• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasa Karya Tulis Ilmiah tentang Taa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembahasa Karya Tulis Ilmiah tentang Taa"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang mempelajari tentang Agama Islam, Halal dan Haram dalam Islam, menjadi makhluk yang berguna bagi sesama manusia, lingkungan dan Negara dalam lingkup Islam, dan lain- lain. Dalam Pendidikan Agama Islam terdapat banyak materi tentang sifat–sifat, baik itu sifat–sifat yang dimiliki oleh Allah SWT, maupun sifat–sifat yang dimiliki oleh manusia yang semuanya bersumber dari Al- Qur’an, dalam sifat–sifat manusia terbagi menjadi dua sifat yaitu sifat mahmudah (terpuji) dan sifat mazmumah (tercela), sifat mahmudah manusia yaitu antara lain: Dermawan, tidak sombong, kerja keras, tidak memiliki sifat iri terhadap orang lain, dan lain–lain, sifat mazmumah yaitu antara lain: Sombong, iri atau dengki, ria, suka mencela orang lain, kikir, dan lain – lain.

Salah satu sifat terpuji yaitu kerja keras, dalam kerja keras memiliki sesuatu yang dinamakan etos kerja yang sangat penting dimiliki oleh seorang manusia untuk dapat menjalani kehidupannya dengan memiliki suatu sifat terpuji yang dicintai oleh Allah SWT, adapun sifat sikap toleransi juga sangat penting dimiliki oleh seorang muslim agar dapat membuat lingkungan disekitarnya menjadi tentram dan damai karena sikap toleransi dapat membuat antar sesama manusia saling tenggang rasa yang bisa berdampak positif pada hubungan sesama manusia tersebut, itulah sebabnya Allah SWT memberikan karunianya kepada orang-orang yang selalu berlaku baik dan dapat menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, melalui sikap toleransi itulah seorang muslim bisa mendapatkan karunia dari Allah SWT jika Ia menghendaki.

(2)

berbeda-beda dan hampir tidak sama karena memang manusia diciptakan oleh Allah SWT berbeda–beda dan berbagai bentuk tubuh dan warna kulit yang beragam, dan pastinya Allah SWT memiliki tujuan dengan menciptakan manusia berbeda–beda yaitu agar supaya manusia dapat saling mengenal satu sama lain, berinteraksi, membantu sebagai sesama manusia meskipun berbeda bentuk tubuh atau warna kulit, dan masih banyak lagi tujuan Allah SWT menciptakan manusia berbeda–beda

Selain sikap toleransi dan perilaku manusia ada juga yang disebut taat aturan yang merupakan salah satu sikap terpuji yang dimiliki oleh seorang manusia, taat aturan terdiri dari dua kata yaitu taat dan aturan, taat artinya suatu sikap patuh terhadap seuatu, sedangkan aturan merupakan suatu hal yang selalu ada disekitar manusia jika manusia itu berada suatu tempat/wilayah yang memiliki suatu kesepakatan bersama antar sesama masyarakat maupun golongan, setelah menelaah dan mengkaji dari pentingnya sikap toleransi, pengaruh perilaku terhadap seseorang dan sikap taat aturan ini

Maka saya sebagai penulis mengambil judul untuk makalah ini “Berperilaku Taat Aturan dan Bekerja Keras sebagai Pedoman Hidup Seorang Muslim”, dari judul ini dapat dikaji tentang maksud dari taat aturan, bekerja keras, perilaku, dan dari tiga hal itu dapat menjadi suatu pedoman hidup seorang muslim, yang dapat bermanfaat bagi muslim tersebut dan orang disekitarnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian taat aturan dan contoh perilaku yang menunjukkan tentang taat aturan ?

2. Apa pengertian kerja keras dan hikmah kerja keras ?

3. Bagaimana perilaku taat aturan dan kerja keras dapat menjadi pedoman hidup seorang muslim ?

C. Tujuan

(3)

2. Dapat mengetahui pengertian kerja keras dan hikmahnya.

3. Dapat mengetahui tentang perilaku taat aturan dan kerja keras dapat menjadi pedoman hidup seorang muslim.

D. Manfaat

1. Agar pembaca dapat mengetahui secara luas dari taat aturan dan sifat terpuji lainnya.

2. Agar dapat memberikan informasi bagi pembacanya. 3. Dapat memberikan inspirasi bagi pembacanya. 4. Dapat memberikan contoh yang baik bagi orang lain.

5. Agar dapat membagi pengetahuan kepada yang membutuhkan.

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN JUDUL

Pengertian :

a. Berperilaku/Perilaku adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan seseorang yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap dirinya sendiri dan objek.

b. Taat Aturan adalah sikap tunduk terhadap tindakan atau perbuatan yang telah dibuat oleh Allah SWT, Rasul atau Nabi, Pemimpin atau yang lainnya.

c. Bekerja Keras adalah suatu usaha yang dilakukan secara maksimal untuk memenuhi keperluan hidup didunia dan diakhirat disertai dengan sikap optimis.

d. Pedoman Hidup adalah suatu prinsip yang dijadikan sebagai panduan hidup seseorang ke tujuan yang ingin dicapainya.

e. Muslim adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menginformasikan bahwa terdapat seseorang yang beragama Islam.

(5)

B. TINJAUAN TEORITIS

Dalam kehidupan manusia terdapat hal yang akan selalu ada dimanapun manusia tersebut berada yaitu aturan, aturan atau peraturan akan selalu ada dimana saja jika tempat yang akan membentuk aturan tersebut sudah memiliki kesepakatan bersama antar lingkungan sekitar jika tidak ada kesepakatan bersama tersebut berarti aturan tidak akan bisa dibuat karena aturan harus dibuat berdasarkan kesepakatan tersebut untuk dapat disahkan dan diberitahukan kepada masyarakat. Aturan sendiri bertujuan agar masyarakat sekitar dan masyarakat pendatang dapat menghormati tata aturan atau tata kelakuan yang baik harus diketahui dan dikerjakan.

Aturan yang selalu ditaati oleh masyarakatnya mencerminkan sifat masyarakat dilingkungan sekitar tersebut, dalam membuat aturan yang baik dan tidak melenceng dengan kaidah agama dibutuhkan ketelitian, sikap toleransi yang tinggi, dan kerja keras, dari tiga sikap tersebut yang paling penting adalah kerja keras untuk dapat menjadikan aturan tersebut dapat selalu ditaati oleh masyarakat, meskipun akan ada banyak kritik yang berdatangan dari pihak–pihak tertentu, tetapi dengan bekerja keras dapat membuat aturan tersebut ditaati dan bahkan dapat menjadi pedoman hidup masyarakat sekitar.

C. Taat Aturan

1. Pengertian Taat Aturan

Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah SWT, pemerintah, dan sebagainya) tidak berlaku curang dan setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah SWT, nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di sekolah, dirumah, dilingkungan masyarakat terdapat aturan, dimana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan.

(6)

Nabi Muhammad SAW, yang disebut sunnah atau hadits. Dibawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.

Peranan pemimpin sangatlah penting, sebuah institusi dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi terbesar tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat) akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.

2. Contoh perilaku taat aturan dapat ditemukan dalam uraian berikut. Zahra duduk di kelas VII SMP Bina Mulia, sebagai seorang muslim Zahra menunaikan shalat tepat waktu, menunaikan puasa Ramadhan, dan puasa sunah. Tidak lupa setiap hari Jum’at Zahra memiliki agenda rutin yaitu bersedekah. Zahra melakukannya dengan ikhlas tanpa menginginkan pujian dari teman atau orang tuanya. Sikap yang ditunjukkan oleh Zahra termasuk kategori perilaku taat. Zahra menaati perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Perilaku Zahra hendaknya diteladani dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana cara menerapkan perilaku taat dalam keseharian? Simaklah uraian berikut untuk mengetahuinya.

3. Berperilaku Taat aturan dalam Keseharian

Memiliki sifat taat akan memberikan akibat yang baik bagi pemiliknya. Jika setiap orang telah memahami maksud sikap ini, ia akan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dapat dipastikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan berjalan dengan harmonis.

(7)

Surah an-Nisa’ [4] ayat 59.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. an-Nisa’[4]: 59)[1]

Dalam ayat di atas dengan jelas Allah SWT memberitahukan tiga objek ketaatan manusia islam menuntut untuk ketaatan kepada ketiganya dengan model yang berbeda. Penerapan ketaatan dalam kehidupan dapat dilakukan dengan mengacu pada kandungan ayat di atas.

a. Ketaatan kepada Allah SWT

Ketaatan kepada Allah SWT menempati posisi ketaatan tertinggi. Sebagai seorang muslim, tidak ada satu pun di dunia ini yang dapat mengalahkan ketaatan kita kepada Allah SWT saat Allah SWT menginginkan sesuatu dari kita, kita harus menaati-Nya. Inilah makna keislaman kita kepada Allah SWT Menunaikan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya merupakan cara menunjukkan ketaatan kepada Allah SWT. Misalnya, menunaikan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji.

b. Ketaatan kepada Nabi Muhammad SAW

Ketaatan kepada rasul memiliki posisi sejajar dengan ketaatan kepada Allah SWT. Mengapa demikian ? Hal ini karena apa pun yang disampaikan, dilakukan serta diinginkan Rasulullah SAW merupakan wahyu dari Allah SWT

(8)

Pada saat yang sama Allah SWT senantiasa menjaga kehidupan rasul berikut segala gerak-gerik yang dilakukan beliau sedikit saja beliau bergeser dari kebenaran Allah SWT. Dengan adanya penjagaan Allah SWT ini Rasulullah SAW menjadi seorang yang maksum atau terjaga dari kesalahan dengan kedudukannya yang sedemikian istimewa, Allah SWT menempatkan Rasulullah SAW dalam posisi yang terhormat dalam ketaatan seorang muslim Allah SWT menyatakan bahwa menaati Rasulullah SAW sama dengan menaati Allah SWT

Dengan demikian, ketaatan kepada Rasulullah SAW merupakan prioritas yang sama dengan ketaatan kepada Allah SWT meskipun begitu, kita tidak boleh menganggap Rasulullah SAW sejajar dengan kedudukan Allah SWT sebagai Tuhan menyamakan Rasulullah SAW dengan Allah SWT sebagai Tuhan merupakan tindakan kemusyrikan karena Rasulullah hanyalah manusia biasa yang diberi wahyu oleh Allah SWT menaati perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya berarti menaati rasul-Nya hal ini karena perintah rasul berarti perintah Allah SWT.

c. Ketaatan kepada Ulil Amri

Ketaatan tingkat ketiga adalah taat kepada Ulil Amri sebagian ulama menafsirkan kata Ulil Amri di sini terbatas pada pemerintah dinegara kita berada, oleh karena itu, kita juga harus taat pada berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Semua peraturan itu disusun untuk menjaga keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat sebagian ulama yang lain meluaskan makna Ulil Amri ini mereka tidak membatasi makna Ulil Amri sebatas pemerintah saja, tetapi segala hal atau aturan atau sistem yang ada disekitar dan terkait dengan kita.

(9)

taat kepada guru. Ketaatan kepada guru ditunjukkan dengan mematuhi perintahnya, menghormati, dan bersikap peduli.

Kita patuhi perintah dan tugas yang guru berikan kepada kita, baik itu tugas sekolah maupun tugas luar. Kita juga wajib menghormatinya, misalnya dengan berkata dan bersikap sopan kepadanya. Sikap peduli kepada guru dapat ditunjukkan dengan selalu mengingat jasa baiknya, mendoakannya dan berbuat sesuatu yang menyenangkan hatinya.

4. Pengertian Ulil Amri

Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur'an

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul ( sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa/4: 59)[2]

Asbabu al-Nuzul atau sebab turunnya ayat ini menurut Ibnu Abbas adalah berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika Rasulullah SAW mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah (perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah SAW) As Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalidbin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasulullah SAW sebagai pemimpin dalam sariyah. Q.S. an-Nisa/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah SWT perintah

(10)

Rasulullah SAW dan ulil amri tentang pengertian Ulil Amri, dibawah ini ada beberapa pendapat.

1) Abu Jafar Muhammad

Arti ulil amri adalah umara, ahlul ‘ilmi wal fiqih (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqih) sebagian ulama yang lain bin Jarir at-Thabari berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah SAW itulah yang dimaksud dengan ulil amri.

2) Al-Mawardi

Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil amri", yaitu: A) Umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah

keduniaan)

B) Ulama dan Fuqaha,

C) Sahabat-sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar dan Umar. 3) Ahmad Mustafa Al-Maraghi

Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya. Kita memang diperintah oleh Allah SWT untuk taat kepada ulil amri (apa pun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil amri). Namun, perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata “taat”; sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan Allah SWT dan rasul-Nya.

(11)

Artinya: “Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R. Muslim)[3]

5. Perilaku mulia ketaatan yang perlu dilestarikan adalah : 1. Selalu menaati perintah Allah SWT. dan Rasul-Nya, serta

meninggalkan larangan-Nya, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.

2. Merasa menyesal dan takut apabila melakukan perilaku yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

3. Menaati dan menjunjung tinggi aturan- aturan yang telah disepakati baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat.

4. Menaati pemimpin selagi perintahnya sesuai dengan tuntutan dan syariat agama.

5. Menolak dengancara yang baik apabila pemimpin mengajak kepada kemiskinan.[4]

D. Sifat – Sifat Terpuji ( Tawadu, Qanaah dan Sabar )

Shalat merupakan salah satu perintah Allah SWT dan Rasul-Nya yang harus kita taati. Menunaikan shalat berarti menaati perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Taat merupakan salah satu perilaku terpuji yang patut dimiliki oleh muslim dalam makalah ini kita akan mempelajari beberapa perilaku terpuji dan salah satunya adalah taat.

1. Tawadu

3 [] http://setofschoolwork.blogspot.com/2014/09/pengertian-pentingnya-taat-kepada.html

Minggu, 1 Maret 2015 Pukul : 16.48 WITA

4 []

(12)

a. Pengertian Tawadu

Tawadu artinya sikap rendah hati. Sikap ini merupakan sikap seseorang yang tidak ingin menonjolkan diri dengan sesuatu yang ada pada dirinya, kebaikan yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya baik berupa harta, kepandaian, kecantikan fisik, dan beragam karunia Allah SWT lainnya tidak membuat dirinya lupa orang yang bersikap tawadu senantiasa ingat bahwa semua yang ada padanya adalah milik Allah SWT semata, oleh karena itu, seorang yang tawadu tidak akan menghina orang lain dengan apa pun yang diamanatkan Allah SWT kepadanya.

Cara bicara orang yang tawadu senantiasa lembut dan merendah sekaligus memiliki rasa percaya diri yang kuat, ia selalu berusaha berbuat yang terbaik tanpa ingin kebaikannya diketahui orang lain ia lebih suka menyampaikan kebaikan orang lain meskipun kebaikannya jauh lebih banyak tidak tersinggung apalagi marah saat orang lain menyampaikan keburukannya kepadanya istighfar mengkhiasi bibirnya jika ada kritikkan kepadanya, bukan sebagai pemanis bibir, melainkan muncul dari hati yang merasa lalai atau tidak berhati-hati sehingga ada salah yang tanpa sengaja ia lakukan.

Sikap diatas berbeda dari rasa rendah diri. Rasa rendah diri berasal dari ketidakmampuan memandang dirinya dan orang lain dengan benar. Ketidakmampuan itu menyebabkan orang yang rendah diri salah menilai dirinya sebagai tidak baik, tidak mampu, tidak tampan atau cantik, atau tidak pantas. Pada saat yang sama ia menilai orang lain sebagai sangat baik, sangat pandai, lebih tampan atau cantik, dan lebih pantas untuk sesuatu hal, oleh karena itu, orang yang salah menilai diri cenderung merasa minder, tidak mampu, dan tidak percaya diri, selain berbeda dengan rendah diri, sikap tawadu merupakan kebalikan dengan sikap sombong.

(13)

dirinya dengan orang lain saat ia melihat orang lain lebih dari dirinya, ia merasa iri dan berbuat dengki sebaliknya, saat ia menemukan orang yang ia rasa lebih rendah darinya, ia merasa tinggi hati dan merendahkan orang lain sombong merupakan sikap tercela yang harus kita jauhi.

Selain mencela sikap sombong, Allah SWT juga memberikan anjuran kepada kita untuk bersikap tawadu, salah satu anjuran Allah SWT itu terdapat dalam Surah Luqman [31] ayat 19.

Artinya: “Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Q.S.Lugman [31]: 19)[5]

Dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang lain juga banyak ditemukan perintah untuk merendahkan diri, kita dianjurkan untuk bertawadu dan menjauhi sikap sombong, meskipun memiliki harta kekayaan, keturunan, atau kedudukan yang tinggi[6].

b. Contoh perilaku tawadu dapat ditemukan dalam uraian berikut. Ahmad seorang anak yang cerdas dan senantiasa menjadi juara kelas. Ahmad tidak merasa sombong atau tinggi hati karena kecerdasannya, ia senantiasa membantu teman-temannya dengan belajar kelompok, ia merasa bahwa kecerdasannya merupakan karunia Allah SWT yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, sikap Ahmad dikategorikan sebagai perilaku tawadu, ia tidak merasa sombong atas karunia kecerdasan, justru ia merasa bahwa ilmu dan kecerdasannya belum apa-apa dibanding ilmu Allah SWT. Oleh karena itu, ia tidak tinggi hati dan memanfaatkan kecerdasannya untuk membantu teman temannya.

c. Berperilaku Tawadu dalam Keseharian

5[]Qur’an.com/31/15, Selasa 5 Mei 2015 Pukul: 04.59

(14)

Sebagai sikap yang baik, sikap tawadu tentu juga membawa akibat yang baik, hal ini disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu hadits-Nya yang diriwayatkan oleh Baihaqi

Artinya: ”Barang siapa bersikap tawadu karena mencari rida Allah SWT. Allah akan meninggikan derajatnya. Ia akan menganggap dirinya tiada berharga namun dalam pandangan orang lain ia sangat terhormat. Sebaliknya, barang siapa menyombongkan diri, Allah akan menghinakan dirinya. Ia menganggap dirinya terhormat padahal dalam pandangan orang lain ia sangat hina”

Tawadu merupakan perilaku terpuji yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tawadu akan muncul dengan membiasakan perilaku-perilaku terpuji. Diantara perilaku-perilaku terpuji yang dapat menimbulkan tawadu sebagai berikut.

1) Menyadari bahwa setiap manusia memiliki kelebihan. 2) Merasa cukup dengan karunia Allah SWT.

3) Menyadari bahwa hanya Allah SWT yang pantas untuk sombong. 4) Menyadari kelemahan manusia.

2. Qanaah

(15)

Qanaah merupakan sikap rela menerima atau merasa cukup dengan apa yang didapat serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kekurangan yang berlebih-lebihan. Qanaah muncul dalam kehidupan seseorang berupa sikap rela menerima keputusan Allah SWT yang berlaku bagi dirinya, sikap ini muncul bukan dari sikap pasif menunggu tanpa berbuat yang terbaik.

Sikap ini muncul dari keyakinan yang kuat kepada Allah SWT setelah berusaha sebaik mungkin orang yang memiliki sikap qanaah sadar bahwa untuk mencapai suatu keinginan harus dilakukan dengan usaha. Usaha yang dilakukan pun bukan sekadar berusaha tanpa perencanaan dan kesungguhan. Ketika hasil dari usaha tersebut belum sesuai dengan keinginan, orang yang qanaah menerimanya dengan ikhlas, ridha dan lapang dada. Misalnya, ketika menghadapi ulangan kalian telah belajar sungguh-sungguh dan berdoa serta bertawakal kepada Allah SWT akan tetapi, hasil ulangan tersebut tidak sesuai dengan keinginan, maka kita harus menerimanya dengan ikhlas.

Sikap qanaah terkait erat dengan sikap syukur kepada Allah SWT perbedaannya sikap qanaah lebih menekankan rasa rela menerima ketentuan Allah SWT, sementara syukur lebih menekankan rasa terima kasih dan harapan kepada Allah SWT kedua sikap ini berjalan beriringan dalam setiap kejadian. Misalnya dalam masalah rezeki. Perbedaan dalam masalah rezeki menuntut setiap orang untuk melatih sikap qanaah dan sekaligus syukur.

Bagi mereka yang berlapang rezeki, sikap qanaah ditunjukkan dengan hidup sederhana dan bersyukur dengan cara berbagi karunia Allah SWT kepada saudara yang masih kekurangan, bagi mereka yang bersempit rezeki, sikap qanaah muncul dengan rasa rela menerima keadaan yang diberikan Allah SWT dan bersyukur dengan berusaha lebih keras lagi menyongsong karunia-Nya.

(16)

pertandingan. Dia mengeluarkan seluruh kemampuannya, tetapi apa daya dia harus kalah. Kekalahan tersebut diterima dengan lapang dada dan ikhlas.

c. Berperilaku Qanaah dalam Keseharian

Perilaku qanaah harus diteladani kemudian diterapkan dalam kehidupan. Qanaah merupakan perilaku terpuji yang membawa banyak manfaat bagi kehidupan. Perilaku qanaah dapat diterapkan dengan melakukan hal-hal berikut.

1) Bersyukur terhadap nikmat Allah SWT.

2) Berusaha sekuat tenaga untuk menggapai keinginan.

3) Menerima ketentuan Allah SWT dengan ikhlas setelah usaha dilakukan dengan maksimal.

Mengingat dan memikirkan nikmat yang dikaruniakan Allah SWT kepada kita. Perilaku qanaah akan membawa kita mudah meraih kesuksesan. Orang yang qanaah bersikap wajar dalam menghadapi sesuatu, baik yang menyenangkan maupun menyedihkan, ia tidak mau larut dalam kesedihan ataupun lalai dalam kegembiraan, berperilaku qanaah dalam keseharian perlu diterapkan pada saat mendapatkan rezeki, ditimpa musibah, meraih prestasi, atau mendapatkan kegagalan.

3. Sabar

a. Pengertian Sabar

Sabar artinya menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diinginkan ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi. Menurut Al-Gazali, sabar berarti suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama. Kesabaran mutlak diperlukan dalam menghadapi kehidupan di dunia. Hal ini karena hidup tidak lepas dari kenyataan bahwa setiap orang selalu bersentuhan dengan nikmat dan cobaan dalam menjalani kehidupan di dunia.

(17)

dengan masalah hidup. Sakit yang tidak kunjung sembuh, ingin sepeda motor tetapi tidak memiliki cukup uang untuk membelinya, atau masalah lain yang tidak mengenakkan hati. Ada kalanya pula kita dihadapkan pada beratnya ketaatan kepada Allah SWT. Misalnya: Saat terlelap tidur harus bangun untuk shalat Subuh, semua keadaan ini menuntut sikap yang tepat untuk menghadapinya.

b. Berperilaku Sabar dalam Keseharian

Sabar merupakan perilaku terpuji yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan perilaku sabar dalam kehidupan menyangkut dua hal sebagai berikut.

1) Sabar dalam Menghadapi Cobaan Hidup

Kata cobaan hidup sering ditujukan pada kondisi saat kita merasa tidak nyaman dengan kondisi itu. Cobaan yang datang bisa berupa bencana banjir, tanah longsor, sakit, kematian, kemiskinan, dan beberapa contoh lainnya. Dalam keadaan seperti ini, kesabaran merupakan kunci untuk menghadapinya. Berkaitan dengan perilaku sabar Allah SWT. berfirman seperti berikut.

Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ”Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)” (Q.S. al-Baqarah [2]: 155–156)[7]

2) Sabar dalam Menjalankan Ketaatan kepada Allah SW1T.

(18)

Melaksanakan perintah Allah SWT dan rasul-Nya bukan hal yang mudah dan disinilah kesabaran diperlukan. Misalnya, untuk menjalankan perintah zakat kita harus bersabar karena godaan untuk tidak mengeluarkan harta dan berbagi dengan orang lain akan muncul.

Selain dalam menjalankan perintah Allah SWT, kita harus sabar dalam menahan diri dari kemaksiatan. Kemaksiatan sering muncul sebagai kenikmatan dunia dan tidak jarang kita tergoda untuk mencicipinya, padahal di balik maksiat itu terdapat bahaya yang mengancam kebaikan kita sebagai manusia. Oleh karena itu, Allah SWT melarang kita berbuat maksiat, di sinilah kesabaran diperlukan.

A) Tawadu artinya sikap rendah hati. Tawadu merupakan sikap seseorang yang tidak ingin menonjolkan diri dengan sesuatu yang ada pada dirinya.

B) Taat secara bahasa berarti mengikuti atau menuruti. Tiga objek ketaatan dalam Islam sebagai berikut. a) Ketaatan kepada Allah SWT.

b) Ketaatan kepada Nabi Muhammad SAW. c) Ketaatan kepada Ulil Amri.

C) Qanaah dapat berupa sikap rela menerima cobaan dan ujian dari Allah SWT yang berlaku bagi dirinya.

D) Sabar dapat diartikan dengan sikap tahan dalam menghadapi cobaan dan tabah.

E) Sabar dapat diterapkan dalam hal-hal berikut. a) Sabar dalam menghadapi cobaan hidup.

b) Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.[8]

E. Bekerja Keras

1. Pengertian Kerja Keras

8[]http://setofschoolwork.blogspot.com/2014/09/pengertian-pentingnya-taat-kepada.html

(19)

Kerja keras adalah berusaha dengan sepenuh hati dengan sekuat tenaga untuk berupaya mendapatkan keingingan pencapaian hasil yang maksimal pada umumnya, kerja keras merupakan salah satu cara yang dapat digunakan bila mana sesuatu hal ingin dicapai dan yang penting kerja keras dalam konteks yang positif tidak serta merta bekerja keras untuk tujuan yang negatif (melakukan perbuatan melanggar hukum, merugikan hak asasi orang lain dan merugikan lingkungan di sekitarnya).

Agama Islam mengajarkan umatnya agar selalu bekerja keras dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi ini. Segala sesuatu yang dilakukan tidak dengan kerja keras, hasilnya tidak akan sempurna. Sebaliknya, seberat apa pun suatu pekerjaan jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, niscaya hasilnya akan dapat diraih dengan baik.

2. Landasan Kerja Keras Dalam Islam

Kita mendapatkan sebuah perintah tegas Allah SWT dalam Al-Quran agar Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk bekerja keras karena dengan bekerja keras mereka akan dilihat oleh Allah SWT dan akan dilihat oleh Rasulullah SAW dan kaum mukminin,

Artinya: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (At-Taubah :105).[9]

Setelah ayat yang lalu mengarjukan bertaubat dan melakukan kegiatan nyata, antara lain membayar zakat dan bersedekah, dalam ayat ini manusia diminta untuk melakukan aktivitas lain baik nyata maupun tersembunyi, sesuai ayat diatas bahwa setelah penyampaian harapan tentang pengampunan Allah

(20)

SWT, ayat ini melanjutkan dengan perintah beramal shaleh. Agaknya hal ini perlu walaupun taubat telah diperoleh. Tetapi waktu yang lalu dan yang diisi dengan kedurhakaan tidak akan kembali lagi.

Manusia telah mengalami kerugian dengan berlalunya waktu itu tanpa diisi dengan kebajikan, karena itu ia perlu melakukan kebajikan dengan giat agar kerugian tidak terlalu besar, kerja keras harus disertai dengan disiplin yang tinggi, yaitu bekerja sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS. Al-An’am/6 ayat 135:

Artinya: “Hai kaumku, bekerjalah dengan sepenuh kemampuanmu, sungguh aku pun bekerja. Kelak kamu akan mengetahhui siapakah yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sungguh orang-orang yang dzalim tidak akan memperoleh keuntungan.”(QS. Al-An’am/6 ayat 135).[10]

Ayat ini menurut Al-Biqa’i menujukkan pula keadilan dan rahmat Allah betapa tidak bukankah yang kejam dan tidak adil akan menjatuhkan sanksi tanpa menangguhkan atau memperingatkan. Karena janji dan ancaman Allah SWT pasti akan datang Allah SWT memerintahkan kepada kaumnya untuk berbuatlah sepenuh kemampuan apapun yang akan kamu perbuat. Kata akibat adalah akhir atau kesudahan dan hasil sesuatu. Al-Qur’an menggunakan untuk kesudahan yang baik, jika kata ini tidak dikaitkan dengan kata lain.

3. Hikmah Kerja Keras

Allah SWT memerintahkan supaya kita bekerja keras karena banyak hikmah dan manfaatnya, baik bagi orang yang bekera keras maupun terhadap lingkungannya. Di antara hikmah bekerja keras tersebut adalah sebagai berikut:

(21)

A. Mengembangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat, pengetahuan, maupun keterampilan.

B. Membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan disiplin.

C. Mengangkat harkat martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.

D. Meningkatkan taraf hidup orang banyak serta meningkatkan kesejahteraan.

E. Kebutuhan hidup diri dan keluarga terpenuhi. F. Mampu hidup layak.

G. Sukses meraih cita-cita

H. Mendapat pahala dari Allah, karena bekerja keras karena Allah merupakan bagian dari ibadah.

4. Cara Bekerja Keras a. Visi dan Misi

(22)

b. Jihad dan Tauhid Sebagai Motivasi

Jihad secara umum adalah kesungguhan untuk mengerakkan segala kekuatan dan potensi dalam melaksanakan sesuatu dan meninggikan martabat sebagai manusia yang mengeban misi sebagai rahmatan lil‘alamin. Dalam kaitan denga bekerja, jihad menjadi kekuatan yang secara abadi harus terus menyala serta digali dan diuji potensinya sehingga mampu mengeluarkan energi yang signifikan.

c. Cara Membiasakan Perilaku Kerja Keras

Agar terbiasa bekerja keras dalam mengerjakan sesuatu, lakukanlah beberapa hal berikut ini.

A) Bekerja harus dilandasi niat yang baik. Niatkan untuk beribadah kepada Allah SWT.

B) Awali suatu pekerjaan dengan menyebut nama Allah SWT. C) Kerjakan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.

D) Akhiri dengan menyebut nama Allah. Serahkan segalanya kepada Allah SWT (Tawakal)[11]

5. Surah dan Riwayat Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang kerja keras

Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah SAW baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum muslimin. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur. Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu.

Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali ?" Si tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan

(23)

belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar."

Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda:

Artinya: “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya”.

Rasulullah tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun, sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah.

Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras. Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fisabilillah), maka alangkah baiknya.”

Mendengar itu Rasul pun menjawab,

(24)

kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fisabilillah” (HR Thabrani).

Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah SAW amat prihatin terhadap para pemalas.

Artinya: “Maka apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al-Jumu’ah 10) [12]

Artinya: “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini” (QS Nuh19-20)[13]

Artinya: “Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni” (HR. Ibnu Asakir dari Anas)

12[]Qur’an.com/62/10, Selasa 5 Mei 2015 Pukul: 05.07

(25)

Artinya: “Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni” (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)

Artinya: “Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya” (HR. Bukhari)

Artinya: “Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)

Artinya: “Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)[14]

14[]http://ilmuamalan.blogspot.com/2014/06/bekerja-keras-dan-hikmah-nya.html

(26)

F. Perilaku Taat Aturan Dan Bekerja Keras sebagai Pedoman Hidup Seorang Muslim

Pedoman hidup diartikan sebagai suatu prinsip hidup yang dapat penopang pikiran untuk menjalani hidup didunia, pedoman hidup manusia dapat berupa sebuah pemikiran tentang bagaimana manusia tersebut menjalani hidup baik itu jalan hidup yang baik maupun buruk, tergantung dari siapa yang menjalaninya.

Jika yang menjalani seorang ustadz maka pedoman hidupnya yaitu Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW, tetapi jika yang menjalani seseorang yang memiliki sifat kurang bagus maka pedoman hidupnya akan berbeda dan tidak sama dengan pedoman hidup dari ustadz tersebut, setiap orang memiliki pedoman hidup yang berbeda-beda dan tidak sama karena setiap orang memiliki sifat atau perilaku yang berbeda-beda juga, dari sifat atau perilaku ini dapat menjadi suatu pedoman hidup manusia baik itu sifat atau perilaku terpuji maupun tercela, sebagai contoh sifat atau perilaku terpuji yang dapat menjadi pedoman hidup yaitu: perilaku taat aturan dan bekerja keras.

kedua sifat atau perilaku ini sangatlah bagus untuk dijadikan sebagi pedoman hidup manusia, karena dari perilaku taat aturan jika seseorang bisa menjadikannya sebagai suatu pedoman hidup maka seseorang tersebut dapat menjadi tauladan bagi masyarakat sekitarnya, seseorang yang selalu taat pada aturan dan tidak pernah melanggarnya baik itu aturan didalam agama maupun aturan dilingkungan sekitar maka akan disayangi dan diridhai segala amal perbuatannya oleh Allah SWT dan juga akan disayangi, dihormati dan dicintai oleh masyarakat lingkungan sekitarnya, lalu dari sikap atau perilaku kerja keras juga seseorang bisa menjadikannya sebagai suatu pedoman hidup, sama seperti seseorang yang memiliki pedoman hidup taat aturan yang akan disayangi dan diridhai oleh Allah SWT.

(27)

seseorang yang berpedoman hidup bekerja keras akan dihormati dan diteladani oleh masyarakat sekitarnya. Jika seseorang dapat menjadikan kedua sifat atau perilaku sebagai pedoman hidupnya maka seseorang tersebut dapat menjadi pemimpin yang baik, bekerja keras dan selalu taat pada aturan bagi masyarakatnya, dan masyarakatnya pun tidak salah memilih pemimpin yang memiliki pedoman hidup seperti itu, karena Allah SWT menjadikan seorang pemimpin yang akhlakul kharimah hanya untuk dapat memimpin masyarakatnya ke jalan Allah SWT.

Maka milikilah pedoman hidup yang baik dan dapat mengarahkan ke jalan yang benar, karena keberhasilan seseorang itu tergantung pada prinsip hidup atau pedoman hidupnya dan kemampuannya untuk meraih keberhasilan tersebut.

G. ETOS KERJA DALAM ISLAM 1. Pengertian Etos Kerja

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.

Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja Muslim dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal shaleh dan mempunyai nilai ibadah yang luhur.

Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal.

(28)

prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah SWT berikut:

Artinya: “Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. adz-Dzaariyat : 56).[15]

2. Perilaku mulia dalam etos kerja yang perlu dilestarikan adalah: 1. Meyakini bahwa dengan kerja keras, pasti ia akan mendapatkan

sesuatu yang diinginkan (“man jada wa jada” Siapa yang giat, pasti dapat).

2. Melakukan sesuatu dengan prinsip: “Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari sekarang.”

3. Pentang menyerah dalam melakukan suatu pekerjaan.

Artinya: “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan orang–orang mukmin, dan kamu kan dikembalikan kepada Allah yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. At-Taubah/9 : 105)[16]

Pada Q.S. At-Taubah/9: 105 menjelaskan, bahwa Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal saleh sebanyak–banyaknya. Allah SWT akan melihat dan menilai amal–amal tersebut.

15[]Qur’an.com/51/56, Selasa 5 Mei 2015 Pukul: 05.12

(29)

Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah SWT dengan membawa amal perbuatannya masing–masing. Mereka yang berbuat baik akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan selam hidup di dunia.[17]

Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT. Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, dan menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia.

Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga gengsi agar tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi menjadi manusia yang kehilangan semangat inovatif.

Karena sikap hidup yang tak memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya merupakan tindakan yang tercela. Seorang

muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin

berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari Allah SWT. Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan kepada tiga dimensi kesadaran, yaitu :

a. Dimensi ma’rifat (aku tahu) b. Dimensi hakikat (aku berharap) c. Dimensi syariat (aku berbuat).

1) Etos Kerja: Dimensi Ma’rifat (Aku Tahu)

17[]

(30)

A) Tahu siapa aku, apa kekuatan dan kelemahanku, B) Tahu apa pekerjaanku,

C) Tahu siapa pesaingku dan kawanku, D) Tahu produk yang akan dihasilkan, E) Tahu apa bidang usahaku dan tujuanku, F) Tahu siapa relasiku,

G) Tahu pesan-pesan yang akan kusampaikan

2) Etos Kerja: Dimensi Hakikat (Aku berharap)

Sikap diri untuk menetapkan sebuah tujuan kemana arah tindakan dilangkahkan. Setiap pribadi muslim meyakini bahwa niat atau dorongan untuk menetapkan cita-cita merupakan ciri bahwa dirinya hidup.

3) Etos Kerja: Dimensi Syariat (Aku Berbuat)

Pengetahuan tentang peran dan potensi diri, tujuan serta harapan-harapan hendaklah mempunyai arti kecuali bila dipraktikkan dalam bentuk tindakan nyata yang telah diyakini kebenarannya. Yang membedakan semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka menggapai ridha Allah. Sedangkan orang kafir bermujahadah untuk kesenangan duniawi dan untuk memuaskan hawa nafsu.

Di Jepang dikenal sebuah istilah Keizen yang dipelopori oleh Masaaki Imai, yakni: semangat untuk terus-menerus melakukan perbaikan yang melibatkan setiap orang mulai dari pimpinan puncak sampai pekerja lapangan.

(31)

Artinya : “Dan para insinyur di Jepang sering diingatkan akan sebuah moto, ‘Tidak pernah akan ada kemajuan jika Anda mengerjakan sesuatu dengan cara yang sama dari waktu ke waktu”[18]

H. HAKEKAT ETOS KERJA DALAM ISLAM

Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.

Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.

Artinya: “Dan engkau akan melihat gunung–gunung, yang engkau kira tetap ditempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang Mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.” (An-Naml : 88)[19]

Dalam Al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim.

18[]http://ikumpul.blogspot.com/2013/05/pengertian-maksud-etos-kerja-islam-muslim.html

Rabu, 4 Maret PUKUL : 15.27 WITA

(32)

Artinya: “Ketika mereka masuk menemui Daud lalu dia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, “Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan diantara kami secara adil dan janganlah menyimpang dari kebenaran serta tunjukilah kami ke jalan yang lurus” (QS. Ash Shaad : 22)

Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus.

1. Pengertian Kerja

Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non-materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa Indonesia susunan WJS Poerdarminta mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah.[20]

KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh aset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan bekerja manusia memanusiakan dirinya.[21]

20[] e-journal.uajy.ac.id/4009/3/2TS13290.pdf, Sabtu 7 Maret 2015 Pukul: 15.00 WITA

21 [] www.academia.edu/8290619/etos_kerja_dalam_islam, Sabtu 7 Maret 2015 Pukul: 15.15

(33)

Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.

Di dalam kaitan ini, Al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah dan keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di dalam Al-Qur’an banyak kita temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya :

a. Kita temukan 22 kata ‘amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-Baqarah: 62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.

b. Kata ‘amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud: 46, dan al-Fathir: 10.

c. Kata wa’amiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali, diantaranya surat al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55.

d. Kata Ta’malun dan Ya’malun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92.

e. Kita temukan sebanyak 330 kali kata a’maaluhum, a’maalun, a’maluka, ‘amaluhu, ‘amalikum, ‘amalahum, ‘aamul dan amullah. Diantaranya dalam surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar: 65, Fathir: 8, dan at-Tur: 21

f. Terdapat 27 kata ya’mal, ‘amiluun, ‘amilahu, ta’mal, a’malu seperti dalam surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.

(34)

Di samping itu, Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman:

Artinya: “…barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh…” (Al-Kahfi: 110)[22]

Ada juga ayat al-Qur’an yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit misalnya firman Allah SWT kepada Nabi Daud As.

Artinnya: “Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu…” (al-Anbiya: 80)[23]

Dalam surah al-Jumu’ah ayat 10 Allah SWT

Artinya: “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (al-Jumu’ah: 10)[24]

Pengertian kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas, mencakup seluruh pengerahan potensi manusia. Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi tuntutan

22[]Qur’an.com/18/110, Selasa 5 Mei 2015 Pukul: 05.17

23[]Qur’an.com/21/80, Selasa 5 Mei 2015 Pukul: 05.19

(35)

hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidup. Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini, sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima upah baik bekerja harian, maupun bulanan dan sebagainya.

Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada di negara-negara komunis maupun kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat menjadi kelompok buruh dan majikan, kondisi semacam ini pada akhirnya melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan konflik antara kelompok buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya perbaikan situasi kerja, pekerja termasuk hak mereka.

Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak dalam Islam, konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian namun demikian jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan tidak memasukkan kategori pekerjaan pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan aktivitas spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan (upah), dalam pengertian ini tercakup pula para pegawai yang memperoleh gaji tetap dari pemerintah, perusahaan swasta dan lembaga lainnya.

Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas, praktek mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja :

1) Al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu, dan para pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang bekerja dalam jasa angkutan dan kuli.

2) Al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri. 3) Al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan

(36)

Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadits Rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda, berikanlah upah pekerja sebelum kering keringat-keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani). Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan : “Besar gaji disesuaikan dengan hasil kerja.” Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi kerja yang dilakukan seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.

2. Etika Kerja dalam Islam Rasulullah SAW bersabda

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan teliti).” (HR. al-Baihaki) dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan tugas, Rasulullah SAW melakukannya dengan selektif, Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya. Beliau senantiasa mengajak mereka agar itqon (tekun, rapi dan teliti) dalam bekerja.

Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat Al-Qur’an menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan. Penggunaan istilah perniagaan, pertanian, hutang untuk mengungkapkan secara ukhrawi menunjukkan bagaimana kerja sebagai amal saleh diangkatkan oleh Islam pada kedudukan terhormat. Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi Muhammad SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya.

(37)

Artinya: “Sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat. Niat juga merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar pada firman Allah SWT agar kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan penerima merasa tersakiti hatinya.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (al-Baqarah : 264).[25]

Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan pengertian bahwa taqwa merupakan dasar utama kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa merupakan petunjuknya. Memisahkan antara taqwa dengan iman berarti mengucilkan Islam dan aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada

(38)

wilayah kemashlahatannya sendiri. Bukan kaitannya dalam pembangunan individu, kepatuhan kepada Allah SWT serta pengembangan umat manusia. Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan siksa.

Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT.

Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman. Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya.

Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: Adanya keterkaitan individu terhadap Allah SWT, kesadaran bahwa Allah SWT melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat.

(39)

Artinya: “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali) Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT :

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (al-Baqarah: 172).[26]

Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah SWT yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah SWT. Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian.

Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alat-alat produksi.[27]

I. KOMPETISI DALAM KEBAIKAN DALAM ISLAM 1. Berkompetisi Dalam Kebaikan Menurut Agama Islam

Kompetisi adalah aktivitas manusia untuk mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau sekelompok manusia memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari situasi dan kondisinya. Ada kompetisi yang baik, juga ada yang buruk, bagaimana kompetisi

26[] Qur’an.com/2/172, Selasa 5 Mei 2015 Pukul: 05.23

27[] https://pintania.wordpress.com/etos-kerja-dalam-islam/, Kamis, 5 Maret PUKUL : 15.13

(40)

dalam kebaikan menurut agama Islam ? Hidup adalah kompetisi. Bukan hanya untuk menjadi yang terbaik, tetapi juga berkompetisi untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Namun sayangnya banyak orang terjebak pada kompetisi semua yang hanya memperturutkan syahwat hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana rohani.

Kompetisi usaha, kompetisi harta, kompetisi jabatan dan kompetisi lainnya, yang semuanya seperti fatamorgana. Indah menggoda, tetapi sesungguhnya tidak ada. Itulah kompetisi yang menipu diri. Bahkan, hal yang sangat memiluhkan pun tak jarang dalam kompetisi yang selalu diiringi “suudzon” buruk sangka, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah SWT.

Lebih parah lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam kompetisi tersebut. Lalu, bagaimanakah selayaknya kompetisi dalam kebaikan menurut ajaran Islam ? Allah SWT telah memberikan pengarahan dengan jelas, bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an:

(41)

mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba- lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (Q.S. al-Maidah/5: 48)[28]

Pada Q.S. al-Maidah/5:48 Allah SWT. Menjelaskan bahwa setiap kaum diberikan aturan atau syariat. Syariat untuk setiap kaum berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan hidupnya, meskipun mereka berbeda-beda, pada prinsipnya adalah semuanya beribadah dalam rangka mencari ridha Allah SWT atau berlomba-lomba dalam kebaikan.

Allah SWT mengutus para rasul dan menurunkan syariat kepadanya untuk memberi petunjuk kepada manusia agar berjalan pada rel yang benar dan lurus. Hanya sayangnya, sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan sebagai ganti ajaran para rasul, manusia membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan takhayul. Ayat ini membicarakan bahwa Al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi Al-Qur’an sebagai pembenar kitab-kitab sebelumnya sekaligus sebagai penjaga kitab-kitab tersebut.

Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, Al-Qur’an juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya. Akhir ayat ini juga mengatakan bahwa perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Semua perbedaan itu adalah rahmat dan untuk ajang saling mengenal. Ayat ini juga mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang dimiliki manusia, bukan malah menjadi ajang perdebatan.

Semua orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus berkompetisi dan berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan Allah SWT senantiasa melihat dan memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatupun yang tersembunyi.

(42)

Ada beberapa alasan mengapa kita diperintahkan untuk berkompetisi dalam kebaikan, antara lain sebagai berikut.

Pertama, bahwa melakukan kebaikan tidak seharusnya ditunda-tunda, melainkan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Kematian bisa datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Oleh karena itu, begitu ada kesempatan untuk berbuat baik, janganlah kita tunda-tunda lagi, tetapi harus segera kita kerjakan.

Kedua, bahwa hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolang untuk berbuat baik, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama. Tanda-tanda lingkungan yang baik adalah lingkungan yang membuat kita terdorong untuk berbuat baik. Tidak sedikit seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqamah (konsisten).

Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan haruslah didukung dengan kesungguhan. Allah SWT. bersabda dalam Al-Qur'an

Artinya: “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...” (Q.S. al-Maidah/5: 2)[29]

Langkah awal untuk menciptakan suatu lingkungan yang baik adalah dengan memulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Mengapa ? sebab inilah jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita harus segera memulai dari diri sendiri dan keluarga.

Sebuah bangsa, apa pun hebatnya secara teknologi, tidak akan bisa pernah tegak dengan kokoh jika pribadi dan keluarga yang ada di dalamnya sangat rapuh.[30]

(43)

2. Perilaku mulia kompetisi dalam kebaikan yang perlu dilestarikan adalah :

1. Meyakini bahwa hidup itu perjuangan dan di dalam perjuangn ada kompetisi.

2. Berkolaborasi dalam melakuakn kompetisi agar pekrjaan menjadi ringan, mudah, dan hasilnya maksimal.

3. Dalam berkolaborasi, semuanya diniatkan ibadah, semata-mata mengharap rida Allah SWT.

4. Selalu melihat sesuatu dari sisi positif, tidak memperbesar masalah perbedaan,tetapi mencari titik persamaan.

5. Ketika mendapatkan keberhasilan, tidak tinggi hati; ketika mendapatkan kekalahan, ia selalu sportif dan berserah diri kepada Allah SWT.[31]

3. Ayat – ayat Al-qur’an tentang kompetisi dalam kebaian

Baik dan buruk adalah sifat yang berlawaan dan tidak pernah akan bertemu, membiasakan berbuat baik sekalipun hanya kecil ternyata tidak mudah. Sebaliknya perbuatan yang jauh dari tuntunan dan syar`i ternyata tanpa diajarkan meluncur dengan cepat bagaikan salju yang runtuh dalam waktu sekejab.

Berkompetisi dalam berbuat baik harus secara menyeluruh dan mengikut sertakan semua pihak. Sekolah, orangtua, masyarakat, dunia penerbitan dan komunikasi terlebih dunia hiburan yang banyak muncul dilingkungan keluarga melalui media elektronik harus ikut pula menunjang agar setiap manusia terpanggil untuk senantiasa melakukan kebaikan.

Berfastabiqul khoirot hendaknya menjadi motivasi dan motto setiap manusia, sehingga dari setiap pribadi manusia akan muncul aktivitas yang bermuara kebaikan dan diharapkan akan tercipta masyarakat yang mempunyai pola hidup berbuat baik.

a. Surat Al Baqarah ayat 148

30[]

http://kisahimuslim.blogspot.com/2014/08/kompetisi-dalam-kebaikan-menurut-islam.html, Jum’at, 6 Maret PUKUL : 15.19 WITA

31[]

(44)

Artinya : Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.(Q.S Al-Baqarah : 148)[32]

Isi Kandungan :

Tiap-tiap umat ada kiblatnya masing masing yang dijadikan arah untuk ibadah pada zamanya. Umat Islam menghadapkan wajahnya dalam beribadah menuju ke arah Masjidil Haram yang di dalamnya ada bangunan Ka’bah. Umat Nabi Ibrahim dan Ismail juga menghadap ke arah Ka’bah sedangkan umat Bani Izrail dan umat Nasrani menghadap ke arah Baitul Maqdis. Allah SWT memberikan ketentuan bagi setiap umat manusia dalam beribadah kepada-Nya dengan menunjukkan arah kiblat yang sudah di tentukan. Manusia yang taat dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah SWT tentu akan melaksanakan dengan penuh taqwa, sedangkan orang yang ingkar akan mencari dan membuat arah kiblat sendiri sesuai dengan keinginanya.

Allah SWT akan dapat menilai dan melihat hamba hambanya yang patuh dan taat, dapat pula melihat hambanya yang melanggar serta meninggalkan perintahnya. Manusia yang senantiasa berbuat baik dan taat pastilah Allah SWT akan membalasanya dengan pahala berupa Syurga, Sedangkan manusia yang lalai dan meninggalkan perintah Allah SWT maka tempatnya adalah di Neraka yang apinya senantiasa menyala nyala.

Hari kiamat sebagi hari pembalasan akan menjadi suatu masa bahwa setiap perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawabannya. Perbuatan baik sekecil apapun pasti akan mendapat balasanya demikian juga perbuatan buruk

(45)

atau jahat sekecil apapun juga akan mendapat balasan yang sangat adil dan setimpal. Tak ada satupun manusia di hari kiamat yang akan dapat meloloskan diri dari pengadilan Allah SWT. Kehidupan di akhirat hakekatnya adalah kehidupan hakiki dan merupakan kehidupan yang sebenarnya, oleh karena itu kehidupan yang sebentar di dunia ini hendaklah benar benar digunakan dengan sebaik baiknya untuk di isi dengan amal perbuatan yang baik. Kebahagiaan manusia di akhirat sesungguhnya ditentukan oleh kebahagiaan di dunia ini dengan satu syarat senantiasa melakukan dan melaksanakan syariat Allah SWT dengan sebaik baiknya.

Allah SWT sudah memberikan gambaran dan peringatan agar manusia berhati hati dalam hidup ini sebagaimana banyak tertuang dalam firman Allah yang berisi agar manusia berbuat baik, karena setiap perbuatan akan kembali kepada manusia itu sendiri. Seperti disebutkan dalam Al quran surat, Al-baqarah ayat; 25,58,83,195, Al-Maidah : 13, Al-An`am : 84, Al-A`raf : 56, Yunus: 26, dan Surat Yunus : 7

(46)

b. Surat Al Fathir : 32

Artinya: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (Al Fathir : 32)33

Isi Kandungan :

Berdasarkan surat dan ayat di atas Ibnu Taimiyyah membagi manusia kedalam tiga derajat kedudukan manusia :

1) Golongan Dholimun Linafsih, ialah golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri sendiri. Mereka merupakan golongan yang durhaka kepada Allah SWT, dengan meninggalkan perintaNya dan mengerjakan Larangan laranganNya.

2) Golongan Mukhtasid, ialah golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada pada pertengahan, bersifat cermat dan senantiasa berhati hati dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan laranganNya.

3) Golongan Sabiqun Bil Khairat, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif dalam melakukan kebaikan. Golongan ini memiliki ruhiyyah yang tinggi dengan senantiasa melaksanakan yang wajib dan mengerjakan amalan amalan yang sunat. Hidupnya istiqomah dan menjauhi dari perkara perkara yang syubhat dan ragu ragu dalam kehidupan sehari hari.

(47)

Allah SWT mewariskan kitab (Al Quran) kepada hamba hambanya yang terpilih untuk diamalkan dan dikerjakan apa yang diperintahkan dan dilarang dalam kitab tersebut. Dalam kenyataanya manusia memiliki berbagai ragam bentuk aktifitas untuk menerima dan mewarisi kitab yang telah Allah wariskan. Ada diantara mereka menanggapi kitab Allah dengan sungguh sungguh dan mengerjakanya dengan amal amal perbuatan baik karena mendapatkan ridho dan izin Allah, adapula yang menerima dengan seenaknya tanpa mau mengerjakan apalagi mentaati isi dan ajaran kitab Allah tersebut sehingga apa yang dilakukanya sesungguhnya seperti menganiaya diri sendiri. Karena manusia yang tidak mau beramal baik sesuai dengan kitab Allah sesungguhnya amal perbuatan itu akan kembali pada dirinya sendiri. Dan yang lebih banyak manusia itu ada di pertengahan yang terkadang taat namun dilain waktu manusia itu melanggar.

Kitab Allah (Al-Quran) merupakan satu pedoman hidup manusia baik untuk kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan hidup diakhirat. Agar manusia mampu meraih kedua hal tersebut maka manusia dituntut untuk mampu memahami, membaca, dan mengamalkan apa yang terkandung dalam kitab Allah tersebut. Orang Islam mempunyai kewajiban untuk mampu dan dapat membaca Al-quran dengan baik dan benar, memahami arti dan maknanya, serta mengamalkan apa yang ada didalamnya.

Sayid Sabiq dalam kitabnya telah membagi akhlak manusia kedalam tiga tingkatan :

A) Nafsu Amarah, ialah nafsu manusia yang tingkatanya paling rendah dan sangat hina karena senantiasa mengutamakan desakan dan bisikan hawa nafsu yang merupakan godaan syaitan.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan banyak melakukan pembelian bahan baku secara tidak efektif dimana kenaikan dan penurunan jumlah permintaan tidak terlalu besar, tetapi perusahaan melakukan pembelian

[r]

Algoritma Kompresi / Dekompresi Citra  Algoritma umum untuk kompresi image adalah:.  Menentukan bitrate dan toleransi distorsi

Dalam foto olahraga terkandung banyak materi visual, mulai dari atlit, perangkat pertandingan, penonton, hingga unsur-unsur lain yang kerap muncul dari gelaran

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu Faktor Internal dan Faktor Eksternal. Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi,

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan di lapangan dan hasil temuan yang didapat cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan berempati pada anak, hal ini juga didukung

9 Saya yakin dapat membuat program kerja yang tepat untuk unit yang saya pimpin.. 10 Saya mampu berusaha keras untuk menyusun program kerja

PENGGUNAAN MEDIA VIDEO KLIP PADA LAMAN WWW.LYRICSTRAINING.COM DENGAN METODE DIRECTED LISTENING THINKING ACTIVITY ( DLTA ) DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK BAHASA