakat pesisir beranggapan hutan mangrove itu penghalang, sehingga ditebangi dan dialihfungsikan menjadi areal pertambakan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.kesimpulan

Hutan bakau sebagai salah satu dari tipe formasi hutan, adalah komunitas hutan tersendiri yang merupakan tumbuhan utama intertidal tropic, dan terdiri atas banyak flora dan fauna yang hidup di area sub tropic pesisir pantai. Dengan demikian dapat dipahami keberadaannya yang khas dan tempat tumbuhnya terbatas sehingga perlu diamankan dari berbagai bentuk intervensi.Hutan bakau dengan keragaman hayatinya juga menyimpan khazanah ilmu pengetahuan tentang flora dan fauna yang memiliki makna bagi kebutuhan hidup manusia dalam berbagai aspeknya.

B.Saran

DAFTAR PUSTAKA

http://anekaplanta.wordpress.com/2009/01/27/peranan-dan-fungsi-hutan-bakau-mangrove-dalam-ekosistem-pesisir/

 http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=41840

 http://www.elsdainstitute.or.id/in/[Berita & Kegiatan]/?id1=3&id_bet=  http://konservasi.unnes.ac.id/v2/berita-89-b003-blekok-sawah.htm

 http://id.wikipedia.org/wiki/Mujair

 http://www.bapeda-jabar.go.id/docs/perencanaan/20080603_115936.pdf

 http://www.imred.org/?q=content/ekosistem-mangrove-di-indonesia  http://rudyct.com/PPS702-ipb/04212/zeinyta_a_h.htm

 http://www.slideshare.net/NURRIJAL/kepiting-bakau

 http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau

Referensi

Dokumen terkait

Dengan senantiasa mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada kesempatan ini peneliti

Identifikasi senyawa metabolit sekunder adalah proses mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam daun tebu, meliputi uji golongan senyawa metabolit secara

Induksi ini terutama disebabkan oleh sinar ultraviolet B (UVB). Pada tahap selanjutnya, senyawa kolekalsiferol ini akan diubah menjadi senyawa kalsitrol yang merupakan

[r]

[r]

Ada pengaruh yang signifikan antara pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu nifas dan Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pijat oksitosin dengan

Dari beberapa kasus tersebut merupakan contoh mengenai beberapa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU No.11 Tahun 2008 terhadap

Sesuai dengan hasil penelitian Murni dan Zaubin (1997) yang melaporkan bahwa pemupukan pada tanaman lada produksi di Lampung dengan dosis 1200 g NPKMg ternyata memberikan