PENCERNAAN MANUSIA
(Kuasi Eksperimen di SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Dwi Cahya Nirmala NIM 108016100073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i ABSTRAK
DWI CAHYA NIRMALA (108016100073). Pengaruh Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia (Kuasi Eksperimen di SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro). Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan IPA, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran Think-Talk-Write terhadap penguasaan konsep sistem pencernaan manusia. Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan desain penelitian two group pretest-posttest. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 35 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan strategi Think-Talk-Write dan 36 siswa untuk kelas kontrol dengan pengajaran konvensional dan penggunaan LKS. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes penguasaan konsep yang berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data kedua kelompok menggunakan uji-t, diperoleh thitung diperoleh 3,97 dan ttabel pada taraf signifikan α = 0,05 sebesar 1,99, maka thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan strategi think-talk-write terhadap penguasaan konsep sistem pencernaan manusia.
ii
Experiment at SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro). BA Thesis. Biology Education Study Program, Department of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
This research is aimed at figuring out the influence of Think-Talk-Write strategy towards mastery of concept of human digestive system. This research was conducted at Al-Azhar 3 Bintaro Junior High School. This research employed quasi-experimental design with two group pretest-posttest. The data collection used purposive sampling technique. The sample used in this research was 35 students for experimental classroom using Think-Talk-Write strategy and 36 students for control classroom using conventional teaching instruction using student worksheet. The instrument employed in this research was test mastery of concept which was objective test in form of multiplechoice which has been examined for validity and reliability. The data analysis technique of both groups used t-test which was (t-count) 3,97 and t-table in significant area α=0,05 was 1,99, so t-count > t-test. It shows that there was influence the use of Think-Talk-Write strategy toward mastery of concepts of human digestive system.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
beliau junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademis
untuk menyelesaikan studi S1 program studi biologi fakultas ilmu tarbiyah dan
keguruan, dengan judul “Pengaruh Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write
Terhadap Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan Manusia”.
Pada kesempatan kali ini penulian mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalampenelitian
ini dan dengan segala penuh keikhlasan telah membantu dalam penyusunan
skripsi ini semoga menjadi amal baik dan dibalas Allah SWT dengan balasan
yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA., Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi dan
para staf jurusan pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto M.Pd dan Ibu Eny S. Rosyidatun, S.Si, MA.,
selaku pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis dalam penulisan
skripsi ini.
5. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc dan Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, selaku
iv
penelitian ini dan telah memberikan saran-saran, kemudahan, motivasi dan
pengarahan kepada penulis selama penelitian skripsi.
8. Kedua Orang Tua tercinta Ayah dan Mamah, Teteh dan Aa tersayang yang
telah memberikan semangat, dorongan dan doa yang tak terhingga selama
penyusunan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat yang tak terlupakan dari tahun ke tahunnya selama
perkuliahan yaitu kelas Biologi 8B angkatan 2008 khususnya Lia (Papah),
Tifa (Mam), Eva (Upung), Annis (Ateu), Rosana (Mba Ocha) dan Nafisa
(Ait) yang selalu berbagi informasi dan memberikan motivasinya.
10. Teman-teman seperjuangan dari Jurusan IPA, baik angkatan 2008 dan
kakak-kakak kelas yang telah meluangkan waktu untuk sharing-sharing.
11. Serta semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini baik
secara moril maupun material yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Akhir kata penulis hanya bisa memanjatkan do’a kehadirat Illahi Rabbi
semoga segala bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini dapat dibalas oleh-Nya
sebagai amal kebaikan, Amin.
Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan pada diri penulis sendiri pada khususnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Ciputat, Maret 2013
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C.Batasan Masalah ... 5
D.Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik ... 7
1. Pembelajaran Kooperatif ... 7
2. Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write ... 11
3. Penguasaan Konsep ... 18
4. Sistem Pencernaan Manusia ... 22
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 25
C. Kerangka Berpikir ... 27
D. Hipotesis Penelitian ... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30
vi
1. Tingkat Kesukaran ... 36
2. Daya Beda ... 37
3. Validitas ... 38
4. Reliabilitas ... 39
G. Teknik Analisis Data ... 40
1. Analisis Data Hasil Tes Penguasaan Konsep ... 40
a. Normal Gain ... 40
b. Uji Normalitas ... 40
c. Uji Homogenitas ... 42
2. Analisis Data Hasil Observasi ... 42
3. Analisis Data Angket ... 43
H. Uji Hipotesis ... 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47
1. Hasil Pretest ... 47
2. Hasil Posttest ... 48
3. Data N-Gain ... 51
4. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 52
a. Uji Normalitas ... 52
b. Uji Homogenitas ... 53
5. Pengujian Hipotesis ... 54
6. Hasil Analisis Data Observasi ... 55
7. Hasil Analisis Data Angket ... 57
vii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 62
viii
Tabel 3.1 Desain Penelitian two group pretest-posttest desaign ... 30
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 34
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi ... 35
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Angket ... 36
Tabel 3.5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ... 37
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 39
Tabel 3.7 Kriteria Hasil Lembar Observasi ... 43
Tabel 3.8 Skor Alternatif Jawaban Angket ... 44
Tabel 4.1 Hasil pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 47
Tabel 4.2 Hasil posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48
Tabel 4.3 Rekapitulasidata Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 49
Tabel 4.4 Penguasaan Konsep Siswa Untuk SetiapSubkonsep ... 50
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan N-Gain ... 51
Tabel 4.6 Uji normalitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 52
Tabel 4.7 Perhitungan Uji Homogenitas ... 53
Tabel 4.8 Uji Hipotesis Hasil Pretest ... 54
Tabel 4.9 Uji Hipotesis Hasil Posttest ... 55
Tabel 4.10 Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 56
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Organ Sistem Pencernaan ... 26
x 2.1 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 99
2.2 Soal Instrumen (Uji Coba) ... 108
2.3 Kunci Jawaban Soal Instrumen ... 114
2.4 Kalibrasi Instrumen Tes dengan Anates ... 115
2.5 Soal Pretest dan Posttest ... 129
2.6 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 132
2.7 Instrumen Lembar Observasi ... 133
2.8 Instrumen Angket Respon Siswa ... 135
Lampiran 3 (Hasil Penelitian) 3.1.Hasil Data Mentah Pretest dan Posttest ... 139
3.2.Perhitungan Data Distribusi Pretest ... 143
3.3.Perhitungan Data Distribusi Posttest ... 147
3.4.Perhitungan N-Gain ... 151
3.5.Perhitungan Uji Normalitas ... 153
3.6.Perhitungan Uji Homogenitas ... 157
3.7.Perhitungan Uji Hipotesis Pretest ... 159
3.8.Perhitungan Uji Hipotesis Posttest ... 160
3.9.Skoring Lembar Observasi ... 161
xi Lampiran 4 (Surat-Surat dan Uji Referensi)
4.1.Surat Izin Penelitian ... 163
4.2.Surat Keterangan Penelitian ... 164
4.3.Uji Referensi ... 165 Lampiran
Lampiran
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi
perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan
bangsa dan negara. Sejalan dengan upaya membangun karakter bangsa,
penguasaan ilmu pengetahuan yang baik perlu didukung adanya sumber daya
manusia yang berkualitas, handal, dan memiliki moral yang baik. Hal ini
ditunjang oleh adanya penyelenggaraan pendidikan yang baik pula. Melalui
proses pendidikan yang bermakna dimungkinkan diperolehnya produk yang
berkualitas.
Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam kehidupan seseorang,
karena dapat membedakan kemampuan seseorang dalam berpikir. Orang yang
memiliki kemampuan berpikir luas dapat bertahan di zaman yang semakin
berkembang dengan pesat dan mampu meningkatkan ilmu pengetahuan.
Dalam pendidikan formal, salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat
digunakan untuk membangun cara berpikir siswa adalah IPA-biologi.
Pelajaran biologi di sekolah tidak hanya menekankan pada pembelajaran
dalam kelas saja melainkan juga sejauh mana pengetahuan siswa tentang
alam ini.
Pengetahuan dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Pengetahuan yang didapat seseorang tidak akan
ada tanpa melalui proses pembelajaran. Sedangkan hakekat dari pembelajaran
itu adalah untuk memperoleh pengetahuan, baik pembelajaran itu disadari
ataupun tanpa disadari. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah, dimana
antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju
pada suatu target yang telah ditetapkan.1 Kegiatan pembelajaran dapat
1
2
menggunakan metode ataupun strategi pembelajaran tertentu agar mencapai
tujuan yang diharapkan.
Pada saat ini di beberapa Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih
menggunakan pembelajaran konvensional yang terpusat pada guru. Dalam hal
ini guru dianggap sebagai sumber belajar yang paling benar. Guru
mengganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran
guru ke pikiran siswa. Proses pembelajaran yang terjadi memposisikan siswa
sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya siswa kurang aktif dalam
pembelajaran dan kurangnya pemahaman siswa terhadap materi.
Berdasarkan hasil observasi, pembelajaran biologi dilakukan dengan
hanya memberi konsep-konsep materi biologi dari guru ke siswa dengan
mengacu pada buku paket saja, tanpa ada pengolahan materi pelajaran yang
melibatkan potensi siswa dan lingkungan yang ada disekitarnya, atau dengan
kata lain siswa belajar menghafal konsep, bukan memahami konsep sehingga
belajar biologi kurang bermakna. Sehingga siswa memandang pelajaran
IPA-biologi suatu pelajaran yang sulit karena menghafal.
Siswa yang dengan hanya menghafal sebuah konsep masih kesulitan
untuk menjawab suatu pertanyaan dalam pembelajaran yang berlangsung.
Seharusnya siswa lebih bisa menggalih suatu pertanyaan tersebut dengan
pengetahuan yang dimiliki mereka dan dipahami lebih lanjut, sehingga dapat
menguasai suatu konsep tertentu. Peran guru disini penting, guru tidak hanya
memindahkan pengetahuannya secara utuh ke siswa tetapi guru dapat mencari
suatu metode ataupun strategi pembelajaran tertentu untuk menuntun siswa
dalam mencari pengetahuan suatu materi itu sendiri.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut perlu dicarikan formula
pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Proses
mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami
fakta, konsep dan prinsip alam sekitar secara ilmiah.2
Berlakunya Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) pada tahun
1971 sampai sekarang dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
di sekolah menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif dan inovatif dalam
menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Dengan kata lain, merubah
paradigma pembelajaran, yaitu dari teacher centered beralih ke student
centered. Sikap aktif, kreatif dan inovatif terwujud dengan menempatkan
siswa sebagai subyek pendidikan. Peran guru adalah sebagai fasilisator dan
bukan sumber utama pembelajaran. Guru juga dapat diperlukan dalam
pengkondisian siswa didalam kelas agar siswa merasa nyaman belajar,
dengan melakukan pengkondisian dimana siswa dapat melakukan kerjasama
dalam kelompok yang lebih kecil, dan salah satu strateginya adalah strategi
pembelajaran Think-Talk-Write (TTW).
Strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) merupakan pendekatan
dari model pembelajaran kooperatif. Strategi pembelajaran think-talk-write
diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin yang dibangun melalui berpikir,
berbicara dan menulis.3 Dengan strategi pembelajaran Think-Talk-Write
(TTW) diharapkan siswa dapat menumbuhkembangkan kemampuan untuk
mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman siswa dan dapat
menyampaikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan pada LKS.
Strategi Think-Talk-Write (TTW) merupakan salah satu solusi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Strategi TTW didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah
perilaku sosial. Model pembelajaran TTW dapat menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan dan mengesankan, keberanian, kebermaknaan dalam
pembelajaran, sosial, demokrasi, penanaman konsep yang melekat dari hasil
penyelidikan, penyimpulan serta meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar
2
BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (2006), h. 377.
3
4
membangkitkan minat dan partisipasi, serta meningkatkan pemahaman dan
daya ingat.
Teknik pembelajaran yang dibangun pada dasarnya melalui kemampuan
berpikir, berbicara dan menulis. Strategi pembelajaran think-talk-write
dimulai dari bagaimana siswa memikirkan sendiri penyelesaian suatu tugas
atau masalah yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS), kemudian
mengkomunikasikan hasil pemikirannya dalam berdiskusi secara
berkelompok yaitu terdiri atas 3-5 siswa yang beragam tingkat
kemampuannya. Kelompok seperti ini dimaksudkan agar semua siswa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran. Tahap akhir adalah siswa mampu
menuliskan pemikiran serta hasil diskusi.
Berdasarkan penerapan diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Strategi Pembelajaran
Think-Talk-Write Terhadap Penguasaan Konsep Sistem Pencernaan
Manusia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa hal yang dapat
diidentifikasi untuk diteliti, di antaranya yaitu:
1. Pembelajaran konvensional yang mengakibatkan siswa kurang aktif
dalam pembelajaran.
2. Rendahnya penguasaan konsep siswa pada pelajaran IPA-Biologi, karena
anggapan yang keliru bahwa pengetahuan itu dapat dipindahkan secara
utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa.
3. Siswa memandang pelajaran IPA-biologi suatu pelajaran yang sulit
karena menghafal. Dari hasil wawancara, permasalahannya pada konsep
sistem pencernaan manusia.
4. Banyaknya siswa yang masih kesulitan dalam menjawab suatu
pertanyaan dalam pembelajaran Biologi berlangsung.
5. Rasa peduli guru terhadap penggunaan LKS (Lembar Kerja Siswa) tidak
C. Pembatasan Masalah
Berhubung aspek yang berkaitan dengan penelitian ini cukup kompleks,
dan untuk lebih memfokuskan pembahasannya, maka dilakukan pembatasan
masalah sebagai berikut:
1. Penguasaaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan
hasil belajar dari tes kognitif siswa. Ranah kognitif untuk mengukur
penguasaan konsep ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan
kegiatan mental/ otak.4 Ranah kognitif yang akan diukur pada penelitian
ini adalah mulai dari C1 sampai dengan C3 (ingatan/hafalan, pemahaman
dan penerapan).
2. Penguasaan konsep biologi pada materi sistem pencernaan manusia.
3. Strategi pembelajaran diterapkan dengan penggunaan LKS.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: Bagaimanakah pengaruh
strategi pembelajaran Think-Talk-Write terhadap penguasaan konsep sistem
pencernaan manusia?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh pembelajaran Think-Talk-Write terhadap
penguasaan konsep sistem pencernaan pada manusia.
2. Mengetahui respon siswa terhadap strategi pembelajaran
Think-Talk-Write.
4
6
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat yaitu:
1. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pembaca, khususnya
calon guru biologi yang ingin mengembangkan metode pembelajaran di
sekolah.
2. Memberikan informasi bagi pihak terkait tentang strategi pembelajaran
Think-Talk-Write (TTW), guna sebagai masukan dalam strategi
pembelajaran di sekolah, sehingga proses serta hasil kegiatan belajar
7 A.Deskripsi Teoritik
1. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul pada saat siswa merasa lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka
saling berinteraksi dan berdiskusi dengan temannya.1 Bentuk
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan cara siswa
belajar dalam kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat
sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.2
Setiap kelompok dalam pembelajaran kooperatif bersifat
heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki
kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang
berbeda. Hal ini dimaksudkan agar antar siswa setiap kelompok dapat
saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima
masukan, sehingga setiap anggota dapat memberikan konstribusi
terhadap keberhasilan kelompok.3
Cooperative learning juga telah terbukti sangat bermanfaat bagi
para siswa yang heterogen. Dengan menonjolkan interaksi dalam
kelompok, model belajar ini dapat membuat siswa menerima siswa lain
yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda.
Nurulhayati dalam Rusman menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi
1
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep,Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya,(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 41.
2
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 202.
3
8
siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Sistem
belajar kooperatif yaitu siswa belajar bekerja sama dengan anggota
lainnya. Model kooperatif ini membentuk siswa agar tanggung jawab,
karena mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama
anggota kelompoknya.4
Sedangkan menurut Slavin dalam Zulfiani, menyatakan
pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa
belajar dalam kelompok kecil, saling memperbaiki dan memeriksa
pendapat teman, saling membatu untuk memahami suatu bahan
pembelajaran, dengan tujuan mencapai prestasi belajar tertinggi.5
Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar
dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama
siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya biasanya lebih efektif
daripada pembelajaran oleh guru.
Berdasarkan hasil penelitian Lie dalam Made Wena, menunjukkan
bahwa pembelajaran pembelajaran kooperatif dengan rekan sebaya
(peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pembelajaran oleh
pengajar.6 Pembelajaran kooperatif akan memberi kesempatan pada
siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur. Melalui pembelajaran kooperatif juga siswa akan menjadi
sumber belajar bagi temannya yang lain.
Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk
kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan
bersama. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama
diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran
kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan antar siswa, siswa
4
Rusman, op. cit., h. 203. 5
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 130.
6
juga mendapatkan sumber belajar bukan hanya dari guru dan buku ajar
saja, tetapi juga sesama siswa.7
Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri tertentu bila
dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain. Arends dalam
trianto menyatakan bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu:8
a. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah (heterogen)
c. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari budaya, ras,
suku, jenis kelamin yang beragam; dan
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada
individu.
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Ketentuan dalam pembelajaran
kooperatif, yaitu (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya
aturan main dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam
kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.9
Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan sebagai suatu strategi
pembelajaran diantaranya yaitu:10
a. Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambahkan
kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menentukan informasi
dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
7
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), cet. 2, h. 74.
8
Trianto, op.cit., h. 47. 9
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 204.
10
10
b. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya
dengan ide-ide orang lain.
c. Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari
akan segala keterbatannya serta menerima segala perbedaan.
d. Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggungjawab dalam belajar.
e. Untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan
sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan
interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan
keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap
sekolah.
f. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
g. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi
dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan
motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir.
Berdasarkan penelitian Slavin dalam Rusman, dinyatakan bahwa:
(1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa dan dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan
sikap toleransi, serta menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran
kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir kritis,
memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran kooperatif
diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.11
11
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) merupakan strategi belajar dalam kelompok kecil dengan
keahlian berbeda, dan di dalam kelompok kecil tersebut siswa saling
belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang
optimal dengan meningkatkan pemahaman mereka baik dari
pengalaman individu maupun kelompok.12
2. Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write
Menurut J.R. David dalam Wina bahwa strategi di dunia
pendidikan, dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of
activities designed to achieves a particular educational goal. Jadi,
strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi
tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.13
Definisi strategi pembelajaran menurut Arthur L. Costa dalam
Trianto yaitu suatu pola kegiatan pembelajaran berurutan yang
diterapkan dari waktu ke waktu dan diarahkan untuk mencapai suatu
hasil belajar siswa yang diinginkan.14 Penggunaan strategi dalam
kegiatan pembelajaran sangat perlu karena untuk mempermudah proses
pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Proses
pembelajaran tidak akan terarah tanpa strategi yang jelas, dan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan menjadi sulit tercapai secara
optimal, dengan kata lain pembelajaran tidak dapat berlangsung secara
efektif dan efesien.15
12
Zulfiani, dkk., loc. cit.
13
Wina Sanjaya, op. cit., h. 124. 14
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 135.
15
12
Strategi Think-talk-write adalah strategi yang diperkenalkan oleh
Huinker dan Laughlin, yang menyatakan:
“The think-talk-write strategy presented here allowas all students to talk out the ideas behind their thoughts before they write. Talking encourages the explorarion of words and the testing of ideas. Talking promotes understanding. When students are given numerous opportunities to talk, the meaning that is constructed finds its way into students’ writing, and the writing furher contributes to the construction of meaning.”16
(Strategi think-talk-write memungkinkan semua siswa untuk
menyampaikan ide dalam pikiran mereka sebelum mereka menulis.
Berbicara mendorong eksplorasi kata-kata dan menguji ide-ide.
Berbicara mengembangkan pemahaman. Saat siswa banyak diberikan
kesempatan untuk berbicara, mereka dapat menemukan cara yang akan
ditulis ke dalam tulisannya, dan tulisan memberikan lebih lanjut untuk
pembangunan makna).
Fazio and Gallagher mengemukakan:
“a think-talk-write strategy which has been adopted in England to promote literacy in science may help students to make connections between their peers, teachers, and the science phenomena under investigation, thereby linking literacy processes.”17
(Strategi think-talk-write yang telah diterapkan di Inggris untuk
mendukung literasi sains dan dapat membantu siswa untuk membuat
hubungan antara rekan-rekan mereka, guru, dan fenomena ilmu alam
disekitarnya, sehingga menghubungkan proses literasinya).
Pada dasarnya strategi ini dibangun melalui berpikir, berbicara, dan
menulis. Alur kemajuan think-talk-write dimulai dari keterlibatan siswa
dalam berpikir sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara
dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana
16
DeAnn Huinker & Connie Laughlin, “Talk Your Way Into Writing”,
http://www.Google.com/search?q=mtsd.kl.12.wi.us/MTSD/District/ela-curriculum-03/think_talk_write.html, diakses pada tanggal 27 Agustus 2012, p. 88. 17
seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen
dengan empat sampai enam siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta
membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan
membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkan melalui
tulisan.18
Think-talk-write dikembangkan dari pendekatan kooperatif
sehingga dalam pelaksanaannya srategi ini membagi sejumlah siswa ke
dalam beberapa kelompok secara heterogen. Jika mengacu pada definisi
tersebut, maka strategi pembelajaran think-talk-write termasuk ke
dalam jenis pendekatan yang berpusat pada siswa karena dalam strategi
ini siswa terlibat langsung dalam pembelajaran, sedangkan guru
berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Dalam pelaksanaan yang
menggunakan kelompok, maka think-talk-write juga mengacu kepada
pembelajaran kooperatif yang dapat mengkonstruksi penguasaan
konsep.
Tahapan strategi think-talk-write dalam pembelajaran yang
dilakukan di antaranya:
1) Think (Berfikir)
Belajar adalah proses berfikir. Belajar dengan berfikir dapat
menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan
melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam proses
berpikir tidak hanya menekankan kepada konsep pengetahuan
materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa
untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (Self regulated).19
Dalam berfikir menggunakan pengingat-pengingat visual dan
sensorik dalam suatu pola ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan
yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan dan
18
Martinis Yamin dan Bansu I Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), cet. 2,h. 84.
19
14
merencanakan. Cara berfikir ini dapat membangkitkan ide-ide
orisinal dan memicu ingatan yang mudah.20
Menurut Wiederhold yang dikutip oleh Martinis Yamin dan
Bansu I Ansari, membuat catatan berarti berfikir untuk
menganalisiskan tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang
ditulis. Berfikir dapat membuat belajar menjadi rutin dengan
menulis catatan sebelum, selama, dan setelah membaca. Membuat
catatan dapat mempertimbangkan keterampilan berfikir dan
menulis.21
Tahap berfikir ini siswa membaca teks berupa soal (kalau
memungkinkan dimulai dengan soal yang berhubungan dengan
permasalahan sehari-hari siswa atau kontekstual). Dalam tahap ini
siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi
penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat
pada bacaan, dan/atau hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai
dengan bahasanya sendiri. Aktivitas berpikir (think) siswa dapat
dilihat ketika dalam pembelajaran terdapat kegiatan yang
memancing siswa untuk memikirkan sebuah permasalahan. Setelah
itu siswa mulai memikirkan kemungkinan jawaban atau solusi dari
permasalahan dengan cara siswa mencatat atau mengingat
bagaimana/apa yang dipahami atau tidak dipahami.
2) Talk (Berbicara atau Diskusi)
Setelah tahap think selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya
talk, yaitu berkomunikasi maupun berdiskusi dengan menggunakan
kata-kata dan bahasa yang mereka pahami.
Menurut Suryo Subroto yang dikutip Trianto, diskusi
merupakan percakapan ilmiah oleh beberapa orang dalam satu
20
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 2000), cet. 7, h. 152.
21
kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah
atau bersama-sama mencari pemecahan masalah untuk
mendapatkan jawaban dan kebenaran.22
Tahap berkomunikasi (talk) dapat memungkinkan siswa untuk
terampil berbicara. Pada umumnya menurut Huinker & Laughlin
yang dikutip Martinis dan Bansu, berkomunikasi dapat berlangsung
secara alami. Berkomunikasi dapat dipelajari siswa melalui
kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Secara alami proses komunikasi dapat
dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum
menulis.23
Menurut Tjokrodihardjo dalam Trianto, diskusi atau
berkomunukasi dalam pembelajaran memiliki 3 (tiga) tujuan, yaitu:
Pertama, meningkatkan cara berfikir siswa dengan jalan membantu
siswa membangkitkan pemahaman isi pelajaran. Kedua,
menumbuhkan keterlibatan dan partisipasi siswa. Ketiga,
membantu siswa mempelajari keterampilan komunikasi dan proses
berfikir.24
Diskusi memberikan kesempatan tidak hanya untuk
menggunakan pikiran, tetapi bila dikerjakan dengan tepat dapat
membentuk suatu sikap positif terhadap cara berpikir.25 Tahap ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan
tentang penyelidikannya pada tahap pertama. Siswa berkomunikasi
dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami.
22
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 122.
23
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, op. cit., h. 87. 24
Trianto, op. cit., h. 124. 25
16
Pada tahapan ini memungkinkan siswa untuk terampil
berbicara. Pada umumnya berkomunikasi dapat berlangsung secara
alami. Proses komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya
sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Secara alami dan mudah, proses komunikasi dapat dibangun di
kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis ide yang
berhubungan dengan pengalaman mereka, sehingga mereka mampu
untuk menulis tentang ide tersebut.
3) Write (Menulis)
Selanjutnya tahap write, yaitu menuliskan hasil diskusi/
dialog pada lembar kerja yang disediakan (lembar aktivitas siswa).
Aktivitas menulis berarti mengkonstruksikan ide, karena setelah
berdiskusi atau berdialog antar teman dan kemudian
mengungkapkannya melalui tulisan. Aktivitas menulis akan
membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga
memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa.
Menurut Masingila dan Wisniowsak dalam Martinis Yamin dan
Bansu I. Ansari mengemukakan bahwa aktivitas menulis siswa
bermanfaat karena dapat memantau kesalahan siswa, miskonsepsi,
dan konsep siswa terhadap ide yang sama.26
Dorongan untuk menulis itu sama besarnya dengan dorongan
untuk berbicara, untuk mengkomunikasikan pikiran dan
pengalaman kita kepada orang lain. Menulis adalah aktivitas
seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional)
dan belahan otak kiri (logika).27
Selama tahap ini, aktivitas yang dilakukan oleh siswa adalah
(1) menulis solusi terhadap masalah/ pertanyaan yang diberikan,
(2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah-demi-langkah
26
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, op. cit., h. 88. 27
agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, (3) mengoreksi semua
pekerjaan sehingga tidak ada yang tertinggal, (4) meyakini bahwa
pekerjaannya yang terbaik, yaitu lengkap, mudahdibaca, dan
terjamin keasliannya.28
Karakteristik pembelajan think-talk-write yang membedakan
dengan strategi pembelajaran yang lain, diantaranya:
a) Melibatkan siswa secara aktif dalam melakukan eksplorasi suatu
konsep biologi.
b) Mengkonstruksi dengan benar pengetahuan awal siswa baik dari
pengalaman maupun informasi yang diterima.
c) Termasuk model pembelajaran konstruktivisme yang dilakukan
secara kooperatif.
d) Think-talk-write dibangun oleh kemampuan berpikir, berbicara, dan
menulis siswa yang dikelompokkan secara heterogen kemudian
diberikan permasalahan untuk dipikirkan, didiskusikan dalam
kelompok yang kemudian dicari solusinya.
e) Karena terdapat langkah diskusi maka guru dengan mudah
mengetahui miskonsepsi siswa dan dengan diskusi juga dapat
diarahkan untuk merubah konsepnya.
Think-talk-write memberikan keuntungan kepada guru,
diantaranya:29
a) Guru dapat mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan
keterlibatan dan menantang siswa untuk berpikir.
b) Guru dapat mendengarkan dengan hati-hati ide atau gagasan siswa.
28
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, loc. cit. 29
18
c) Guru dapat menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan maupun
tulisan.
d) Guru dapat memutuskan apa yang akan digali dan dibawa siswa
dalam diskusi.
e) Guru dapat memutuskan kapan memberikan informasi,
mengklarifikasi persoalan, menggunakan model, membimbing, dan
membiarkan siswa berjuang untuk memecahkan soal.
f) Guru dapat memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam
diskusi, dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap
siswa untuk berpartisipasi.
Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW:30
a) Guru membagi teks bacaan berupa lembaran aktivitas siswa yang
memuat situasi masalah bersifat open-ended dan petunjuk serta
prosedur pelaksanaannya.
b) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara
individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think).
c) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas
isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator pembelajaran.
d) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi
(write).
3. Penguasaan Konsep
Penguasaan dapat diartikan juga sebagai pemahaman atau
kesanggupan seseorang untuk menggunakan pengetahuan dan
kepandaiannya. Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang
mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta
fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya hapal secara
30
verbal tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta.31 Pengertian
dari penguasaan tersebut dinyatakan juga dengan pemahaman yang
bukan saja berarti mengetahui atau mengingat suatu hal yang dipelajari
akan tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain atau
dengan kata-kata sendiri mengenai materi yang telah dipelajari sehingga
mudah dimengerti namun tidak mengubah arti yang dikandungnya.
Menurut Biehler dan Dahar yang dikutip oleh Sutarto menyatakan
bahwa konsep adalah kategori yang diberikan secara tidak langsung
kepada lingkungan, oleh karena itu dalam pengkonsepan selalu ada
proses pembawaan obyek atau kejadian-kejadian dalam penyajian
non-verbal, yang sering disebut dengan gambaran mental, dengan ini
pengonsepan adalah hal yang tidak mudah.32
Konsep adalah suatu ide atau gagasan dengan suatu pengertian
yang umum, misalnya sumber kekayaan alam yang dapat diperbarui.33
Dengan suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang
berasal dari cara seseorang membuat pengertian dalam menggambarkan
ciri-ciri dan karakter terhadap objek-objek atau benda-benda melalui
pengalamannya. Penguasaan konsep dapat diartikan kemampuan
seseorang dalam mengungkapkan kembali suatu objek tertentu
berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki objek tersebut.
Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan
pengertian dan pemahaman. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari
sekumpulan pengetahuan yang didapat dengan objek-objeknya, ia
membentuk suatu pengertian atau konsep. Kondisi utama yang
diperlukan adalah menguasai kemahiran mendeskripsi dengan proses
31
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 15, h. 44.
32Sutarto, “Buku Ajar Fisika (BAF) dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika (AFKF) Sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep Fisika,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No 054, tahun ke-11, Mei 2005, h. 327.
33
20
kognitif sebelumnya.34 Belajar melalui konsep yang dimiliki oleh
seseorang dapat dilakukan dengan kesanggupan seseorang untuk
mengungkapkan pendapat tentang dunia sekitarnya. Seseorang dapat
melakukannya tanpa batas dengan kemampuan mengabstraksi. Dengan
menguasai konsep, ia akan menggolongkan dunia sekitarnya menurut
konsep tertentu.
Penguasaan konsep seseorang mampu membedakan antara benda
yang satu dengan benda yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa
yang lain. Dengan menguasai konsep siswa akan dapat menggolongkan
dunia sekitarnya menurut konsep tertentu. Dengan demikian
konsep-konsep itu sangat penting bagi manusia dalam berpikir, dan dalam
belajar.35 Penguasaan konsep dapat diperoleh dari pengalaman dan
proses belajar, merupakan bagian dari hasil dalam komponen
pembelajaran. Konsep, prinsip dan struktur pengetahuan dan
pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang penting pada ranah
kognitif. Dengan demikian penguasaan konsep merupakan bagian dari
hasil belajar pada ranah kognitif. Keberhasilan belajar bergantung
bukan hanya pada lingkungan dan kondisi belajar, tetapi juga pada
pengetahuan awal siswa. Penguasaan konsep sebagai hasil belajar dapat
diketahui dengan melakukan tes yang dapat menunjukkan pencapaian
keberhasilan seseorang dari proses belajar, yang berupa pemahaman
atau daya serap terhadap materi yang diberikan selama proses belajar.
Prayekti mengungkapkan bahwa penguasaan konsep merupakan
penguasaan terhadap abstraksi yang memiliki objek-objek suatu
kejadian atau hubungan yang mempunyai kesamaan.36 Siswa dengan
memahami dua pengertian atau lebih kemudian memahami dan
34
Iif Khoiru Ahmadi, dkk., Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu: Pengaruh Terhadap Konsep Pembelajaran Sekolah Swasta dan Negeri, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h. 27.
35
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h. 158.
36
menyebutkan hubungannya. Jadi untuk menjawab soal pemahaman
siswa selain harus mengingat juga berpikir.
Tingkat pencapaian konsep meliputi tingkat konkret, tingkat
identitas, tingkat klasifikasi, tingkat formal. Tingkat konkret dicapai
siswa apabila siswa telah mengenal benda tersebut sebelumnya,
kemudian mengamati dan mampu membedakan benda tersebut dari
stimulus-stimulus sekitarnya. Tingkat identitas akan dicapai siswa
apabila tiga konkret yaitu kemampuan mengamati, membedakan,
mengingat dikuasai oleh siswa yang selanjutnya digunakan sebagai
landasan untuk membuat generalisasi. Tingkat klasifikasi akan dicapai
apabila siswa mampu mengenal dua contoh yang berbeda dari kelas
yang sama. Tingkat formal, sebagai tingkat paling tinggi pada tingkat
pencapaian konsep, tingkat ini akan diperoleh siswa apabila ketiga
tingkat diatas sudah dikuasai oleh siswa. Konsep sangat penting untuk
memenuhi kemampuan kognitif siswa.37
Penguasaan konsep dapat diperoleh dari pengalaman dan proses
belajar, serta merupakan bagian dari hasil dalam komponen
pembelajaran. Konsep, prinsip dan struktur pengetahuan merupakan
hasil belajar yang penting pada ranah kognitif. Dengan demikian
penguasaan konsep merupakan hasil belajar yang penting pada ranah
kognitif. Keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan
dan kondisi belajar, tetapi pada pengetahuan awal siswa.
Penguasaan konsep diperoleh dari proses belajar, sedangkan belajar
pada dasarnya adalah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif
positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif. Domain kognitif meliputi kemampuan
menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, dan
kemampuan-kemampuan intelektual. Sebagian besar tujuan-tujuan
37
22
instruksional berada dalam domain kognitif.38 Penilaian terhadap hasil
belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan
pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagai
konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut haruslah dimiliki dan
dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hafalan.39
Penguasaan konsep sebagai hasil belajar dapat diketahui dengan
melakukan tes yang dapat menunjukkan pencapaian keberhasilan
seseorang dari proses belajar, yang berupa pemahaman atau daya serap
terhadap materi yang diberikan selama proses belajar. Tes tersebut
hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan intruksional.
4. Sistem Pencernaan Manusia
Materi sistem pencernaan pada manusia merupakan salah satu materi
yang diajarkan pada siswa kelas VIII semester ganjil. Materi ini tercakup
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, siswa
diharapkan memahami konsep sistem pencernaan manusia hingga tingkat
penguasaan minimal memahami.
Di dalam KTSP, materi ini diatur oleh suatu standar kompetensi
tertentu. Standar kompetensi tersebut mengandung enam kompetensi
dasar. Materi ini juga dijelaskan dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar pada tabel berikut.
38
Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta Press, 2006), h.14.
39
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Sistem Pencernaan Manusia40
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami berbagai
sistem dalam
kehidupan manusia.
1.1. Menganalisis pentingnya pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup. 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan
manusia.
1.3. Mengidentifikasi sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.
1.4. Mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.
1.5. Mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.
1.6. Mendeskripsikan sistem peredaran darah pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.
Sistem pencernaan pada manusia merupakan konsep biologi yang sangat
kompleks. Dalam memahaminya, siswa perlu mengerti sejumlah konsep
penting yang rumit. Konsep yang terkandung didalamnya berupa organ
pencernaan pada manusia, fungsi organ pencernaan, makanan yang baik
untuk dicerna manusia, dan kelainan pada sistem pencernaan manusia.
Materi yang terkandung dalam kompetensi dasar sistem pencernaan pada
manusia dan hubungannya dengan kesehatan diantaranya mengenai alat
pencernaan manusia dan penyakit pada sistem pencernaan.
40
24
Berikut sub materi pada sistem pencernaan pada manusia:
a) Alat pencernaan
Gambar 2.1 Organ Sistem Pencernaan
1) Rongga mulut (Cavum Oris)
Dalam rongga mulut terdapat organ pencernaan lidah, gigi, dan
kelenjar ludah.
2) Kerongkongan (Esofagus)
3) Lambung (Ventrikulus)
4) Usus halus (Intestinum)
5) Usus besar (Intestinum Crasum)
b) Makanan dan kesehatan
Makanan yang dibutuhkan dalam tubuh manusia adalah makanan
yang cukup mengandung gizi, yaitu mengandung karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, dan mineral.
c) Kelainan pada sistem pencernaan
Sistem pencernaan dapat mengalami gangguan atau kelainan akibat
B.Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian-penelitian mengenai strategi pembelajaran Think-Talk-Write
dan penguasaan konsep telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti dari
berbagai kalangan.
Maesaroh dalam penelitiannya yang berjudul: “Pengaruh Strategi
Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Fisika
Siswa.” Dengan hasil analisisnya mengatakan bahwa berdasarkan hasil
perhitungan menggunakan uji-U pada taraf signifikansi 95% (α = 0,005),
didapatkan Uhitung lebih besar Utabel yaitu 16,5 > 7, sehingga hipotesis nol
(H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan penerapan strategi
pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) terhadap hasil belajar fisika siswa,
sedangkan hasil perhitungan instrumen non tes yang menggunakan analisis
deskriptif diperoleh hasil observasi aktivitas siswa pada aspek TTW
mencapai rata-rata 46,67% yang termasuk dalam kategori sedang.41
Dipdip Herdianata dalam penelitian dengan menggunakan one group
time series design yang berjudul: “Penerapan Pembelajaran Think
-Talk-Write (TTW) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fisika Siswa SMA.”
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penguasaan siswa meningkat
dengan signifikan untuk setiap seri bahwa model pembelajaran
think-talk-write dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika siswa SMA jika
diterapkan pada pokok bahasan fluida statis.42
Rika Amalia Rizkiyati dalam penelitiannya yang berjudul: “ Keefektifan
Pembelajaran Menggunakan Metode Think Talk Write (TTW) terhadap
Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik pada Materi Koloid Kelas XI IPA
41
Maesaroh, “Pengaruh Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa (Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung)”, Skripsi (Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN, Jakarta, 2010), tidak dipublikasikan.
42
26
MAN II Yogyakarta Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012.” Data yang
diperoleh pada penelitian ini adalah data pengetahuan awal kimia peserta
didik, dan data nilai prestasi belajar kimia peserta didik dari kelas
eksperimen dan kelas kontrol yang dianalisis dengan menggunakan uji
analisis kovarian. Hasil uji analisis kovarian menunjukkan bahwa nilai
Fhitung = 5,192 dan phitung = 0,025. Karena nilai Fhitung (5,192) > Ftabel (4,03)
dan phitung (0,025) < ptabel (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara prestasi belajar peserta didik yang mengikuti
pembelajaran menggunakan metode Think Talk Write dengan peserta didik
yang mengikuti pembelajaran menggunakan metode ekspositori. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai prestasi belajar kimia
peserta didik pada kelas eksperimen adalah 60,271 lebih tinggi dari nilai
kelas kontrol yaitu 51,138. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
menggunakan metode Think Talk Write lebih efektif dibandingkan metode
ekspositori dan dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar kimia
peserta didik kelas XI IPA semester 2 MAN II Yogyakarta tahun ajaran
2011/2012.43
Sri Kadarwati, dkk dalam penelitiannya yang berjudul: “Implementasi
Strategi Think-Talk-Write pada Pembelajaran Menulis dan Pemahaman
Matematis.” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan
pemahaman siswa SMP yang memperoleh pembelajaran matematika dengan
strategi TTW lebih baik daripada secara konvensional. Pembelajaran dengan
strategi TTW dapat meningkatkan disposisi matematika siswa SMP.44
43
Rika Amalia Rizkiyati, “Keefektifan Pembelajaran Menggunakan Metode Think Talk Write (TTW) Terhadap Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik pada Materi Koloid Kelas XI IPA MAN II Yogyakarta Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012”, Skripsi (Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY, Yogyakarta, 2012), tidak dipublikasikan.
44
Sri Kadarwati, Nining Sulistyaningsih, Edi Prayitno, Bambang Yulianto,
C.Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang biasa digunakan (konvensional) bisa diindikasikan
sebagai salah satu faktor yang dapat menghambat proses pemahaman siswa
terhadap konsep yang diajarkan. Sehingga penguasaan konsep biologi siswa
masih rendah. Pemberian materi sering kali dengan menggunakan metode
ceramah, misalkan guru menerangkan materi yang diajarkan, kemudian
siswa diharapkan mampu menerangkan kembali untuk mengerjakan kuis
atau soal yang diberikan oleh guru.
Untuk menambah penguasaan konsep siswa SMP kelas VIII pada konsep
sistem pencernaan manusia harus memperhatikan beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Konsep sistem pencernaan manusia dianggap sebagai
salah satu konsep yang cukup sulit, karena siswa dituntut memiliki
pemahaman konsep materi yang cukup baik. Tingkat kesulitan yang cukup
tinggi ini mengharuskan proses belajar yang diberikan kepada siswa dengan
tidak hanya mendidik siswa dari segi kognitif saja, tetapi juga harus
memperhatikan kondisi siswa yang lainnya, seperti tingkat kenyamanan
siswa dalam memperoleh materi. Materi yang cukup sulit jika perlakuan
yang diberikan guru hanya satu arah saja, maka siswa kurang tertarik pada
materi yang disampaikan.
Oleh sebab itu, strategi pembelajaran yang dapat menciptakan
lingkungan agar siswa dapat saling membantu sehingga dapat memahami
kebutuhannya adalah strategi Think-Talk-Write (TTW). TTW merupakan
gebrakan baru dalam strategi pembelajaran yang diharapkan memiliki
pengaruh baik terhadap hasil penguasaan konsep biologi siswa yang
dikembangkan dari model kooperatif, sehingga dalam pelaksanaannya
strategi ini membagi sejumlah siswa kedalam beberapa kelompok-kelompok
kecil (terdiri dari 4-6 siswa) secara heterogen untuk saling membantu satu
sama lain dalam mencapai tujuan bersama. Tahapan pembelajaran ini yaitu:
think (berpikir), guru atau siswa membaca berbagai wacana dari konsep
sistem pencernaan manusia, atau dari peristiwa dalam kehidupan
28
dari permasalahan dengan cara siswa mencatat atau mengingat bagaimana/
apa yang dipahami atau tidak dipahami. Talk (bicara), siswa melakukan
komunikasi dengan rekan sekelompok dalam diskusi kelompok yang
membahas kemungkinan jawaban atau solusi dari permasalahan sehingga
diperoleh solusi kelompok. Write (tulis), siswa menuliskan hasil diskusi itu
dalam catatannya (lembar kera siswa/ LKS) baik berupa definisi istilah
maupun kejadian-kejadian yang terkait dengan sistem pencernaan manusia.
Dengan memilih strategi yang tepat, diharapkan pemahaman konsep dan
hasil belajar siswa dapat meningkat.
Dari pernyataan di atas, maka dapat diduga adanya pengaruh
pembelajaran dengan strategi Think-Talk-Write terhadap hasil penguasaan
konsep siswa. Kerangka pikir penelitian tersebut dapat dilihat pada bagan
kerangka pikir dibawah ini.
Gambar 2.2 Bagan kerangka pikir penelitian Hasil penguasaan konsep
yang masih rendah
Materi / Konsep
yang dipelajari
Pembelajaran dengan
Strategi TTW
(Think-Talk-Write)
Pembelajaran
Konvensional dengan
penggunaan LKS
Hasil tes penguasaan
D.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir, maka hipotesis
penelitian yang diajukan dirumuskan sebagai berikut:
“Terdapat pengaruh penggunaan strategi think-talk-write terhadap
30 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2012-2013.
Sedangkan untuk tempat penelitian yaitu di SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro, Jl.
Bonjol no. 9 Pd. Karya Pd. Aren kota Tangerang Selatan.
B.Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment
(eksperimen semu), yaitu metode penelitian yang dapat mengontrol variabe
dalam bentuk memasangkan karakteristik dan bisa dengan cara random.1
Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi kelompok kontrol tidak
berfungsi untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
eksperimen.2 Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen. Pada desain ini, kedua kelompok akan
diberikan (treatment) dengan strategi pembelajaran yang berbeda dalam
penggunaan LKS. Sebelum belajar, kedua kelompok diberikan tes awal
(pretest) dan setelah pembelajaran berakhir diberikan tes akhir (posttest).
Desain penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.1 Desain Penelitian two group pretest-posttest desaign
Kelas Pre-test Treatment Post-test
Eksperimen T1 XE T2
Kontrol T1 XK T2
1
Nana Syaodih Sukmadinata, MetodePenelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), cet. 6, h. 207.
2
Keterangan:
T1 : pretest (tes hasil penguasaan konsep siswa sebelum mendapatkan
perlakuan)
T2 : posttest (tes hasil penguasaan konsep siswa sesudah mendapatkan
perlakuan)
XE : treatment (perlakuan) pada kelas eksperimen yaitu penggunaan strategi
pembelajaran TTW.
XK : treatment (perlakuan) pada kelas kontrol yaitu pembelajaran
konvensional dengan penggunaan LKS.
Berdasarkan desain penelitian diatas, subyek penelitian diberikan tes
penguasaan konsep sebanyak dua kali, yaitu sebelum pembelajaran dimulai
(pretest) dan setelah semua konsep diajarkan guru (posttest). Tes penguasaan
konsep yang dilakukan sebelum eksperimen (T1) disebut pretest dan tes
penguasaan konsep yang dilakukan setelah eksperimen (T2) disebut posttest.
Instrumen pada pretest dan posttest merupakan instrumen yang sama.
C.Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian.3 Populasi merupakan
keseluruhan subjek dalam penelitian. Target populasi pada penelitian ini adalah
seluruh siswa SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro. Sedangkan untuk populasi
terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Islam Al-Azhar 3 Bintaro.
Sampel merupakan wakil dari populasi yang diteliti.4 Sampel merupakan
sebagian ataupun wakil populasi yang diteliti. Adapun teknik pengambilan
sampel dengan menggunakan dua teknik yaitu purposive sampling dan random
sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet.14, h.173.
4
32
pertimbangan tertentu.5 Teknik penarikan sampel berdasarkan tujuan, karena
populasi dianggap memiliki karakteristik dan kesempatan sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Maka peneliti mengambil kelas VIII B dan kelas VIII
D. Untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan
teknik random sampling. Maka telah ditetapkan kelas VIII B sebagai kelas
eksperimen yang akan menggunakan LKS dengan strategi pembelajaran TTW,
sedangkan kelas VIII D ditetapkan sebagai kelas kontrol yang akan
menggunakan LKS dengan pembelajaran konvensional.
D.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk
memperoleh data-data yang mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data
karena ketiganya dianggap yang paling tepat dalam mengungkapkan dan
menguraikan data yang paling tepat dalam mengungkapkan dan menguraikan
data yang peneliti perlukan. Adapun ketiga teknik pengumpulan data tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Tes
Tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning
outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.6 Dalam
penelitian ini menggunakan dua tes, yakni pretest dan posttest. Tes yang
diberikan berbentuk tes objektif jenis pilihan ganda. Tes ini dilaksanakan
sebanyak dua kali pada setiap pertemuannya, yaitu sebelum perlakuan
(pretest) dan sesudah perlakuan (posttest). Soal-soal yang digunanakan pada
pretest dan posttest merupakan soal yang sama. Hal ini dimaksud agar tidak
ada pengaruh perbedaan kualitas instrumen terhadap perubahan
pengetahuan dan pemahaman yang terjadi. Tes ini digunakan untuk
5
Sugiyono, op.cit., h. 85. 6
mengukur peningkatan penguasaan konsep yang diperoleh siswa setelah
strategi pembelajaran think-talk-write diterapkan. Tes ini disusun
berdasarkan pada indikator yang hendak dicapai pada setiap pertemuan
pembelajaran.
2. Observasi
Observasi adalah suatu metode atau cara-cara menganalisis secara sistematis
mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau
kelompok secara langsung.7 Dalam penelitian ini observasi meliputi
aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan strategi think-talk-write.
Observasi aktivitas siswa dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
secara langsung kegiatan siswa saat pembelajaran. Instrumen ini berupa
lembar observasi yang terbentuk dari daftar isisan atau rating scale yang
didalamnya telah tercantum jenis-jenis aspek kegiatan, artinya observer
hanya memberikan tanda ceklis (√ ) pada kolom yang sesuai dengan
aktivitas yang diobservasi dan keterangan yang memuat jumlah siswa yang
melaksanakan aktivitas tersebut.
3. Angket
Peneliti menggunakan instrumen non tes berupa angket untuk mengetahui
respos siswa secara keseluruhan terhadap pembelajaran menggunakan
strategi Think-Talk-Write.
E.Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk memperoleh data.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu test dan non tes.
1. Instrumen tes
Instrumen tes berupa pretest dan posttest, guna untuk mengukur sejauh
mana siswa menguasai konsep dengan menggunakan strategi pembelajaran
TTW. Dalam soal-soal tes ini memuat beberapa indikator sebagai berikut.
7