• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Kasus Setya Novanto anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Kasus Setya Novanto anak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MATA KULIAH PENGANTAR HUBUNGAN MASYARAKAT

UJIAN AKHIR SEMESTER III

OLEH :

FANDI ANDRIAN CINDRA PUTRA

1406579416

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

BAB I Pendahuluan

Belakangan ini terdapat kasus yang sedang ramai dibicarakan publik baik dari media cetak, penyiaran, maupun di media sosial. Kasus yang bergulir di masyarakat tersebut adalah kasus dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh Setya Novanto, Ketua DPR RI periode 2014-2019. Kasus pelanggaran etika yang dimaksud adalah adanya dugaan terkait permintaan saham PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Setya Novanto membetot perhatian publik dengan mencuatnya kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memperpanjang masa kontrak Freeport di Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said kemudian melaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI atas terduga ketua DPR RI Setya Novanto yang diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden tersebut.1 Setya Novanto kemudian secara resmi

mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI pada tanggal 16 Desember 2015. Pengunduran diri Setya Novanto disampaikan melalui surat resmi dan dibacakan secara terbuka di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memastikan Setya Novanto mundur dari jabatan Ketua DPR.

Humas, menurut Grunig & Hunt (1984) merupakan “manajemen komunikasi antara suatu organisasi dan publiknya.” Humas DPR RI yang merupakan garda terdepan dalam organisasi DPR RI, diharapkan dapat menjaga citra organisasi dari pandangan publik. Tugas dari Humas DPR RI tentunya tidak mudah, terutama untuk menangani berbagai pemberitaan di media yang dapat mengancam citra organisasi DPR RI.

Makalah ini akan membahas upaya yang harus dilakukan Humas DPR RI terkait dengan pihak media massa, pihak internal (anggota DPR dan karyawan), manajemen isu atau krisis yang harus dilakukan, serta tanggapan terhadap pelanggaran etika ketua DPR RI.

1 Basuki Rahmat N., “Jejak Kontroversi Ketua DPR Setya Novanto”, CNN Indonesia, diakses dari

(3)

BAB II Pembahasan

II.A. Menghadapi Media Massa

Pemberitaan di media merupakan tantangan eksternal yang harus dihadapi oleh Humas DPR RI. Media kerap kali mencampuradukkan atau menggeneralisir citra pribadi dengan citra kelembagaan DPR. Pemberitaan yang ada tentang DPR pun cenderung negatif. Karena pemberitaan yang cenderung negatif tersebut, persepsi negatif media massa dan masyarakat sudah terlanjur melekat pada DPR. Oleh sebab itu, Humas harus dapat menjalankan fungsinya sebagai media relations (relasi dengan media).

Philip Lesly (1991) memberikan definisi media relations sebagai hubungan dengan media komunikasi untuk melakukan publisitas atau merespon kepentingan media terhadap kepentingan organisasi.

Hubungan baik yang dibangun oleh seorang Humas DPR dengan Media, maka Media tersebut juga secara tidak langsung dapat digunakan untuk menjaga citra DPR. Hubungan tersebut dibangun dari tugas media relations yang pada umumnya dijalankan oleh Humas itu sendiri, tugas-tugas Humas DPR yang terkait dengan media relations antara lain berupa:

1. Melakukan identifikasi dan menganalisa isi media massa yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan

2. Melakukan identifikasi dan menganalisa opini publik yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan

3. Melakukan kegiatan kehumasan yang bersifat antisipatif dan/atau reaktif 4. Melakukan pemilihan media massa yang akan dipergunakan sebagai

media penyampaian informasi.2

II.B. Menghadapi Pihak Internal

2 Sekretaris Jenderal DPR RI, “Pengelolaan Humas di DPR RI”, BakoHumas DPR RI, diakses dari

(4)

Organisasi ada karena satu alasan: orang-orang dapat mencapai lebih banyak hal ketika bekerja bersama dibandingkan ketika bekerja sebagai individu. Untuk menciptakan tim yang efektif, setiap anggota dari tim harus memahami visi, tujuan, serta sasaran organisasi dan kemudian menuju kearah tujuan tersebut. Hal ini tentunya mudah bagi organisasi yang kecil untuk dicapai.3 Namun untuk

organisasi sebesar DPR RI, tentunya membutuhkan penanganan khusus dalam internal relations (hubungan internal) sebagai elemen organisasi yang sukses dengan menggunakan komunikasi internal.

Terdapat tiga blok pembangun (building blocks) fundamental dalam program komunikasi internal4:

1. Hierarchical communication 2. Mass media

3. Social networks.

Gambar 2.1 Building Blocks dalam Program Komunikasi Internal

Dalam hierarchical communication, yang memegang peranan penting dalam proses komunikasi adalah CEO/Ketua, wakil ketua, manajer, dan supervisor. Konsepnya adalah pesan dikirim dari tingkatan tertinggi organisasi ke bawah sampai mencapai seluruh pegawai. Selama bertahun-tahun, banyak organisasi

3 Tamara L. Gillis, The IABC Handbook of Organizational Communication (2011), hal. 197

(5)

telah membuang lapisan-lapisan manajemen ekstra dan mempertipis struktur hirarki mereka. Keuntungan yang didapat adalah dapat meningkatkan proses komunikasi internal. Proses komunikasi yang lebih singkat dapat dengan cepat juga meluruskan isu-isu yang berkembang di antara pegawai.

Larkin & Larkin (1994) mendeskripsikan penelitian yang membuktikan pentingnya perubahan komunikasi melalui supervisors (pengawas). Studi tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan pegawai mengekspektasikan manajer mereka dengan cepat membagikan informasi penting dari perusahaan dan langsung meletakkan konteksnya.

Dalam mass media communication, newsletters, e-mail, video, blog serta alat lain digunakan untuk mencapai audiens luas dari para pegawai. Tentunya organisasi tidak dapat bergantung hanya pada manajer dan pemimpin senior untuk berkomunikasi dengan para tenaga kerja. Terdapat manager yang secara natural melakukan komunikasi dan mempertahankan peran komunikasi mereka dengan baik; adapula lainnya yang bahkan tidak pernah membagi informasi dengan pekerja mereka. Banyak yang tidak pernah menerima pelatihan skill dalam komunikasi.

Atas dasar inkonsistensi manajerial ini, komunikator (Humas) sebaiknya mencanangkan program komunikasi internal dengan menggunakan newsletter, majalah, papan buletin, dan berbagai media massa lainnya sebagai solusi yang ditujukan pada khalayak pegawai. Teknologi yang dipergunakan dengan efektif akan memaksimalkan penyebaran informasi di kalangan internal organisasi.

Dalam Social networks, terdapat invisible communicators (komunikator yang tak terlihat) yang secara organis menyebarkan berita. Permasalahan utama dari alat komunikasi internal sebelumnya, mass media communication, adalah tidak semua pegawai membaca publikasi, e-mail atau konten intranet dalam organisasi.5 Justru

banyak pegawai yang mendapatkan terlalu banyak informasi, sehingga

(6)

pesan penting dapat tenggelam dalam rentetan e-mail perhari tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkanlah seorang invisible communicators yang mengatur network (jaringan) dari pegawai untuk memberikan, mengambil, mengolah, dan mengakumulasi segala macam informasi. Banyak cara yang dapat dilakukan komunikator, atau dalam konteks ini Humas DPR, untuk memberdayakan social networks. Salah satunya dengan mengundang CEO dan grup pegawai terpilih untuk breakfast meeting. Humas kemudian mengabarkan informasi-informasi penting dalam pertemuan tersebut, sehingga pesan-pesan dari CEO akan secara cepat dan efektif tersebar seusai breakfast meeting. Apabila digunakan secara efektif, social network dapat menjadi cara yang sangat baik untuk melakukan komunikasi internal dengan para pegawai.

II.C.Manajemen Isu (Krisis)

Chase (1984) mendefinisikan isu sebagai gap (celah) antara performa suatu organisasi dengan ekspektasi para stakeholdernya—seperti costumer, investor, pegawai, komunitas, regulator, atau komunitas tertentu. Celah ini dapat mempengaruhi keseluruhan strategi bisnis serta komunikasi organisasi. Setya Novanto yang terlibat dalam kasus saham Freeport merupakan celah dalam organisasi DPR RI. Ekspektasi kalangan masyarakat yang dikecewakan atas tindakan Setya Novanto tersebut menjadi isu yang terus berkembang, baik dalam masyarakat maupun media.

Proses manajemen isu memiliki lima langkah dasar: mengidentifikasi isu-isu potensial; mengatur prioritas, mengatur posisi atas isu, mengembangkan respons, dan memonitor isu.6

Isu yang teridentifikasi dan diprioritaskan utama saat ini adalah isu Setya Novanto yang terlibat dalam kasus Freeport dam pengunduran dirinya dari kursi ketua DPR RI. Isu tersebut tergolong top-priority karena memiliki dampak besar dan cepat terhadap organisasi DPR RI. Isu ini memerlukan penanganan yang cepat: membuat perkembangan pendapat yang meringkas posisi organisasi DPR RI dari

(7)

isu tersebut (issue statement), kemungkinan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban, serta merencanakan tindakan.

Issue statement merupakan proses akhir dari pengaturan posisi isu: satu atau dua halaman dokumen yang mendefinisikan isu, dan posisi organisasi terhadapnya, dan responnya. Issue statement harus diedarkan secara internal keseluruh grup yang memiliki peran dalam memanajemen dan menyelesaikan isu. Posisi organisasi yang dijabarkan terhadap isu dapat menjadi panduan poin pembicaraan dan komunikasi eksternal dengan para stakeholders.

Isu tidaklah statis. Setelah teridentifikasi, isu tersebut harus dimonitoring perkembangannya untuk kemudian dideterminasi apakah masih relevan dengan organisasi, dan apakah perencanaan tindakan organisasi perlu diubah atau diakomodir sejalan dengan perkembangan atau informasi baru. Monitoring isu dilakukan dengan cara-cara antara lain:

- Opinion research, seperti survey online atau polling melalui telepon yang digunakan untuk menentukan perilaku kelompok-kelompok stakeholder terhadap isu dan mengikuti perubahan perilaku stakeholder sejalan adanya informasi baru tentang isu.

- Monitoring pemberitaan di media mengenai isu untuk membantu mengikuti kunci perkembangan, tingkat dari minat media dan publik, serta keefektifan organisasi mengkomunikasikan pandangannya melalui media. - Monitoring website dan blog mengenai isu dapat menentukan pandangan

dari berbagai kelompok advokasi yang berbeda, bagaimana topik tersebut diperdebatkan, serta argumen-argumen baru apa yang muncul di jajaran opini publik.

II.D.Apakah yang dilakukan Ketua DPR merupakan Pelanggaran Etika?

(8)

Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Definisi Kode Etik terdapat dalam BAB 1 Pasal 1 Ayat 3 ketentuan umum Kode Etik DPR berbunyi:

“Kode Etik DPR, selanjutnya disebut Kode Etik adalah norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR.” Dengan kata lain pelanggaran Kode Etik DPR dapat mengancam citra dari organisasi DPR itu sendiri.

Perihal tindakan yang dilakukan Setya Novanto adalah mencatut nama Presiden RI dalam perpanjangan kontrak Freeport yang merupakan tindakan menguntungkan diri sendiri atas dasar kepentingan pribadi. Sedangkan dalam BAB II Kode Etik DPR Bagian Kesatu Kepentingan Umum Pasal 2 berbunyi: (1) Anggota dalam setiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan. (2) Anggota bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, dan mempergunakan fungsi, tugas, dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

(3) Anggota mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.

(4) Anggota harus selalu menjaga harkat, martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya serta dalam menjalankan kebebasannya menggunakan hak berekspresi, beragama, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

(5) Anggota yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar DPR harus

mengutamakan tugasnya sebagai Anggota.

Tertera dengan jelas aturan-aturan yang dilanggar oleh Setya Novanto dari ayat 1 sampai 5 pasal 2 Kode Etik DPR tersebut.

(9)

(1) Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

(4) Anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPR.

(5) Anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Serta pada Bagian Ketiga, Hubungan dengan Mitra Kerja, Pasal 4

Ayat 2 yang berbunyi: “Anggota dilarang melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pelanggaran kode etik sendiri juga telah diatur di dalam BAB IV mengenai Pelanggaran, Sanksi, dan Rehabilitasi. Terdapat pada Bagian Kesatu tentang Pelanggaran Pasal 20 Ayat 1, 3 dan 4 yang berbunyi:

(1) Pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh Anggota merupakan

pelanggaran Kode Etik.

(3) Pelanggaran sedang adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut: a. mengandung pelanggaran hukum; atau d. menyangkut pelanggaran tata tertib Rapat yang menjadi perhatian publik.

(4) Pelanggaran berat adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut: a. mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi sedang oleh MKD; e. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; f. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau g. terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.

(10)

anggota menyatakan Novanto terbukti melanggar kode etik kategori sedang dengan sanksi pencopotan dari Ketua DPR. Adapun enam anggota MKD yang selama ini dikenal sebagai pembela Novanto menyatakan politisi Partai Golkar itu melanggar kode etik kategori berat dan mengusulkan pembentukan panel. Setya Novanto sendiri dinyatakan melanggar kode etik dalam sidang MKD dengan sembilan anggota menyatakan pelanggaran kode etik kategori sedang dan enam anggota menyatakan pelanggaran kode etik kategori berat.7

7 Ihsanuddin, “Sidang MKD dan Skenario Setya Novanto Dianggap Menipu Rakyat”, Kompas, diakses dari

(11)

BAB III Penutup III.A. Kesimpulan

Kasus Setya Novanto merupakan tantangan yang berat bagi seorang praktisi Humas. Kepastian pelanggaran etik yang dilakukan Setya Novanto merupakan dorongan lebih untuk sorotan negatif dari media terhadap DPR RI. Media massa bagi seorang Humas seharusnya bukan hanya sebagai alat namun sebagai mitra yang bisa diajak bekerja sama melalui Media relations. Pentingnya Media Relations sebagai salah satu fungsi Humas adalah aset yang dapat digunakan untuk menghadapi Media Massa.

Tantangan yang ada dalam Internal Organisasi juga merupakan pekerjaan lain yang harus diemban Humas. Dengan menjalankan Komunikasi Internal yang baik, akan timbul pemerataan informasi yang baik pula yang tentunya dapat memenuhi ekspektasi pegawai dalam Internal DPR RI. Kasus Drama pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI yang berlarut-larut juga dapat menjadi sebuah Isu (Krisis) yang dapat mengancam reputasi DPR RI. Manajemen Isu yang bertahap dan berkelanjutan diharapkan bisa meminimalisir kesan negatif dari publik. Walau pandangan publik sejak awal sudah condong negatif terhadap DPR RI, penanganan yang sigap dari praktisi Humas dapat mencegah terjadinya krisis-krisis yang dapat mengancam organisasi DPR RI secara keseluruhan.

III.B. Saran

(12)

Daftar Pustaka

Adams, W. C.(1995). Marrying the functions: The importance

of media relations in public affairs planning. Public Relations Quarterly, 40(3), 7. Diakses dari http://search.proquest.com/docview/222445696? accountid=17242 pada tanggal 19 Desember 2015

Chase , W. H. (1984). Issue management — Origins of the

future. Stamford, CT : Issue Action Publications

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2015). Kode

Etik DPR RI Tahun 2015. Diakses dari http://www.dpr.go.id/tentang/kode-etik pada tanggal 18 Desember 2015

Grunig, J. E. & Hunt, T. (1984). Managing Public Relations. Wadsworth Publishing.

Ihsanuddin, (2015). Sidang MKD dan Skenario Setya Novanto Dianggap Menipu Rakyat. Kompas. diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2015/12/18/09050 041, pada tanggal 18 Desember 2015

Larkin, T. J., & Larkin, S. (1994). Communicating change: Winning employee support for new business goals. New York : McGraw – Hill

Lesly, P., (1991). Lesly's Handbook of Public Relations and Communications (4th ed). Chicago, Ill. : Probus Pub. Co.

(13)

Gambar

Gambar 2.1 Building Blocks dalam Program Komunikasi Internal

Referensi

Dokumen terkait

AJBS menyangkut antara lain: masalah sumber daya manusia, keamanan fisik dan lingkungan, operasional sistem informasi, kontrol akses, dan kejadian-kejadian yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan tentangpenerapan model inkuiri dengan media konkretdalam peningkatan pembelajaran luas bangun datar

RPJMD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2013-2018 menyatakan bahwa transformasi ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur dilakukan dengan memperbaiki struktur ekonomi yang awalnya

Merencanakan program perawatan dengan menetapkan obyek apa yang dirawat, jenis pekerjaan perawatan yang dikerjakan, kapan jadwal pelaksanannya, siapa pelaksana, apa bahan dan

Sementara komoditas yang memberikan andil terbesar terjadinya kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) terjadi pula pada subsektor tanaman perkebunan rakyat antara

Peringatan hari-hari besar Islam juga mendapat perhatian dari Masyarakat Rungkut Lor Surabaya, baik penduduk prribumi (asli) ataupun penduduk pendatang, penyelenggaraannya

Wanprestasi ini tidaklah bisa dianggap selesai begitu saja dikarenakan sudah dibuatnya polis asuransi yang sudah disepakai oleh kedua belah pihak.Wanprestasi ini

Hal ini karena proses belajar di sekolah adalah kegiatan yang paling kokoh dalam memberikan pengaruh pada berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan yang telah dicita-citakan.6