• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian II Hakikat Dosa doc 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bagian II Hakikat Dosa doc 1"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian II

Hakikat Dosa

4. Apa Maksudnya “Sesat Secara Total ?”

Di antara para ahli psikologi modern tidak ada konsep yang lebih penting dari konsep harga diri. Menurut konsep tersebut tidak ada manusia yang jahat, yang ada hanya mereka yang berpikir jelek tentang diri mereka.

Menurut para penyokong doktrin tersebut, jika orang merasa puas akan dirinya, maka mereka akan bertingkah laku lebih baik, lebih sedikit persoalan emosinya, dan lebih banyak yang dicapai.

Iman Buta dari Konsep Harga Diri

Para pendukung konsep harga diri mengalami kesuksesan yang luar biasa dalam menyakinkan orang bahwa harga diri adalah jalan keluar bagi setiap penderitaan manusia. Namun apakah harga diri sungguh menolong orang ? Jawabnnya tidak. Harga diri lebih merupakan masalah iman daripada ilmu

pendidikan. Iman bahwa pikiran pikiran positif dapat memanifestasikan sifat baik yang lahiriah di dalam diri siapa saja. Dengan kata lain, ide harga diri dapat memperbaiki manusia hanyalah persoalan iman keagamaan yang buta. Tidak hanya itu, hal itu merupakan pula kepercayaan yang bertentangan dengan iman Kristiani karena di dasarkan pada dugaan yang tidak alkitabiah bahwa manusia pada dasarnya baik dan perlu menyadari kebaikannya.

Gereja dan Ajaran Sesat tentang Harga Diri

Para pendeta senantiasa berada di deretan orang orang paling berpengaruh dalam mendukung ajaran sesat harga diri ini. Doktrin “pikiran positif” dari

(2)

berjudul The Power of Positive Thinking, di tahun 1952. Harga diri, sebagaimana di tekankan oleh Norman Vincent Peale, merupakan doktrin campuran antara liberalisme teologis dan neo-ortodoksi. Lama kelamaan pertahanan gereja gereja Injili menjadi rapuh dalam menghadapi doktrin tersebut.

Suara paling berpengaruh yang menjual konsep harga diri ke gereja gereja Injili adalah murid Norman Vincent Peale yang paling terkenal, yaitu Dr. Robert Schuller. Schuller membungkus pengajarannya dengan istilah istilah tradisional, konservatif, dan teologi reformasi. Ia berbicara tentang pertobatan, memanggil orang orang tak percaya untuk lahir baru, dan menegaskan perlunya seseorang memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Akan tetapi, pengajaran

Schuller yang sesungguhnya lebih cenderung berdasarkan neo-ortodoksi daripada Injil. Doktrin harga diri dari Schuller ini mencerminkan humanisme sekuler, pemikiran yang sama sekali tidak religius, yang menganggap manusia, prinsip prinsip, dan kebutuhannya, lebih penting dari kemuliaan Allah. Hal itu harus ditolak dan gereja perlu sekali di peringatkan akan bahayanya ( Titus 1 : 9 dst ).

Kasih Kristen menuntut agar kita hidup dalam kebenaran ( II Yohanes 6 ) dan jangan pura pura tidak melihat kesalahan.

Pengudusan Keangkuhan Manusia ?

Robert Shuller berkata bahwa “keinginan untuk mencintai diri merupakan hasrat manusia yang terdalam”. Menurutnya, nafsu manusia untuk mencintai diri adalah hal yang baik, yang sama sekali bukan dosa, melainkan seharusnya di dorong, dikembangkan bahkan dipuaskan. Ia berpendapat bahwa orang harus diajarkan untuk tidak takut memegahkan diri.

(3)

sesungguhnya (Lukas 18 : 13-14).

Siapakah Manusia, Sehingga Engkau Mengindahkannya ?

Apakah kemuliaan manusia merupakan tujuan yang mulia ? “Aku ini Tuhan, itulah nama-KU; Aku tidak akan memberikan kemulian-KU kepada yang lain atau kemasyuran-KU kepada patung” (Yesaya 42:8).

Sebaliknya, menurut teologi harga diri, Alkitab menyatakan agar “Kita harus menyampaikan pada orang di mana pun juga bahwa Allah ingin mereka merasa puas dengan diri mereka”.

Apakah Allah sungguh ingin agar semua orang merasa puas akan diri mereka ? Atau bukankah pertama tama Ia memanggil orang berdosa untuk

mengenali sepenuhnya ketidakberdayaan mereka ? Jawabannya jelas bagi mereka yang membuka diri mereka agar Firman Tuhan berbicara kepada mereka

Mengerti Doktrin yang Mengatakan Bahwa Moral Manusia

Rusak Total

Firman Tuhan dari permulaan sampai akhir mengajarkan bahwa moral manusia telah rusak total. Dosa telah mencemari setiap aspek dalam hidup kita. Secara keseluruhan kita ini jahat, sesat dan berdosa. Karena dosa Adam, keadaan mati rohani yang disebut juga sesat secara total ini diturunkan pula kepada seluruh umat manusia. Istilah lain untuk hal ini adalah “dosa warisan”.

(4)

Semuanya Telah Berdosa dan Telah Kehilangan Kemuliaan Allah

Jauh di dalam lubuk hati kita, kita tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres di dalam diri kita. Hati nurani kita terus menerus memperhadapkan kita dengan dosa dosa kita. Kita mungkin saja mencoba untuk mempersalahkan orang lain ataupun mencari penjelasan penjelasan psikologis tentang apa yang kita rasakan. Akan tetapi, hal ini tentunya tidak membebaskan kita dari kenyataan tersebut. Pada akhirnya secara pribadi, kita tidak dapat menolak hati nurani sendiri. Kita semua merasa bersalah, dan kita mengetahui kebenaran yang menakutkan tentang siapa diri kita yang sesungguhnya.

Kita merasa bersalah, karena memang kita bersalah. Dosa merupakan satu satunya penyebab rasa bersalah yang sesungguhnya. Hati nurani akan menuduh nuduh sampai dosa dosa di bereskan. Hanya salib Kristus yang dapat

menyelesaikan dosa dan membuat kita bebas dari rasa malu.

Ketidaktahuan dan rusaknya moral berjalan seiring. Manusia menjadi musuh Allah dan berdosa bukanlah karena ketidaktahuan mereka secara rohani, namun sebaliknya, mereka menjadi bodoh rohaninya karena dosa dosa dan sifat mereka yang melawan Allah. Hati yang keras dan pikiran yang gelap, menolak untuk mencari Allah, “Tidak ada seorang pun yang mencari Allah” (bdg. Mazmur 14:2) Allah mengundang orang orang yang mencari-Nya dan berjanji barang siapa yang mencari-Nya dengan segenap hati, akan menemukan-Nya (Yeremia 29:13). Tuhan Yesus juga berjanji, siapa yang mencari-Nya akan menemukan-Nya (Matius 7:8). Akan tetapi hati yang penuh dengan dosa malah menjauh dari Allah dan tidak mencari-Nya. Tanpa kemurahan hati Allah, dan inisiatif-Nya sendiri dalam mencari dan mengembalikan orang orang berdosa kepada-Nya, tidak ada seorang pun yang mencari-Nya dan diselamatkan. Tuhan Yesus sendiri berkata, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku” (Yohanes 6:44).

Mungkin kita bertanya “Apakah Allah ingin agar kira terus menerus terbenam dalam rasa malu dan menyalahkan diri sendiri selama lamanya?”

(5)

kemerdekaan dari dosa dan rasa malu. Jika kita mau mengakui kejahatan kita dan mencari anugerah-Nya, secara menakjubkan Ia akan memerdekakan kita dari dosa dan dampaknya. “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut” (Roma 8:1-2). Harga diri kita didasarkan pada pembebasan dari dosa yang disebutoleh ayat tersebut.

5. Dosa dan Penyelesaiannya

Begitu kita mulai berbuat dosa, maka dosa akan menggerogoti secara perlahan lahan hati dan pikiran manusia. Hal ini akan mempermalukan si pelaku dosa tersebut, menarik perhatian orang, menyeretnya ke dalam skandal, dan akhirnya menghancurkan hidupnya. “Bahwa dosamu itu akan menimpa kamu” (Bilangan 32:23).

Skandal Dosa

Dosa memerintah di dalam hati setiap manusia. Kemudian, jika kemauan dosa dituruti, dosa akan merusak hati dan pikiran manusia. Jika kita tidak

mengerti keadaan berdosa kita sendiri atau melihat dosa kita seperti Allah melihatnya, maka kita tidak dapat mengerti bagaimana caranya membereskan masalah dosa tersebut. Mereka yang menyangkal dosa ataupun

menyembunyikannya, tidak dapat menemukan jalan keluar bagi dosanya. Mereka yang berusaha untuk membenarkan dosanya menolak pembenaran Allah. Sebelum kita mengerti kenajisan dosa kita sendiri, kita bahkan tidak akan mengenal Allah. Allah membenci dosa (bdg. Ulangan 12:31). Mata-Nya “terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman” (Habakuk 1:13). Dosa sangat bertolak belakang dengan kodrat Allah yang kudus (Yesaya 6:3; I Yohanes 1:5). Hukuman mati jatuh kepada mereka yang melanggar hukum Allah

(6)

seluruhnya” ( Yakobus 2:10 ).

Allah ingin agar kira memahami bahwa dosa bersifat dahsyat (Roma 7:13). Hal ini tentu membuat kita tidak lagi berani menganggapnya sepele ataupun menghapus rasa bersalah dari hati kita. Kita akan membenci dosa, jika kita memandangnya sebagaimana adanya. Alkitab melanjutkan, “ Di sana kamu akan teringat-ingat kepada segala tingkah lakumu, dengan mana kamu menajiskan dirimu, dan kamu akan merasa mual melihat dirimu sendiri karena segala kejahatan-kejahatan yang kamu lakukan” (Yehezkiel 20:43). Dosa yang dipandang sebagaimana adanya, membuat kita bukannya mencoba untuk mengejar harga diri namun malah membenci diri sendiri.

Hakikat Kesesatan Manusia

Dosa menguasai sampai ke dasar hati manusia. Dosa bercokol di dalam jiwa manusia yang paling dalam. “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang” (Matius 15:19-20)

Walaupun begitu, dosa bukanlah suatu kelemahan yang tidak dapat kita pertanggungjawabkan. Adapun dosa merupakan keinginan yang kuat dan disengaja untuk melawan Allah. Orang berdosa dengan leluasa dan senang hati memutuskan untuk berbuat dosa. Watak manusia menyukai dosa dan membenci Allah. 'Keinginan daging adalah perseteruan dengan Allah” (Roma 8:7). Dengan kata lain, dosa adalah pemberontakan terhadap Allah.

Mula mula kita mencintai dosa, menikmatinya dan senantiasa mencari kesempatan untuk melakukannya. Akan tetapi, secara naluriah kita tahu bahwa kita bersalah di hadapan Tuhan. Dengan banyak cara, kita mencoba untuk

(7)

Pertama, kita berusaha untuk menutup nutupi dosa. Adam dan Hawa melakukan hal ini di taman Eden setelah berbuat dosa yang pertama.

Kedua, kita berusaha untuk membenarkan diri. Kita selalu melempar kesalahan kepada orang lain. Adam menyalahkan Hawa, yang digambarkannya sebagai, “Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan” (Kejadian 3:12). Dari sini kita mendapat gambaran bahwa ia menyalahkan Tuhan juga.

Ketiga, kita sendiri tidak sadar akan dosa yang kita lakukan. Sering sekali kita berbuat dosa tanpa kita tahu atau dengan sikap angkuh. Itulah sebabnya Daud berdoa, “Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan ? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak aku sadari” ( Mazmur 19:13-14)

Kejahatan Menimbulkan Masalah Teologis

Dari mana datangnya dosa ? Kita tahu bahwa Allah menciptakan segalanya di alam semesta ini, dan Ia melihat semuanya baik (Kejadian 1:31). “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia, dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan” ( Yohanes 1:3). Hal ini jelas membangkitkan apakah Allah bertanggungjawab pula atas kejahatan yang muncul. Kalau tidak, siapa lagi yang bertanggungjawab ? Bukankah Allah mempunyai kuasa untuk menghalangi dosa mencemarkan ciptaan-Nya yang sempurna ?

Untuk mengerti lebih baik, menolong sekali apabila kita memahami bahwa dosa bukan merupakan substansi terpisah dari manusia itu sendiri. Kejahatan bukanlah sesuatu yang diciptakan, bukan pula sebuah elemen. Dosa adalah realisasi dari etika dan moral, jadi tidak dalam bentuk fisik. Dosa adalah cacat dalam sesuatu yang baik. Tidak ada seorang pun yang menciptakannya, dosa merupakan hilangnya kesempurnaan di dalam diri manusia yang diciptakan Allah dengan sempurna.

(8)

yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah, memilih untuk berdosa ? Dan jika Tuhan bisa menghentikannya, mengapa Ia tidak melakukannya ? Apakah Ia patut disalahkan atas munculnya kejahatan ?

Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah berdaulat atas segala situasi, keadaan, dan peristiwa :

Ia mengontrol setiap kejadian yang tidak di sengaja. “Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal daripada Tuhan” (Amsal 16:33). “Bukankah burung pipit di jual dua ekor seduit ? Namun seekor pun daripadanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu” (Matius 10:29).

Ia berdaulat atas tindakan bebas semua manusia. “Hati raja seperti batang air di dalam tangan Tuhan, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini” (Amsal 21:1). “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya, Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). “Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Filipi 2:13).

Ia menentukan tindakan orang berdosa yang paling jahat sekalipun. Petrus memberi tahu kerumunan orang banyak yang menuntut Yesus untuk disalibkan, “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkandan kamu bunuh oleh tangan bangsa bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu” (Kisah Para Rasul 2:23-24).

Ia mengangkat para penguasa yang memerintah di dalam dunia. Pontius Pilatus berkata kepada Yesus, “Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku ? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan

(9)

dosanya” ( Yohanes 19:10-11). “Tiap tiap orang harus takluk kepada pemerintahan yang diatasnya, sebab tidak ada pemerintah yang ada, yang tidak berasal dari Allah” (Roma 13:1).

Kita harus mengakui bahwa terjadinya dosa adalah sesuai dengan maksud Allah sendiri. Ia merencanakan dan memutuskannya. Dosa bukan sesuatu yang menyelinap sembunyi sembunyi dan tiba tiba muncul seta membuat-Nya kaget, atau terperangah, ataupun menghancurkan rencana-Nya. Terjadinya dosa telah diperkirakan jauh sebelum dunia di jadikan di dalam rencana-Nya yang tidak akan berubah. Oleh sebab itu, kejahatan dan seluruh konsekuensinya telah dimasukkan di dalam keputusan Allah yang kekal sebelum dasar bumi di jadikan.

Akan tetapi, Allah tidak dapat di anggap sebagai pencipta dosa. Allah sama sekali tidak menyebabkan munculnya dosa, atau memerintahkannya,

menyetujuinya, melakukan inisiatif, ataupun bersikap toleransi terhadap dosa. Allah tidak pernah menajdi penyebab ataupun pelaku dosa. Ia hanya mengizinkan si pembuat kejahatan untuk berbuat dosa, dan membatalkan kejahatan tersebut sehingga pada akhirnya, maksud-Nya yang bijaksan dan kudus tercapai.

Dosa dan Salib Kristus

Salib membuktikan kebesaran kasih Allah dan kebobrokan dosa. Anda ingin melihat kasih Allah pada puncak yang paling tinggi dan kejahatan dosa dari titik terendah ? Lihatlah derita yang teramat dalam dari Tuhan kita Yesus Kristus. Lihatlah diri-Nya yang tergantung di kayu salib – tanpa dosa, tanpa cacat, sang Anak Domba Allah yang menanggung dosa seluruh dunia (bdg. Yohanes 1:29).

Dosa begitu luar biasa jahatnya sampai tidak ada obatnya (Yesaya 1:4-6). Orang berdosa tidak dapat memperbaiki keadaan mereka (Yeremia 13:23). Seberapa banyak pun air mata dicurahkan tidak akan sanggup menebus dosa manusia. Mereka yang berusaha menyelesaikan dosa dengan caranya sendiri hanya membelenggu diri mereka semakin ketat dengan dosa.

(10)

bukan karena belas kasihan, anugerah, dan pengampunan-Nya yang tidak terbatas – Ia tidak akan dan tidak dapat membiarkan hanya satu dosa pun lepas tanpa memberi hukuman secara penuh.

Tentu harus ada jalan keluar di mana selain Ia dapat menunjukkan

kekayaan kemurahan-Nya atas orang berdosa, juga tetap menegakkan kebenaran-Nya yang sempurna. Salib Kristus memberikan jalan dengan mempersembahkan satu satunya korban yang sempurna untuk menebus manusia dari dosa, sekali untuk selamanya. Yesus, Tuhan kita, manusia yang tidak berdosa, adalah Sang Anak Domba Allah yang di persembahkan untuk menebus dosa kita

(Yohanes 1:29). Itulah pemecahan Allah yang penuh kemurahan terhadap dosa kita. Ia menebus dosa dosa yang percaya dan menjadikan mereka ciptaan baru (II Korintus 5:17). Ia memberikan sifat yang baru sama sekali di dalam diri kita, termasuk sikap mencintai kebenaran dan membenci dosa.

Karena Allah Begitu Mengasihi Dunia Ini

Allah sangat membenci dosa, namun Ia sangat mengasihi orang orang berdosa. Anugerah Allah menjadi begitu mengagumkan jika dikontraskan dengan gelapnya dosa kita. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). Itu semua diberikan karena anugerah dari Allah kepada kita.

Anda Harus Lahir Baru

Bagaimana seorang berdosa menerima pengampunan dan kebenaran Kristus yang sempurna ? Bagaimana seseorang yang sifatnya berdosa sejak lahir dapat mengambil bagian dalam kodrat ilahi ?

(11)

luas mengundang agar “setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi. Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain” (Yesaya 45:21-22)

Bertobat, Yang dimaksudkan dengan “berpaling” didalam ayat Alkitab tersebut adalah bertobat untuk menjadi sama seperti Kristus. Secara khusus, bertobat berarti “berpalinglah dari segala durhakamu” (Yehezkie 18:30). Hal ini berarti mengakui dan meninggalkan pelanggaran kita (Amsal 28:13), dan membenci dosa serta

menentangnya (II Korintus 7:11). Bertobat berarti berpaling sekarang dan mengikuti Yesus, dan kita tidak dapat mengikut Dia dengan setengah hati. “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk kerajaan Allah”.

Percaya, Pertobatan dan iman berjalan seiring. Jika pertobatan khusus berbicara tentang sikap berbalik dari dosa dan diri sendiri, percaya menekankan kepada siapa hati kita terarah. Kita tidak dapat menaruh percaya pada Kristus sementara masih terikat dengan dosa. Ia datang untuk menyelamatkan orang orang-Nya dari dosa (Matius 1:21) – bukannya menawarkan surga kepada orang orang berdosa yang masih gemar melakukan kejahatan. Keselamatan yang Yesus tawarkan bukan hanya sekadar kelepasan dari api neraka, namun pertama tama adalah kebebasan dari kuasa dosa.

Yang sungguh luar biasa adalah bahwa Ia berjanji menerima semua yang datang kepada-Nya (Yohanes 6:37). Lebih dari itu Ia juga mengundang mereka datang, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” (Matius 11:28; 30).

(12)

6. Mengalahkan Keinginan Daging

Tidak ada seorang pun yang sempurna. Kebenaran ini, yang seharusnya membuat kita gentar di hadapan Tuhan yang mahasuci, malah dijadikan alasan untuk memaafkan perilaku berdosa kita untuk membuat perasaan kita lebih enak. Betapa sering kita mendengar orang meremehkan kesalahan yang dilakukannya dengan menggunakan kata kata yang biasa terdengar di telinga, “Habis

bagaimana, bukankah tidak ada orang yang sempurna ?”

Alkitab mengakui bahwa kita tidak sempurna. Bahkan Paulus menulis, “bukan seolah olah aku telah meperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Filipi 3:12-14).

Kita semua memang gagal, bahkan sangat gagal dalam mencapai standar yang sempurna. Paulus mengajar kita agar ketidaksempurnaan kita justru

memotivasi kita untuk mencapai tujuan, yaitu menjadi sama seperti Kristus. Bodoh kalau kita berpikir bahwa ketidaksempurnaan kita tentunya merupakan alasan yang sah untuk tidak mencapai standar Allah yang sempurna. “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (I Petrus 1:16).

Bahayanya Perfeksionisme

Akan tetapi sama bahayanya pikiran yang mengatakan bahwa

kesempurnaan rohani merupakan sesuatu yang dapat dicapai oleh orang orang Kristen selama hidup di bumi ini.

(13)

percaya menjadi serupa seperti Kristus (II Korintus 3:18). Proses pengudusan tersebut mempertajam hati nurani orang percaya dan menjaganya supaya jangan lenyap. Sebagaimana Alkitab katakan, menjadi seperti Kristus tidak terjadi tiba tiba namun tahap demi tahap dan tidak terjadi ketika masih hidup di bumi ini.

Dengan jelas Alkitab mengatakan bahwa orang Kristen tidak akan pernah mencapai kesempurnaan tanpa dosa di dalam hidupnya. “Siapakah dapat berkata, Aku telah membersihkan hatiku, aku tahir daripada dosaku?” (Amsal 20:9) - (Yakobus 3:2) – (Galatia 5:17) – (I Yohanes 1:8).

Oleh sebab itu, kekudusan tidak pernah sempurna ketika kita masih berada di bumi. Hanya di dalam sorga roh orang orang benar menjadi sempurna (Ibrani 12:23).

Kunci Kesalahan Perfeksionisme

Kesalahan yang digambarkan Warfield tentang kaum perfeksionis terdapat pada pendapat mereka yang memisahkan secara tajam antara pengudusan dan pembenaran. Inilah yang menjadi kunci kesalahan doktrin perfeksionisme. Hampir semua perfeksionis menganggap pengudusan adalah pertobatan kedua. Didalam doktrin ini, kekudusan diperoleh dengan tindakan iman yang dilakukan setelah keselamatan diterima dan hal ini disebut sebagai “berkat kedua”.

Menurut Alkitab, pengudusan di mulai segera pada waktu pembenaran diterima dan akan terus menerus berlangsung – walaupun kita jatuh bangun sampai akhir hidup kita.

Bagaimana Terjadinya Pengudusan ?

(14)

Allah, atau dikuduskan. Pemisahan tersebut dimulai pada saat pertobatan tersebut terjadi. Sementara kita bertumbuh di dalam Kristus, kita semakin dipisahkan dari dosa dan semakin ditahbiskan kepada Allah. Jadi, pengudusan yang terjadi pada saat pertobatan hanya merupakan permulaan proses yang berlanjut seumur hidup di mana kita semakin di pisahkan dari dosa dan dijadikan semakin menyerupai Kristus – dipisahkan dari dosa, dan diasingkan bagi Allah.

Orang Kristen yang mengalami proses pendewasaan rohani tidak pernah membenarkan diri, puas diri, atau puas dengan pertumbuhannya sendiri. Mereka juga tidak mengejar harga diri, namun berusaha membereskan dosa dosanya.

Apakah Kita Akan Terus Berbuat Dosa ?

Walaupun anugerah Allah dicurahkan, kekudusan merupakan suatu keharusan, dan bukan pilihan. Selalu saja ada orang yang menyalahkangunakan anugerah Allah dengan menduga bahwa anugerah itu memberi kita peluang untuk berbuat dosa.

Pembenaran, pengudusan, dan aspek lain dari pekerjaan Allah dalam menyelamatkan manusia bergantung pada persekutuan kita dengan Kristus. Mengerti apa arti dipersatukan dengan Kristus merupakan dasar pengertian keselamatan kita sendiri.

Persekutuan kita dengan Kristus menghasilkan beberapa perubahan yang luar biasa. Pertama tama, kita dibenarkan. Pembenaran terjadi di hadapan

pengadilan Allah. Keputusan Allah jatuh, yaitu, “tidak bersalah”. Istilah

pembenaran tidak mengandung pengertian “perubahan drastis di dalam diri orang berdosa tersebut,” melainkan perubahan statusnya di hadapan Allah.

Persekutuan kita dengan Kristus menghasilkan perubahan perubahan di dalam sifat kita. Pembaharuan, pertobatan, dan pengudusan adalah kata kata yang menggambarkan perubahan tersebut. Kita di lahirkan kembali –

(15)

Apakah Benar Kita Dibebaskan dari Dosa ?

Apa maksudnya “manusia lama” yang telah disalibkan ? “Manusia lama”, menunjukkan sifat sifat yang masih belum diperbaharui, keadaan kita ketika masih “di dalam Adam”.

“Keinginan daging kita” (Roma 6:19; 7:18) seperti manusia yang lama, walaupun mati, namun kebusukan, kemesuman, kecurangan, kematiannnya yang berbau busuk serta kecemarannya masih juga berusaha menulari dan

mempengaruhi segala sesuatu yang di sentuhnya.

Ketika Paulus berbicara mengenai “keinginan daging”, ia mengacu kepada sisa sisa dosa yang masih tinggal: kelemahan kita yang fana, keakuan kita, dan kecenderungan kita untuk gagal dan kembali berbuat dosa. Hal ini tidak akan dilenyapkan daripada kita sampai akhirnya kita di permuliakan.

Jadi apa maksudnya orang Kristen “telah bebas dari dosa” (Roma 6:7) ? Apa yang ia maksudkan dengan berkata bahwa manusia lama telah disalibkan sehingga “tubuh dosa kita hilang kuasanya” (ayat 6) ? Bukankah kata kata 'hilang kuasanya” sepertinya memberi pengertian kepada kita bahwa dosa telah dibasmi, dihapuskan, “dihancurkan” (versi KJV), atau di musnakan ? Akan tetapi kata Yunani (katargeo) secara harfiah berarti “membatalkan” atau “menghapuskan” (bdg. Roma 3:3, 31; 4:14). Kata “dibebaskan” didalam Roma 6:7 adalah dikaioo, yang sering kali diterjemahkan “dibenarkan”. Dengan kata lain, orang orang percaya di bebaskan dari hukuman dosa yang menakutkan. Karena mereka di benarkan – dinyatakan tidak bersalah dan di bungkus oleh kebenaran Kristus yang sempurna – dosa dan kematian tidak berkuasa atas mereka.

(16)

Bukan Lagi Aku yang Berbuat Dosa

Jadi, perbuatan dosa kita bertentangan dengan segala sesuatu yang kita pegang teguh sebagai orang percaya. Tidak lagi “aku” yang berdosa – maksudnya adalah bahwa dosa bukan lagi ekspresi watak kita yang sesungguhnya.

Mengapa kita masih berdosa ? Karena prinsip keinginan daging yang membuat kita berdosa masih tinggal di dalam diri kita. Hal inilah yang manarik kita sehingga tidak taat. Tentu saja kita harus bertanggung jawab atas dosa dosa kita. Ketika kita berdosa, bukan lagi karena keadaan diri kita, melainkan

disebabkan oleh prinsip keinginan daging yang masih bersikeras bercokol dan terus menerus melancarkan pengaruhnya sampai kita diubah kelak di sorga, dimana kita di muliakan.

Jadi dosa yang ada di dalam diri kita, walaupun “merupakan musuh yang telah dikalahkan,” selama kita masih hidup, masih harus dilawan dengan sungguh sungguh. Kita memang bebas dari dosa, namun kita harus tetap waspada.

Referensi

Dokumen terkait

sebagai pemburu dan pengumpul yang paling baik. Apa yang akan Anda lakukan? Mungkin sekali Anda akan bilang pada diri Anda sendiri, "Kalaupun aku ingin melakukannya, aku

6 Bagian apa saja dari tanaman bambu ini yang biasanya / pernah saudara gunakan untuk keperluan sendiri.. Apakah saudara sering memanfaatkan rebung bambu

Menurut John Stott, “apa yang disalibkan dengan Kristus bukanlah sebagian dari diri yang dinamai natur aku yang lama, tetapi seluruh aku yang sebelum bertobat” 11 Karena

Aku dan aku yang lain memang senang membunuh (menghabisi) spesies kita sendiri dalam spesies-spesies yang lain. Tugas mencegah pembunuhan-diri sendiri dan

Ketika kita tidak taat kepada Tuhan, kita mengabaikan perintahnya, kita tidak mengingat apa yang telah berikan kepada kita (durhaka), kita semakin menjauh dari Tuhan, kita berpaling

Lalu apa yang telah membuat anda [sabar atas penyakit anda sendiri], apa yang telah membuat anda [kukuh dalam petaka anda sendiri] dan apa telah melipur anda [dari menangisi diri

seharusnya demikian.. Jadi kita harus memeriksa diri sendiri dalam bulan Ramadhan ini berdasarkan semua hal dan pokok-pokok tema yang telah saya beritahukan kepada Saudara-saudara

Apa artinya bahwa "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka- rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan