TESIS
HUBUNGAN KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN JAHITAN
KOMPRESI UTERUS METODE SURABAYA
DENGAN FAKTOR ANTEPARTUM, INTRAPARTUM DAN
POSTPARTUM PADA KASUS ATONIA UTERI
DI RSUD DR SOETOMO SURABAYA
PERIODE TAHUN 2012-2017
Tizar Dwi Satyoputro, dr 011228086301
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
ii
TESIS
HUBUNGAN KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN JAHITAN
KOMPRESI UTERUS METODE SURABAYA
DENGAN FAKTOR ANTEPARTUM, INTRAPARTUM DAN
POSTPARTUM PADA KASUS ATONIA UTERI
DI RSUD DR SOETOMO SURABAYA
PERIODE TAHUN 2012-2017
Tizar Dwi Satyoputro, dr 011228086301
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
i
HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER
TESIS
Untuk Memperoleh Gelas Magister Kedokteran Klinik dalam
PROGRAM STUDI ILMI KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Oleh:
Tizar Dwi Satyoputro, dr.
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
v
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 Juli 2018
Oleh : Pembimbing
Dr. Agus Sulistyono, dr., SpOG (K)
NIP. 19600827 198802 1 001
Mengetahui, Ketua Program Studi
Ilmu Kedokteran Klinik Jenjang Magister
vi
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HASIL TESIS
Hasil Tesis ini diajukan oleh
Nama : Tizar Dwi Satyoputro, dr
NIM : 011228086301
Program Studi : Ilmu Kedokteran Klinik Jenjang Magister / Obstetri Ginekologi
Judul : Hubungan Keberhasilan dan Kegagalan Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya dengan Faktor Antepartum, Intrapartum dan Postpartum Pada Kasus Atonia Uteri di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012-2017
Hasil tesis ini telah diuji dan dinilai Oleh panitia penguji pada
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN KLINIK JENJANG MAGISTER Universitas Airlangga
Pada Tanggal 26 Juli 2018
Panitia penguji,
1. Ketua Penguji : Prof. Lila Dewata, dr. Sp. OG (K) ( )
2. Penguji : Dr. Agus Sulistyono, dr., SpOG (K) ( )
3. Penguji : Dr. Pungky Mulawardhana, dr,SpOG (K) ( )
4. Penguji : Dr. Sulistiawati, dr., M.Kes ( )
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “HUBUNGAN KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN JAHITAN KOMPRESI UTERUS METODE SURABAYA DENGAN FAKTOR ANTEPARTUM, INTRAPARTUM DAN POSTPARTUM PADA KASUS ATONIA UTERI DI RSUD DR SEOTOMO SURABAYA PERIODE TAHUN 2012-2017” yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Agus Sulistyono, dr., Sp. OG (K), Ketua Program Studi PPDS-1 Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo dan selaku pembimbing penelitian ini, atas segala ketulusan dan kesabarannya dalam menuntun, memberikan masukan selama saya menjalani penelitian serta mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
2. Dr. Sulistiawati, dr. M. Kes dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat-Kedokteran Pencegahan, Fakultas Masyarakat-Kedokteran Universitas Airlangga sebagai pembimbing statistik penelitian ini dengan penuh dedikasi dan kesabaran memberikan bimbingan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
3. Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT.Ak., CMA., selaku Rektor Universitas Airlangga dan Prof. Dr. Fasich, drs., Apt., selaku mantan Rektor Universitas Airlangga, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
viii
Airlangga Surabaya atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menempuh program pendidikan dokter spesialis di Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
5. Harsono, dr., selaku Direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan Dodo Anondo, dr., MPH selaku mantan Direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas kesempatanyang diberikan kepada saya untuk menempuh program pendidikan dokter spesialis diRSUD Dr. Soetomo Surabaya.
6. Prof. R. Prayitno Prabowo, dr. SpOG(K) (Alm), guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 7. Prof. H.R. Hariadi, dr., Sp. OG (K), guru besar Departemen/SMF Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
8. Prof. H. Muh. Dikman Angsar, dr., Sp. OG (K), guru besar Departemen/ SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
9. Prof. H. Lila Dewata Azinar, dr., Sp. OG (K), guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
10. Prof. Samsulhadi, dr., Sp. OG(K), guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
ix
12. Prof. H. Suhatno, dr., Sp. OG (K), guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
13. Prof. Soehartono DS, dr., Sp. OG (K), guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
14. Prof. H. Heru Santoso, dr., Sp. OG (K) (Alm), guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 15. Prof. Dr. Erry Gumilar Dachlan, dr., Sp. OG (K), guru besar
Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 16. Dr. Poedji Rochjati, dr., Sp. OG (K), staf senior Departemen/SMF Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
17. Nadir Abdullah, dr., Sp. OG (K), staf senior Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
18. Sunjoto, dr., Sp. OG (K), staf senior Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
x
Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
20. Hari Paraton, dr., Sp. OG (K), Kepala Divisi Uroginekologi Rekonstruksi dan staf senior Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, rekomendasi serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
21. Bangun Trapsila Purwaka, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/ SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
22. Dr. Hermanto Tri Joewono, dr., SpOG (K), Kepala Divisi Fetomaternal-Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan khususnya selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
23. Bambang Trijanto, dr., Sp. OG (K), staf senior Ilmu Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
24. Dr. Hendy Hendarto, dr. Sp. OG (K), Kepala Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
25. Dr. Aditiawarman, dr., Sp. OG (K), Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Jenjang Magister, Sekretaris Departemen dan staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
xi
nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
27. Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp. OG (K)., Wakil Dekan II dan guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
28. Relly Yanuari Primariawan, dr., Sp. OG (K), Koordinator Pelayanan dan Kepala Divisi Fertilitas, Endokrinologi, dan Reproduksi Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
29. Dr. Brahmana Askandar T., dr., Sp. OG (K), Koordinator Penelitian dan Pengembangan Ilmu dan Kepala Divisi Onkologi Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
30. Dr. Ernawati, dr., Sp. OG (K), Koordinator Pelayanan Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
31. Dr. Wita Saraswati, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
32. Dr. Sri Ratna Dwiningsih, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
xii
34. Indra Yuliati, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
35. Gatut Hardianto, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
36. Dr. Budi Prasetyo, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
37. Eighty Mardiyan, dr., Sp. OG (K), Sekretaris Program Studi PPDS-1 dan staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
38. Jimmy Yanuar Annas, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
39. Primandono Perbowo, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
40. M. Ardian Cahya Laksana, dr., Sp. OG, M. Kes, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 41. Budi Wicaksono, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri
xiii
Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
42. Pungky Mulawardana, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
43. M. Ilham Aldika Akbar, dr., Sp. OG (K), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
44. Hari Nugroho, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala nasihat ilmu, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
45. Azami Denas Azinar, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
46. Muhammad Yusuf, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
47. M. Yohanes Ardianta, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
48. Manggala Pasca Wardhana, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
xiv
Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
50. Hanifah Erlin Dharmayanti , dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
51. Rizky Pranadyan, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
52. Arif Tunjungseto, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
53. Nareswari Cininta M, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, selaku pembimbing penelitian ini, atas segala ketulusan dan kesabarannya dalam menuntun, memberikan masukan selama saya menjalani penelitian serta mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 54. Rozi Aditya, dr., Sp. OG, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
xv
56. Seluruh karyawan dan karyawati khususnya para sekretaris sdri Lusiana, sdri Rini, sdri Neni dan sdri Dyah yang telah banyak membantu kelancaran dalam setiap tahap penelitian kami. Kepada seluruh paramedis maupun non paramedis Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr.Soetomo atas segala bantuan dan kerjasamanya selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 57. Kepada Ibu Moerdiatik (Mak Tik) yang selalu memberikan dukungan,
bantuan, semangat dan doa selama pembuatan makalah penelitian kami di kamar PPDS Obstetri Ginekologi hingga selesai.
58. Seluruh penderita dan keluarganya yang pernah dirawat di RSUD Dr.Soetomo khususnya Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi atas kesempatan yang diberikan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis.
59. Selanjutnya doa yang tak pernah putus kami persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta, Soetikno, SH dan Dr. Sukesi, Apt MARS, yang dengan penuh kasih sayang membesarkan dan mewujudkan cita-cita ananda. 60. Kepada istri saya tercinta Aquirina Caesari Putri, dr. Sp M, pendamping dan sahabat terbaik dalam hidup saya, atas segala doa, semangat, pengertian, pengorbanan, dukungan, dan kesabaran disaat-saat sedih.
61. Kepada mertua saya, Soehersono, dr. SpOG., dan Muki Endah Rahayu, dr., yang dengan penuh pengertian dan kesabaran telah memberikan dorongan moral, semangat doa, kasih dan pengorbanan yang tak terhingga selama saya menjalani pendidikan spesialis ini.
62. Kepada saudara-saudara kandung beserta pasangannya dan kakak ipar saya tercinta Taufiq Hadi Saputro, SH., dan Aminatuz Zahro, Ayu Nuzulia Putri, dr. dan Tunggal Putranto, dan Abriyanti Caturiza Putri, S.Psi, SH. dan Bramanto Wisynu Wardhana, SE., Ary Hersesari Putra, ST, MT dan Rr. Sari Purwaningdyah, ST yang dengan penuh pengertian dan kesabaran telah memberikan dorongan moral, semangat doa, kasih dan pengorbanan yang tak terhingga selama saya menjalani pendidikan spesialis ini.
xviii
Hubungan Keberhasilan dan Kegagalan Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya dengan Faktor Antepartum, Intrapartum dan Postpartum pada Kasus Atonia Uteri di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012-2017
Tizar Dwi Satyoputro*, Nareswari Cininta Imadha Marcianora**, Agus Sulistyono** * PPDS-1 Departemen/ SMF Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr Soetomo, Surabaya
** Staf Departemen/ SMF Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr Soetomo, Surabaya
ABSTRAK
Tujuan: Menganalisis hubungan keberhasilan dan kegagalan jahitan kompresi uterus metode surabaya dengan faktor antepartum, intrapartum dan postpartum pada kasus atonia uteri di RSUD dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2012-2017.
Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain penelitian
case-control. Subyek penelitian adalah wanita postpartum yang mendapatkan jahitan kompresi
metode surabaya pada periode 2012-2017. Data sekunder dari rekam medis dicatat, ditabulasi dan dianalisis, terdiri dari (1) faktor antepartum (usia, paritas, obesitas, kehamilan multipel, dan penyakit penyerta maternal Diabetes Mellitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung, anemia, jaundice of pregnancy, SLE dan infeksi); (2) Intrapartum (metode persalinan, induksi persalinan) dan (3) Postpartum (interval dilakukan jahitan kompresi metode surabaya pada kasus atonia uteri yang terjadi saat SC dan pasca persalinan pervaginam). Uji logistik bivariat untuk penapisan awal dari variabel yang signifikan, kemudian dilanjutkan pengujian regresi logistik multivariat untuk mencari kekuatan hubungan antar kedua variabel.
Hasil: Dari 278 pasien dilakukan jahitan kompresi uterus metode surabaya, 192 memenuhi kriteria inklusi. Dari sejumlah tersebut 32 gagal dan 160 berhasil. Uji logistik bivariat didapatkan 7 variabel signifikan (p<0,25) yaitu umur, infeksi, anemia, hipertensi dalam kehamilan, mode-of-delivery, induksi persalinan dan interval dilakukan jahitan kompresi uterus metode surabaya. Uji regresi logistik multivariat didapatkan yang berpengaruh signifikan adalah anemia (p0,016, OR4,78 CI:1.343-17.038) dan interval dilakukan jahitan kompresi metode surabaya pada kelompok >2-7 jam (p0,001, OR6,75 CI:2.249-20.406) dan kelompok >7 jam (p0,016, OR25,45 CI:2.781-232.893) dibandingkan dengan < 1 jam.
Kesimpulan: Didapatkan hubungan kegagalan jahitan kompresi uterus metode surabaya pada kasus atonia uteri dengan anemia dan penundaan tindakan, baik >2-7 jam maupun kelompok >7 jam.
xix
Relationship Between Success And Failure Rates Of Surabaya-Method Uterine Compression Suture With Antepartum, Intrapartum and Postpartum Factors In Atonic Uterine Cases At Dr. Soetomo Hospital Surabaya During 2012-2017
Tizar Dwi Satyoputro*, Nareswari Cininta Imadha Marcianora**, Agus Sulistyono**
* Resident of Obstetric and Gynecology Departement, Faculty of Medicine Airlangga University, Dr. Soetomo hospital, Surabaya
** Staff of Obstetric and Gynecology Departement, Faculty of Medicine Airlangga University, Dr. Soetomo hospital, Surabaya
ABSTRACT
Objective: To analyze the relationship between success and failure rates of
surabaya-method uterine compression suture with antepartum, intrapartum and postpartum in atonic uterine cases at dr. Soetomo hospital Surabaya
Methods: This is an observational analytic study with case-control design. Subjects of this
study were post-labor patients who had undergone surabaya-method uterus compression suture during 2012-2017 period. Secondary data was obtained from medical record to determine antepartum (age, parity, obesity, multiple pregnancy and maternal comorbidities, such as Diabetes-Mellitus, hypertension-in-pregnancy, heart disease in pregnancy, anemia, jaundice-of-pregnancy, SLE and infection), intrapartum (mode-of-delivery, induction of labor) and postpartum factors (interval of time when uterine compression suture surabaya-method in atonic uterine after SC or postpartum vaginal delivery was performed). Two-step analysis using bivariate and multivariate logistic regression were performed for screening and determine the-strength between two variables, respectively.
Results: From 278-patients approximately 192-patients met the inclusion criteria. There
were 32 failures and 160 successful cases. Bivariate regression test indicated 7 variables were significant (p<0,25), including age, infection, anemia, hypertension-in-pregnancy, mode-of-delivery, induction of labor and interval of when to perform uterine compression. Multivariate regression for those 7 variables pointed only two were significant (p<0,05), i.e. anemia (p0.016, OR4.78 CI:1.343 - 17.038) and time interval of when compression suture was performed. Longer duration of procedure delay related to failure rates at p0.001; OR 6.75; CI: 2.249 - 20.406 for over-than-two to 7-hours group and p0.016; OR 25.45; CI:2.781 - 232.893 for longer than 7-hour compare to less than one-hour.
Conclusion: The failure of uterine compression suture surabaya-method were affected by
anemia, delay of uterine compresion >2-to-7-hours and delay for more-than 7-hours.
Keywords: The failure of Uterine compression suture surabaya method, uterine atony,
xx
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ... i
SAMPUL DALAM... ii
HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS ... v
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HASIL TESIS ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR .... ... xvii
ABSTRAK ... xviii
DAFTAR ISI ... xx
DAFTAR TABEL ... xxiv
DAFTAR GAMBAR ... xxviii
DAFTAR SINGKATAN ... xxix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.4.1 Manfaat Teori ... 5
1.4.2 Manfaat Klinis ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Perdarahan Pasca Persalinan ... 7
2.1.1 Definisi ... 7
2.1.2 Prevalensi dan Epidemiologi ... 7
2.1.3 Gejala ... 8
2.1.4 Etiologi ... 9
2.1.5 Patofisiologi ... 10
2.1.6 Manajemen ... 12
2.1.6.1 Manajemen Non-Bedah ... 13
2.1.6.2 Manajemen Bedah ... 21
2.1.7 Komplikasi ... 25
2.1.7.1 Syok Hipovolemik ... 25
2.1.7.2 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) ... 25
2.1.7.3 Gagal Ginjal Akut ... 25
2.1.7.4 Kematian ... 26
2.2 Faktor Risiko Maternal ... 26
2.2.1 Faktor Antepartum ... 26
2.2.1.1 Usia ... 26
2.2.1.2 Paritas ... 27
2.2.1.3 Obesitas ... 27
2.2.1.4 Kehamilan Multipel ... 28
xxi
2.2.1.6 Penyakit Diabetes Mellitus (DM) ... 28
2.2.1.7 Penyakit Jantung ... 29
2.2.1.8 Hipertensi dalam Kehamilan ... 29
2.2.1.9 Infeksi ... 30
2.2.1.10 Penyakit Penyerta Maternal lain ... 30
2.2.2 Faktor Intrapartum ... 31
2.2.2.1 Metode Persalinan ... 31
2.2.2.2 Induksi Persalinan ... 32
2.2.3 Faktor Postpartum ... 33
2.2.3.1 Interval Dilakukan Jahitan Kompresi Uterus ... 33
2.3 Jahitan Kompresi Uterus ... 33
2.3.1 Teknik B-Lynch ... 34
2.3.2 Teknik Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya ... 35
2.3.3 Teknik Jahitan “U” ... 38
2.3.4 Metode Jahitan Haemostatic Multiple Square (Cho) ... 39
2.3.5 Modifikasi Teknik B-Lynch Oleh Hayman ... 40
2.3.6 Modifikasi Teknik B-lynch oleh Marasinghe ... 41
2.3.7 Teknik Modifikasi Pereira ... 42
2.4 Komplikasi Teknik B-Lynch ... 43
2.5 Teknik Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya ... 44
2.5.1 Pengembangan Teknik Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya ... 44
2.5.2 Keuntungan dan Kerugian ... 44
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 46
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 46
3.2 Hipotesis Penelitian ... 48
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 50
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 50
4.2 Populasi Penelitian ... 50
4.3 Sampel Penelitian ... 51
4.4 Kriteria Penelitian ... 52
4.4.1 Kriteria Inklusi ... 52
4.4.2 Kriteria Eksklusi ... 52
4.5 Variabel Penelitian ... 52
4.6 Definisi Operasional ... 53
4.7 Prosedur Penelitian ... 57
4.7.1 Pengumpulan Data ... 57
4.7.2 Analisis Data ... 57
4.8 Kerangka Operasional ... 57
4.9 Lokasi, Waktu dan Jadwal Penelitian ... 58
4.9.1 Lokasi Penelitian ... 58
4.9.2 Waktu Penelitian ... 58
4.10 Kelayakan Etik ... 58
4.10.1 Kelayakan Etik ... 58
4.10.2 Kerahasiaan Pasien ... 58
4.10.3 Konfidensialitas ... 58
4.11 Biaya Penelitian ... 58
xxii
xxiii
DAFTAR TABEL
xxiv
Tabel 5.10 Pasien yang Menderita SLE dan Mendapat Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 – 2017.. ... 63 Tabel 5.11 Pasien Hamil dengan Jaundice dan Mendapat Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 - 2017.. ... 64 Tabel 5.12 Mode of Delivery Pasien yang Mendapat Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 - 2017.. ... 64 Tabel 5.13 Pasien yang Dilakukan Induksi dan Mendapat Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 - 2017 ... 65 Tabel 5.14 Interval Dikerjakan Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 - 2017 ... 65 Tabel 5.15 Tabulasi Silang dan Pengujian Bivariat Logistik Antepartum Umur Pada Kegagalan Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 - 2017 ... 66 Tabel 5.16 Tabulasi Silang dan Pengujian Bivariat Logistik Antepartum Paritas Pada Kegagalan Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 - 2017 ... 66 Tabel 5.17 Tabulasi Silang dan Pengujian Bivariat Logistik Antepartum Obesitas Pada Kegagalan Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 - 2017 ... 67 Tabel 5.18 Tabulasi Silang dan Pengujian Bivariat Logistik Antepartum Kehamilan Multipel Pada Kegagalan Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya di RSUD dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 – 2017
xxv
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR SINGKATAN ALARM Advances in Labour and Risk Management
cc centimeter cubic
cm centimeter
CI Confidence Interval
CO2 Carbon Dioxide
DIC Disseminated Intravascular Coagulation DM Diabetes Mellitus
gr/dl gram per desiliter Hb Hemoglobin
HDK Hipertensi Dalam Kehamilan
HELLP Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Count HSP Heat Shock Protein
IV / iv intravena
IVF in vitro fertilization LUS Lower Uterine Segment
MAPK Mitogen Activated Protein Kinase MLC Myosin Light Kinase
ml milliliter
OR Odds Ratio
PLC Phospholipase
PONEK Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif RCT Randomized Control Trial
RR Risk Ratio
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah SBR Segmen Bawah Rahim SC Sectio Caesarea
SLE Systemic Lupus Erythematosus
TD Tekanan Darah
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Angka kematian maternal merupakan indikator yang mencerminkan status kesehatan ibu terutama pada saat hamil dan persalinan. Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki angka kematian maternal yang cukup tinggi meskipun berdasarkan hasil survei kematian ibu di Indonesia menunjukkan penurunan, pada tahun 2015 angka kematian ibu mencapai 4.999 jiwa, lalu turun menjadi 4.912 jiwa di tahun 2016 dan makin menurun menjadi 1712 jiwa di semester awal tahun 2017 (Kemenkes, 2017). Ada berbagai macam penyebab kematian ibu, diantaranya adalah perdarahan, eklampsia, aborsi, dan infeksi. Perdarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu yaitu 28%. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, presentasenya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%. Penyebab utama perdarahan obsetri masif pasca persalinan adalah atonia uteri (30%), retensio placenta (18,9%) dan trauma jalan lahir (13,9%) (Al-Zirqi, 2008).
sehingga merangsang uterus berkontraksi dengan cara pemijatan atau pemberian uterotonika (oxytocin atau prostaglandin). Bila tindakan tersebut dirasa belum cukup, lini kedua penanganan adalah dengan kompresi uterus (Neelam, 2010; RCOG, 2011). Pada kasus-kasus yang berat, maka dapat dilakukan kompresi bimanual uterus, tampon uterus atau jahitan kompresi uterus. Pada akhirnya, jika uterus tetap tidak merespon, dapat dilakukan devaskularisasi, ligasi arteri iliaka interna sampai dengan histerektomi (James, McLintock, & Lockhart, 2012).
Sulistyono dkk (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa metode kompresi uterus metode surabaya merupakan alternatif histerektomi pada perdarahan pasca persalinan oleh karena atonia uteri. Hasilnya didapatkan bahwa jahitan kompresi uterus metode surabaya lebih efektif dalam menghentikan perdarahan pada kasus perdarahan pasca persalinan dalam rangka preservasi uterus. Selain sederhana, efektif dan mudah dibandingkan dengan B-lynch original, keunggulan dari B-lynch metode surabaya adalah bila kasus perdarahan pasca persalinan pada persalinan pervaginam tidak perlu dilakukan insisi pada segmen bawah rahim (SBR), dan bila terjadi pada persalinan SC tidak perlu membuka jahitan pada SBR, teknik ini memiliki waktu operasi yang lebih cepat (<5 menit) dan telah menjadi prosedur rutin sejak 2009 di RSUD Dr. Soetomo Surabaya untuk mengatasi perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri (Sulistyono dkk, 2010).
kasus perdarahan pasca persalinan yang dilakukan jahitan kompresi uterus metode surabaya di RSUD Dr. Soetomo Surabaya telah berhasil dihentikan perdarahannya, sedangkan 4 kasus yang dilakukan kompresi uterus B-lynch tanpa modifikasi, 2 diantaranya harus dilanjutkan dengan histerektomi (Sulistyono dkk, 2010). Keberhasilan dan kegagalan dari tindakan jahitan kompresi uterus dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor yang berhubungan langsung seperti plasentasi abnormal, pemanjangan proses persalinan, infeksi yang terjadi pada uterus hingga beberapa faktor yang tidak berhubungan langsung seperti usia, status paritas, penyakit penyerta maternal (Diabetes Mellitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung), dan induksi persalinan telah dikatakan memiliki peran terhadap hasil akhir jahitan kompresi uterus (Kayem et al, 2011; James, McLintock & Lockhart, 2012). Faktor-faktor inilah yang akan dianalisis untuk diketahui hubungannya dengan keberhasilan dan kegagalan jahitan kompresi uterus. Bila dipandang dari waktu terjadinya faktor tersebut, maka dapat dikategorikan menjadi faktor antepartum (berkaitan dengan perawatan medis yang diberikan kepada wanita hamil sebelum melahirkan), intrapartum (berkaitan dengan proses persalinan), dan postpartum (berkaitan setelah bayi dan plasenta dilahirkan).
pada saat persalinan Sectio Caesarea (SC) maupun pasca persalinan pervaginam. Kayem (2011) dalam penelitiannya menyebutkan kemungkinan dilakukan histerektomi akan meningkat sebanyak 4 kali bila terjadi penundaan waktu 2 hingga 6 jam antara proses terjadinya perdarahan pasca persalinan dengan dikerjakannya jahitan kompresi uterus. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan prosedur jahitan kompresi uterus metode surabaya khususnya pada kasus perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri di RSUD dr. Soetomo Surabaya.
1.2.Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan keberhasilan dan kegagalan jahitan kompresi uterus metode Surabaya dengan faktor :
(1) Antepartum : usia, paritas, obesitas, kehamilan multipel, dan penyakit penyerta maternal, yakni Diabetes Mellitus (DM), hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung, anemia, jaundice of pregnancy, Systemic Lupus Erythematous (SLE) dan infeksi;
(2) Intrapartum : metode persalinan, induksi persalinan;
(3) Postpartum : interval dilakukan jahitan kompresi metode surabaya pada kasus atonia uteri yang terjadi saat SC dan pasca persalinan pervaginam
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisa hubungan keberhasilan dan kegagalan jahitan kompresi uterus metode surabaya dengan faktor antepartum, intrapartum dan postpartum sebagai tindakan alternatif histerektomi pada perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi dan menganalisis hubungan keberhasilan dan kegagalan jahitan kompresi uterus metode surabaya dengan faktor :
(1) Antepartum : usia, paritas, obesitas, kehamilan multipel, dan penyakit penyerta maternal, yakni Diabetes Mellitus (DM), hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung, anemia, jaundice of pregnancy, Systemic Lupus Erythematous (SLE) dan infeksi;
(2) Intrapartum : metode persalinan, induksi persalinan;
(3) Postpartum : interval dilakukan jahitan kompresi metode surabaya pada kasus atonia uteri yang terjadi saat SC dan pasca persalinan pervaginam
pada kasus atonia uteri di RSUD dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2012-2017.
Sebagai sumber rujukan untuk peneliti dan praktisi guna mengetahui hubungan keberhasilan dan kegagalan jahitan kompresi uterus metode surabaya dengan faktor antepartum, intrapartum dan postpartum pada kasus atonia uteri di RSUD dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2012-2017. 1.4.2Manfaat Klinis
Mengevaluasi angka keberhasilan dan kegagalan jahitan kompresi uterus metode surabaya dengan faktor antepartum, intrapartum dan postpartum yang dapat menjadi prosedur penanganan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri di RSUD dr. Soetomo Surabaya.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perdarahan Pasca Persalinan 2.1.1 Definisi
Perdarahan pasca persalinan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu perdarahan pasca persalinan awal (early postpartum haemorrhage) adalah perdarahan per-vagina dalam 24 jam pertama setelah persalinan dengan taksiran jumlah perdarahan setidaknya 500 cc (persalinan per-vaginam) dan 1000 cc (persalinan per-abdominam). Sedangkan perdarahan pasca persalinan lanjut (late postpartum haemorrhage) adalah perdarahan per-vaginam yang terjadi antara 24 jam sampai dengan 6 minggu setelah persalinan (Greenfield & Kominiarek, 2008).
2.1.2 Prevalensi dan Epidemiologi
Demographic and Health Survey, prevalensi perdarahan pasca persalinan di
Indonesia dilaporkan sebanyak 90 – 135 kasus per 100.000 kelahiran pada tahun 2007 (Surathanan, 2011).
Dari data di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012, terdapat sebanyak 192 kasus perdarahan pasca persalinan yang meningkat menjadi 373 kasus pada tahun 2013 (Palupi, 2014). Data dari Dinas Kesehatan kota Surabaya, angka kejadian perdarahan pasca persalinan terjadi di Surabaya sebanyak 158 kasus pada tahun 2007, 128 kasus pada tahun 2008 dan sebanyak 50 kasus pada tahun 2009. Walaupun terjadi tren penurunan angka kejadian, Dinas Kesehatan kota Surabaya telah bekerjasama dengan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia untuk program penurunan angka kejadian perdarahan pasca persalinan sehingga dapat menekan angka kematian ibu dan bayi (Endriyana, 2018).
RSUD dr. Soetomo Surabaya sebagai RS rujukan tersier, terdapat jumlah kematian maternal akibat komplikasi obstetri langsung sebanyak 21 pasien. Menurut data PONEK RSUD dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2017, tiga penyebab tertinggi kematian adalah kasus preeklamsia berat, syok hipovolemik dan sepsis (Satyoputro, 2018).
2.1.3 Gejala
(Greenfield & Kominiarek, 2008). Secara klinis gejala pada pasien dapat sangat beragam, diantaranya ibu akan tampak lemah, mengalami peningkatan denyut nadi, kehausan, bengkak dan nyeri pada jaringan vagina dan area perineal hingga terjadi sinkop. Penurunan saturasi oksigen juga merupakan tanda kondisi hipovolemik. Hipotensi bermakna terjadi pada jumlah perdarahan lebih dari 500 ml (Ashigbie, 2013; Kasap et al, 2016). Gejala klinis pada pasien perdarahan pasca persalinan harus dapat segera dikenali terutama yang berkaitan dengan kehilangan banyak darah (hipotensi, takikardi) karena sering kali tidak muncul sampai jumlah perdarahan yang terjadi sangat banyak. Seorang ahli kandungan harus dapat memperkirakan jumlah perdarahan dengan menilai klinis hipotensi dan takikardia, biasanya sekitar 25% dari volume darah total (total blood volume) (Committee on Practice Bulletin, 2017).
2.1.4 Etiologi
Tabel 2.1 Etiologi perdarahan pasca persalinan (Greenfield & Kominiarek, 2008)
Tone Thrombosis
Uterine atony Coagulopathies
Uterine inversion Inherited coagulation disorders
Tissue HELLP Syndrome
Retained placenta or blood clots Abruptio/disseminated intravascular coagulation
Abnormal placentation (previa, accreta) Prolonged fetal demise Connective tissue disorders (Ehlers-Danlos
syndrome, Marfan Syndrome) Amniotic fluid embolism/ anaphylactoid syndrome of pregnancy
Trauma Anticoagulant use
Lower genital tract lacerations Uterine rupture
Hematoma
Perdarahan pasca persalinan awal lebih sering terjadi, dan melibatkan jumlah perdarahan dan angka kematian yang besar. Terdapat 4 etiologi yang menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan, yaitu: (1) Tonus, ketidakmampuan otot rahim untuk berkontraksi secara efektif; (2) Jaringan, terdapat sisa jaringan dari hasil konsepsi, jaringan plasenta dan membran amnion atau plasenta invasif; (3) Trauma, terjadi laserasi pada traktus genetalia atas atau bawah; dan (4) Trombosis, terjadinya koagulasi abnormal baik secara kongenital atau didapat. Penyebab paling sering perdarahan pasca persalinan awal adalah atonia uteri yang terjadi akibat kegagalan serat otot myometrium untuk berkontraksi dan retraksi yang selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan hebat sampai kemudian terjadi kondisi syok hipovolemik (Muzakkar, Sulistyono & Widjiati 2012). Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri ini adalah terjadinya regangan yang berlebihan pada uterus, penggunaan oksitosin jangka lama, persalinan memanjang, multiparitas, korioamnionitis, plasenta previa, ekstraksi bokong (breech extraction), sisa plasenta, laserasi traktus genital atas maupun bawah (Sulistyono dkk, 2010).
2.1.5 Patofisologi
walaupun faktor pembekuan darah normal, sebaliknya walaupun faal pembekuan darah tidak baik perdarahan pasca persalinan dapat berhenti asalkan kontraksi dan retraksi uterus berfungsi normal.
Kontraksi myometrium dipengaruhi oleh peningkatan kalsium intraseluler yang terutama berasal dan influks melalui L-type calcium channel. Kalsium intraseluler berikatan dengan reseptornya, yaitu
kalmodulin membentuk kompleks kalsium-kalmodulin yang dapat mengaktivasi Myosin Light Chain Kinase (MLC Kinase) menjadikan MLC aktif sehingga bisa berikatan dengan aktin-F yang merupakan bentuk aktif aktin. Aktin-F berasal dari remodeling aktin-G (tidak aktif) dengan bantuan Heat Shock Protein 27 (27) yang telah terfosforilasi. Fosforilasi
HSP-27 melalui jalur Mitogen Activated Protein Kinase (MAPK) yang terjadi karena adanya enzim phospholipase-C (PLC). PLC meningkat mungkin karena adanya rangsangan mekanis atau agonis kontraksi pada protein G di membran miometrium (Sulistyono, 2012).
menimbulkan depolarisasi membran sel sehingga L-type calcium channel membuka dan juga mengaktifkan protein G (Sulistyono, 2012).
Gambar 2.1 Biomekanik Jahitan Metode Surabaya menghentikan perdarahan
2.1.6 Manajemen
menghasilkan protein dengan fungsi meningkatkan kontraktilitas seluler melalui interaksi myosin dan aktin, meningkatkan eksitabilitas sel myometrium dan meningkatkan komunikasi antar sel (Muzakkar, Sulistyono, & Widjiati, 2012).
2.1.6.1 Manajemen Non-Bedah a. Uterotonika
Uterotonika merupakan pilihan terapi lini pertama untuk penanganan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri. Obat golongan ini diantaranya oksitosin, misoprostol, methylergometrin. Pada keadaan tertentu penggunaan obat ini dapat dikombinasi, dengan catatan tidak ada kondisi yang menjadi kontraindikasinya. Jika golongan obat uterotonika gagal menghentikan perdarahan, maka terdapat intervensi lain yang dapat digunakan (tampon atau teknik pembedahan).
WHO merekomendasikan oksitosin sebagai golongan obat uterotonika untuk terapi perdarahan pasca persalinan (strong recommendation). Jika sediaan oksitosin injeksi tidak ada atau perdarahan
tetapi keputusan sangat bergantung pada pengalaman dokter kandungan, ketersediaan obat dan kontraindikasi telah diketahui (WHO, 2012). Dengan menggunakan terapi uterotonika yang sesuai dan tepat waktu, mayoritas kasus atonia uteri tidak memerlukan intervensi bedah.
Tabel 2.2 Terapi Medis Perdarahan Pasca Persalinan (Greenfield & Kominiarek, 2008)
Asam traneksamat merupakan golongan obat yang direkomendasikan oleh WHO untuk penanganan perdarahan pasca persalinan dengan kategori evidence yang menengah. Golongan ini merupakan antifibrinolitik yang
dapat diberikan secara oral dan suntikan.
Tabel 2.3 Rekomendasi Asam traneksamat untuk penanganan perdarahan pasca persalinan (WHO, 2012)
and human resources), terjangkau, murah dan pemberiannya sangat
beralasan dan terkait dengan kondisi klinis. Jadi secara keseluruhan, pemberian asam traneksamat untuk kasus perdarahan pasca persalinan dapat direkomendasikan (WHO, 2012).
Penggunaan asam traneksamat direkomendasikan jika oksitosin dan obat uterotonika yang lain gagal untuk menghentikan perdarahan atau perdarahan yang terjadi sebagian disebabkan oleh karena trauma. Pemberian asam traneksamat ini telah dijelaskan pada berbagai literatur bedah dan trauma sebagai pilihan terapi yang aman. Pada penelitian yang dilakukan oleh WOMAN trial, didapatkan penurunan bermakna angka mortalitas sebanyak 1.5 kali dengan pemberian asam traneksamat iv 1 gram dibandingkan dengan group plasebo (WHO, 2012).
c. Pemijatan uterus dan prosedur lainnya
Studi secara Randomized Controlled Trial (RCT) pada 200 perempuan di Mesir, dilakukan pemijatan uterus pada kelompok intervensi dan tidak dilakukan pemijatan uterus pada kelompok kontrol setelah persalinan aktif kala III. Studi ini menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan secara statistik dalam kejadiaan perdarahan pasca persalinan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol [risk ratio (RR) 0,52; 95% confidence interval (CI) 0,16-1,67]. Berarti kehilangan darah dalam 30 menit secara signifikan lebih rendah pada kelompok intervensi dari pada kelompok kontrol (Hofmeyr, Abdel-Aleem, & Abdel-Aleem, 2008)
d. Kompresi Uterus Bimanual
badan, hingga mencapai kolumna vertebralis (Schuurmans et al, 2000). Penggunaan bimanual kompresi, dimana dilakukan penekanan pada aorta eksternal, merupakan terapi sementara yang dapat diberikan untuk mengontrol perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri sambil menunggu tersedianya penanganan yang sesuai (WHO, 2012).
e. Teknik Tampon
Pada kondisi penggunaan obat uterotonika dan masase uterus bimanual gagal untuk menghentikan perdarahan, maka penggunaan kompresi, tamponade atau packing intrauterine dapat dilakukan. Bukti keuntungan teknik ini sangat terbatas, akan tetapi dalam suatu studi menyatakan bahwa terdapat sekitar 86% pasien yang mendapatkan terapi tampon balon kateter tidak memerlukan terapi pembedahan. Meski keuntungannya terbatas, tetapi penting untuk tindakan sementara. Metode uterine packing menjadi prosedur yang digemari terutama di daerah untuk
Tabel 2.4 Teknik tampon Perdarahan Pasca Persalinan (Committee on Practice Bulletin, 2017)
f. Tampon Kondom Kateter
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penggunaan tampon kondom kateter untuk pengobatan atonia uteri ketika obat-obatan uterotonika tidak tersedia atau tidak efektif untuk manajemen perdarahan pasca persalinan oleh karena atonia uteri (WHO, 2012). Disebutkan tampon kondom kateter digunakan dalam kasus-kasus dimana oksitosin dan obat lain tidak efektif, namun dipertahankan untuk membantu kontraksi uterus bersamaan sambil kita melakukan pemasangan tampon kondom kateter (Akhter, Laila, & Zabeen, 2003).
a. Ikat kondom kateter b. Kateter dimasukkan dlm cavum uteri
c. Pasang tampon vagina dan cairan salin dialirkan ke kateter uterus 250-500 cc
Tabel 2.5 Langkah langkah pemasangan tampon kondom kateter (Akhter, Laila, & Zabeen, 2003)
a. Sebelumnya diberikan antibiotik profilaksis, Kandung kemih dikosongkan, kateter steril dimasukkan ke dalam kondom dan diikat dengan benang
b. Pasien diposisikan litotomi, kondom kateter dimasukkan kedalam cavum uterus
c. Ujung luar kateter dihubungkan dengan cairan saline dan kondom dialiri cairan saline 250-500 cc
d. Perdarahan diamati, ketika perdarahan berhenti, kateter dilipat dan diikat dengan benang
e. Kontraksi uterus dipertahankan dengan meneteskan oksitosin setidaknya 6 jam setelah prosedur
f. Dilakukan pemasangan tampon vagina dengan tampon gulung
g. Kateter dipertahankan 24-48 jam
2.1.6.2 Manajemen Bedah a. Ligasi Vaskuler
darah yang melalui ligamen utero-ovarian. Teknik ini mencapai angka keberhasilan sebesar 92% (Greenfield & Kominiarek, 2008).
Gambar 2.3 Ligasi arteri uterina bilateral (jahitan O’Leary) (A) tampilan coronal segmen bawah uterus. Jahitan tidak masuk kedalam rongga uterus melaikan ke medial pembuluh darah (Greenfield & Kominiarek, 2008).
b. Jahitan Kompresi Uterus
Teknik B-lynch ini memiliki efektifitas sebesar 60-75%. Jahitan teknik ini diletakkan dari SBR ke fundus uteri dan akan menimbulkan tekanan pada uterus. Pemilihan benang yang besar (benang chromic no 1) berfungsi untuk mencegah agar tidak mudah terurai dan tidak secara cepat diserap agar herniasi usus yang melewati loop persisten jahitan setelah uterus mengalami involusi dapat dihindari (Committee on Practice Bulletin, 2017).
c. Stepwise technique of uterine devascularization
didapatkan perdarahan dilakukan (5) ligasi pembuluh darah ovarium bilateral. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa prosedur ini efektif dalam semua kasus (100%) dan histerektomi tidak diperlukan. Maka, dapat disimpulkan bila stepwise technique of uterine devascularization adalah alternatif yang efektif dan aman untuk manajemen bedah pada kasus perdarahan pasca persalinan.
Gambar 2.4 Tempat dilakukannya ligasi, langkah (1), (2) dan (3) UUS : Upper Uterine Segment LUS : Lower Uterine Segment
d. Histerektomi
kandung kemih sebanyak 6-12%, dan pada ureter sebanyak 0,4-40% pasca dilakukan histerektomi (Committee on Practice Bulletin, 2017).
Dari penelitian Sulistyono dkk, 4 pasien yang dikerjakan B-lynch, 2 pasien mengalami perdarahan yang tidak teratasi, sehingga kemudian dilanjutkan dengan Supra Vaginal Histerektomi dan Total Abdominal Histerektomi. Dua pasien selamat dengan tidak ada komplikasi dengan rata-rata perawatan 9 hari (Sulistyono dkk, 2010). Histerektomi dikerjakan pada komplikasi persalinan terkait dengan perdarahan pasca persalinan dan menjadi keputusan tindakan bila cara konservatif gagal (Baskett et al, 2014). 2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik akibat perdarahan pasca persalinan secara klinis ditandai dengan kelemahan, palpitasi, sinkop, rasa haus, diikuti hipotensi, takikardi, oliguria, sampai dengan penurunan saturasi oksigen (Kasap, et al., 2016).
2.1.7.2 Disseminated intravascular Coagulation (DIC)
Perdarahan hebat akan menyebabkan tubuh kehilangan fungsi ginjal, sehingga menghasilkan retensi urea dan sampah nitrogen lain. Dampaknya akan terjadi kerusakan regulasi keseimbangan volume dan elektrolit. Secara klinis tampak penurunan volume urin (oliguria atau anuria) dan peningkatan serum kreatinin, dan dehidrasi (Harding, 2015). 2.1.6.4 Kematian
Setiap tahun dari sekitar 14 juta wanita di seluruh dunia yang menderita perdarahan pasca persalinan, risiko angka kematian ibu akibat perdarahan adalah 1 dalam 1.000 kelahiran di negara berkembang. Sebagian besar kematian (sekitar 99%) dari perdarahan pasca persalinan terjadi pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, sementara di negara industri hanya 1% (WHO, 2012).
2.2 Faktor Risiko Maternal
Beberapa faktor antepartum, intrapartum maupun postpartum diduga menjadi faktor risiko maternal yang berperan penting terhadap terjadinya perdarahan pasca persalinan. Selanjutnya faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan manajemen dari perdarahan pasca persalinan itu sendiri, baik manajemen bedah maupun non-bedah (Kayem, et al., 2011).
Berdasarkan pada studi oleh Bhutta et al (2015) menyebutkan bahwa kelompok populasi tertinggi terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah usia kurang dari 20 tahun dengan persentase 37.5% (Bhutta, et al., 2015). Penelitian lain oleh Kayem et al (2011) mengatakan bahwa angka perdarahan pasca persalinan paling banyak terjadi di bawah usia 35 tahun sebanyak 106 dari 159 subyek penelitiannya (66%), selain itu usia ibu lebih dari 35 tahun dan multiparitas dikaitkan dengan 3 kali lipat kemungkinan meningkatnya histerektomi. Hubungan usia ibu yang lebih tua dan multiparitas telah ditemukan dalam beberapa penelitian di negara maju yang berfokus pada faktor risiko histerektomi pada kasus perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri.
2.2.1.2 Paritas
Berdasarkan studi oleh Bhutta et al (2015) menyebutkan bahwa populasi tertinggi terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah pada primipara dengan presentasi 42.8%. Dalam penelitian tersebut dijelaskan pada pasien primipara, kemampuan pengenalan tanda persalinan yang dimiliki masih rendah dan berpotensi terjadi persalinan yang macet. Sementara, hal sebaliknya ditunjukkan studi lain oleh Kayem et al (2011) dimana perdarahan pasca persalinan tertinggi pada kelompok multipara sebanyak 50,9%.
2.2.1.3 Obesitas
pasca persalinan. Seorang wanita yang memiliki indeks massa tubuh lebih dari 30, disebutkan hampir 50% mengalami perdarahan pasca persalinan yang massif (lebih dari 1000 ml darah).
2.2.1.4 Kehamilan Multipel
Berdasarkan studi Kayem et al (2011), kehamilan multipel merupakan salah satu risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan dengan persentase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kehamilan tunggal yaitu sekitar 90,5%.
2.2.1.5 Anemia
Lestrina (2013) melakukan sebuah studi yang menjelaskan hubungan antara anemia dengan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Pada studinya didapatkan hasil sekitar 15,49% pada kelompok anemia berat (71 kasus) merupakan kelompok dengan angka tertinggi terjadinya perdarahan pasca persalinan. Sedangkan kelompok pasien yang tidak menderita anemia, hanya sekitar 0,51% (sekitar 20 kasus) yang mengalami perdarahan pasca persalinan dan angka ini bermakna secara statistik. Bhutta et al (2015) menyatakan dalam studinya kasus perdarahan pasca persalinan dengan riwayat anemia sebesar 80%. Kondisi kekurangan oksigen yang disebabkan apapun (anemia, penyakit pada parenkim paru dan kegagalan jantung memompa darah ke sirkulasi), menyebabkan penumpukan CO2 dan
2.2.1.6 Penyakit Diabetes mellitus (DM)
Studi yang dilakukan Alsammani & Ahmed (2012) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara pasien yang menderita DM dengan peningkatan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Hal ini ternyata dijelaskan karena pada pasien penderita DM memiliki potensi kelahiran bayi makrosomia (berat lahir 4000-4500 g). Fetal makrosomia merupakan komplikasi yang terjadi lebih dari 50% wanita dengan penyakit DM dan berat badan bayi lahir hingga 4500 gram akan meningkat 10 kali pada ibu hamil dengan DM.
2.2.1.7 Penyakit Jantung
Berdasarkan studi oleh Cauldwell et al (2016), pasien wanita dengan penyakit jantung memiliki risiko tinggi terjadinya perdarahan pasca persalinan. Hal ini dikarenakan ternyata pasien dalam kelompok ini memiliki rerata kehilangan jumlah perdarahan meningkat dua kali lebih tinggi dari normal.
2.2.1.8 Hipertensi dalam Kehamilan
pasca persalinan. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa pasien wanita dengan preklamsia memiliki risiko 1,53 kali lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pasca persalinan.
2.2.1.9 Infeksi
Menurut Das & Clark (2004), risiko infeksi akan meningkatkan terjadinya perdarahan pasca persalinan, terutama kasus dengan perdarahan lebih dari 1 liter. Pencegahan infeksi penting untuk dilakukan khususnya pada pusat kesehatan dengan sentra persalinan, seperti edukasi mencuci tangan, membersihkan area vital dan meminimalkan manipulasi terhadap vagina sangat berperan untuk menurunkan angka infeksi pada uterus. Pencegahan infeksi lokal maupun sistemik adalah lebih baik ketimbang pengobatan.
Suatu keadaan infeksi bukan merupakan indikasi yang umum untuk dilakukannya histerektomi obsetrik, tetapi dapat terjadi ketika pasca persalinan kemudian terjadi infeksi dalam rahim yang tidak mampu teratasi dengan antibiotik. Penyebab paling sering adalah karena infeksi bekas luka operasi pada uterus, nekrosis, dan luka yang biasa muncul 1-3 minggu setelah SC dan penyebab lain oleh karena perdarahan yang tidak terkontrol (Baskett et al, 2014).
2.2.1.10 Penyakit Penyerta Maternal lain
adalah penyakit yang mendasari dan telah diketahui sebelum dilakukan rujukan. Penyakit penyerta maternal yang dimaksud antara lain jaundice of pregnancy akibat perlemakan hati akut (acute fatty liver), HELLP syndrome, dan DIC.
Kondisi autoimun SLE menyebabkan terjadinya fibrosis di banyak organ, termasuk kulit, ginjal, kandung kemih dan hati. Uterus pasca persalinan akan meningkatkan risiko terjadinya perdarahan. Dari laporan kasus pasien dengan SLE dalam terapi yang berhasil hamil melalui in vitro fertilization (IVF) dilakukan terminasi kehamilan pada minggu ke-32 oleh
karena ketuban pecah prematur. Dalam perjalanannya tidak didapatkan kemajuan persalinan sehingga dilakukan SC. Setelah bayi dan plasenta lahir didapatkan atonia uterus dan lapisan miometrium yang sangat tipis. Maka, diputuskan dilakukan jahitan kompresi B-lynch. Namun, atonia menetap dan jumlah perdarahan bertambah sehingga diputuskan histerektomi (jumlah perdarahan 4500 ml). Enam pasien dengan kasus SLE dilaporkan di Jepang mengalami atonia uteri dan dilanjutkan dengan histerektomi (Tokushige, et al., 2017).
2.2.2 Faktor Intrapartum 2.2.2.1 Metode Persalinan
secara langsung pada kasus perdarahan pasca persalinan yang terjadi setelah persalinan per vaginam (Kayem et al, 2011).
Berdasarkan waktu pelaksanaannya, persalinan perabdominam (SC) dibagi dua, yaitu darurat dan elektif. Dikatakan darurat jika dilakukan akibat adanya hal-hal yang tidak terduga menjelang atau saat persalinan pervaginam, kegawatdaruratan janin, dan keadaan obstetrik akut yang harus segera dilakukan terminasi. Sedangkan dikatakan elektif jika dilakukan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya demi terjaminnya kualitas pelayanan obstetrik, anestesi, dan neonatus (Dewi, 2015).
Persalinan SC tipe darurat merupakan faktor resiko yang paling signifikan terhadap terjadinya perdarahan berat pasca persalinan, yang menekankan pentingnya melakukan operasi Caesar pada waktu yang tepat dan indikasi yang benar. Suatu penelitian lain mengungkapkan dimana pasien yang dilakukan SC darurat meningkatkan 3,6 kali terjadinya perdarahan pasca persalinan dibandingkan dengan persalinan normal, sementara pasien yang dikerjakan SC elektif meningkat sebanyak 2.4 kali terjadinya perdarahan pasca persalinan (Al-Zirqi et al, 2008).
2.2.2.2 Induksi Persalinan
terjadinya perdarahan pasca persalinan pada kelompok primipara, multipara, dengan atau tanpa riwayat SC sebelumnya. Pada penelitian Al-Zirqi et al (2008) pasien dengan status persalinan inpartu dan dilakukan induksi persalinan akan meningkatkan 1,6 kali terjadinya perdarahan berat pasca persalinan.
Pada kasus persalinan macet atau lama akan menyebabkan ibu kelelahan dan mengakibatkan peningkatan adenosine dan asam laktat. Peningkatan zat ini menyebabkan peningkatan ion kalium, megurangi konsentrasi ion kalsium sehingga konsentrasi otot polos terganggu (Guyton & Hall, 2006).
2.2.3 Faktor Postpartum
2.2.3.1 Interval Dilakukan Jahitan Kompresi Uterus
Lama waktu hingga diputuskan dilakukan jahitan kompresi uterus dikatakan terkait dengan kejadian perdarahan pasca persalinan. Penundaan berkepanjangan hingga 2 sampai 6 jam antara persalinan dan jahitan kompresi uterus secara independen terkait dengan peningkatan empat kali dilakukannya histerektomi. Data ini menekankan kebutuhan untuk evaluasi yang cermat terhadap jumlah kehilangan darah pasca persalinan. Penegakan diagnosis dan pengambilan keputusan segera akan menghindari penundaan yang lama dalam penanganan kasus perdarahan pasca persalinan (Kayem, et al., 2011)
Jahitan kompresi uterus telah dilaporkan memiliki nilai efektif yang tinggi dalam preservasi uterus. Langkah operatif ini biasanya digunakan jika atonia uteri tidak berespon terhadap beberapa prosedur penanganan awal seperti pemijatan uterus, kompresi bimanual, dan penggunaan uterotonika seperti ergometrin, oksitosin, misoprostol dan carbetocin. Dengan metode ini maka perlunya dilakukan tindakan histerektomi akan mengalami penurunan, bahkan setelah terjadi kehilangan darah yang masif pasca persalinan. Selain menghindari risiko tindakan histerektomi, dalam waktu yang bersamaan tindakan ini dapat mempertahankan fertilitas seorang wanita (Liu, Mathur, & Tagore, 2014).
2.3.1 Teknik B-lynch
Teknik B-lynch melibatkan sebagian vertical brace suture di sekitar uterus yang secara efektif melawan kearah anterior dan posterior dinding uterus. Jahitan kompresi uterus ini bekerja dengan memberikan tekanan pada sisi uterus yang mengalami perdarahan agar kontraksi uterus membaik sehingga mengurangi jumlah perdarahan. Kesuksesan teknik B-lynch untuk mengurangi histerektomi sebesar 86.4% (Somalwar et al, 2012).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Boynukalin & Aral (2014) disebutkan bahwa multiparitas, induksi ataupun augmentasi persalinan merupakan karakteristik mayor yang mengarah pada kegagalan B-lynch sehingga memerlukan teknik histerektomi untuk menghentikan perdarahan akibat atonia uteus (Boynukalin & Aral, 2014).
2.3.2 Teknik Jahitan Kompresi Uterus Metode Surabaya
Gambar 2.6. Jahitan Kompresi Metode Surabaya. (Sulistyono dkk, 2010)
Tabel 2.6 Tahapan Teknik B-lynch Metode Surabaya (Sulistyono dkk, 2010)
Tahapan teknik B-lynch Metode Surabaya
1. Eksteriorisasi uterus, setelah proses persalinan insisi tidak diperlukan pada lower uterine segmen (LUS) atau lower segmen (LS). Pada kasus post SC, insisi SC telah dijahit.
2. Asisten menarik uterus agar LUS menjadi lebih tipis
3. Jahitan pertama diletakkan 2 cm bawah dari insisi LS atau pada 2 cm medial dari tepi lateral
4. Jarum dimasukkan dari sisi depan ke dinding belakang LUS 5. Jahitan kedua adalah diletakkan kontralateral dari jahitan pertama 6. Jahitan ketiga diletakkan antara jahitan pertama dan kedua.
7. Asisten menekan uterus di sisi anterior-inferior untuk membuat uterus pada posisi antefleksi
8. Operator melakukan simpul jahitan pertama, kedua dan ketiga pada fundus sembari asisten terus melakukan kompresi pada uterus
9. Sebelum melakukan penutupan abdomen, asisten kedua mengevaluasi perdarahan telah berhenti atau belum
10. Teknik ini menggunakan chromic catgut no.2 dengan curve needle
Telah terjadi 2 kematian pada penelitian tersebut dengan riwayat penyakit dasar yang menyertai sebelum pasien tersebut dirujuk ke RSUD dr. Soetomo Surabaya, tetapi prosedur menghentikan perdarahan telah berhasil dikerjakan. Kematian terjadi 3 hari setelah prosedur dilakukan, dimana pasien ini menderita preeklamsia berat yang merupakan lanjutan dari sindrom HELLP, DIC dan kegagalan multi organ. Kematian pasien kedua terjadi pada hari ketujuh setelah dilakukan prosedur. Pada pasien ini terdapat kondisi kegawatan berupa perlemakan hati akut (acute fatty liver). Pasien kedua ini dengan kehamilan ganda, preeklamsia berat dan sindrom HELLP. Setelah gagal induksi persalinan, maka dilakukan sectio caesarea. Kemudian diketahui terjadi perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri. Modalitas injeksi uterotonika pun telah diberikan, tetapi uterus tetap tidak berkontraksi dan perdarahan tetap terjadi. Oleh karena itu dilakukan metode Jahitan kompresi metode surabaya untuk menghentikan perdarahannya (Sulistyono dkk, 2010).
2.3.3 Teknik Jahitan “U”
Gambar 2.8. Teknik jahitan “U” (Hackethal, et al., 2008)
Teknik jahitan “U menggunakan benang vicryl-0 yang dapat diserap. Awalnya jarum dimasukkan ke dindimg ventral uterus menuju dinding posterior dan kemudian kembali lagi ke dinding ventral uterus dengan simpul ganda. Sementara itu operator mengikat jahitan, sedangkan asisten melakukan kompresi uterus bimanual. Secara umum memakai 6 hingga 16 jahitan U pada sepanjang uterus, hal ini tergantung pada besarnya uterus dan banyaknya jumlah perdarahan.
2.3.4 Metode Jahitan Haemostatic Multiple Square (Cho)
fundus ke segmen yang lebih rendah pada kasus atonia uteri. Teknik ini dapat menyebabkan risiko terjadi pyometra pada rongga uterus (B-lynch, 2005).
Gambar 2.9 Metode Jahitan Haemostatic Multiple Square (Cho) (B-Lynch & Shah, 2006)
2.3.5 Modifikasi Teknik B-lynch Oleh Hayman
Gambar 2.10 Metode teknik oleh Hayman (B-Lynch & Shah, 2006)
2.3.6 Modifikasi Teknik B-lynch oleh Marasinghe
Jahitan kompresi uterus ini dapat dilakukan dalam 2-3 menit, jahitan dilakukan tanpa membuka rongga uterus yang membedakan dari jahitan B-lynch asli. Teknik ini memiliki keunggulan bahwa hanya ada sedikit kesempatan untuk menjahit melintasi fundus uteri, kemudian melakukan tusukan dibawa fundus uterus dan mengikat keduanya di anterior (Marasinghe et al, 2010).
Gambar 2.12 Modifikasi Teknik B-lynch oleh Marasinghe (Marasinghe et al, 2011)
2.3.7 Teknik Modifikasi Pereira
Teknik Pereira menawarkan keuntungan secara teknik tidak menembus rongga endometrium dan dilakukan tanpa sayatan dinding uterus sehingga mengurangi risiko infeksi dan oklusi rongga uterus, kombinasi jahitan memanjang dan melintang tidak hanya membantu kompresi akan tetapi membantu mengurangi aliran vaskuler dan pembuluh darah balik, waktu rata rata yang diperlukan prosedur ini adalah 5 menit (Setiyono dkk, 2015).
Gambar 2.13 (kanan) Metode jahitan transversal melewati area avaskuler dari broad ligament(1), uterus (2), ovarium (3) (kiri) Tiga jahitan melingkar melintang yang ditempatkan lebih dahulu, diikuti jahitan longitodinal (arah panah) semua jahitan diterapkan sampai dengan
Gambar 2.14 (kanan) sisi postrior uterus. Jahitan longitudinal (1) dan simpul pertama longitudinal dengan jahitan transversal (2) (kiri) simpul terakhir dari jahitan
longitudinal (panah) (Setiyono dkk, 2015)
Gambar 2.15 (kanan) gambar uterus tampak depan (kiri) gambar uterus tampak belakang (Setiyono dkk, 2015)
2.4 Komplikasi Teknik B-lynch
Kompresi uterus dapat menyebabkan terjadinya hematometra yang disertai dengan gejala amenorrhea, pyometra disertai dengan nyeri perut dan demam, asherman’s syndrome, dan uterus nekrosis (Satia & More, 2016). Terjadinya pyometra disebabkan oleh jahitan kompresi uterus yang multipel dan harus mendapatkan terapi antibiotik untuk mengatasinya (Liu, Mathur, & Tagore, 2014).