• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Penelitian PENGARUH SUBSTITUSI. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal Penelitian PENGARUH SUBSTITUSI. pdf"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUBSTITUSI IKAN TERI NASI (Stolephorus sp.)

TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN, KALSIUM DAN MUTU

ORGANOLEPTIK OMELET

Proposal Penelitian

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Proposal

disusun oleh : Gardinia Nugrahani

22030112130017

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kalsium merupakan mineral yang jumlahnya paling banyak di dalam tubuh.1, 2 Sehingga kalsium merupakan mineral yang penting bagi tubuh kita karena berperan dalam berperan dalam mineralisasi tulang, penggumpalan darah, konduksi saraf, kontraksi otot, regulasi enzim, dan permeabilitas membran.1

Asupan kalsium yang rendah (inadequate) akan menyebabkan terjadinya defisiensi kalsium.1 Asupan kalsium yang rendah akan berpengaruh pada tulang dan otot. Asupan kalsium dan absorbsi kalsium yang rendah juga akan mengarah pada terjadinya hipokalsemia. Hipokalsemia merupakan kondisi dimana serum kalsium dalam darah kurang dari 8,5 mg/dL.3 Kondisi hipokalsemia dapat menyebabkan tetani, yaitu kondisi yang ditandai dengan kontraksi otot intermiten yang gagal melakukan relaksasi, terutama di otot-otot lengan dan kaki.1 Defisiensi kalsium jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis, hipertensi, kanker kolon, dan obesitas.1

Asupan kalsium yang rendah (<600 mg/hari) ketika masa mineralisasi tulang dapat meningkatkan insiden osteoporosis di masa lanjut usia karena terdapat korelasi yang signifikan antara densitas tulang saat ini dengan asupan kalsium di masa lampau.4 Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat efek positif dari konsumsi kalsium yang adekuat, suplemen kalsium, atau keduanya terhadap kehilangan massa tulang yang berkaitan dengan usia.5

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang terjadi akibat kehilangan massa tulang, sehingga tulang menjadi mudah retak atau patah.6 Terjadinya osteoporosis diakibatkan karena terjadinya defisiensi kalsium dalam waktu yang lama (long term calcium deficiency).1 Kira-kira 28,7% pria dan 32,3% wanita di Indonesia terdiagnosis mengalami osteoporosis ketika diperiksa kepadatan tulangnya menggunakan DXA (Dual-energy X-ray absorptiometry).6

(3)

3 Makanan yang mengandung tinggi kalsium jarang ditemui di masyarakat. Snack yang banyak dijumpai sebagian besar merupakan snack yang tinggi kalori, tinggi garam atau msg, tinggi gula dan kurang bermanfaat untuk kesehatan.7 Oleh karena itu perlu adanya alternatif makanan snack tinggi kalsium yang bermanfaat untuk kesehatan.

Omelet merupakan salah satu jenis makanan yang sering dijumpai di masyarakat. Omelet terbuat dari telur ayam yang didadar kemudian diberi berbagai bahan tambahan seperti sayuran, daging atau keju untuk meningkatkan cita rasa ataupun nilai gizinya. Rata-rata konsumsi telur ayam di masyarakat Indonesia sangatlah tinggi mencapai 6153 kg perkapita pada tahun 2013.8 Sehingga masyarakat pasti sudah tidak asing dengan olahan telur, dan omelet dapat mudah diterima sebagai salah satu makanan olahan telur. Omelet sangatlah praktis dan mudah dibuat. Dalam 1 porsi omelet sayur mengandung 106 kkal kalori, 7,34 g lemak, 2,38 g karbohidrat, 7,22 g protein, dan 65 mg kalsium.9

Untuk meningkatkan kandungan protein dan kalsium omelet, dapat menggunakan penambahan ikan teri nasi (Stolephorus sp.) Kandungan protein dalam ikan teri nasi segar cukup tinggi yaitu 10,3 g per 100 g. Ikan teri nasi mengandung kalsium yang tinggi bahkan lebih tinggi dari susu yaitu 972 mg per 100 gram.10

Konsumsi ikan yang dimakan bersama tulangnya terbukti memiliki efek yang menguntungkan dalam proses mineralisasi tulang karena tulang ikan mengandung kalsium yang cukup tinggi. Ikan yang dimakan bersama tulangnya diantaranya aladah ikan teri dan ikan mola.11

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh substitusi ikan teri nasi (Stolephorus sp.) terhadap kandungan protein, kalsium dan organoleptik omelet?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

(4)

4 2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh substitusi ikan teri nasi (Stolephorus sp.) terhadap kadar protein dan kadar kalsium pada omelet

b. Menganalisis pengaruh substitusi ikan teri nasi (Stolephorus sp.) terhadap mutu organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur pada omelet

D. Manfaat Penelitian

(5)

5 BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka

1. Asupan kalsium yang rendah

Rekomendasi asupan kalsium oleh Food and Nutrition Board adalah 1000 mg per hari untuk pria dewasa dan wanita usia 19-50 tahun, termasuk ibu hamil dan menyusui.4 Untuk orang dewasa berusia 51 tahun keatas rekomendasi asupan kalsium meningkat menjadi 1200 mg per hari.4

National Institutes of Health (NIH) untuk osteoporosis merekomendasikan asupan kalsium 1500 mg per hari untuk wanita post-menopause yang tidak diberi estrogen tambahan.12 NIH membedakan wanita yang diberi estrogen dengan yang tidak, karena estrogen mempengaruhi terjadinya mineralsisasi tulang dan pada wanita post-menopause tanpa pemberian estrogen akan terjadi penurunan massa tulang secara cepat.1 Rekomendasi asupan kalsium dari NIH untuk pria berusia 65 tahun keatas adalah 1500 mg per hari, ini lebih tinggi dibandingkan dengan rekomendasi Food and Nutrition Board.4 Batas maksimal (upper limit) asupan kalsium adalah 2500 mg per hari,4 konsumsi kalsium yang berlebihan dapat menyebabkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria, batu ginjal, dan gagal ginjal.13

Asupan kalsium yang rendah (<600 mg/hari) akan menyebabkan defisiensi kalsium dan akan berpengaruh pada tulang dan otot.1 Riketsia pada anak-anak dapat terjadi ketika jumlah kalsium yang bertambah tiap unit matriks tulang mengalami defisiensi. Selain itu asupan kalsium dan absorbsi kalsium yang rendah juga akan mengarah pada terjadinya hipokalsemia. Hipokalsemia merupakan kondisi dimana serum kalsium dalam darah kurang dari 8,5 mg/dL.3 Kondisi hipokalsemia dapat menyebabkan tetani, yaitu kondisi yang ditandai dengan kontraksi otot intermiten yang gagal melakukan relaksasi, terutama di otot-otot lengan dan kaki.1

(6)

6 konsumsi kalsium yang adekuat, suplemen kalsium, atau keduanya terhadap kehilangan massa tulang yang berkaitan dengan usia.5

Osteoporosis adalah penyakit yang timbul akibat penurunan massa tulang sehingga tulang menjadi mudah retak atau patah terutama pada bagian tulang belakang, pergelangan tangan, pinggul, selangka dan lengan atas.6 Terjadinya osteoporosis diakibatkan karena terjadinya defisiensi kalsium dalam waktu yang lama (long term calcium deficiency) serta adanya penurunan hormon yang mempengaruhi proses mineralisasi tulang (pada wanita post-menopause).1, 14

Pencegahan terjadinya osteoporosis di usia lanjut dapat dilakukan sejak anak-anak, remaja atau usia dewasa. Pencegahan dilakukan dengan tujuan menurunkan terjadinya demineralisasi tulang. Cara pencegahan yang dapat dilakukan antara lain mencukupi kebutuhan asupan kalsium dan vitamin D, latihan beban dan otot secara rutin, tidak merokok, dan menghindari konsumsi alkohol berlebihan.15 Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa latihan rutin dan diet yang sehat dengan cukup kalsium membantu remaja dan dewasa muda mempertahankan kesehatan tulangnya serta menurunkan risiko osteoporosis di masa mendatang.1 Penelitian di Amerika membuktikan bahwa konsumsi kalsium yang cukup pada masa terjadinya growth spurt (usia 11-17 tahun) akan menurunkan risiko terjadinya osteoporosis.14

(7)

7 ekspresi gen dalam meningkatkan lipogenesis.23-27 Sehingga hasil akhir dari diet restriksi energi dengan tinggi kalsium dan produk susu adalah lemak tubuh yang lebih rendah serta penurunan berat badan.1

2. Protein

Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang tersusun atas monomer-monomer asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida.2 Protein di dalamnya mengandung unsur-unsur yang ada dalam asam amino penyusunnya yaitu karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dan terkadang mngandung unsur-unsur lain seperti Sulfur (S), Fosfor (P), Besi (Fe) atau Magnesium (Mg).

Protein yang diproduksi secara biologis dapat digunakan sebagai protein makanan. Sumber protein makanan yang sering digunakan meliputi susu, daging (termasuk ikan dan unggas), telur, dan kacang-kacangan. Sebagian besar protein terdapat di jaringan hewan atau tumbuhan yang berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan embrio.28 Beberapa jenis bahan makanan mengandung asam amino esensial yang cukup lengkap, tetapi bahan makanan tersebut juga memiliki asam amino pembatas, seperti metionin yang merupakan asam amino pembatas pada kacang-kacangan dan lisin pada biji-bijian / serealia. Namun, konsumsi keduanya secara bersamaan dapat bersifat komplementer, dimana kacang-kacangan mengandung lisin dan leusin dalam jumlah besar dan biji-bijian mengandung asam amino yang mengandung sulfur.

Protein memiliki fungsi biologis dalam tubuh sebagai enzim pengkatalisis, protein struktural, protein kontraktil (miosin, aktin, tubulin), hormon (insulin, hormon pertumbuhan), protein transporter (serum albumin, transferrin, hemoglobin), antibodi (imunoglobulin), protei cadangan (albumin telur, dan protein biji), serta protein pelindung (toksin dan alergen). Protein pelindung merupakan bagian dari mekanisme pertahanan terhadap mikroorganisme tertentu.2, 28

(8)

8 menganalisisnya adalah menggunakan kadar nitrogen yang ada dalam bahan makanan.2

3. Kalsium

Kalsium merupakan mineral divalen yang paling banyak terdapat di tubuh, banyaknya sekitar 1,5 % - 2 % berat badan. Tulang dan gigi mengandung 99% kalsium tubuh, dan kalsium lainnya tersebar di cairan tubuh dan jaringan lunak.2 Kalsium dalam tubuh berperan dalam mineralisasi tulang, penggumpalan darah, konduksi saraf, kontraksi otot, regulasi enzim, dan permeabilitas membran. 1

Bahan makanan sumber kalsium yang baik diantaranya susu dan produk olahannya, terutama keju (100-200mg/oz) dan yoghurt, dan beberapa seafood seperti kerang, salmon, dan ikan kecil (dengan tulang). Beberapa sayuran seperti turnip, brokoli, kembang kol, dan kale juga mengandung kalsium yang cukup banyak (30-80 mg dalam ½ penukar). Kacang kacangan dan produk turunannya, terutama tahu dan buah yang dikeringkan juga mengandung kalsium yang relatif banyak. Daging dan serealia mengandung hanya sedikit kalsium. Sayuran, seperti bayam dan rhubarb, mengandung asam oksalat yang menurunkan absorbsi dengan mengikat kalsium.1

Proses pemasakan seperti penggorengan dapat mempengaruhi jumlah kandungan mineral dalam makanan. Namun penelitian menunjukkan bahwa mineral kalsium dalam ikan yang digoreng tidak mengalami perubahan jumlah kalsium yang signifikan.29, 30

Analisis kuantitatif untuk menghitung kadar kalsium dalam makanan dapat diuji dengan uji permanganometri yang dibaca dengan metode permanganometri.31, 32

4. Ikan Teri Nasi

(9)

9 Ikan teri memiliki ukuran tubuh yang kecil, memanjang, umumnya tidak berwarna atau berwarna putih. Di sepanjang tubuhnya terdapat garis putih keperakan memanjang dari kepala hingga ekor. Sisiknya kecil dan tipis sehingga mudah lepas.33

Kandungan protein dalam ikan teri nasi segar cukup tinggi yaitu 10,3 g per 100 g. Ikan teri nasi dikonsumsi tidak hanya bagian dagingnya, namun seluruh bagian tubuh ikan dapat dimakan, termasuk tulangnya. Ikan teri mengandung kalsium yang tinggi yaitu 972 mg per 100 gram.10

Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Teri (per 100 g BDD)

No Kandungan Gizi Jumlah

1 Energi 74 kkal

2 Karbohidrat 4,1 g

3 Lemak 1,4 g

4 Protein 10,3 g

5 Kalsium 972 mg

5. Omelet

(10)

10 B. Kerangka Konsep

C. Hipotesis

1. Ada pengaruh substitusi ikan teri nasi (Stolephorus sp.) terhadap kadar protein dan kadar kalsium pada omelet.

2. Ada pengaruh substitusi ikan teri nasi (Stolephorus sp.) terhadap mutu organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur pada omelet.

Warna, aroma, rasa dan tekstur makanan Kandungan zat gizi

makanan (protein dan kalsium) Bahan utama :

- Sayuran

(50%, 40%, 30%, 20 %, 10%, 0%) - Ikan teri

(0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%)

(11)

11 BAB III

METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian bidang Food Production. Penelitian dilaksanakan di kampus Ilmu Gizi Universitan Diponegoro pada bulan Desember 2014 – Maret 2015.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menrupakan penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap satu faktor. Faktor dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi ikan teri (Stolephorus sp.) dengan komposisi sayur dalam satuan persen. Pada penelitian ini dilakukan 6 taraf perlakuan. Perlakuan merupakan banyaknya substitusi ikan teri nasi terhadap sayur dengan perbandingan sebesar :

Tabel 1. Perbandingan Sayur dan Ikan Teri Nasi

Sayur (%) Ikan Teri Nasi (%)

50 0

40 10

30 20

20 30

10 40

0 50

Substitusi ikan teri nasi terhadap sayur (wortel : kubis = 1:1) dalam omelet hingga perbandingan 50 % dari total bahan adonan omelet dilakukan untuk meneliti apakah omelet yang dihasilkan masih memenuhi mutu organoleptik yang baik.

(12)

12 C. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan 6 taraf perlakuan (p=6) dan dengan rumus (p-1)(n-1)≥15, diperoleh 4 kali ulangan (n=5). Dengan 6 taraf perlakuan dan 4 kali pengulangan diperoleh 24 sampel yang akan dianalisis secara duplo meliputi kadar protein dan kalsium.31, 32, 36

D. Variabel dan Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel bebas (independent va riable) adalah ikan teri nasi dan sayur, sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah kandungan zat gizi meliputi kandungan protein dan kalsium, serta mutu organoleptik.

1. Omelet

Omelet adalah makanan yang terbuat dari telur yang dikocok yang ditambahkan variasi bahan pelengkap, kemudian didadar dengan mentega atau minyak hingga matang.34, 35

2. Sayur

Sayur adalah salah satu bahan baku dari omelet sayur. Kombinasi sayur yang digunakan untuk omelet adalah kubis dan wortel. Sayuran mentah diperoleh dari pasar Sampangan, yang kemudian dicuci bersih, diiris tipis dan kemudian dicampurkan ke adonan omelet.

3. Ikan teri nasi

Ikan teri nasi adalah ikan teri segar berukuran kecil yang diperoleh dari pasar ikan semarang yang dicuci dan kemudian dicampurkan kedalam adonan omelet. 4. Substitusi Ikan Teri Nasi

(13)

13 Hasil ukur : Persen

Skala : Rasio 6. Kadar Kalsium

Kandungan protein dari omelet dengan substitusi ikan teri nasi yang diperoleh dengan metode permanganometri.31, 32

Hasil ukur : Persen Contoh dilakukan dengan metode sequential monadic, dimana omelet disajikan dalam rangkaian untuk diujikan dalam waktu yang sama.

E. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan omelet

Omelet dibuat dengan mencampurkan bahan halus (bawang merah, bawang putih yang telah dihaluskan) dengan telur ayam kocok, ikan teri nasi, wortel, kubis, sedikit tepung terigu, garam, merica, dan air, kemudian diaduk hingga rata dan digoreng dengan minyak panas selama 5-6 menit hingga matang. Prosedur pembuatan omelet sayuran ada di lampiran 1.

Alat : Baskom, sendok, gelas ukur, timbangan makanan, kompor, wajan wajan anti lengket

Bahan : Telur, ikan teri nasi, wortel, kubis, tepung terigu, bawang merah, bawang putih, garam, merica, dan air

2. Analisis kandungan omelet

Omelet yang telah dibuat kemudian dianalisis kandungan gizinya meliputi kadar protein dengan metode kjeldahl,37 dan kadar kalsium dengan metode permanganometri.31, 32 Prosedur Uji analisis kandungan protein terdapat pada lampiran 2 dan prosedur uji analisis kandungan kalsium pada lampiran 3.

(14)

14 Bahan : omelet dengan subtitusi ikan teri nasi, aquadest, amonium oksalat, asam

asetat, KMnO4, HCl, indikator merah metil 3. Uji organoleptik omelet

Uji organoleptik omelet dengan substitusiikan teri nasi menggunakan uji skala hedonik meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur pada 20 orang panelis agak terlatih, yaitu mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Gizi FK Undip. Uji organoleptik dilakukan dengan menyajikan omelet dengan jumlah yang sama untuk masing-masing perlakuan. Formulir uji organoleptik terdapat pada lampiran 4.

Alat : Alat tulis, formulir uji organoleptik, piring, sendok

Bahan : Omelet substitusi teri nasi, air minum sebagai penetral rasa.

F. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan satu jenis data yaitu data primer, data yang diperoleh secara langsung dari sampel penelitian antara lain kadar protein, kadar kalsium, dan mutu organoleptik.

G. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data

Data yang terkumpul akan diedit, dikoding dan di-entry dengan menggunakan program komputer.

2. Analisis Data

(15)

15 DAFTAR PUSTAKA

1. Gropper SS, Smith JL, JL G. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 5th ed. Belmont USA: Wadsworth, Cengage Learning; 2009.

2. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia; 1989.

3. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi Corwin, edisi ke 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.

4. Food and Nutrition Board IoMDRIW, DC: National Academy Press, 1997, pp. 71– 145.

5. Heaney RP. Calcium dpaoJACNSS.

6. Mithal A, Dhingra V, Lau E. Asian Audit Epidemiology, costs, and burden of osteoporosis in Asia 2009. International Osteoporosis Foundation, 2009.

7. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Food watch. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia; 2009.

8. Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan Makanan di Indonesia, 2009-2013 2013. Available from: http://www.pertanian.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf.

9. Fatsecret. Egg Omelet or Scrambled Egg with Vegetables: FatSecret; 2014 [cited 2014 31 Desember]. Available from: https://www.fatsecret.com/calories- nutrition/generic/egg-omelet-or-scrambled-egg-with-vegetables-other-than-dark-green-vegetables.

10. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2009.

11. Kim S-K, Jung W-K. Beneficial Effect of Teleost Fish Bone Peptide as Calcium Supplements for Bone Mineralization. Advances in Food and Nutrition Research. 2012;65:287-95.

12. U.S. Health and Human Services. Bone health and osteoporosis. A report of the Surgeon General. Rockville M, 2004.

13. Brown W WMDacotSd, chronic renal failure, and nephrotic syndrome. Med Clin N Am 1993; 77:783–94.

(16)

16 15. Nelms M. Nutrition Therapy and Pathophysiology, 2e. Kathrine P Sucher KL, Sara

Long Roth, editor. United States Wadsworth, Cengage Learning; 2011.

16. Barger-Lux M HRTerociipbf, hypertension, and certain cancers. J Nutr 1994; 124:1406S–11S.

17. McCarron D MC, Young E, Roullet C, Drueke T. Dietary calcium and blood pressure: Modifying factors in specific populations. Am J Clin Nutr 1991; 54:215S–19S.

18. Bostick RM PJ, Fosdick L, Grambsch P, Lampe JW, Wood JR, Louis TA, Ganz R, Grandits G. Calcium and colorectal epithelial cell proliferation: A preliminary randomized, double-blinded, placebocontrolled clinical trial. J Natl Cancer Inst 1993;85:132–41.

19. Kleibeuker JH WJ, Mulder NH, van der Meer R, Cats A, Limburg AJ, Kreumer WM, Hardonk MJ, deVries EG. Epithelial cell proliferation in the sigmoid colon of patients with adenomatous polyps increases during oral calcium supplementation. Br J Cancer 1993; 67:500–503.

20. Meyer F WEAanirtccim-aaAJE.

21. Slattery ML SA, Ford MH. Dietary calcium intake as a mitigating factor in colon cancer. Am J Epidemiol 1988; 128:504–14.

22. Garland C SR, Barrett-Connor E, Criqui MH, Rossof AH, Paul O. Dietary vitamin D and calcium and risk of colorectal cancer: A 19 year prospective study in men. Lancet 1985; 1:307–9.

23. Zemel MB. Nutritional and endocrine modulation of intracellular calcium: Implications in obesity irahMCB.

24. Zemel MB SH, Greer B, Dirienzo D, Zemel P. Regulation of adiposity by dietary calcium. FASEB J 2000; 14:1132–38.

25. Zemel MB. Th e role of dairy foods in weight management. J Am Coll Nutr 2005; 24:537S–46S.

26. Zemel MB. Calcium modulation of hypertension and obesity: Mechanisms and implications. J Am Coll Nutr 2001; 20:428S–35S.

(17)

17 28. Damodaran S, Parkin KL, Fennema OR. Fennema's Food Chemistry Fourth Edition.

USA: CRC Press Taylor & Francais Group; 2008.

29. Vaquero MP. Minerals. Grasas y Aceites. 1998;49(3-4):352-8.

30. Gall HW, Otwell, W.S., Koburger, J.A., Appledorf, H. Effects of four cooking methods on the proximate mineral and fatty acid composition of fish fillet. J Food Sci 1983;48:1068-74.

31. Rohman A. Analisis Makanan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2007.

32. Andarwulan, Nuri, Kusnandar F, Herawati D. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat; 2011.

33. Hutomo M, Burhanudin, Djamali A, Martosewojo S. Sumber Daya Ikan Teri di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI; 1987. 34. Rahmadianti F. Kreasi Omelet dari Seluruh Dunia: DetikFood; 2012 [updated 21

Juni 2012; cited 2014 2 Desember]. Available from: http://food.detik.com/read/2012/06/21/173140/1947501/297/kreasi-omelet-dari-seluruh-dunia.

35. Kirana N. Omelet : Dadar Telur Aneka Isi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2005.

36. Owusu-Apenten R. Food Protein Analysis: Quantitative Effects On Processing. USA: Marcel Dekker; 2002.

(18)

18 Lampiran 1.

PROSEDUR PEMBUATAN OMELET Alat :

1. Baskom 2. Sendok, 3. Gelas ukur

4. Timbangan makanan 5. Kompor

6. Wajan anti lengket Bahan :

Bahan Jumlah Bahan

Telur ayam 40 g 40 g 40 g 40 g 40 g 40 g Ikan teri Nasi 0 g 8 g 16 g 24 g 32 g 40 g Kubis 20 g 16 g 12 g 8 g 4 g 0 g Wortel 20 g 16 g 12 g 8 g 4 g 0 g Terigu 3 g 3 g 3 g 3 g 3 g 3 g Bawang Merah 3 g 3 g 3 g 3 g 3 g 3 g Bawang Putih 2 g 2 g 2 g 2 g 2 g 2 g Garam 1 g 1 g 1 g 1 g 1 g 1 g Merica 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0,5 g

Cara membuat :

1. Haluskan bawang merah dan bawang putih. 2. Iris- iris kol dan wortel sebesar korek api.

3. Setelah itu campurkan bawang merah dan bawang putih tadi, dengan ikan teri, wortel, kol, garam, merica, dan air dalam baskom. Aduk hingga rata.

4. Panaskan wajan teflon diameter 12 cm. Tuang adonan hingga berbentuk lingkaran. Masak dengan api kecil sampai pinggirnya kekuningan, balik sebentar, angkat. Lakukan terus hingga adonan habis.

(19)

19 Lampiran 2.

PROSEDUR UJI KADAR PROTEIN DENGAN METODE KJELDAHL

Prosedur :

1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan dan masukkan ke dalam labu Kjeldahl. Kemudian tambahkan 7,5 g K2S2O4 dan 0,35 g HgO dan akhirnya tambahkan 15 ml H2SO4 pekat.

2. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam almari asam sampai berhenti berasap. Teruskan pemanasan dengan api besar sampai mendidih dan cairan menjadi jernih. Teruskan pemanasan tambahan lebih kurang 1 jam. Matikan api pemanas dan biarkan bahan menjadi dingin.

3. Kemudian tambahkan 100 ml aquades dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, juga ditambahkan 15 ml larutan K2S 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan larutan NaOH 50% sebanyak 50 ml yang sudah didinginkan dalam almari es. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat distilasi.

4. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapisan cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.

5. Distilat ini ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml larutan standar HCl (0,1N) dan 5 tetes indikator metil merah. Lakukan distilasi sampai distilat yang tertampung sebanyak 75 ml.

6. Titrasilah distilat yang diperoleh dengan standar NaOH (0,1N) sampai warna kuning.

7. Buatlah juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan aquades, lakukan destruksi, distilasi, dan titrasi seperti pada bahan sampel.

Perhitungan :

(20)

20 Lampiran 3

PROSEDUR UJI KADAR KALSIUM DENGAN PERMANGANOMETRI

Prosedur :

1. Sejumlah sampel yang telah dijadikan abu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml lalu ditambah 50 ml akuades, 10 ml larutan amonium oksalat (berlebih atau sevukupnya hingga amonium oksalat mampu mengendapkan kalsium semuanya) dan 2 tetes indikator merah metil.

2. Larutan dibuat sedikit basa dengan penambahan amonia encer, kemudian dibuat sedikit asam dengan menambah beberapa tetes asam asetat sampai warna larutan merah muda (pH 5).

3. Larutan dipanaskan sampai mendidih lalu didiamkan minimal 4 jam atau semalam pada suhu kamar.

4. Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan dibilas beberapa kali dengan akuades hingga filtrat bebas oksalat (jika pada pengabuan digunakan HCl, maka filtrat harus bebas klorida yang diuji dengan menggunakan perak nitrat). 5. Endapan dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer lain dengan cara ujung kertas

saring dilubangi dengan pengaduk gelas lalu membilasnya dan melarutkannya dengan asam sulfat panas.

6. Saat masih panas (suhu 70-80°C), larutan dititrasi dengan larutan baku KMnO4 0,01 N sampai terbentuk warna larutan merah jambu yang pertama selama 15 detik.

7. Kertas saring dimasukkan dan dilanjutkan titrasinya sampai terbentuk warna merah muda yang pertama dan tetap selama kurang lebih 15 detik

Perhitungan :

(21)

21 Lampiran 4

FORMULIR UJI ORGANOLEPTIK

OMELET DENGAN SUBSTITUSI IKAN TERI NASI

Nama panelis : ...

Berilah nilai setiap sampel dengan memberi tanda centang (✓) pada kolom di bawah ini sesuai dengan kesukaan anda.

1. Penilaian Rasa

NO PENILAIAN

RASA

KODE SAMPEL

484 234 132 375 257 089

1 Suka 2 Agak suka 3 Netral

4 Agak tidak suka 5 Tidak suka

2. Penilaian Aroma

NO PENILAIAN

AROMA

KODE SAMPEL

484 234 132 375 257 089

1 Suka 2 Agak suka 3 Netral

(22)

22 3. Penilaian Tekstur

NO PENILAIAN

TEKSTUR

KODE SAMPEL

484 234 132 375 257 089

1 Suka 2 Agak suka 3 Netral

4 Agak tidak suka 5 Tidak suka

4. Penilaian Warna

NO PENILAIAN

WARNA

KODE SAMPEL

484 234 132 375 257 089

1 Suka 2 Agak suka 3 Netral

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Teri (per 100 g BDD)
Tabel 1. Perbandingan Sayur dan Ikan Teri Nasi

Referensi

Dokumen terkait

Developing &amp; Improving Reading Comprehension Skills Overview of Reading Comprehension &amp; Specific Actions to Help Students Develop Comprehension. Retrieved May

Bojonggede, dan Cimanggis), Kota Bogor (Bogor Timur, Bogor Utara, dan Tanah Sereal) dan Kota Depok (Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya, dan Beji). Di wilayah hilir Sungai

Hasil studi pendahuluan tersebut sesuai dengan pendapat Vernon yang dikutip oleh Hargrove dan Poteet (dalam Riana, 2003) yang mengemukakan bahwa perilaku siswa

Sehubungan dengan ditemukannya permasalah aktual dalam pelaksanaan pembelajran IPA khususnya tentang materi Penggolongan Hewan disebabkan oleh kurang mampunya guru menerapkan

Pengujian yang dilakukan dalam sistem pakar diagnosis penyakit pada kambing menggunakan metode Dempster Shafer yaitu pengujian validasi kebutuhan fungsional,

Penelitian ini menggunakan indikator pembentukan PDRB untuk melihat efektivitas pengeluaran pembangunan pada sektor pertanian antara pengeluaran pemerintah pusat melalui

Figure 4.10 Students’ Response to Video Helps Students in Speaking English

menginternalisasi biaya sosial dari aktivitas yang dilakukannya dan tidak memiliki insentif yang cukup untuk memilih tingkat pencegahan optimal sosial, sehingga dalam