ASUHAN KEPERAWATAN LIMFOMA
MALIGNA
A.
Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain.
Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas).
Dalam kondisi normal, sel limfosit merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara sel limfosit yang tidak normal (limfoma) bisa berkumpul di kelenjar getah bening dan menyebabkan pembengkakan.
2. Epidemiologi
Di negara maju, limfoma relatif jarang, yaitu kira-kira 2% dari jumlah kanker yang ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara, dan kulit.
3. Etiologi
Etiologi belum jelas mungkin perubahan genetik karena bahan – bahan limfogenik seperti virus, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi dan sebagainya.
4. Faktor predisposisi
a. Usia
b. Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita.
c. Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV.
d. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
5. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
6. Pathway
Terlampir
7. Klasifikasi
a. Klasifikasi Penyakit
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
b. Klasifikasi Patologi
menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma maligna menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms (REAL classification).
c. Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
1) Stadium I: Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening.
2) Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
3) Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
serta pada dada dan perut.
4) Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ
lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.
8. Gejala klinis
a. Pembengkakan kelenjar getah bening.
Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher, kelenjar ini tidak lahir multiple, bebas atas konglomerasi satu sama lain. Pada limfoma non-Hodgkin, dapat tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening lain misalnya pada traktus digestivus atau pada organ-organ parenkim.
b. Demam tipe pel Ebstein dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi
dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.
c. Gatal-gatal
d. Keringat malam
e. Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya.
f. Nafsu makan menurun.
g. Daya kerja menurun
h. Terkadang disertai sesak nafas
i. Nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%)
j. Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat,
sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif lebih cepat bermetastasis ke tempat yang jauh.
a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 °C.
b. Sering keringat malam.
c. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
9. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah yaitu hemogran dan trombosit. LED sering meninggi dan kemungkinan ada kaitannya dengan prognosis. Keterlibatan hati dapat diketahui dari meningkatnya alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT.
b. Radiologi
1) Foto thoraks
2) Limfangiografi
3) USG
4) CT scan
10. Prognosis
Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat rendah bertahan hidup lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis. Banyak pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi disembuhkan dengan radioterapi. Dengan khemoterapi intensif, pasien limfoma maligna tingkat tinggi yang tersebar luas mempunyai perpanjangan hidup lebih lama dan dapat disembuhkan.
11. Therapy
a. Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan tumor keganasan
tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati yang bukan merupakan ancaman.
b. Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi.
c. Khemoterapi
1) Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten yang dapat
memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat lanjut.
2) Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan prednisolon)) juga dapat
12. Penatalaksanaan
Penanganan terutama ditentukan oleh stadium penyakitnya, dan bukan oleh jenis histologinya. Penyakit Hodgkin potensial dapat disembukan dengan radioterapi, selama masih terbatas pada rangkaian nodus limfe, limfa dan orofaring. Pasien yang penyakitnya belum menyebar harus mendapat rasiasi “kuratif” dengan dosis yang cukup tinggi untuk menghancurkan tumor tidak hanya pada nodus tumor yang jelas tampak tetapi juga pada nodus di sekitarnya dan rangkaian nodus limfatikus. Bila ada tanda penyebaran di luar daerah yang dapat ditangani tentu saja secara otomatis tidak memungkinkan pasien untuk menjalani program tersebut dimana pada kasus tersebut dapat diberikan kombinasi kemoterapi dan radioterapi paliatif.
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfe dengan sejenis virus atau mungkin tuberculosis limfa.
Kebutuhan dasar
a. Aktifitas /istirahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum. Kehilangan produktifitasdan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidaur dan istirahat lebih banyak.
Tanda :Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
b. Sirkulasi
Gejala :Palpitasi, angina/nyeri dada. Tanda :Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang).
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda lanjut).
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
c. Integritas ego
Takut/ansietas sehubungan dengandiagnosis dan kemungkinan takut mati.
Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi).
Masalah finansial biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung pada keluarga. Tanda :Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif.
d. Eliminasi
Gejala :Perubahan karakteristik urine dan atau feses.
Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal).
Tanda :Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali) Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali). Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
e. Makanan/cairan
Gejala :Anoreksia/kehilangna nafsu makan Disfagia (tekanan pada easofagus)
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda :Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa).
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin).
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraabdominal).
f. Neurosensori
Gejala :Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral.
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda :Status mental letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.
Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng spinal).
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol. Tanda :Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
h. Pernafasan
Gejala :Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada. Tanda Dispnea, takikardia
Batuk kering non-produktif
Tanda :Distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
i. Keamanan
Gejala :Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial).
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus Epstein-Barr).
Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel Ebstei
n) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil. Kemerahan/pruritus umum.
Tanda :Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38°C tanpa gejala infeksi.
Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan mediastinal).
Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan. Pembesaran tosil
Pruritus umum.
Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).
j. Seksualitas
Gejala :Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi).
Penurunan libido.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :Faktor resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin dari pada populasi umum).
Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/kimia).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen injuri biologi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi : lebih sedikit dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia/ penurunan nafsu
makan .
4. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal / edema jalan
nafas.
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi.
3. Intervensi
distress pernafasan. digantung.
a. Dx 1
1) Mengkaji skala nyeri pasien dengan PQRST
2) Mengajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi.
3) Memberikan obat analgetik.
b. Dx 2
1) Mengobservasi suhu tubuh klien.
2) Memberikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
3) Menganjurkan dan memberikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan kebutuhan
cairan tubuh klien).
4) Memberikan antipiretik.
c. Dx 3
1) Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai oleh klien.
2) Menobservasi dan catat masukan makanan klien.
3) Menimbang berat badan klien tiap hari.
4) Memberikan makan sedikit namun frekuensinya sering.
5) Memberikan suplemen nutrisi.
d. Dx 4
1) Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama pernafasan klien.
2) Menempatan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur tinggi/atau duduk
tegak ke depan kaki digantung.
3) Membantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir /diafragma. Abdomen bila
diindikasikan.
4) Mengkaji respon pernafasan terhadap aktivitas
e. Dx 5
1) Memberikan komunikasi terapiutik kepada klien dan keluarga klien.
2) Memberikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien
5. Evaluasi keperawatan
a. Nyeri klien dapat teratasi sehingga kebutuhan kenyamanan klien terpenuhi.
b. Klien mampu menunjukan tidak adanya tanda-tanda hipertermy, suhu tubuh klien dalam rentang
normal.
c. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan poliphagi dapat dicegah sehingga tubuh tidak kekurangan
d. Pernafasan klien bisa kembali normal baik dari frekuensi pernafasan, kedalaman, irama
pernafasan klien.
e. Klien mampu memberikan gambaran baik secara umum maupun khusus mengenai masalah
kesehatannya. Sehingga klien kooperatif dalam perawatan yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Sudarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 1. Jakarta:EGC
Marilynn E Doengoes.2000. Rencana Asuhan Keperawatan,pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta :EGC