• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelompok 2 Jalan ke Pengasingan Bab 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kelompok 2 Jalan ke Pengasingan Bab 3"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH INDONESIA MASA PERGERAKAN

“Jalan ke Pengasingan” karya John Ingleson

Bab 3 dan Bab 4

KELOMPOK 2

Muhammad Alvian Ar-rasyid

Nabilla Yasmin

Putri Fatmawati

Rivanny Kumaladewi

Zulkifli Pelana

(2)

BAB 3 - Dari Organisasi ke Agitasi

Pada tanggal 27 Mei 1928, pengurus pusat PNI sibuk mempersiapkan kongres peresmian partai yang diadakan di Surabaya. Kongres tersebut membahas suatu masalah yang terus muncul dalam berbagai kesempatan. Salah satu permasalahannya adalah masalah cara merekrut anggota yang berbeda antara cabang Bandung dengan cabang lainnya, yakni Surabaya, Yogyakarta dan Batavia. Di tiga cabang selain Bandung, calon-calon anggota diberi masa percobaan selama tiga bulan sebelum mereka dipertimbangkan menjadi anggota penuh. Kebanyakan para calon anggota tersebut ditolak karena ada bekas anggota-anggota PKI, yang keanggotaannya akan mengundang banyak urusan dengan pemerintah Belanda dan yang dicurigai menjadi polisi atau mata-mata pemerintah setempat. Situasi demikian nampak berbeda sekali di Bandung yang cenderung lebih longgar dalam merekrut anggota untuk masuk kedalam PNI. Hal ini terjadi karena cabang-cabang di Yogyakarta dan Batavia dipimpin oleh ahli-ahli hukum yang menyadari konsekuensi atas kegiatan politik yang mereka lakukan. Oleh sebab itu, mereka lebih berhati-hati dalam merekrut anggota partai. Hal ini menunjukan bahwa para ahli hukum tersebut (Sujudi dan Sartono) secara konsisten membela sikap moderat. Hal yang sebaliknya terjadi di Bandung yang sangat dipengaruhi oleh Sukarno, mempunyai latar pendidikan dan temperamennya merupakan seorang pemimpin yang memiliki sifat lebih extrovert dan flamboyan dan hal ini yang menjadi daya tarik utama partai cabang Bandung banyak diminati oleh masyarakat sekitarnya. Selain masalah perekrutan calon anggota, pada kongres kali itu juga dibuat dua keputusan lagi, yaitu penerbitan surat kabar di Bandung di bawah pimpinan Sukarno bernama Persatoean Indonesia yang terbit tiap dua minggu sekali dan pembentukan sebuah Dana Umum Nasional Indonesia untuk menolong orang-orang Indonesia yang berada di negeri Belanda.1

Dalam semua persetujuan ini, kongres yang diadakan di Surabaya kali ini merupakan kongres yang besar dan terorganisir dengan baik sehingga banyak diminati banyak peserta. Agak mengherankan memang, bahwa Surabaya dipilih oleh PNI sebagai tempat diadakannya kongres ini. Padahal, jumlah anggota partai kebanyakan berada di Bandung, Batavia dan Yogyakarta dan menelan banyak ongkos perjalanan serta penginapan. Ternyata, hal ini merupakan taktik yang dilakukan untuk memperluas pengaruh PNI di Jawa Timur dan menjadi dorongan yang sangat besar bagi cabang Surabaya yang baru saja dibentuk dengan pemimpinnya, Anwari.

1PPO, Maret 1928, hal.5-8, V12 September 1928-115. Dalam: John Ingleson. Jalan ke Pengasingan

(3)

Sebenarnya, kongres dimulai dengan suatu rapat terbuka yang menghasilkan keputusan-keputusan tadi, tetapi untuk urusan-urusan yang lebih penting lagi dibicarakan dalam sidang tertutup yang dihadiri oleh pengurus pusat dan utusan-utusan dari tiap-tiap cabang. Salah satu yang menjadi acara penting adalah pembahasan Rancangan AD dan program kerja. AD tersebut yang telah diterima kongres mengusulkan perubahan nama dari Perserikatan Nasional Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia2. Perubahan nama ini tidak

mencerminkan peranan politik yang dominan tetapi merupakan suatu cara agar PNI dapat bersaing dengan partai-partai yang lain untuk merebut pengaruh dalam gerakan nasionalis. Terdapat istilah-istilah “radikal” dan “moderat” yang sering dipakai oleh kaum nasionalis itu sendiri. Istilah “radikal” dipakai pada akhir tahun 1920-an yang digunakan bukan dalam arti radikalisme sosial, melainkan sebagai bentuk penolakan PNI untuk menerima kursi-kursi di Volksraad atau berbagai bentuk kerjasama dengan pemerintah Belanda, karena PNI dianggap sebagai suatu partai revolusioner yang ingin menyingkirkan Belanda dari Indonesia. Kongres yang diadakan secara terbuka dan tertutup ini ternyata telah sangat berhasil untuk menarik antusianisme massa yang terlibat, sehingga rapat memenuhi jalanan. Bahkan kepala dinas rahasia untuk urusan politik di Surabaya melaporkan bahwa selama kongres berlangsung, tercipta suasana yang hidup kembali semacam semangat yang beberapa lama sebelumnya telah hilang dari pertemuan-pertemuan politik yang pernah diadakan di Surabaya.

Semua ini diakui berkat kecakapan Anwari selaku ketua dan pengurusnya dalam partai cabang Surabaya. Sebenarnya, tujuan dari menghidupkan kembali semangat para anggota partai di Surabaya ini adalah untuk memperkuat basis organisasi PNI dan pengurus pusat diberi ketentuan untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan setempat yang dilakukan atas nama partai sendiri. Dalam pertumbuhan di tiap cabang PNI dikatakan cenderung lambat, faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah kurangnya pemimpin-pemimpin yang cakap di tiap cabangnya. Dalam mengatasi hal ini, maka diinstruksikan untuk mulai mengadakan kursus-kursus secara teratur untuk membina pemimpin-pemimpin yang mempunyai kesadaran politik.3

Dalam pembentukkan kursus tersebut, Sukarno mengemukakan sebuah gagasan untuk didirikannya sebuah klub debat. Di mana klub tersebut berfungsi sebagai pendidikan umum dan pembinaan kesadaran yang selaras dengan keyakinan Sukarno, bahwa kaum nasionalis pertama-tama harus menghilangkan ketergantungan psikologisnya terhadap Belanda.

2 Lihat Lengge, op.cit.,hal. 95. Dalam : John Ingleson, Ibid., hal.60

(4)

Gagasan dari Sukarno ini disetujui oleh pemerintahan pusat PNI dan akhirnya klub debat diselenggarakan dengan kursus-kursus cabang yang teratur.

Selanjutnya, dalam menciptakan propagandanya, sepanjang tahun 1928, pemimpin-pemimpin PNI tingkat nasional melakukan banyak perjalanan ke seluruh Jawa, berpidato di depan rapat-rapat umum dan mendorong cabang-cabang untuk bekerja lebih keras. Yang menjadi daya tarik utama partai adalah kecakapan Sukarno dalam membawakan pidatonya.

Ia menyadari bahwa pendengarnya belum sembuh betul dari tekanan politik setelah pemberontakkan PKI, maka perlulah dipulihkan kepercayaan diri mereka dengan menunjukkan bahwa tidaklah mustahil bagi mereka untuk memaksakan perubahan sistem kolonial yang sedang berlangsung. Itulah sebabnya, Sukarno sengaja menampilkan diri sebagai seorang politikus yang kuat, percaya diri dan agresif yang siap untuk menentang pemerintah kolonial. Dengan demikian, Sukarno berhasil membangunkan respon emosional dari pendengar-pendengarnya dan menembus kekuatan politik mereka. Sukarno sendiri sebenarnya telah mempunyai kecakapan dalam taktik berpidatonya. Ia telah banyak belajar sejak tinggal dirumah Tjokroaminoto. Pidato-pidatonya dibumbui retorika dan pikiran sederhana yang dinyatakan dalam slogan-slogan berulang-ulang dengan imaji-imaji yang dikenal masyarakatnya. Ia juga memanfaatkan tradisi populer di kalangan masyarakat sekitar, seperti cerita wayang dan cerita rakyat guna memberikan gambaran yang jelas tentang pikiran-pikiran nasionalis yang ada dalam PNI.

PPPKI (Pemufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia)

Optimisme akan suatu kesuksesan luar biar biasa dari terbentuknya federasi berbagai gerakan nasionalis cenderung memudar pada tahun 1928 terlihat dengan adanya dominasi PNI.

Pada awalnya federasi itu merangsang kerja sama pada tingkat lokal dalam bidang kegiatan seperti rapat-rapat umum dan kegiatan pendidikan. Berlanjut pada kerja sama yang makin meningkat, yang tak hanya nampak dari organisasi resmi federasi, melainkan hubungan pribadi yang baik antar pemimpin politik lokal di beberapa kota. Kerja sama tersebut terbuktikan salah satunya oleh adanya kesamaan latar belakang para pemimpin 3 partai di Yogyakarta (Singgih dan Supomo dari Budi Utomo, Sukiman dari PSI, serta Sujudi dan Sunarjo dari PNI) yang semuanya adalah mantan anggota PI. Meski dalam PPPKI mereka saling bersaing saat itu.

(5)

yang tertutup, meski mereka berminat dalam kursus pendidikan yang terbuka, sedangkan wakil-wakil PSI dan PNI setuju terhadap kursus-kursus politik tersebut.

Kongres PPPKI pertama diadakan dari 30 Agustus sampai 2 September 1928 di Surabaya. Para pemimpin organisasi politik dan non-politik berharap bahwa kongres ini akan menjadi era baru bagi gerakan kebangsaan. Lalu, yang terpenting, suatu komisi yang terdiri dari Tjokroaminoto (PSI), Sukarno (PNI), Otto Subrata (Pasundan) dan Thamrin (kaum Betawi) ditugaskan untuk mempersiapkan satu program aksi jangka pendek selekas mungkin. Terpilihnya Sutomo sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PPPKI dan Anwari sebagai sekretaris/bendahara, menyebabkan bahwa tempat badan pengurusan berpindah dari Batavia ke Surabaya. Lalu, adanya tindakan Sutomo yang mendesakkan pikiran dan kecenderungan pribadinya terhadap federasi memicu perpecahan yang semakin berkembang antara partai-partai anggota. Selain itu, terdapat hambatan serius terkait kecenderungan memainkan peranan akibat perpindahan pusat kepengurusan yang mana pojok-memojokkan dalam usaha perebutan percaturan dilakukan masing-masing partai di federasi.

Namun demikian, kepemimpinan Sutomo disambut hangat dengan adanya suatu artikel dalam Persatoean Indonesia, yang mana Sutomo diharapkan akan menjadi jembatan antara golongan radikal dan moderat.

Adanya rapat yang membicarakan terkait pembentukan seksi-seksi lokal memicu isu yang dapat mengancam federasi yang rapuh itu. Di mana adanya perselisihan akibat seksi-seksi lokal menggambarkan adanya berbagai perbedaan kepentingan dalam federasi organisasi tersebut.

Pemerintah Hindia Belanda dan PNI

Perkembangan PNI secara cermat diamati oleh pemerintah Hindia Belanda. Terlihat dari pidato Gubernur Jenderal De Graeff dalam suatu sidang Volksraad dua minggu sebelum Kongres PNI pertama pada Mei 1928. Pidato De Graeff pada 15 Mei itu berakibat panjang bagi kaum nasionalis. Pidato itu menandai perubahan dalam sikap mereka terhadap gambaran perkembangan politik Indonesia selama 12 tahun terakhir. De Graeff memulai pidato dengan berkata bahwa situasi politik telah sangat berubah, sebab bahaya pemberontakan komunis telah berkurang. Lebih lanjut, ia membagi kaum nasionalis menjadi dua kelompok (nasionalis evolusioner dan nasionalis revolusioner) seraya memperingatkan bahwa pemerintah secara ketat mengawasi kelompok kedua. Akhirnya, ia menetapkan peranan tetap Belanda di negeri jajahan:

(6)

menyebarkan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kepemimpinan sosial, ekonomi, dan politik sampai ke suatu tingkat di mana kepemimpinan Belanda dapat ditarik kembali.

Pidato itu harus dilihat dalam hubungan dengan harapan-harapan besar banyak pemimpin gerakan kebangsaan Indonesia kepada De Graeff. Harapan itu mungkin naif, tapi De Graeff tidak pernah menolaknya. Pidato ini dipandang sebagai perubahan kebijaksanaan yang penting. De Graeff yakin bahwa pidato itu dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang politiknya sebab “orang mulai mengira dan percaya bahwa saya sungguh-sungguh pemimpin suatu gerakan ‘bebas dari Belanda’ di sini.”

Pidato De Graeff tersebut dipengaruhi laporan Charles van der Plas, tentang bagaimanna caranya melawan propaganda revolusioner di negeri jajahan. Salah satu saran Van der Plas yang utama adalah hendaknya pemerintah menjalankan politik pemisahan kaum nasionalis moderat dari kaum nasionalis ekstrim. Akan tetapi, hal itu makin membuat kaum nasionalis bersatu guna menentang taktik devide et impera dalam kebijakan pemerintah tersebut.

Kemudian timbul reaksi kaum nasionalis yang terlihat dari surat kabar Kelompok Studi Indonesia, Soeloeh Ra'jat Indonesia, berpendapat bahwa pidato tersebut menunjukkan kuatnya pengaruh orang Belanda di negeri jajahan. Surat kabar itu menyimpulkann bahwa kaum nasionalis tak bisa lagi percaya pada De Graeff.

Semenjak pertengahan kedua tahun 1928, para pemimpin PNI semakin tajam mengkritik pemerintah kolonial. Hal itu terbukti dari pembicaraan Sukarno tentang prinsip-prinsip dan program aksi PNI (14 Oktober 1928), dan pendapat Sukarno bahwa “syarat pertama bagi perbaikan kehidupan sosial di Indonesia ialah . . . kalau kekuasaan Belanda menarik diri.” Hal itu memicu keberatan dari polisi yang hadir mengawasi. Timbul protes dari kaum nasionalis, lalu pemerintah melakukan pembelaan, salah satunya terlontar dari pernyataan Kiewiet de Jonge bahwa pemerintah sungguh makin prihatin terhadap aktivitas PNI.

Pernyataan De Jonge ini menjadi penanda pergeseran politik pemerintah ke arah yang lebih intervensionis terhadap gerakan nasionalis. Ini pun memicu kesulitan para nasionalis untuk mengetahui secara pasti batas antara politik yang diperbolehkan dan yang tidak.

Sukarno dan Para Pengritiknya

Terkait arus utama gerakan kaum nasionalis yang mengalami perkembangan cukup besar, ada suatu kritik dari Mohammad Hatta melalui 4 karangannya dalam surat kabar PNI “Persatoean Indonesia” dari Januari sampai April 1929.

(7)

suatu badan yang kuat dan terorganisir, serta menganjurkan agar PPPKI menjadi suatu Dewan Ra’jat yang mewakili semua aliran politik dalam gerakan nasionalis.

Selain itu, Hatta pun menyesalkan bahwa PNI masih berada pada “tahap demonstrasi” dan menyarankan agar PNI segera beralih ke tahap organisasi yang lebih tinggi. Lalu, kritik utama Hatta pada saat pembentukan PNI tahun 1927 ialah bahwa PNI tidak cukup menekankan pentingnya peranan pendidikan, tapi pada awal 1929, ia mendesak PNI agar betul-betul menjadi partai rakyat yang besar. Di samping itu, dari pengamatannya, ada ribuan orang yang menghadiri rapat PNI, mereka sebetulnya bukanlah anggota, dan inilah yang Hatta nilai sebagai suatu kelemahan organisasi yang fundamental. Kemudian, Hatta juga menganggap bahwa PNI kekurangan para pemimpin eselon dua yang akan menjadi penghubung pemimpin pusat yang terdidik dengan rakyat.

Karangan-karangan Hatta tersebut merupakan usaha untuk memecahkan persoalan yang pernah dihadapi baik oleh PSI maupun PKI dan kini dihadapi oleh PNI, yaitu kesulitan memperoleh anggota massal yang juga terjamin kesadaran politiknya, dan pemikirannya sejalan pula dengan pemikiran pimpinan pusatnya.

Selain Hatta, Tjipto Mangunkusumo ikut memberi saran agar kaum nasionalis berusaha bekerja sama dengan pemerintah di bawah pimpinan De Graeff. Lalu, pada November 1928, ia menulis surat kepada Sukarno, yang mana isi suratnya menyarankan agar Sukarno memperlunak kegiatannya sehingga terhindar dari benturan dengan pemerintah.

Usaha-usaha untuk membujuk Sukarno agar menggunakan pendekatan yang lebih hati-hati tidak membawa suatu hasil. Sukarno pun tetap yakin bahwa dengan agitasi (pidato yang mampu meluapkan gelora semangat) terus-menerus dapat membangkitkan suatu revolusi dalam ketergantungan psikologis rakyat kepada kekuasaan kolonial.

Meski berbagai kritik telah terlontar, kedudukan Sukarno dalam PNI tak tergoyahkan dan ia pun tetap meneruskan kegiatan politiknya seperti semula.

Ternyata, pembentukan PPPKI yang diharapkan akan menyatukan berbagai organisasi nasionalis kemudian hanya tinggal fatamorgana. Hal itu di antaranya disebabkan oleh: perbedaan prinsip antara PSI (nasionalisme Islam) dan PNI (nasionalis sekuler); konservatisme-nya Budi Utomo yang dibarengi ketakutan PSI terhadap dominasi PNI dalam federasi.

(8)

Bab 4 - Reaksi Pemerintah

Kongres PNI di Batavia bulan Mei 1929 semakin memantapkan gerak partai menuju ke tahap kedua perkembangannya. Kongres kedua ini memusatkan perhatian pada cara-cara bagaimana memperluas pengaruh partai. Pada masa berikutnya, semakin banyak tekanan diberikan kepada pembentukan serikat buruh dan organisasi kaum tani agar diperoleh keanggotaan massa. Problem utama bagi PNI dalam tahun 1929 ialah bagaimana memperluas partai sekaligus namun tetap legal. Hal ini sungguh sulit karena tak adanya tujuan jangka pendek yang dapat menyalurkan energi anggota-anggotanya. Kelemahan program-program PNI ialah kurangnya tujuan yang segera dapat dicapai oleh Indonesia Merdeka itu sendiri. Sikap Sukarno yang mendahulukan politik daripada isu ekonomi dan sosial hanya menambah persoalan. Gerakan politik di Indonesia juga hanya sebatas rapat-rapat umum dan pembicaraan tentang suatu masa depan yang belum pasti, tatkala negeri ini akan merdeka.

Setelah kongres kedua tersebut mereka tidak lagi ragu-ragu menyatakan secara terbuka bahwa PNI telah beralih ke tahap kegiatan yang lebih lanjut. Dalam sebuah suratnya kepada Tjipto Mangunkusumo bulan Juni Sukarno menyatakan pendapatnya bahwa kongres tersebut telah menanamkan kepercayaan diri yang lebih besar kepada rakyat Indonesia dan membawa PNI lebih dekat lagi kepada tujuannya menciptakan suatu gerakan massal.

Kebanyakan pers Eropa dikejutkan oleh kegiatan-kegiatan PNI yang mutakhir dan bayangan tentang perkembangannya. Setelah kongres kedua tersebut sikap tak senangnya kepada PNI menjadi semakin keras. Misalnya, Bataviasch Nieuwsblad dan harian Locomotief. Harian Locomotief yang menyatakan keprihatinannya yang dalam terhadap PNI:

Mulai saat ini, laporan-laporan tentang kelancangan PNI akan muncul dalam surat kabar kami secara teratur, agar supaya jelaslah apa saja yang diizinkan oleh pemerintah sekarang mulai tergelincir ke dalam kesalahan-kesalahan lama seperti yang dibuat oleh pemerintah sebelumnya –terlalu lambat untuk campur tangan terlalu lambat untuk melangkah lebih lanjut dan terlalu lambat untuk menghentikan demagogi yang provokatif ini.

(9)

PNI bukan merupakan suatu partai yang monopolitik dapat ditujukan lebih lanjut oleh perbedaan tekanan yang diberikan oleh cabang Surabaya dan Bandung kepada bidang kegiatan organisasi buruh. Untuk cabang Bandung, organisasi buruh merupakan masalah kedua yang berada di bawah kepentingan kegiatan-kegiatan politik yang terbuka. Sebaliknya, bagi cabang Surabaya keterlibatan organisasi buruh menjadi penting sebagai suatu masalah tersendiri yaitu sebagai bagian dari usaha memperkuat secara umum posisi ekonomi orang Indonesia. Tujuan utama PNI untuk melibatkan diri dalam organisasi buruh ialah menyebarkan propagandanya kepada kalangan yang lebih luas dengan harapan bahwa dalam pada itu ia dapat mempolitisir tokoh-tokoh serikat buruh. Di bawah pimpinan Anwari pada cabang Surabaya berpendapat bahwa tekanan politik menjadi yang utama yang diterapkan oleh Bandung adalah salah menurutnya pemberian perhatian terhadap ekonomi negara adalah penting, karena kekuatan ekonomi orang Indonesia merupakan syarat pertama yang perlu bagi kemerdekaan ekonomi. Tapi usaha Anwari gagal dalam meyakinkan Sukarno tentang pendapatnya.

Keprihatinan Pemerintah

Selama tahun 1929 kekhawatiran yang menghinggapi para pejabat daerah, gubernur setempat dan pemerintah Batavia adalah mengenai kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh PNI dan bukannya bahaya lain. Hal ini dapat diihat dalam desakan panglima komando militer agar gubernur jenderal pada bulan Februari melarang semua anggota militer menjadi anggota PNI atau mengikuti rapat-rapat PNI. Ia khawatir bila PNI berhasil menyusupkan pengaruhnya ke dalam lingkungan militer akan timbul sikap tidak setia pada pemerintah. Rekomendasi ini tidak disetujui oleh De Graeff, tetapi terdapat laporan yang diterima bahwa PNI cabang Batavia telah menunjuk dua orang anggotanya untuk menyebarkan propaganda di kalangan militer, tapi De Graeff belum bersedia bertindak yang lebih keras dan menolak usul dari pejabat pemerintah, baik dari gubernur Jawa Barat yang melarang semua pegawai negeri menjadi anggota PNI, maupun usul anglima komando militer tentang larangan total kegiatan politik bagi personil militer. De Graeff menerima saran jaksa agungnya bahwa PNI bukan merupakan suatu bahaya bagi negara dan laporan-laporan tentang PNI dalam lingkungan militer bersifat samar dan kurang tegas.

(10)

Ada 3 pertimbangan khusus yang akan dapat diambil atau tidak: Pertama, apakah PNI menggunakan kekuatan yang telah dibangun melalui propaganda itu untuk kerja-kerja sosial yang konstruktif dan apakah kekuatan-kekuatan itu dijaga sehingga tidak menjadi destruktif. Kedua, apakah para pemimpin PNI dapat mempertahankan disiplin yang memadai dalam partainya sehingga dapat mencegah setiap gerakan perlawanan aktif dari anggota-anggotanya. Ketiga, apakah PNI cukup berhati-hati dengan keterlibatannya dalam organisasi-organisasi buruh akhir-akhir ini.

Dalam hubungan tersebut, pemerintah memuji keputusan kongres PNI yang baru-baru ini mengetatkan disiplin dalam partai. Akhirnya, pemerintah menunjukkan bahwa ia mengamati secara saksama hubungan antara PNI dengan PI dan Komintern yang disponsor i oleh Liga Anti Imperialisme. Pemerintah secara konsisten menjelaskan kepada semua organisasi Indonesia bahwa hubungan langsung dengan liga tidak akan ditolerir. Ini merupakan suatu kesempatan, bukan saja untuk melenyapkan suatu organisasi yang berbahaya, tetapi ini merupakan peringatan tegas untuk semua partai politik. Untungnya PNI tidak melakukan hubungan pendekatan dengan SKBI.

Pembubaran SKBI dan penahanan para pemimpinnya merupakan pertanda awal dari ketidaksabaran pemerintah terhadap kaum nasionalis. Dalam bulan Agustus, Kiewet de Jonge, pejabat pemerintah mengenai masalah-masalah umum Volksraad mengeluarkan penjelasan lebih lanjut tentang kebijakan pemerintah dengan mengulangi tuntutan-tuntuan terhadap kaum nasionalis yang dikeluarkan pada bulan Juli. Ia menjelaskan tentang situasi yang dihadapi pemerintah kolonial bahwa masalah utama saat ini adalah benturan dua perasaan keadilan, di mana di satu pihak pemerintah yakin bahwa ia mempunyai tugas moral di Indonesia, sementara di lain pihak kaum nasionalis menganggap bahwa kemerdekaan merupakan hak mereka. Kemudian ia juga mengeluarkan kritik yang keras terhadap kaum ekstrimis yang destruktif dengan ultimatum:

Dalam hubungan dengan ekstrimisme ini pemerintah secara serius memperingatkan PNI untuk terakhir kalinya. Jika harapan-harapan pemerintah ini dikecewakan maka pemerintah harus mengadakan campur tangan dan mengambil tindakan-tindakan yang keras terhadap para pemimpin ini dan barangkali juga terhadap gerakan itu sendiri.

Propaganda PNI

(11)

menunjuk pemerintah dan masyarakat Eropa, sebagiannya sebagai reaksi terhadap karangan-karangan yang kritis dalam pers Eropa yang mengusulkan penumpasan PNI. Di mana saja Sukarno berpidato, ia menarik sejumlah besar pendengar, yang seringkali banyak dari mereka itu mengikutinya ke mana ia berpidato lagi. Pada 15 September, PNI cabang Bandung menyelenggarakan dua rapat sekaligus di dua gedung bioskop di Bandung. Dua minggu sebelumnya iklan rapat tersebut disebarluaskan di seluruh pelosok kota dan daerah sekitarnya.

Suasana emosional yang serasi terbina dalam gedung bioskop tersebut merupakan hasil perencanaan PNI. Kedua gedung bioskop tersebut dihiasi dengan bendera-bendera merah putih serta foto pemimpin pemimpin PNI dan para pahlawan nasional seperti Dipenogoro dan Ki Hajar Dewantara. Di pintu gerbang, wanita-wanita yang memakai pakaian tradisional menjual kembang merah putih yang mungkin berasal dari pengusaha bunga yang sama, yang keuntungannya dipakai untuk memperbaiki keuangan partai. Sambil menunggu dimulainya pidato-pidato kegembiraan dan harapan yang meliputi para pendengar semakin meningkat oleh nyanian lagu-lagu patriotik. Gatot Mangkupraja atau Iskaq menghangatkan suasana rapat yang memuncak dengan kedatangan Sukarno. Ketika datang ke rapat yang kedua, ia disambut dengan gemuruh tepuk tangan yang tak berkeputusan sampai ia tiba di podium. Dalam suasana emosional semacam itulah Sukarno mencapai kondisi terbaik dibuai oleh hangatnya sambutan. Imperialisme dikutuk, Belanda dilecehkan dan kemurnian dan nasionalisme Indonesia dipuja-puja. Ia dengan penuh keyakinan memberikan jaminan kepada para pendengarnya bahwa meskipun pihak sana menalncarkan rekasi namun PNI akan terus tumbuh.

Rapat-rapat serupa itu di seluruh Priangan didahului dengan pidato Sukarno, sementara perjalanan-perjalanan di luar Priangan yang diadakan secara teratur, diorganisir cabang-cabang lainnya, agar di sana pun Sukarno dapat menyampaikan amanatnya dalam berbagai pertemuan. Yang menjadi duri bagi pihak pejabat pemerintah bukan hanya pidato-pidato Sukarno dalam rapat-rapat umum PNI. Mereka juga jengkel oleh tindakan-tindakan yang lebih simbolis seperti nyanyian lagu Indonesia Raya pada permulaan dan penutupan setiap rapat. Hal ini oleh beberapa kalangan masyarakat Eropa dianggap sebagai suatu tantangan kepada kekuasaan Belanda. Semenjak dinyanyikan pertama kali pada bulan Oktober 1928, lagu ini telah menjadi pokok-pangkal keluhan yang terus menerus dari pejabat pejabat setempat kepada jaksa agung dan gubernr jenderal.

(12)

yang hadir dan tetap duduk sewaktu lagu itu dinyanyikan. Di kemudian hari, Sutomo menjelaskan bahwa dengan ungkapan tersebut dia hanya mau menyatakan bahwa mereka belum berbudaya. Yang sangat menjengkelkan pemerintah ialah bahwa ungkapan-ungkapan Sutomo membekas dalam ingatan para pemimpin PNI, dan ejekan-ejekan yang disengaja serupa itu ditujukan pada polisi dan pejabat resmi yang menghadiri rapat-rapat umum, lalu menjadi peristiwa yang berulang kembali secara teratur.

Para pemimpin PNI cukup sadar bahwa pemerintah mengamati mereka secara ketat dan siap mengambil tindakan bila mereka lengah melakukan pengawasan terhadap kegiatan cabang. Dalam sebuah pertemuan kursus untuk para anggota di Yogyakarta pada bulan Agustus, Sujudi memperingatkan bahwa pemerintah bukan hanya menentang orang komunis saja. Ia minta dengan sangat agar para anggotanya berhati-hati untuk tidak melewati garis-garis partai yang sudah diumumkan dan agar mereka tidak terlibat dalam aksi-aksi yang berlawanan dengan prinsip-prinsip partai.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam kalangan pimpinan mengenai sikap flamboyan Sukarno di depan umum, orang rupanya cukup mempertimbangkan kesediaan Sukarno untuk membuat pidatonya dan penampilannya di depan publik lebih moderat, sesuai dengan garis-garis yang dianjurkan pada akhir 1928 dan awal 1929. Sejak Mei, diumumkan bahwa PNI telah memasuki tahap kedua, yaitu tahap pemantapan dirinya sebagai partai massa, bahwa ia mulai merekrut anggota baru dan meningkatkan propagandanya.

Hal itu akan sungguh merusak kepercayaan terhadap PNI di mata orang-orang yang telah dibangunkan dari kejumudan politik oleh seruan-seruan lantang dari partai agar mereka bersatu melawan Belanda untuk mencapai Indonesia Merdeka. Mereka diminta memperkuat organisasi dan meningkatkan propagandanya agar dapat menarik sejumlah cabang baru di wilayah yang berdekatan dengan cabang-cabang yang telah ada. Para anggota partai ini dilarang secara resmi untuk berpidato di rapat-rapat umum atau menyebarkan propaganda atas nama partai, kecuali kalau mereka telah memperoleh izin tertulis dari pengurus pusat atau pengurus cabang.

Reaksi Pemerintah

(13)

pandangannya, propaganda PNI terutama bermaksud untuk merendahkan kekuasaan dan aparat pemerintah.

Suatu pandangan lain dikemukakan oleh Direktur Binnenlands Bestuur, Muhlenfeld. Dalam kerangka tindakan-tindakan keras menentang PNI dalam bulan Desember, maka pendapatnya menjadi penting. Pertama, ia mempertanyakan sikap pemerintah terhadap oragnisasi-organisasi politik di Indonesia, dengan mengatakan bahwa pemerintah seharusnya juga prihatin terhadap organisasi politik dan pers Eropa yang juga menyebarkan kebencian di antara kelompok masyarakat. Ia setuju bahwa larangan umum terhadap semua kegiatan politik adalah jauh lebih baik, daripada hanya melarang bergabung dengan satu partai politik tertentu, tetapi ia mempunyai keberatan serius tentang perlunya dan efektifnya tindakan tersebut, kecuali dalam keadaan yang sangat sulit. Pada 2 Oktober, Gubernur Hartelust memberitahukan kepada gubernur jenderal bahwa ia bermaksud melarang semua polisi di Jawa Barat untuk menjadi atau tetap menjadi anggota PNI.

Nampaknya, ada instruksi tambahan yang dikirimkan kepada Residen Priangan Tengah, yang menguasai daerah kantor PNI cabang Bandung, dengan perintah agar diadakan penahanan yang bersifat preventif terhadap Sukarno, Gatot Mangkupraja, Inu Perbatasari, dan Maskun. Besar kemungkinan instruksi-instruksi serupa telah dikirim juga kepada Residen Pekalongan.

Rumah dan kantor di seluruh Jawa diperiksa dan beratus pemimpin PNI cabang, propagandis dan anggota biasa ditahan. Kebanyakan mereka dilepaskan setelah ditahan selama semalam dan setelah menandatangani pernyataan mengenai aktivitas partai.

Ekspansi PNI dan Penahanan-penahanan

Para pemimpin PNI pun cukup sadar bahwa mereka diawasi oleh pemerintah sehingga pengawasan terhadap cabang ditingkatkan. Mereka berusaha membina hubungan erat antara kamu intelektual dengan rakyat sehingga tercipta gerakan massa yang kuat. Para anggota partai kini dilarang secara resmi berpidato di rapat-rapat umum tanpa seizin tertulis dari partai.

(14)

Maskun. Rumah-rumah dan kantor kantor PNI di seluruh Jawa diperiksa dan para anggota-angota ditangkap dan kebanyakan mereka dilepas setelah menandatangani pernyataan mengenai aktivitas partai.

Kegagalan Penggeledahan Rumah-rumah

Intruksi dari jaksa agung kepada kepala pemerintahan daerah yang menyatakan bahwa para pemimpin PNI dicurigai telah melanggar pasal-pasal (seperti pasal 169 dan 108 UU Hukum Pidana) dan pengeledahan akan menghasilkan bukti-bukti untuk menghancurkan PNI. Namun bukti-bukti tidak menenemui harapan bahwa PNI telah melanggar pasal-pasal. Semua pemimpin PNI, kecuali Sukarno, Maskun Gatot dan Supriadinata dapat dibebaskan.

Dengan keputusan meneruskan pengadilan secara terbuka bagi 4 pemimpin tersebut, De Graeff menginginkan agar proses tersebut menjadi suatu peringatan bagi kaum nasionalis yang non koperatif agar tidak menjalankan politik yang agitatif seperti tahun 1928-1929. Ia tidak pasti apakah akan dihukum dan atau tidak seandainya mereka terbukti bersalah, ia mengharapkan hanya dapat hukuman ringan. Hal ini dikarenakan dapat menyinggung perasaan keadilan mereka. Selain memelihara dukungan mereka yang dinamakan kaum nasionalis moderat.

Referensi

Referensi

Dokumen terkait

Hambatan untuk pengeluaran kayu di hutan rakyat pada daerah yang curam adalah ketiadaan dukungan teknologi yang tepat guna, berada di wilayah dengan aksesibilitas sulit, berada

Hasil pengujian dalam basis data kedipan menunjukkan sistem yang diajukan dapat mendeteksi durasi kedipan mata dengan tingkat keakuratan 99,4% dan 1% false

Hasil pengujian yang dilakukan terhadap 20 saham perusahaan yang menjadi sampel penelitian menunjukkan bahwa analisis pembentukan portofolio optimal menggunakan

Dalam penelitian ini, pola konsumsi protein tidak berhubungan dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul (p-value = 0,378).. Hasil ini sesuai

Dengan penambahan satu armada pesawat yang dilakukan PT Garuda Indonesia maka diasumsikan maksimal jam terbang untuk pesawat CRJ1000 Nextgen menjadi 11 jam terbang untuk 5 pesawat,

Pada bab ketiga akan dijelaskan tentang desain permodelan generator fluks aksial rotor ganda stator tunggal tanpa inti dengan variasi jarak antar permanen magnet

Tanaman yang dapat dipakai sebagai penyembuhan luka sayat dari studi litaratur adalah: bawang merah (Allium cepa), getah jarak pagar (Jatropha CurcasL), daun kenikir

Dalam rangka memfasilitasi para lulusan yang akan memasuki dunia kerja dan lulusan yang akan melanjutkan pendidikan Career Development Center Universitas Indonesia