• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fery Lusviana Widiany 1, dr. M. Noerhadi, M.Kes 2, Rahyaningsih, SKM, M.Kes 3 ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fery Lusviana Widiany 1, dr. M. Noerhadi, M.Kes 2, Rahyaningsih, SKM, M.Kes 3 ABSTRACT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE CONSUMPTION

PATTERN OF CARBOHYDRATE, PROTEIN, AND FAT WITH

THE CARDIORESPIRATION HEALTH ON SOCCER

ATHLETES OF PERSIBA BANTUL

Fery Lusviana Widiany

1

, dr. M. Noerhadi, M.Kes

2

,

Rahyaningsih, SKM, M.Kes

3

ABSTRACT Background : The founding of soccer sport

in Indonesia have been done by the main of Indonesian soccer organization (PSSI) since a long time ago, but it doesn’t show gladden achievements yet. A main problem that usually faced by an athlete with the strong exercises is fatigue or inability to recover their conditions from one exercise to the next. The significant component that determines the success of an athlete in making some achievements is physical fitness. One aspect of physical fitness that connect to health is cardiorespiration health. Nutrition and the role of dietitians are also important in soccer. For getting an athlete with a high performance, nutrition factor should be observed. Eating pattern related to the precision of kind and the amount of some necessary nutrition substances, like carbohydrate, protein, and fat.

Objective : To find out the relationship

between the consumption pattern of carbohydrate, protein, and fat with the cardiorespiration health on soccer athletes of PERSIBA Bantul.

Method : This is an unexperimental

research with an observational technique with the cross-sectional design. Data is taken on July – August 2007 in PERSIBA Bantul athlete club. Inclusion criteria include athletes who are willing to follow the study and the procedure of this research,

not in a competition period, and healthy. The subject is all PERSIBA Bantul athletes. This research using primary data, consist of respondent characteristic data and Food Frequency Questionnaire (FFQ), while the secondary data is an athlete’s VO2 max data

that measured by 15 minutes run test (Balke method). The independent variable of this study is the consumption pattern of carbohydrate, protein, and fat, while the dependent variable is the cardiorespiration health. Data analysis is using correlation-regression test.

Result : There is a significant relationship

between consumption pattern of carbohydrate with the cardiorespiration health on soccer athletes (p = 0,042). There is no significant relationship between consumption pattern of protein with the cardiorespiration health on soccer athletes (p = 0,378). There is no significant relationship between consumption pattern of fat with the cardiorespiration health on soccer athletes (p = 0,538).

Keywords : Consumption pattern of carbohydrate, protein, and fat, cardiorespiration health, VO2 max, soccer athlete.

1. Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2. Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta

(2)

PENDAHULUAN

Sepakbola merupakan salah satu olahraga yang paling populer dan mempunyai banyak penggemar di dunia, termasuk di Indonesia. Pembinaan terhadap olahraga sepakbola di Indonesia telah lama dilakukan oleh induk organisasi sepakbola Indonesia (PSSI), namun masih belum menampakkan prestasi yang menggembirakan (1). Indonesia telah mengikuti kejuaraan sepakbola SEA GAMES sebanyak 11 kali dari tahun 1977 sampai dengan tahun 1997 hanya 2 kali meraih juara, selebihnya gagal mencapai juara. Pada kejuaraan ASIAN GAMES atlet sepakbola Indonesia belum pernah mencapai juara, apalagi pada kejuaraan ASIA atau dunia (2).

Salah satu klub sepakbola lokal di Indonesia adalah PERSIBA Bantul. PERSIBA (Perserikatan Sepakbola Indonesia Bantul) Bantul berdiri pada tahun 1967, dan menempati divisi I tingkat nasional. Pada tahun 2007, PERSIBA termasuk dalam Grup 3 Divisi I Liga Indonesia, dan akhirnya berhasil menembus Divisi Utama.

Sepakbola merupakan kombinasi dari latihan aerobik dan anaerobik. Latihan aerobik dan non-aerobik memiliki intensitas yang berbeda. Aktivitas yang ringan hingga sedang adalah aerobik, sedangkan usaha yang sangat berat hingga intensif adalah non-aerobik (3). Problem utama yang sering ditemui atlet yang sedang berlatih dengan keras adalah kelelahan atau ketidakmampuan untuk memulihkan rasa

lelah, dari satu latihan ke latihan berikutnya (4). Salah satu komponen penting yang menentukan keberhasilan seorang atlet untuk berprestasi adalah kesegaran jasmani (physical fitness). Fakta menunjukkan bahwa tingkat kesegaran jasmani atlet-atlet Indonesia masih berada dibawah standar atlet internasional. Salah satu aspek kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan adalah daya tahan jantung paru (kardiorespirasi) (5).

Gizi dan peranan ahli gizi dalam sepakbola juga sangat penting. Sehingga dalam memanfaatkan bidang gizi ini suatu kerjasama antara pelatih, atlet, ahli gizi dan sponsor nutrisi yang baik sangat diperlukan (6). Kebutuhan gizi bagi para atlet mempunyai kekhususan karena tergantung cabang olahraga yang dilakukan. Untuk mendapatkan atlet yang berprestasi, faktor gizi sangat perlu diperhatikan sejak saat pembinaan di tempat pelatihan sampai pada saat pertandingan (7). Pola makan berkaitan erat dengan ketepatan penentuan dan penyediaan jenis dan jumlah zat gizi yang diperlukan, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak.

Masih sedikitnya penelitian tentang hubungan pola konsumsi zat gizi dengan kesegaran kardiorespirasi, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut di Klub PERSIBA Bantul.

(3)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dengan

kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan teknik observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian dilakukan di Klub PERSIBA Bantul, yang beralamat di Jl. Raya Bantul Km. 9,5 Karanggede Pendowoharjo Sewon Bantul. Subjek penelitian adalah seluruh atlet PERSIBA Bantul. Kriteria inklusi penelitian antara lain bersedia menjadi subjek penelitian, bersedia mengikuti prosedur penelitian, tidak sedang mengikuti kompetisi, dan tidak sedang dalam keadaan sakit.

Variabel dependen penelitian adalah kesegaran kardiorespirasi, sedangkan variabel independennya antara lain pola konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak. Penelitian ini menggunakan data primer yang terdiri dari data karakteristik responden dan data Food Frequency Questionnaire (FFQ) semi kuantitatif, sedangkan data sekunder berupa data VO2 max atlet

sepakbola PERSIBA Bantul. Data karakteristik atlet digunakan untuk mengetahui identitas atlet, termasuk data

antropometri yang diperlukan dalam perhitungan kebutuhan gizi atlet tersebut. Data FFQ diolah menggunakan nutrisurvey kemudian dibandingkan dengan kebutuhan gizi atlet yang dihitung perindividu, sehingga dapat diketahui pola konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak untuk masing-masing atlet, yang didefinisikan sebagai persen asupan.

Kesegaran kardiorespirasi adalah kesanggupan sistem jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal saat melakukan aktivitas sehari-hari dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan berarti6. Untuk mengukur kesegaran kardiorespirasi (VO2

max), PERSIBA Bantul menggunakan tes lari 15 menit. Variabel independen dan dependen yang sama-sama berskala rasio dilakukan uji statistik dengan uji korelasi regresi, sehingga diketahui hubungan antara pola konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak dengan kesegaran kardiorespirasi atlet.

(4)

HASIL DAN BAHASAN

Subjek penelitian ini diperoleh 24 orang. Karakteristik subjek penelitian meliputi umur, status gizi berdasarkan IMT, agama, suku, pendidikan, penyakit yang pernah diderita, frekuensi makan, merokok, konsumsi alkohol, kopi, teh, soft drink, susu formula, dan suplemen.

Mayoritas atlet PERSIBA Bantul berumur 20 – 25 tahun (13 orang atau 54,2%), yang berumur 26 − 30 tahun ada 6 orang (25%), dan hanya 5 orang (20,8%) berumur ≥ 31 tahun. Mayoritas atlet beragama Islam (14 orang atau 58,3%), Kristen sebanyak 3 orang (12,5%), Katolik 2 orang (8,3%), dan yang tidak diketahui agamanya sebanyak 5 orang (20,8%). Atlet yang bersuku Jawa mendominasi, yakni 13 orang (54,2%), suku Minang 1 orang (4,2%), suku Bali 1 orang (4,2%), suku Ambon 1 orang (4,2%), suku Sunda 1 orang (4,2%), Spanyol 2 orang (8,3%), sedangkan yang tidak diketahui sukunya ada 5 orang (20,8%).

Mayoritas atlet adalah lulusan SLTA (14 orang atau 58,3%), lulusan perguruan tinggi sebanyak 5 orang (20,8%), dan yang tidak diketahui pendidikannya sejumlah 5 orang (20,8%). Tingkat perekonomian subjek penelitian dapat dikatakan tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari penghasilan rata-ratanya sebesar 5 juta rupiah. Sebagian besar subjek tidak memiliki riwayat penyakit yang serius (11 orang atau 45,8%). Hanya sebagian kecil saja yang pernah menderita tifus (8,3%), maag (16,7%), dan sakit gigi

(8,3%), sedangkan yang tidak diketahui riwayat penyakitnya ada 5 orang (20,8%).

Frekuensi makan mayoritas atlet adalah 3 kali sehari atau lebih (75%), sedangkan atlet dengan frekuensi makan kurang dari 3 kali sehari hanya 1 orang (4,2%). Sebagian besar atlet tidak merokok (19 orang atau 79,2%), sedangkan sisanya (20,8%) tidak menyebutkan kebiasaan merokoknya. Sebagian besar atlet tidak mengkonsumsi alkohol (79,2%), sedangkan sisanya (20,8%) tidak diketahui kebiasaan konsumsi alkoholnya. Atlet yang tidak mengkonsumsi kopi jumlahnya lebih banyak (66,7%) daripada yang mengkonsumsi kopi dengan frekuensi sekali sehari (12,5%). Atlet yang tidak mengkonsumsi teh ada 2 orang (8,3%), yang mengkonsumsi teh dengan frekuensi maksimal dua kali sehari ada 10 orang (41,7%), yang mengkonsumsi dengan frekuensi lebih dari dua kali sehari ada 7 orang (29,2%), dan sisanya (20,8%) tidak diketahui konsumsi tehnya.

Atlet yang tidak mengkonsumsi soft

drink sebanyak 12 orang (50%), yang

mengkonsumsi soft drink dengan frekuensi 1-4 kali sehari sebanyak 7 orang (29,2%), sedangkan sisanya (20,8%) tidak diketahui konsumsi soft drink-nya. Atlet yang minum susu formula dengan frekuensi 1-3 kali sehari sebanyak 12 orang (50%), yang tidak terbiasa mengkonsumsi susu formula ada 7 orang (29,2%), sedangkan sisanya (20,8%) tidak diketahui konsumsi susu formulanya. 17 orang (70,8%) atlet mengkonsumsi suplemen dengan frekuensi 1-2 kali sehari, 2

(5)

orang (8,3%) tidak mengkonsumsi suplemen, sedangkan sisanya 5 orang (20,8%) tidak diketahui konsumsi suplemennya. Suplemen yang dikonsumsi oleh para atlet tersebut antara lain CDR, Berocca, Redoxon, Enervon C, dan Farmaton Formula.

Berdasarkan perhitungan, asupan karbohidrat atlet PERSIBA Bantul tergolong kurang (rata-rata 67,09%), asupan protein atlet tergolong baik (rata-rata 89,40%), sedangkan asupan lemak atlet tergolong lebih (rata-rata 102,17%). Adapun kesegaran kardiorespirasi pemain sepakbola dapat diketahui dari VO2 max. VO2 max adalah

jumlah O2 yang dapat dipergunakan oleh

tubuh secara maksimal. VO2 max diukur

dalam bentuk jumlah mililiter oksigen yang dikonsumsikan per kg berat badan dalam setiap menit (8).

Pada sepakbola, syarat minimal agar dapat bermain dengan baik mulai dari permulaan sampai akhir, kemampuan mengambil O2 antara 50 sampai dengan 67

ml/kgBB/menit (2). Nilai VO2 max atlet

sepakbola pria antara 50 – 57 ml/kgBB/menit (9). Sedangkan di Klub PERSIBA Bantul, VO2 max atlet sepakbola

rata-rata 48,54 ml/kgBB/menit (tergolong kurang). Makin tinggi VO2 max, makin

tinggi kesegaran jantung dan peredaran

darah (9). Jika VO2 max atlet sepakbola kurang dari 50 ml/kgBB/menit, maka pada babak kedua daya tahan menurun, tanpa disadari keterampilan juga menurun (2).

Dalam penelitian ini, VO2 max

(kesegaran kardiorespirasi) atlet sepakbola PERSIBA Bantul tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan denyut jantung maksimal, nilai p = 0,344 (p > 0,05). Saat denyut jantung maksimal, volume oksigen yang turut diedarkan ke seluruh tubuh juga maksimal. Namun, belum tentu saat itu diperoleh VO2 max pula karena suplai

oksigen tersebut belum tentu dapat dipergunakan oleh tubuh secara maksimal. Fungsi fisiologis yang terlibat dalam kapasitas VO2 max antara lain jantung, paru,

dan pembuluh darah harus berfungsi dengan baik, sehingga oksigen yang dihisap masuk ke paru, selanjutnya sampai ke darah, proses penyampaian oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel-sel darah merah harus normal, jaringan-jaringan, terutama otot, harus mempunyai kapasitas yang normal untuk dapat menggunakan oksigen yang disampaikan kepadanya. Menurut Dr. Jeanne Wiesseman, profesor Kesehatan Masyarakat dari Universitas Loma Linda, bahwa ada 5 faktor yang menentukan VO2 max seseorang,

yaitu jenis kelamin, usia, keturunan, komposisi tubuh, dan latihan (8).

(6)

Dependent Variable: VO2MAX

Observed Cum Prob

1.00 .75 .50 .25 0.00 E xp e ct e d C u m P ro b 1.00 .75 .50 .25 0.00

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Pola Konsumsi Karbohidrat Dengan Kesegaran Kardiorespirasi Atlet Sepakbola PERSIBA Bantul

(Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual) Dari uji korelasi Pearson untuk

mengetahui hubungan pola konsumsi karbohidrat dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul, diperoleh p-value = 0,042, yang menunjukkan bahwa pola konsumsi karbohidrat berhubungan signifikan dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul.

Gambar 1 menunjukkan korelasi positif pola konsumsi karbohidrat dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul (r = 0,419), artinya semakin besar konsumsi karbohidrat, maka kesegaran kardiorespirasi atlet akan semakin baik, dan sebaliknya. Dengan r2 = 0,175 menunjukkan bahwa pola konsumsi karbohidrat memberikan kontribusi sebesar 17,5% terhadap kesegaran kardiorespirasi.

Kebutuhan energi dan karbohidrat atlet pada saat latihan lebih besar daripada saat bertanding. Oleh karena itu, pemulihan simpanan karbohidrat setiap hari harus menjadi prioritas bagi atlet yang menjalani latihan yang intensif.

Ketika atlet tidak mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang adekuat setiap hari, simpanan glikogen otot dan hati kemungkinan habis. Pengosongan simpanan glikogen secara bertahap dapat menurunkan daya tahan serta penampilan atlet (4).

Hasil penelitian ini bahwa pola konsumsi karbohidrat berhubungan positif dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa ada pengaruh asupan karbohidrat pada periode latihan terhadap kebugaran atlet sepakbola (10). Penyediaan makanan atlet, perlu diperhatikan bahwa karbohidrat haruslah merupakan jumlah yang terbanyak, terutama karbohidrat yang kompleks. Ini semua harus dapat menghasilkan 60-70% kalori yang diperlukan, sedangkan lemaknya kurang lebih menghasilkan 20-30% dari kalori yang diperlukan. Dan sisanya berupa protein yang menghasilkan 10-15% kalori yang diperlukan (9).

(7)

Makanan berkarbohidrat tinggi baik untuk kebugaran, performa, dan kesehatan, yang terdiri atas 60% total kalori dari karbohidrat, 15% dari protein, dan 25% dari lemak (3). Seorang atlet seharusnya mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan energinya (11).

Karbohidrat dapat mengisi otot dengan glikogen yang sangat penting untuk mengoptimalkan stamina atlet sepakbola. Optimalisasi ini dapat dicapai dengan menjaga asupan karbohidrat baik jenis dan jumlahnya selama latihan, pertandingan, dan harian atlet (12). Karbohidrat dalam makanan dapat berbentuk karbohidrat yang sederhana dan kompleks. Karbohidrat yang kompleks seharusnya yang dimakan oleh atlet. Dengan pemecahan karbohidrat kompleks, maka badan mendapatkan karbohidrat sederhana, yaitu gula dalam bentuk glukosa, digunakan untuk menghasilkan energi (9).

Glukosa ini juga disimpan dalam peredaran darah untuk dapat digunakan segera kalau dibutuhkan oleh otak, kulit, dan sistem saraf. Glukosa disimpan dalam hati untuk digunakan kalau diperlukan oleh badan dan disimpan di dalam otot dalam bentuk glikogen otot untuk digunakan sebagai energi pada gerakan otot (9). Bila simpanan glikogen otot menurun, maka tubuh akan merasa sangat kelelahan (lelah kronis), sehingga intensitas latihan harus dikurangi. Jika intensitas latihan harus dikurangi, maka akan mempengaruhi kinerja atlet pada saat pertandingan (10).

Penurunan kadar glukosa darah selama perpanjangan olahraga berat dapat mengkontribusi timbulnya kelelahan (13). Sebaliknya, bila kadar glikogen otot terpenuhi karena mendapat makanan yang mengandung banyak karbohidrat, maka daya tahan (kesegaran kardiorespirasi) selama latihan juga akan baik, sehingga dapat berlatih lebih lama dan tidak begitu merasa kelelahan (10).

Penurunan glikogen dalam jumlah besar terjadi pada setengah pertama pertandingan (14). Sehingga seorang atlet perlu memiliki simpanan glikogen otot yang maksimum sebelum pertandingan dimulai (15). Atlet olahraga yang memerlukan daya tahan, termasuk sepakbola, cenderung mengkonsumsi diet yang mengandung karbohidrat kompleks dalam jumlah besar (16). Mengkonsumsi karbohidrat cukup dari makanan seperti buah, sereal, roti, nasi, pasta, sayur-sayuran dan susu tiap hari dapat meminimalkan kelelahan dan memaksimalkan latihan (17).

Asupan karbohidrat yang adekuat sangat penting untuk memfasilitasi keterampilan anaerobik yang giat dan daya tahan (endurance) pada olahraga sepakbola (18). Pada saat pertandingan hampir seluruh glikogen otot digunakan, dan ini merupakan aktivitas fisik yang keras. Jika glikogen dalam otot rendah, hasil kerja yang tinggi tidak dapat dipertahankan. Namun, dengan kadar karbohidrat yang tinggi, penurunan glikogen dapat terimbangi (8).

(8)

Dalam penelitian ini, pola konsumsi protein tidak berhubungan dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul (p-value = 0,378). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi protein dengan daya tahan jantung paru atlet sepakbola (19). Pengetahuan yang keliru seperti seorang atlet membutuhkan protein yang sangat tinggi masih berkembang (20). Namun, bukan ekstra protein yang membentuk otot, melainkan latihan. Latihan yang intensif yang membentuk otot. Makanan yang terbaik untuk atlet harus mensuplai cukup protein, tetapi tidak berlebihan untuk keperluan perkembangan dan perbaikan jaringan otot yang aus, produksi hormon, dan mengganti sel-sel darah merah yang mati dengan yang baru (21).

Kontribusi protein terhadap kebutuhan energi atlet tidak mencapai 10% atau 15% (12). Atlet yang berlatih dengan baik dapat menggunakan energi dari protein lebih sedikit dibandingkan atlet yang tidak pernah berlatih, sehingga berimplikasi pada kebutuhan protein dietnya (22). Protein biasanya mengkontribusi hanya 2% kebutuhan energi, dan kontribusi maksimal protein untuk energi pada olahraga mungkin kurang dari 10% (23).

Protein merupakan zat gizi penghasil energi yang tidak berperan sebagai sumber energi, tetapi berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak (1). Protein bukan sumber energi otot yang segera dapat digunakan.

Dari penelitian Dr. Frank Consolazio, ternyata makanan dengan protein yang tinggi tidak memperbaiki penampilan olahraga (24).

Diet tinggi protein dan tinggi lemak yang dikonsumsi setelah melakukan latihan yang keras akan menghasilkan penggantian glikogen otot yang sangat lambat. Mengkonsumsi protein terlalu banyak, baik melalui makanan atau suplemen makanan, akan menaikkan kebutuhan badan kita akan air, dan dapat memudahkan terjadinya dehidrasi. Karena diet tinggi protein dapat meningkatkan kebutuhan air tubuh untuk mengeluarkan nitrogen lewat urin. Hal ini terjadi karena ginjal kita memerlukan lebih banyak air untuk menghilangkan nitrogen yang lebih banyak jumlahnya, karena banyaknya protein tadi (25). Selain itu, protein akan menstimulasi sekresi lambung dan menghasilkan asam-asam organik, yang tidak dapat dibuang karena peredaran darah pada ginjal menjadi berkurang pada waktu aktivitas tubuh sangat tinggi (24).

Jika seorang atlet mengkonsumsi cukup kalori dari karbohidrat, maka kelebihan protein yang dikonsumsi akan dikonversi atau disimpan dalam bentuk lemak badan. Sehingga badan akan bertambah gemuk, dan prestasi optimal tidak akan tercapai (21). Suplementasi protein diet yang berlebihan yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan nitrogen tidak memberikan manfaat tambahan bagi atlet (26).

(9)

Pola konsumsi lemak dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan kesegaran kardiorespirasi (p-value = 0,538). Hasil penelitian ini sesuai hasil penelitian sebelumnya bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola konsumsi lemak dengan daya tahan jantung paru atlet sepakbola (2).

Seorang atlet tidak boleh mengkonsumsi lemak secara berlebihan. Diet tinggi lemak oleh atlet sering mengakibatkan peningkatan trigliserida, kolesterol total, dan LDL kolesterol. Resiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet akibat konsumsi lemak yang tinggi (27).

Atlet dianjurkan untuk membatasi konsumsi lemak berlebihan agar atlet mengkonsumsi karbohidrat yang adekuat agar penggantian glikogen otot dan hati berlangsung dengan baik. Pengosongan lambung menjadi lambat akibat mengkonsumsi lemak yang berlebihan, sehingga perut terasa penuh. Rasa kenyang dan penuh yang terjadi akibat makan lemak yang berlebihan dapat mengurangi konsumsi karbohidrat yang adekuat.

Dalam penelitian ini, kebutuhan energi total atlet rata-rata adalah 3442,9 kcal. Hal itu sesuai dengan teori. Untuk seorang olahragawan yang sedang

melakukan latihan, dibutuhkan lebih kurang 3000 – 3500 kalori per hari atau lebih (24). Pemenuhan kalori dari lemak bila dibandingkan kebutuhan energi total atlet adalah sebesar 25,54%. Persentase tersebut sedikit lebih besar bila dibandingkan kebutuhan lemak yang digunakan yakni 25%. Namun, itu sudah sesuai dengan teori, yaitu asupan lemak tidak lebih dari 30% total energi (27).

Lemak merupakan sumber energi yang paling tinggi, meskipun demikian para atlet tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak berlebihan. Karena energi dari lemak tidak dapat langsung dimanfaatkan untuk latihan maupun bertanding (1). Secara teoretis, lemak paling sukar dicerna. Lemak sangat lambat meninggalkan lambung. Lemak yang diserap dari makanan dalam usus halus sangat sedikit menghasilkan energi yang dapat segera digunakan (24).

Dengan pemberian makanan tinggi lemak, kadar glikogen akan rendah, maka daya tahan menurun (28). Lemak tidak banyak digunakan untuk olahraga berat karena asam laktat yang terjadi dari glikolisis anaerobik menghambat pengeluaran asam lemak dari simpanan trigliserida di dalam jaringan lemak. Hal ini menyebabkan kadar asam lemak di dalam darah tidak cukup untuk menstimulir pemecahan asam lemak di dalam otot (29).

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Pola konsumsi karbohidrat berhubungan signifikan dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul. Sedangkan pola konsumsi protein dan lemak tidak berhubungan dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul.

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka disarankan kepada Klub PERSIBA Bantul agar lebih memperhatikan pengaturan pola makan atlet, baik atlet yang berasal dari

dalam maupun luar negeri, agar tidak jajan di luar mess dan terkontrol asupan gizinya, melakukan edukasi berkesinambungan terhadap atlet tentang pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi kesegaran kardiorespirasi, termasuk pola makan.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis karbohidrat dan formulasi yang tepat untuk memperbaiki kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul.

(11)

RUJUKAN

1. Depkes RI. Gizi Atlet Sepak Bola. Depkes RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta; 2002. 2. Ferry. Hubungan Antara Pola Konsumsi

Karbohidrat, Lemak, dan Faktor Lainnya Dengan Daya Tahan Jantung-Paru Atlet Sepakbola PS. Semen Padang Devisi Utama PSSI Liga Bank Mandiri IX Tahun 2003. Tesis. Program Pascasarjana UGM Yogyakarta; 2004. 3. Sharkey BJ. Kebugaran & Kesehatan. PT Raja

Grafindo Persada Jakarta; 2003.

4. Damayanti D. Pro Kontra “Carbohydrate Loading”, Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga Untuk Prestasi. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta; 2000.

5. Adisapoetra IZ, Primana DA, Asim, Hairy RPMJ, Syahara S, Winarno ME, Suharta A, Wahjoedi, Syarifudin, Tilarso H, Moeloek D. Olahraga dan Kesegaran Jasmani, Panduan Teknis Tes dan Latihan Kesegaran Jasmani. Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Jakarta; 1999.

6. Sidi BD. Performance Athletes dan Pengalaman Mempersiapkan Atlet, Kaitannya Dengan Gizi. Disampaikan Dalam Seminar Peranan Gizi Untuk Meningkatkan Prestasi Olahraga Bangsa Indonesia di Auditorium II Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta; 2006.

7. Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga Untuk Prestasi. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta; 2000.

8. Kuntaraf J dan Kuntaraf KL. Olahraga Sumber Kesehatan. Percetakan Advent Indonesia Bandung; 1992.

9. Sumosardjuno S. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga 2. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta; 1994.

10. Aryati, Tjaronosari, Hidayat N. Pengaruh Asupan Karbohidrat Pada Periode Latihan Terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola Di Klub PSS (Perserikatan Sepakbola Sleman) Yogyakarta. Nutrisia 2004; 5 (2) : 55–60. 11. Burke. Carbohydrate Intake Targets for Athletes

: Grams or Percent? Australian Institute of Sport Canberra; 1998.

12. Penggalih MHST dan Huriyati E. Gaya Hidup, Status Gizi dan Stamina Atlet Pada Sebuah Klub Sepakbola. Berita Kedokteran Masyarakat 2007; 23 (4).

13. Davis JM. Carbohydrate, Hormones, and Endurance Performance. Gatorade Sports Science Institude. Sport Science Exchange 2001; 14 (1).

14. Kirkendall DT. Creatine, Carbs, And Fluids : How Important In Soccer Nutrition. Gatorade Sports Science Institude. Sport Science Exchange 2004; 17 (3).

15. Lea J, O’Malley H, Macedonio M, Richardson D, Satterwhite Y. Maximizing Performance and Minimizing Injuries in Soccer. Gatorade Sports Science Institude. Sport Science Exchange 2000; 11 (1).

16. Blumberg J, Jenkins R, Clarkson P, Ji LL, Goldfarb A. Exercise, Nutrition and Free Radicals : What’s The Connection? Gatorade Sports Science Institude. Sports Science Exchange 1994; 5 (1).

(12)

17. Joy EA dan Prentice W. Conditioning and Nutrition for Football. Gatorade Sports Science Institude. Sports Science Exchange Roundtable 2001; 12 (2)

18. Kanter M. Refueling for Stop-and-Go Sports. Gatorade Sports Science Institute Illinois; 1996. 19. Kusumawati M. Hubungan Antara Pola

Konsumsi Protein dan Fe Dengan Daya Tahan Jantung-Paru Atlet Sepakbola PS. Semen Padang Tahun 2003. Program Pascasarjana UGM Yogyakarta; 2004.

20. Purba MB. Pengaruh Kebiasaan Makan Terhadap Prestasi Atlet. Disampaikan Dalam Seminar Peranan Gizi Untuk Meningkatkan Prestasi Olahraga Bangsa Indonesia di Auditorium II Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta; 2006.

21. Husaini MA. Kebutuhan Protein Untuk Berprestasi Optimal, Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga Untuk Prestasi. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta; 2000. 22. Gibala MJ dan Hargreaves M. Amino Acids,

Proteins, and Exercise Performance. Gatorade Sports Science Institude. Sports Science Exchange Roundtable 2000; 11 (4).

23. Anonim. How Much Protein Do You Need, And Where can You Get It? Gatorade Sports Science Institude. Sports Science Exchange Roundtable 2000; 11 (4).

24. Sumosardjuno S. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta; 1992.

25. Sumosardjuno S. Sehat & Bugar Petunjuk Praktis Berolahraga Yang Benar. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta; 1996.

26. Kreider RB. Effects of Protein and Amino-acid Supplementation on Athletic Performance. Sport Science Tennessee; 1999.

27. Primana DA. Penggunaan Lemak Dalam Olahraga, Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga Untuk Prestasi. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta; 2000.

28. Coggan A, Coleman E, Hopkins W, Spriet L. Dietary Fat And Physical Activity : Fueling The Controversy. Gatorade Sports Science Institude. Sports Science Exchange 1996; 7 (3).

PERSAGI. Prosiding Kursus Penyegar Ilmu Gizi dan Kongres VIII Persatuan Ahli Gizi Indonesia

(PERSAGI), Gizi Menuju Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. PERSAGI Jakarta; 1990.

Gambar

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Pola Konsumsi Karbohidrat Dengan Kesegaran  Kardiorespirasi Atlet Sepakbola PERSIBA Bantul

Referensi

Dokumen terkait

(1) Penghitungan dasar pengenaan PKB dan BBNKB untuk Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, ditetapkan

Sarwono (2003) menyatakan bahwa keuntungan yang dapat dirasakan oleh ibu pengguna kontrasepsi IUD antara lain adalah : 1) efektifitasnya tinggi. 0,6 – 0,8 kehamilan per 100

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan

Menurut KSAP (Komite Standar Akuntansi Pemerintah), Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan

Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dapat diperoleh jenis surfactant yang sesuai dengan batuan dan fluida reservoir lapangan “X”, serta besarnya konsentrasi

6 Berdasarkan syarat penelitian yang dikeluarkan rumah sakit yang bersangkutan, peneliti tidak diijinkan menuliskan nama rumah sakit tersebut sehingga dalam penelitian ini, nama

Hal yang menarik dalam penelitian ini yang coba diangkat oleh peneliti adalah program CSR yang dilakukan dalam mendukung olahraga terutama Bulutangkis sebagai bagian dari

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada PT Jasaraharja Putera Surabaya, perusahaan tidak melakukan Pengungkapan atas premi asuransi dalam catatan atas laporan