• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELANGGARAN KO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELANGGARAN KO"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KODE ETIK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DI LUAR WILAYAH JABATAN NOTARIS

TRIA MONITA 8111416020 NOMOR URUT 34

ROMBEL 003

FAKULTAS HUKUM

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup yang paling sempurna dikarenakan adanya keistimewaan dibanding makhluk hidup lainnya yaitu akal pikiran. Semakin berkembangnya zaman jumlah manusia kian berkembang. Perkembangan ini ternyata memunculkan masalah yang disebabkan tingkah manusia itu sendiri. Untuk itu para ilmuwan mencetuskan hukum yang diharapkan dapat membantu manusia dalam menyelesaikan masalahnya.

Menurut isinya hukum dibagi menjadi dua yaitu hukum publik dan hukum privat1. Hukum perdata merupakan salah satu hukum yang digolongkan

sebagai hukum privat2. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hukum

perdata ialah hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara yang satu dengan warga negara yang lain.3

Hukum mengenai perikatan merupakan salah satu jenis hukum yang diatur dalam hukum perdata. Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata. Sumber adanya suatu perikatan ada dua macam yaitu perjanjian dan undang-undang4.

Perikatan dari perjanjian merupakan perikatan yang paling sering dilakukan oleh subjek hukum baik orang maupun badan hukum. Perjanjian yang dilakukan oleh subjek sering menimbulkan adanya sengketa seperti wanprestasi. Sengketa ini kadang tak dapat diselesaikan melalui jalur non litigasi dan harus diselesaikan secara litigasi melalui pengadilan.

Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan membutuhkan adanya alat bukti untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Dalam Hukum Perdata alat bukti yang dibuktikan terlebih dahulu dan mempunyai pembuktian paling kuat adalah alat bukti surat. Dalam perjanjian akta otentik merupakan alat bukti

(3)

surat yang posisinya paling tinggi. Akta otentik merupakan akta yang dibuat dan ditandatangani di hadapan pejabat yang berwenang. Dalam hal ini pejabat yang berwenang adalah Notaris.

Notaris dan produk aktanya dapat dimaknai sebagai upaya negara untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi anggota masyarakat. Mengingat dalam wilayah hukum privat/perdata, negara menempatkan notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam hal pembuatan akta otentik, untuk kepentingan pembuktian/alat bukti5.

Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh negara, bekerja juga untuk kepentingan negara, namun demikian Notaris bukanlah pegawai sebagaimana dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, sebab ia tidak menerima gaji dan hanya menerima honorarium atau fee dari klien.6 Jumlah fee yang

dibayarkan kepada Notaris biasanya berbeda antara Notaris yang satu dengan yang lainnya. Dalam penentuan fee, Notaris harus mematuhi peraturan dalam Kode Etik bahwa Notaris dalam menetapkan honorarium atau fee tidak boleh di bawah honorarium yang ditetapkan oleh perkumpulan.

Dalam menjalankan kewajibannya sebagai pejabat umum, Notaris harus memiliki satu kantor di tempat kedudukannya. Penentuan tempat kedudukan Notaris ditentukan oleh negara melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Setelah ditetapkannya wilayah kedudukan Notaris berkewajiban untuk melaksanakan tugasnya di tempat kedudukannya. Wilayah kedudukan Notaris hanya mecakup suatu kabupaten/kota. Sedangkan wilayah jabatannya mencakup suatu provinsi.

Sesuai dengan Pasal 17 huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris “Notaris dilarang menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya”. Hal ini juga dipertegas dengan Pasal 3 ayat (8) Kode Etik Notaris mengenai Kewajiban “Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari”.

5 Sulistiyono, Tesis: “Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Notaris Oleh Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Di Kabupaten Tangerang”(Semarang, Universitas Diponegoro, 2009), xi-xii.

(4)

Menurut Lumban Tobing, Notaris berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta dibuat, maksudnya disini setiap Notaris ditentukan wilayah jabatannya seusia dengan tempat kedudukannya. Kewenangan Notaris hanya membuat akta di wilayah jabatannya. Akta yang dibuat diluar wilayah jabatannya kekuatan hukumnya sama dengan akta dibawah tangan7.

Jika Notaris melanggar larangan yang ada dalam UUJN maupun Kode Etik Notaris dapat dijatuhi sanksi berupa pemberhentian sementara sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) point d “melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan serta kode etik Notaris”. Jadi, Notaris harus membuat akta Notaris di dalam wilayah jabatannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan dibahasa, sebagai berikut:

1. Apa saja jenis instrumen hukum yang mengatur mengenai kode etik Notaris?

2. Bagaimana proses penyelesaian pelanggaran kode etik “pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatan Notaris”?

3. Apa saja kelemahan dari kode etik Notaris mengenai pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatan Notaris?

4. Bagaimana pembaharuan kode etik Notaris mengenai pembuatan akata notaris di luar wilayah jabatan Notaris?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui instrumen hukum yang mengatur mengenai kode etik Notaris.

2. Untuk mengetahui proses penyelesaian pelanggaran kode etik “pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatan Notaris”.

3. Untuk mengetahui kelemahan dari kode etik Notaris mengenai pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatan Notaris.

4. Untuk mengetahui pembaharuan kode etik Notaris mengenai pembuatan akata notaris di luar wilayah jabatan Notaris

(5)

BAB II PEMBAHASAN A. Instrumen Hukum Kode Etik Profesi Notaris

Notaris merupakan pejabat publik yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik. Notaris sudah dikenal sejak Zaman Republik der Verenigde Naderlan, masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17dengan adanya Oost Indische Compagnie di Indonesia. Tanggal 27 Agustus 1620 diangkat Notaris pertama di Indonesia, yaitu Melchione Kerchem yang berkedudukan di Jakata.8

Keberadaan Notaris di Indonesia kini kian “menjamur”. Kebanyakan Notaris juga merangkap menjadi PPAT. Hal ini kadang menjadikan masyarakat kebingungan dalam membedakan antara Notaris dan PPAT, 8 Rahmad Hendra, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Penghadapnya

(6)

bahkan tak jarang yang menganggap Notaris dan PPAT merupakan profesi yang sama. Untuk itu definisi Notaris menurut Pasal 1 ayat angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, diuraikan sebagai berikut:

“Notaris adalah pejabat umum yag berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”

Suatu profesi membutuhkan adanya organisasi khusus sebagai wadah diskusi dan pengaturan profesi tersebut. Notaris sebagai profesi hukum juga mempunyai organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Tidak hanya sebagai wadah diskusi, INI juga membuat produk hukum yang mengatur profesi hukum. Produk hukum yang di buat oleh INI salah satunya mengenai Kode Etik Notaris.

Kode etik merupakan aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika rasional umum common sense dinilai menyimpang dari kode etik.9 Selain yang diatur dalam INI kode etik Notaris juga diatur dalam

berbagai instrumen hukum, sebagai berikut:

1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie 9stb 1860:3) sebagaimana diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101.

2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris Sementara dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1954 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 700.

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, dalam lembaran Negara republik Indonesia (LNRI) Tahun 1985 Nomor 73, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomoe 3316. 5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, dalam

Lembaran Negara Indonesia (LNRI) Tahun 1986 Nomor 20.

(7)

6. Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 34, dan Tambahan Negara Nomor 4379.

7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Pertama Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

9. Keputusan bersama Mahkamah Agng dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor KMA/006/SKB/VII/1987.

B. Proses Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik “Pembuatan Akta Notaris di Luar Wilayah Jabatan”

Ketidakprofesionalan Notaris sering mengabaikan peraturan undang-undang Kode Etik profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar baik sebagai individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam organisasi profesi disamping sifat manusia yang konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan, atas dasar faktor-faktor tersebut maka dapat diinventarisasi alasan-alasan mendasar mengapa profesional cenderung mengabaikan dan bahkan melannggar kode etik, antara lain:10

1. Pengaruh Sifat Kekeluargaan; 2. Pengaruh Jabatan;

3. Pengaruh Konsumerisme; dan. 4. Karena Lemah Iman.

Suatu pelanggaran kode etik tidak serta merta langsung dijatuhi sanksi. Harus dilakukan proses pemeriksaan terhadap pelanggaran tersebut. Sesuai dengan Kode Etik Notaris, proses penyelesaian suatu pelanggaran kode etik sebagai berikut:

1. Pengawasan (Pasal 7)

a. Pada tingkat Kabupaten/Kota oleh Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.

b. Pada tingkat Provinsi oleh Pengurus Wilayah dan Dewan Kehormatan Wilayah.

c. Pada tingkat Nasional oleh Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat.

(8)

2. Fakta Dugaan Pelanggaran (Pasal 8)

Dewan Kehormatan mencari fakta atas dugaan Pelanggaran Kode Etik oleh anggota perkumpulan atas prakarsa sendiri atau atas pengaduan secara tertulis dari anggota perkumpulan.

3. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi (Pasal 9)

a. Dewan Kehormatan setelah menemukan fakta pelanggaran kode etik, paling lambat 14 hari harus memanggil anggota yang diduga melakukan pelanggaran. Jika tidak hadir dipanggil kembali 14 hari, sampai pemanggilan yang tiga.

b. Jika sampai panggilan ketiga tidak hadir Dewan Kehormatan akan tetap bersidang dan menentukan keputusan berupa penjatuhan sanksi. c. Jika anggota tidak terbukti melakukan Pelanggaran, maka anggota

tersebut dipulihkan namanya dengan Surat Keputusan Dewan Kehormatan yang memeriksa.

4. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Banding (10)

a. Diajukan maksimal 30 hari setelah penerimaan Surat Keputusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan.

b. Diajukan secara tertulis kepada Dewan Kehormatan

Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dijatuhi sanksi apabila terbukti melakukan pelanggaran tersebut. Sanksi terhadap pelanggaran diatur dalam Pasal 6 Kode Etik Notaris dan Pasal 85 UUJN, yaitu:

a. Teguran b. Peringatan

c. Pemberhentian sementara dari keanggotaan perkumpulan d. Permberhentian dengan hormat dari keanggotaan perkumpulan e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan. Dari sanksi-sanksi yang telah disebutkan di atas, pelanggaran terhadap pelanggaran kode etik pembuatan akta Notaris di luar wilayah jabatannya yang merupakan larangan bagi Notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 17 ayat (1), sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan Pasal 9 ayat (1) pint (d), yaitu:

“Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena:

(9)

Jadi sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan terhadap Notaris yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik berupa pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatannya adalah pemberhentian sementara. C. Kelemahan Kode Etik Mengenai Pembuatan Akta Notaris Di Luar Wilayah

Jabatan

Dalam penyusunan suatu isntrumen hukum atau aturan tidak dapat dipungkiri akan adanya suatu kelemahan. Kelemahan tersebut dapat ditimbulkan karena kesalahan saat penyusunan maupun kurangnya pengetahuan mengenai bidang yang disusun peraturannya. Hal tersebut juga terjadi terhadap Kode Etik Notaris. Berdasarkan Kode Etik yang ada, dapat dilihat bahwa Kode Etik yang mengatur mengenai pembuatan akta Notaris di luar wilayah jabatan, sebagai berikut:

 Sanksi yang diberikan kurang tegas. Dalam suatu pelanggaran pemberian sanksi yang tegas memang diperlukan agar memberikan efek jera. Sanksi dalam pelanggaran kode etik dirasa kurang tegas, karena hanya berupa teguran. Untuk sanksi pembuatan akta di luar wilayah jabatan memang cukup untuk memberikan efek jera bagi pelakunya.

 Sulitnya mendeteksi pelanggaran. Pembuatan akta yang masuk ranah privat mempersulit Dewan Kehormatan dalam melakukan penyelidikan untuk mengumpulkan barang bukti yang membuktikan seorang Notaris bersalah.

D. Pembaharuan Kode Etik Notaris Mengenai Pembuatan Akta Notaris di Luar Wilayah Jabatan

Hukum merupakan ilmu yang dinamis, setiap saat mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Untuk itu hukum positif yang ada lama kelamaan tidak lagi cocok diterapkan. Selain itu, suatu peraturan hukum perlu diperbaharui karena adanya hal-hal yang belum diatur dalam peraturan tersebut dan hal tersebut dirasa perlu dan penting dalam penegakkan hukum.

(10)

Etik Notaris juga perlu dilakukan perubahan. Mengenai kode etik larangan pembuatan akta notaris di luar wilayah jabatan, perlu dilakukan pembaharuan, sebagai berikut:

 Penambahan sanksi administratif terhadap Notaris yang membuat akta notaris di luar wilayah jabatan.

(11)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik sebagai sebuah alat bukti yang memiliki pembuktian paling kuat dalam hukum perdata. Profesi Notaris dalam pelaksanaannya diatur dalam suatu instrumen khusus yaitu Kode Etik Notaris. Meskipun telah diatur tetap terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris. Pelanggaran ini perlu ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum bagi warga negara.

B. Saran

Instrumen hukum atau suatu aturan harus dilakukan suatu perubahan agara tetap relevan dengan zaman yang ada. Hal ini dilakukan agar tidak ada kesesatan yuridis di Indonesia.

(12)

Busro,Ahmad. 2011. Hukum Perikatan Berdasarkan Buku III KUHPerdata.Semarang:Pohon Cemara.

Kansil, C.S.T.1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka

Meliala, Djaja.2012.Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Bandung: Nuasa Aulia Lubis, Suhrawardi.1993.Etika Profesi Hukum.Jakarta:Sinar Grafika

Muhammad, Abdulkadir.2014.Hukum Perdata Indonesia.Bandung:PT Citra Aditya Bakti

---.2001. Etika Profesi Hukum.Jakarta: CV Citra Aditya Bakti. Simorangkir. 2001. Etika.Jakarta: Cipta Manunggal

Tobing, G.H.S. Lumban.1996.Peraturan Jabatan Notaris.Jakarta:Erlangga. JURNAL

Rahmad Hendra, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang

Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru”Jurnal Ilmu

Hukum, Vol. 3 No. 1, 2009, hal.5. SKRIPSI/ TESIS/ DISERTASI

Sulistiyono, Tesis: “Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Notaris Oleh Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Di Kabupaten

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Penyelesaian hukum terhadap pelanggaran notaris dalam pembuatan akta autentik adalah melalui Pengawasan Notaris yang dilakukan oleh Menteri dengan dibantu oleh

Pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia sebagai organisasi profesi terhadap Notaris yang melanggar kode etik di, adalah

Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris yang mana di sini berdasarkan Pasal 6 ayat (8) Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan

Ketua : Prof.. skorsing dan pemecatan seorang notaris. Sanksi yang diterima oleh notaris yang melanggar kode etik tidak hanya sanksi sanksi skorsing dan

Dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum untuk membuat akta otentik diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris dengan tujuan agar UUJN dan Kode Etik Notaris

Pasal 83 angka (1) : Organisasi Notaris menetapkan dan menegakan Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Kehadiran MPN diharapkan mampu melakukan pembinaan dan pengawasan, sehingga Notaris dapat menjalankan jabatannya sesuai UUJN, kode etik dan peraturan perundang-undangan terkait

Makalah ini membahas tentang analisis penegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh