• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Faktor Risko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Faktor Risko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

INFORM CONSENT

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Nama Peneliti : Novitasari Napitupulu

NIM : 121101131

Judul Penelitian :Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB

pada Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo.

Peneliti adalah mahasiswa program studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang akan melakukan penelitian dengan tujuan

untuk mengidentifikasi gambaran faktor risiko penyebab konstipasi dan pola BAB pada lansia

di Desa Ajijahe, Kab.Karo.

Saya sebagai peneliti untuk mencapai tujuan penelitian ini, mengharapkan partisipasi

bapak/ibu/saudara sebagai responden untuk mengisi kuisioner yang akan penelti berikan.

Hasil pengisian kuisioner oleh responden, peneliti akan menjamin kerahasiaan dan tidak ada

orang lain yang membacanya selain peneliti sendiri. Semua data dan informasi yang didapat

dari bapak/ibu/saudara akan digunakan hanya untuk kepentingan penelitian dalam

mengembangkan ilmu keperawatan dan sebagai bukti penelitian yang benar atau sah dalam

penelitian.

Keikutsertaan sebagai responden dalm penelitian ini bersifat sukarela, jika tidak

berkenan menjadi responden, bapak/ibu/saudara berhak untuk tidak ikut berperan serta tanpa sangsi

apapun. Apabila bapak/ibu/saudara setuju berpartisipasi maka saya mohon kesediaannya

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.

Demikian atas partisipasi dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.

Peneliti Novitasari Napitupulu

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama (Inisial) :...

Umur :...

Berdasarkan permohonan dan penjelasan dari peneliti yang sudah disampaikan

kepada saya, bahwa akan dilakukan penelitian tentang Gambaran Faktor Risiko Penyebab

Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo, maka saya bersedia

membantu dan berpartisipasi serta berperan sebagai responden dalam penelitian tersebut.

Saya akan memberikan jawaban yang sesuai dengan pendapat saya dan tidak dipengaruhi

oleh siapapun.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya agar digunakan

sebagaimana mestinya oleh peneliti.

Medan, 28 Mei 2016

Peneliti Responden

(Novitasari Napitupulu) ( )

No r esponden: diisi oleh peneliti

(4)

KUESIONER PENELITIAN

Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di Desa Ajijahe,

Kab.Karo

A. Data Demogr afi

Petunjuk pengisian: isilah data dibawah ini dengan lengkap. Kemudian berilah tanda benar ( ฀ ) pada kotak

pilihan yang telah disediakan dan sesuaikan dengan situasi dan kondisi Saudara/i saat ini.

1. Jenis Kelamin :

฀ Petani/Buruh ฀ KaryawanSwasta ฀

Wiraswasta ฀ Lainnya, sebutkan...

1. Apakah sering mengonsumsi sayur-sayuran?

฀ Ya, apa saja? ฀ Tidak, mengapa?

2. Apakah sering mengonsumsi buah-buahan?

฀ Ya, apa saja? ฀ Tidak, mengapa?

(5)

B. Intake Cairan

1. Apakah anda punya riwayat penyakit ginjal?

฀ Ya

฀ Tidak

2. Berapa gelas anda mengonsumsi air putih setiap harinya?

฀ 6-8 gelas/hari

฀ < 6-8 gelas/hari

C. Pola Aktifitas Fisik

1. Apakah anda punya riwayat penyakit seperti nyeri pada persendian?

฀ Ya

฀ Tidak

2. Apakah aktivitas yang anda lakukan di dalam rumah atau di luar rumah?

฀ Di dalam rumah

฀ Di luar rumah

3. Apakah anda rutin jalan pagi/sore hari?

฀ Ya

฀ T id a k

(6)

4. Berapa lama jalan pagi/sore hari yang anda lakukan setiap harinya?

฀ 2 x 30 menit/hari dalam 3 hari seminggu

฀ < 2 x 30 menit/hari dalam 3 hari seminggu

D. Pola BAB

1. Berapa kali BAB dalam seminggu yang lalu?

฀ 3 kali dalam seminggu

฀ < 3 kali dalam seminggu 2. Bagaimana warna feses saat BAB?

฀ Kuning kecokelatan ฀ Hitam pekat

3. Bagaimana bau feses saat BAB?

฀ Sama dengan aroma saat buang gas ฀ Bau busuk

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)

Daftar Pustaka

Alimul hidayat, A. Aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Arisman. (2007). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC

BPS. (2010). Hasil sensus penduduk 2010 Oktober 2015

Corwin, Elizabeth (2005). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Darmojo, R.B & Martono, H.H. (2006). Geriatri Ilmu Keseha tan Usia Lanjut (Edisi Ketiga). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Depkes RI. (2003). Pedoman Tata Laksana Gizi Usia Lanjut untuk Tenaga Kesehatan Depkes RI. (2005). Petunjuk Teknis Pengukuran Kebugaran Jasmani. Jakarta:

Depkes RI

Depsos. (2007). Penduduk Lanjut Usia Di Indonesia Dan Masalah Kesejahteraannya

Dianawuri. (2009). Arti Defekasi Juni 2016

Djojoningrat D. (2009). Dispepsia Fungsional. In: Sudoyo, A.W., Buku Ajar : Imu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. hlm. 529-533. Evaloy. (2011). Asuhan Keperawatan Masalah Konstipasi. Surabaya

Ghofar, Abdul (2012). Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Kons tipasi pada Lansia Di Dusun Tambakberas Desa Tambakrejo Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang. Vol 2, No 1

Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Imel. (2010). Hubungan asupan serat dan cairan dengan kejadian konstipasi pada lanjut usia di Panti Sosial Sabai Nan Aluih Sicincin. Diunduh 9 Juni 2016

(29)

Klinik pengobatan alami. (2013). Makanan dan Kesehatan Lansia.

Komisi Nasional Lanjut Usia. (2010). Profil Penduduk Lanjut usia 2009. Jakarta. Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby.

Maryam, R.Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Maryam,R.Siti,dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta: TIM Muhammad N. (2010). Tanya Jawab Kesehatan Harian untuk Lansia. Yogyakarta:

Tunas Publishing.

Nursalam. (2008). Konsepdan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nuzulul. (2011). Asuhan Keperawatan Konstipasi pada Lansia. Universitas Air Langga

Noorkasiani. (2009). Pengantar Dalam: Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Cetakan Pertama. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan gerontik dan geriatrik. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Oenzil, Fadil (2005). Ilmu Gizi, Pencernaan, Penyerapan dan Detoksikasi Zat Gizi. Jakarta: Hipokrates

Pepin,dkk. (2015). Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Intensitas Nyeri Sendi pada lansia di Panti Werdha Mojopa hit Kabupa ten Mojokerto. Diunduh: 9 Juni 2016 Rumu. (2007). Perbedaan Tingkat Konsumsi Lemak, Natrium, Serat, Kejadian

Hipertensi Pada Lansia di Perumahan “ Kusumawardani” dan Panti Wredha Pucang Gading Semarang. Diunduh 9 Juni 2016

Safithri F. (2008). Proses Menua di Otak dan Demensia Tipe Alzheimer. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran. Saintika Medika Volume. 2 No.2.

Siswono. (2007). Mengatasi Konstipasi pada usia lanjut. www.gizinet.com Diunduh 10 Oktober 2015

(30)

Sriwaty. (2007). Prevalensi dan Distribusi Gangguan Cairan pada Lanjut Usia di bangsal penyakit dalam RSUP Dr.Kariadi Semarang. Diunduh 9 Juni 2016 Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabetha.

Talitha. (2012). Asupan Serat dan Cairan, Aktivitas Fisik serta Gejala Konstipasi pada Lanjut Usia. Diunduh 9 Juni 2016

Tarwoto, Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Wellman NS & Kamp BJ. (2008). Nutrition in Aging.Di dalam Mahan LK, Stump, editor Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy, Ed 12. USA: Else WHO. 2012. Keep Fit for Life. Meeting The Nutr itional Needs of Older Persons.

Tufts University. School of Nutrition Science and Policy.www.who.int Diunduh 10 Oktober 2015

Widya, Harwina (2011). Ilmu Gizi da lam Keperawatan. Jakarta: TIM

Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

(31)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka hubungan antar variabel yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang telah dilakukan.

1. Faktor Risiko Penyebab

Konstipasi pada Lansia: 1.Mengonsumsi dan

asupan serat, intake cairan tidak mengonsumsi

dan aktivitas fisik. 2. Normal dan tidak

2. Pola BAB pada Lansia

Skema 3.1: Kerangka Konsep Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di Desa Ajijahe, Kab. Karo.

3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Sub Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Operasional Ukur

1. Faktor Asupan Makanan- Kuesioner 0 = tidak Ordinal

Risiko Serat makanan mengonsumsi

Penyebab seperti sayur asupan serat

konstipasi dan buah yang 2 =

dibutuhkan mengonsumsi

lansia agar asupan serat

tidak terjadi konstipasi

Intake Air yang Kuesioner 1=intake cairan Ordinal

cairan dibutuhkan <6-8 gelas/hari

lansia setiap 2=intake cairan harinya untuk 6-8 gelas/hari mencegah

terjadinya konstipasi.

(32)

Aktivitas Jalan pagi/sore Kuesioner 1= aktivitas Ordinal Fisik yang dilakukan fisik <2x30

setiap hari pada menit/hari

lansia agar dalam 3 hari

tidak terjadi seminggu

konstipasi 4 = aktivitas

fisik 2x30 menit/hari

dalam 3 hari seminggu

2. Pola Frekuensi, Kuesioner 0 = <3kali Ordinal

BAB warna dan bau dalam seminggu

BAB lansia 3 = 3 kali dalam

dalam seminggu

seminggu

Skema 3.2 : Defenisi Operasional Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo.

(33)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan desain penelitian deskriptif yang dilakukan dengan tujuan mendiskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta mengenai populasi secara sistematis dan akurat.

4.2 Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling 4.2.1 Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini populasinya adalah semua lansia yang berada di Desa Ajijahe, Kab.Karo yang mencapai 200 orang.

4.2.2 Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan 50% sampel penelitian dari jumlah populasi yaitu 100 lansia dari anggota populasi (Sugiyono, 2012).

Kritteria sampel adalah lansia yang berumur 60-90 tahun dan tidak memiliki riwayat konstipasi.

4.2.3 Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Proses pengambilan sampel purposive pada penelitian ini dengan memberikan kuesioner kepada lansia di Desa Ajijahe.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Ajijahe, Kab.Karo. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah karena Desa Ajijahe dianggap representatif terhadap hasil

(34)

penelitian. Selain itu, lokasi penelitian dapat dijangkau oleh peneliti sehingga peneliti dapat mengambil data dan menyelesaikan penelitian ini tepat waktu.

4.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai dari bulan Maret- Juni 2016 yaitu pengumpulan data sampai selesai.

4.4 Pertimbangan Etik

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan izin persetujuan penelitian. Dalam penelitian ini juga dilakukan ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Setelah mendapatkan izin, selanjutnya peneliti mencari responden sesuai dengan yang diteliti. Setelah terbina hubungan saling percaya antara peneliti dan responden, peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.

Peneliti tidak memaksa jika responden menolak untuk diwawancarai dan menghormati hak-haknya sebagai responden dalam penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden maka peneliti tidak mencantumkan nama dari responden (anonymity). Nama responden dibuat dengan inisial. Selanjutnya identitas responden juga dirahasiakan (confidentiality) dimana hanya informasi yang diperlukan saja yang akan dituliskan dan dicantumkan dalam penelitian.

(35)

4.5Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua bagian.

1. Kuesioner Data Demografi, yang berisi pernyataan mengenai data umum responden meliputi nomor responden, jenis kelamin, umur, dan pekerjaan responden.

2. Instrumen kedua merupakan berbagai pertanyaan mengenai faktor risiko penyebab konstipasi dan pola BAB pada lansia. Instrumen penelitian berisi 2 pertanyaan tentang asupan serat, 2 petanyaan tentang intake cairan, 4 pertanyaan tentang aktifitas fisik dan 3 pertanyaan tentang pola BAB.

4.6Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument 4.6.1 Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat- tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Suatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Arikunto, 2013). Uji validasi dilakukan dengan cara mengoreksi instrument dilakukan penilaian oleh pakar yang berkompeten. Berdasarkan uji validasi tersebut, kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item pertanyaan yang akan mengukur sasaran yang ingin di ukur sesuai dengan teori atau konsep. Uji validitas menggunakan rumus Aiken’s V dengan nilai 1. Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil

(36)

bahwa instrument penelitian yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

4.6.2 Uji Realibilitas

Uji realibilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut telah baik. Instrument yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga (Arikunto, 2013). Uji Reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus K-R 20. Uji reliabilitas dilakukan pada 10 responden di Desa Ajijahe, Kab.Karo yang sesuai dengan kriteria namun diluar dari sampel. Suatu instrumen dikatakan reliabel bila koefisiennya 0,60 atau lebih (Arikunto,2010). Hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan kepada 10 lansia di Desa Ajijahe adalah 0,79 dikatakan instrument reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

4.7 Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Keperawatan USU dan memperoleh ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Peneliti meminta izin ke Desa Ajijahe, Kab. Karo untuk melakukan penelitian.

3. Peneliti melakukan wawancara kepada kepala desa untuk mendapatkan data lansia di Desa Ajijahe, Kab. Karo.

(37)

4. Peneliti mendapatkan data lansia sesuai target untuk penelitian.

5. Peneliti datang ke Desa Ajijahe, Kab.Karo menemui calon responden untuk pengumpulan data.

6. Peneliti memiliki asisten dalam proses pengumpulan data dan memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan penelitian dan cara pengisian kuesioner.

7. Peneliti meminta kesediaan calon responden untuk menandatangani informed consent sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.

8. Peneliti membacakan isi kuesioner untuk dijawab oleh responden.

9. Setelah seluruh data terkumpul maka peneliti mengolah/menganalisa data. 4.8 Analisa Data dan Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik variabel penelitian. Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap yang terdiri dari editing untuk memeriksa kembali kelengkapan data responden serta memastikan bahwa semua pernyataan telah diisi. Selanjutnya setiap kuesioner diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data. Selanjutnya processing yaitu memasukkan data dari lembar kuesioner ke dalam program komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi. Variabel digambarkan secara tunggal dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dihitung persentasenya.

(38)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan data yang dimulai pada 14 Mei 2016 - 18 Juni 2016 dengan jumlah responden 100 orang. Hasil analisa data dalam penelitian ini meliputi data demografi dan gambaran faktor risiko penyebab konstipasi dan pola BAB pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo.

5.1.1 Data demografi

Responden dalam penelitian ini adalah lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang. Karateristik dalam

responden ini meliputi umur, jenis kelamin dan pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo adalah lanjut usia tua (elderly) sebanyak 52 orang (52%), jenis kelamin lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo adalah perempuan sebanyak 57 orang (57%)dan pekerjaan lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo adalah petani sebanyak 100 orang (100%).

(39)

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan persentase Kar akter istik Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo (n=100 lansia)

Data Demografi Frekuensi (f) Persentase (% ) Umur

5.1.2 Gambar an Faktor Risiko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo.

5.1.2.1 Gambar an Faktor Risiko Penyebab Konstipasi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa 48% lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki asupan serat yang normal. Dimana 48 responden menyatakan bahwa sering mengonsumsi buah-buahan dan sayuran. Lansia yang tidak pernah mengonsumsi buah-buahan dan sayuran sebanyak 52 orang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa 43% lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki intake cairan yang normal. Dimana 43 responden menyatakan bahwa tidak memiliki riwayat penyakit ginjal dan mengonsumsi air mineral 6-8 gelas/hari. Lansia yang mengonsumsi air mineral < 6-8 gelas/hari sebanyak 57 orang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa 67% lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki aktivitas fisik yang normal. Dimana 67 responden menyatakan bahwa tidak

(40)

memiliki riwayat penyakit nyeri persendian dan rutin jalan pagi/sore selama 2 x 30 menit dalam 3 hari seminggu. Lansia yang melakukan aktivitas fisik < 2 x 30 menit dalam seminggu sebanyak 33 orang.

Tabel 5.1.2.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Faktor Risiko Penyebab Konstipasi lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo (n=100)

Faktor Risiko Penyebab Frekuensi (f) Persentase (% ) Konstipasi

Asupan Serat

Mengonsumsi serat 48 48

Tidak mengonsumsi serat 52 52

Intake Cair an

5.1.2.2 Gambar an Pola BAB pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo

(41)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Gambar an Faktor Risiko Penyebab Konstipasi 5.2.1.1 Asupan Serat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Ajijahe, Kab.Karo diperoleh bahwa lansia yang tidak mengonsumsi buah-buahan serta sayuran Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Talitha (2012) bahwa semua lansia di Panti Sosial Sukma Raharja dan Salam Sejahtera kurang mengonsumsi buah dan sayuran dengan alasan kurang suka, faktor fisiologis yaitu gigi yang sudah tidak kuat untuk mengunyah makanan yang bertekstur keras.

Berdasarkan teori, lansia harus memperbanyak makan buah dan sayuran, karena sayur dan buah banyak mengandung vitamin, mineral dan serat. Lansia yang dengan mengonsumsi sayur dan buah yang kaya akan serat maka akan melancarkan buang air besar dan tidak perlu mengonsumsi suplemen makanan (Arisman,2007).

Menurut Rumu (2007), pola makan lansia dipengaruhi gaya hidup dan faktor budaya sehingga makanannya mengarah ke santapan siap saji yang tinggi kandungan lemak, garam tetapi rendah kandungan serat

Penelitian yang dilakukan Imel (2010), sebagian besar lansia yang ada di Pantai Sosial Sabai Nan Aluih Sicincin diketahui adalah asupan seratnya yang kurang.

(42)

5.2.1.2 Intake Cairan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Ajijahe, Kab.Karo diperoleh bahwa lansia mengonsumsi cairan <6-8 gelas/hari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Talitha (2012), secara keseluruhan lansia telah

mengonsumsi cairan dengan cukup akan tetapi masih ada yang kurang mengonsumsi cairan yang disebabkan oleh ketidakmauan untuk minum dengan alasan tidak merasa haus.

Menurut teori, selain mengonsumsi sayur dan buah, lansia juga harus mengonsumsi air putih sebanyak 6-8 gelas/hari. Air berguna untuk mencegah konstipasi karena untuk penyerapan makanan dalam usus (Arisman,2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imel (2010), lebih dari separuh lansia di Pantai Sosial Sabai Nan Aluih Sicincin diketahui adalah asupan cairan yang cukup dan penelitian yang dilakukan Sriwaty (2007), penelitan yang dilakukan selama satu tahun diadapatkan bahwa kebutuhan cairan yang dialami lansia di bangsal penyakit dalam RSUP Dr.Kariadi Semarang sebanyak 37,7%.

5.2.1.3 Aktivitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Ajijahe, Kab.Karo diperoleh bahwa lansia rutin dalam melakukan aktivitas fisik.

Menurut Rosmalina dan Permaesih (2008) aktivitas fisik merupakan faktor utama yang membedakan kebutuhan energi, selain itu juga berat badan dan umur.

(43)

Aktivitas fisik sehari mencakup lama dan jenis aktivitas yang biasa dilakukan akan mempengaruhi jumlah energi yang dikeluarkan.

Berdasarkan teori, aktivitas fisik terutama ditujukan pada usus untuk memperlancar proses pencernaan. Kesulitan buang air besar pada lansia, selain diatasi dengan makanan berserat dan banyak minum, perlu ditambah dengan aktivitas fisik perangsang peristaltik usus.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pepin,dkk (2015) diperoleh bahwa mayoritas lansia melakukan aktivitas fisik secara rutin agar mengurangi intensitas nyeri sendi.

5.2.2 Gambar an Pola BAB

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada lansia di Desa Aijahe diperoleh bahwa lansia memiliki pola BAB yang tidak normal.

Berdasarkan teori, setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan (Hidayat, 2006)

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Nuzulul, 2011), lansia yang memiliki pola BAB tidak lancar dan fesesnya mengeras. Evaloy (2011), lansia yang ada di Surabaya memiliki pola BAB yang tidak teratur.

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki faktor risiko penyebab konstipasi yang terbanyak adalah asupan serat. Lansia di Desa Ajijahe Kab.Karo memiliki pola BAB yang tidak normal.

6.2 Saran 6.2.1 Lansia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi lansia agar lebih memperhatikan kondisi kesehatannya terutama mengonsumsi sayur buah, cairan yang cukup dan aktivitas fisik yang cukup.

6.2.2 Keluarga Lansia

Hasil penelitian ini diharapkan kepada keluarga lansia agar memfasilitasi dan memperhatikan asupan serat, intake cairan, aktifitas fisik lansia.

6.2.3 Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak puskemas untuk lebih memberikan penyuluhan kesehatan terkait konstipasi dan pola BAB agar mengurangi angka kejadian konstipasi pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo.

(45)

BAB 2

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1Konsep Lansia

Lanjut usia (lansia) yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2005, angka harapan hidup orang Indonesia adalah 70,0 tahun. Tahun 2006 meningkat menjadi 70,2 tahun. Jumlah ini terus meningkat menjadi 70,4 tahun pada tahun 2007 dan di perkirakan pada tahun 2025 angka harapan hidup

penduduk indonesia akan menjadi 73 tahun (BPS 2007).

Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat criteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

2.2Faktor Risiko Penyebab Konstipasi

Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya.

Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, kesulitan keluarnya feses, harus mengejan, jumlah feses yang kurang, konsistensinya keras dan kering, terdapat rasa sakit, sensasi buang air besar tidak puas, defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu.

(46)

Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).

Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 2005).

Lansia sering mengalami penurunan aktifitas fisik sehingga terjadi penurunan gerak peristaltic dan terjadi reabsorpsi cairan feses. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh tekanan dinding perut juga seringkali tidak efektif karena dinding perut lansia sudah melemah.

Salah satu yang harus diperhatikan pada lansia ini adalah konsumsi serat dan intake cairan setiap hari dan aktivitas fisik. Ini bertujuan agar lansia terhindar dari terjadinya konstipasi, wasir, hemoroid dan kanker kolon (Arianti2005).

Faktor risiko penyebab konstipasi adalah: 1. Faktor asupan serat

Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan (Almatsier, 2010).

Menurut Wellman dan Kamp (2008) bahwa rendahnya asupan serat akan meningkatkan resiko terjadinya konstipasi.

Diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban tinja dengan cara menarik air secara osmotis ke dalam tinja dan dengan merangsang peristaltik kolon melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat atau

(47)

makanan yang sangat dimurnikan beresiko lebih besar mengalami konstipasi (Corwin, 2005).

Serat makanan terdiri dari dua jenis yaitu serat larut dan serat tidak larut. Serat larut pangan berfungsi mengikat lemak pada usus sehingga tidak terserap tubuh dan dikeluarkan bersama kotoran. Serat tidak larut pangan dapat membantu memperlancar BAB. Sumber serat yang baik bagi lansia bisa diperoleh dari sayuran, buah-buahan segar, dan biji-bijian utuh seperti gandum utuh, beras merah dan beras coklat, oatmeal, dan bekatul.

Pembagian jenis sayuran berdasarkan morfologinya: sayuran daun, sayuran batang, sayuran akar, sayuran ubi, sayuran umbi, sayuran bunga, sayuran buah dan sayuran biji.

Berikut adalah uraiannya:

a. sayuran daun: bagian dari tumbuhan yang terdapat hanya pada bagian batang. Contohnya: sawi, bayam, kangkung, kubis, sawi putih, selada.

b. sayuran batang: merupakan bagian daru tumbuhan yang terdiri dari buku dan ruas. Buku adalah tempat menempelnya daun. Contohnya: rebung

c. sayuran akar: biasanya terdapat di dalam tanah dan tidak beruas dan berbuku. Contohnya: lobak.

d. sayuran bunga: merupakan alat perkembangbiakan secara generatif. Contohnya: brokoli, bunga kol.

e. sayuran buah: hasil dari penyerbukan dan pembuahan yang terjadi pada organ bunga. Contohnya: tomat, terong, labu siam, timun.

(48)

f. sayuran biji: bagian dari buah setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan pada bunga. Contohnya: kacang polong, petai, kacang merah, kacang panjang, jagung.

g. sayuran umbi: bagian tanaman yang membengkak karena penimbunan makanan. Contohnya: kentang, bawang merah, bawang putih.

Berikut adalah penggolongan buah- buahan:

a. buah yang memiliki daging kaku adalah buah-buahan yang mempunyai daging buah agak kaku seperti buah pir.

b. Buah yang berbuah kecil-kecil serta berbatu, yaitu buah-buahan yang terdiri dari beberapa buah kecil dan berbiji seperti leci, duku, anggur, langsat dan lain kelengkeng.

c. Buah yang memiliki biji banyak yaitu buah-buahan yang memiliki biji lebih dari satu serta menyatu didalam buah seperti jambu biji, delima, semangka, markisa. d. Buah yang memiliki batok yaitu buah-buahan yang memiliki batok atau berkulit keras dan daging buahnya terdapat didalam batok tersebut, seperti manggis, jeruk, durian, kelapa, rambutan.

e. Buah-buahan tropis yaitu buah-buahan yang terdapat di daerah tropis seperti pisang, sawo, papaya, nangka.

Pedoman umum gizi seimbang memuat dua belas pesan dasar yang diharapkan dapat digunakan masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan aman guna mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Kedua belas pesan dasar

(49)

tersebut adalah makananlah aneka ragam makanan, makananlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi, makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi, batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi, gunakan garam beriodium, makanlah makanan sumber zat besi, biasakan makan pagi, minumlah air bersih dan aman yang cukup jumlahnya, lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur, hindari minuman beralkohol, makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, dan bacalah label pada makanan yang dikemas.

Kelompok makanan yang diperlukan bagi lansia yaitu makanan rendah protein dan tinggi karbohidrat dalam roti, cake, dan sereal. Daging harus dihindari karena penurunan kemampuan mengunyah pada lansia. Makanan yang mengandung protein yang dapat dikonsumsi seperti keju, telur. Pada lansia yang memiliki masalah mengunyah dapat diberikan sup sayuran. Diet lansia yang dianjurkan mengandung semua kelompok makanan dan membutuhkan suplemen vitamin.

Lansia harus memperbanyak makan buah dan sayuran, karena sayur dan buah banyak mengandung vitamin, mineral dan serat. Lansia sering mengeluhkan tentang konstipasi/ susah buang air besar, dengan mengonsumsi sayur dan buah yang kaya akan serat maka akan melancarkan buang air besar. Untuk buah, utamakan buah yang bisa dimakan dengan kulitnya karena seratnya lebih banyak. Dengan mengkonsumsi sayuran dan buah sebenarnya lansia tidak perlu lagi mengkonsumsi suplemen makanan. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng.

(50)

Susunan makanan sehari-hari untuk lansia hendaknya tidak terlalu banyak menyimpang dari kebiasaan makanan, serta disesuaikan dengan keadaan psikologisnya. Pola makan disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan dan menu makanannya disesuaikan dengan ketersediaan dan kebiasaan makan tiap daerah. Menu makanan lansia dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep 4 sehat 5 sempuna atau konsep gizi seimbang, sebagai contoh:

Kelompok makanan pokok (utama) : nasi 1 porsi, kelompok lauk pauk : daging 1 potong, dan tahu 1 potong , kelompok sayuran : bayam 1 mangkok, kelompok buah-buahan : papaya 1 potong dan susu 1 gelas.

Beberapa contoh buah-buahan yang tinggi akan serat:

a. buah-buahan segar: alpukat, anggur, belimbing, jambu biji, jeruk bali, jeruk sitrun, mangga, melon, nanas, pepaya, pisang, semangka, sirsat, srikaya, dan sebagainya.

b. sayuran: bayam, brokoli, labu kuning, kangkung, daun pepaya, daun singkong, sawi hijau, kubis, kacang panjang, buncis, dan sebagainya.

c. makanan tinggi serat: tepung maizena, beras ketan, ubi merah, ubi putih, oncom merah, oncom putih, kacang hijau, kacang tanah, dan sebagainya.

2. Faktor intake cairan

Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal. Kolon menggunakan banyak air untuk memecah makanan padat. Bahan sisa metabolisme dalam saluran cerna akan membawa sejumlah air yang telah digunakan untuk mencairkan makanan, dan hal ini tergantung pada ketersediaan air di dalam tubuh. Air yang membawa sisa metabolisme akan bertindak sebagai pelumas untuk membantu sisa

(51)

metabolisme ini bergerak di sepanjang kolon. Semakin tubuh membutuhkan air, semakin besar usahanya untuk menyerap kembali air yang tersedia di dalam usus. Proses ini memberikan tekanan besar pada sisa metabolisme agar airnya dapat diabsorbsi kembali oleh mukosa atau dinding selaput dari kolon. Dampaknya tinja menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh.

Pada lansia, proses penuaan normal dapat mempengaruhi keseimbangan cairan. Perubahan fisiologi yang terjadi antara lain respons haus sering menjadi tumpul, nefron (unit fungsional ginjal) menjadi kurang mampu menahan air, penurunan TBW (Total Body Water) yang berhubungan dengan FFM (Fat Free Mass). Perubahan normal karena penuaan ini meningkatkan resiko dehidrasi (Audrey Berman et.al, 2009).

Air mungkin tidak terlihat seperti vitamin atau mineral penting, tetapi sangat penting untuk kesehatan. Dengan bertambahnya usia, rasa haus dapat menurun. Obat-obat tertentu meningkatkan risiko dehidrasi. Air sangat penting jika Anda meningkatkan serat dalam makanan Anda, karena serat menyerap air. Orang dewasa dianjurkan minum sebanyak 2 sampai 2,5 liter per hari. Ketentuan ini berlaku pula pada lansia (minum lebih dari 6-8 gelas per hari).

Ketidakseimbangan air dapat berakibat buruk bagi kesehatan, seperti konstipasi dan dehidrasi.

(52)

3. Faktor Aktivitas Fisik a. Defenisi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010; Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Website, 2008).

b. Manfaat aktifitas fisik terhadap kesehatan

Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu: (1) terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain (2) berat badan terkendali (3) otot lebih lentur dan tulang lebih kuat (4) bentuk tubuh menjadi ideal dan

proporsional (5) lebih percaya diri (6) lebih bertenaga dan bugar. c. Jenis Aktifitas Fisik

Masalah yang ditemui pada lansia adalah kurang nafsu makan, proses pencernaan yang tidak sempurna, sulit buang air besar, dan pemanfaatan makanan sebagai sumber energi. Dengan berorientasi pada masalah ini, dapat dirancang suatu latihan fisik yang bertujuan untuk menambah nafsu makan (input), memperlancar proses pencernaan dan buang air besar (proses), dan mengefisienkan pemanfaatan energi di tubuh (output). Sehebat apa pun komposisi gizi yang disediakan, kalau tidak dimakan, diproses, dan dimanfaatkan oleh tubuh,

(53)

maka belum dapat memberi hasil guna. Disamping masalah pencernaan, penurunan daya ingat dan konsentrasi perlu dicegah dengan aktivitas fisik.

Arisman (2007), bahwa fisik lansia yang melemah sebagai akibat dari proses penuaan yang terjadi pada seseorang menyebabkan keterbatasan lansia dalam beraktivitas. Penurunan aktivitas ini akan mengakibatkan terjadinya kelemahan tonus otot dinding saluran cerna sehingga akan terjadi konstipasi.

Pada lansia, sangat dianjurkan untuk rutin melakukan aktifitas fisik ringan seperti jalan pagi/ sore hari. Memang hal ini agak sukar dilaksanakan jika kondisi kesehatan lansia sudah tidak mungkin melakukannya, seperti nyeri pada persendian, dan lain- lain.

Lansia dapat menjalankan aktivitas yang menyehatkan di pagi hari atau di sore hari, antara lain dengan: berjalan kaki, bersepeda bila memungkinkan, berkebun, olahraga khusus senam lansia, senam jantung sehat, yoga untuk lansia atau menahan beban yang intensif.

Lakukan aktivitas fisik tersebut sebanyak 2 x 30 menit minimal 3 hari dalam seminggu. Dahului dengan pemanasan ringan sebelum berolahraga dan tutuplah dengan pendinginan.

Olahraga tersebut akan memberikan manfaat bagi jantung lansia, melancarkan sirkulasi darah dan metabolisme tubuh, mengurangi resiko patah tulang, dan menyehatkan mental. Sebelum dan sesudah melakukan aktivitas fisik/ olahraga, lansia dianjurkan minum air putih yang cukup agar terhindar dari dehidrasi.

(54)

2.3Pola BAB pada Lansia

Pola adalah suatu set peraturan yang bisa dipakai untuk membuat atau menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis. Buang air besar (biasanya disingkat menjadi BAB) atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses berasal dari air besar beberapa kali dalam 1 hari atau 1 kali dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-kali dalam 1 hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.

2.3.1Proses BAB (defekasi)

Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur.

(55)

Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006).

Defekasi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rektum (Asmadi, 2008)

2.3.2 Pengaturan buang air besar

Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar (contohnya buang air besar saat melakukan proses persalinan). Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera fisik (seperti cedera pada otot sphinkter anus), radang, penyerapan air pada usus besar yang kurang (menyebabka dan saraf).

Pada dasarnya, frekuensi buang air besar pada setiap orang bervariasi. Meski begitu, ada masanya ketika orang yang biasanya buang air besar hanya 3 hari sekali pun tidak mampu mengeluarkan setelah 4 atau 5 hari, bahkan seminggu. Atau, yang biasanya buang air besar tiap hari tidak mampu mengeluarkan feses setelah lebih dari 2 hari.

Untuk konsistensi feses yang normal saat buang air besar adalah berbentuk sosis dan agak lunak. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan pada konstipasi didapat tinja dengan konsistensi keras.

Untuk warna feses yang normal saat buang air besar adalah berwarna kuning cokelat/ cokelat muda/ cokelat tua. Warna tinja yang dibiarkan pada udara

(56)

menjadi lebih tua karena terbentuknya lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang dieksresikan lewat usus. Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruhi oleh jenis makanan, kelainan dalam saluran cerna, dan oleh obat-obat yang diberikan.

Untuk bau feses yang normal saat buang air besar adalah sama dengan bau kentut. Bau khas dari feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indol, skatol, dan thiol (senyawa yang mengandung belerang) dan juga gas hidrogen sulfide. Bau busuk disebabkan proses pembusukan protein yang tidak dicerna oleh bakteri, bau asam menunjukkan pembentukan gas dan fermentasi karbohidrat yang tidak dicerna atau diabsorbsi sempurna/lemak yang tidak diabsorbsi.

Bau feses sangat mempengaruhi dengan apa yang kita makan. Terlalu banyak mengonsumsi lemak dapat menyebabkan bau feses yang busuk. Obatobatan juga dapat mempengaruhi bau feses menjadi seperti bau obat. Bau asam pada feses yang cair sering disebabkan karena infeksi rota virus. Bau feses yang mengandung darah pada umumnya tercium bau amis.

2.3.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi proses defekasi a. Usia

Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan (Hidayat, 2006).

(57)

b. Asupan cairan

Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto & Wartonah, 2006). Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.

c. Aktivitas

Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2006). 2.3.4 Masalah- masalah umum pada pola BAB

a. Konstipasi

Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puas/lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Disepakati bahwa buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Dalam praktek sehari-hari dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3

(58)

kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besaratau buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan (Djojoningrat, 2009).

Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, massa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum ( Potter dan Perry, 2005).

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras (Hidayat, 2006). Tanda klinis : adanya feses yang keras, defekasi kurang dari 3 kali seminggu, menurunnya bising usus, adanya keluhan pada rektum, nyeri saat mengejan dan defekasi, dan adanya perasaan masih ada sisa feses. Kemungkinan penyebab: (1) defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA, dan lain-lain (2) pola defekasi yang tidak teratur (3) nyeri saat defekasi karena hemoroid (4) menurunnya peristaltik karena stress psikologis (5)

penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi (6) proses penuaan (usia lanjut).

b. Impaksi fekal

Impaksi Fekal (Fekal Impa ction) merupakan masa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang

(59)

berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot (Hidayat, 2006).

Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan defekasi. Apabila feses diare keluar secara mendadak dan kontinu, impaksi harus dicurigai. Porsi cairan di dalam feses yang terdapat lebih banyak di kolon meresap ke sekitar massa yang mengalami impaksi. Kehilangan nafsu makan (anoreksia), distensi dank ram abdomen, serta nyeri di rektum dapat menyertai kondisi impaksi. Perawat, yang mencurigai adanya suatu impaksi, dapat dengan mantap melakukan pemeriksaan secara manual yang dimasukkan ke dalam rektum dan mempalpasi masa yang terinfeksi ( Potter & Perry, 2005).

c. Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai dengan kejang usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah (Hidayat, 2006). Tanda klinis: adanya pengeluaran feses cair, frekuensi lebih dari 3 kali sehari, nyeri/kram abdomen, bising usus meningkat. Kemungkinan penyebab: malabsorpsi atau inflamasi, peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolism, efek tindakan pembedahan usus, efek penggunaan obat seperti antasida, dan stress psikologis.

d. Inkontinensia Fekal

Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau control sfingter anus

(60)

dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami inkontinensia. Inkontinensia fekal merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensia fekal yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter (Hidayat, 2006). Tanda klinis:pengeluaran feses yang tidak dikehendaki. Kemungkinan penyebab: gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, distensi rektum berlebih, kurangnya kontrol sfingter akibat cedera medulla spinalis, dan kerusakan kognitif.

e. Kembung

Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus (Hidayat, 2006). Kembung merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek ansietas (Tarwoto & Wartonah, 2010).

(61)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keberhasilan pembangunan, terutama di bidang kesehatan, secara tidak langsung telah menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk, serta meningkatkan usia harapan hidup. Hal tersebut juga memicu perkembangan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 2005, angka harapan hidup orang Indonesia adalah 70,0 tahun. Tahun 2006

meningkat menjadi 70,2 tahun. Tahun 2007 meningkat menjadi 70,4 tahun. Tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Depsos, 2007).

Semakin meningkatnya usia harapan hidup, maka semakin meningkat pula upaya untuk mempertahankan atau menjaga status kesehatan pada lansia. Kondisi kesehatan pada lansia sangat ditentukan oleh asupan makanannya, baik kualitas maupun kuantitas. Bertambahnya usia dan proses penuaan, timbul masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah fisik, biologik, psikologik, sosial, maupun penyakit degeneratif (Safithri, 2008).

Masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus (Depkes, 2006). Lansia 65 tahun mengeluh menderita konstipasi sebanyak 20% di Australia (Siswono, 2007).

(62)

Lansia 65 tahun mengeluh konstipasi karena teratur menggunakan obat pencahar sebanyak 30-40% di Inggris. Di Indonesia, kasus konstipasi umumnya sekitar 4% sampai 30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas.

Pola BAB yang normal frekuensinya adalah 3 kali seminggu sampai 3 hari sekali. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila buang air besarnya kurang dari 3 kali per minggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar harus mengejan secara berlebihan. Seseorang dikatakan mengalami diare bila buang air besar yang berubah bentuknya feses (tinja) padat atau semipadat menjadi cair dan dari segi frekuensinya lebih dari 3 kali sehari. Diare terbagi menjadi akut dan kronik, kalau kurang dari 2 minggu dibilang diare akut, lebih dari 2 minggu atau 3 minggu disebut kronik.

Karena pola BAB individu sangat bervariasi, maka pola yang normal harus dipastikan untuk setiap individu. Faktor-faktor yang mempertahankan pola defekasi normal meliputi asupan serat, intake cairan, dan aktivitas fisik. Ini bertujuan agar lansia terhindar dari terjadinya konstipasi, wasir, hemoroid dan kanker kolon (Arianti, 2005).

Faktor asupan serat, Insoluble fibre bersifat menahan air pada fragmen serat sehingga menghasilkan tinja yang lebih banyak dan berair. Kelompok makanan yang diperlukan bagi lansia yaitu makanan rendah protein dan tinggi karbohidrat dalam roti, cake, dan sereal. Daging harus dihindari karena penurunan kemampuan mengunyah pada lansia. Makanan yang mengandung protein yang dapat dikonsumsi

(63)

seperti keju, dan telur. Pada lansia yang memiliki masalah mengunyah dapat diberikan sup sayuran. Diet lansia dianjurkan mengandung semua kelompok makanan dan membutuhkan suplemen vitamin. (Imel, 2010). Ghofar dan Mardiana (2012) menyatakan bahwa 14,8% lansia yang mengalami konstipasi akibat kurang

mengonsumsi serat.

Faktor intake cairan, merupakan seluruh cairan yang masuk ke dalam tubuh, baik yang berasal dari minuman maupun dari makanan. Cairan dalam bentuk air minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang dalam bentuk keringat dan urin. Cairan juga membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal. Lansia dianjurkan minum 2 sampai 2,5 liter per hari (6-8 gelas per hari). Ketentuan ini berlaku pula pada golongan lansia. Kurangnya asupan cairan pada lansia juga dapat menjadi salah satu penyebab konstipasi yang terjadi pada lansia. Fitriani (2010) menjelaskan 52,5% asupan cairan mempengaruhi

kejadian konstipasi pada lanjut usia. Muhammad (2010) salah satu masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh akibat penurunan rasa haus pada lansia. Penurunan rasa haus pada lansia otomatis akan menurunkan asupan cairan, padahal dalam fungsinya cairan memegang peranan penting terutama untuk mengolah makanan dalam usus, tanpa cairan yang cukup usus tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga timbulah sembelit atau konstipasi.

Faktor aktivitas fisik, penurunan aktivitas fisik dapat mengakibatkan terjadinya penurunan gerak peristaltik dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju

(64)

rektum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.

Berdasarkan hasil survey awal di Desa Ajijahe, data lansia yang didapatkan sebanyak 200 lansia. Dua puluh empat orang lansia diantaranya sudah dilakukan wawancara bahwa hanya 3 orang lansia yang memiliki asupan serat yang cukup, asupan cairan yang cukup, aktivitas yang cukup dan pola BAB yang normal. Dua puluh satu orang lansia lainnya jarang mengonsumsi serat, asupan nutrisi kurang, aktivitas yang kurang dan pola BAB yang tidak normal. Dinyatakan bahwa banyak lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki risiko terjadinya konstipasi dan pola BAB yang tidak normal.

Berdasarkan latar belakang dan hasil survey awal di atas, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti gambaran faktor risiko penyebab konstipasi dan pola BAB pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah lansia yang berada di Desa Ajijahe, Kab. Karo memiliki faktor risiko penyebab konstipasi?

1.2.2Bagaimana pola BAB lansia yang berada di Desa Ajijahe, Kab.Karo? 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum:

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki faktor risiko penyebab konstipasi dan bagaimana pola BAB.

(65)

1.3.2 Tujuan Khusus:

1.3.2.1 Mengidentifikasi pola BAB pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo. 1.3.2.2Mengidentifikasi asupan serat pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo. 1.3.2.3Mengidentifikasi intake cairan pada lansia di Desa Ajijahe,Kab.Karo. 1.3.2.4Mengidentifikasi aktivitas fisik pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo. 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Lansia

Hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat dijadikan sebagai bahan motivasi agar lansia dapat menjaga kondisi kesehatannya.

1.4.2Keluarga Lansia

Hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi keluarga lansia agar dapat memfasilitasi lansia dalam memenuhi kebutuhannya terutama dalam kesehatannya.

1.4.3 Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan yang berguna bagi instansi puskesmas agar memberikan penyuluhan kesehatan kepada lansia terkait konstipasi.

(66)

Judul : Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo.

Nama : Novitasari Napitupulu

NIM : 121101131

Jurusan : S1 Keperawatan USU

Tahun : 2016

ABSTRAK

Masalah kesehatan yang banyak diderita lansia adalah susah BAB atau konstipasi. Faktor risiko penyebab konstipasi adalah kurang asupan serat, intake cairan dan aktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki faktor risiko konstipasi dan bagaimana pola BAB. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel 100 orang lansia dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada 14 Mei 2016 - 18 Juni 2016. Hasil penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi, asupan serat, intake cairan, aktivitas fisik dan pola BAB. Analisa data menggunakan univariat. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sebanyak 52 lansia (52%) tidak mengonsumsi asupan serat, 57 lansia (57%) tidak mengonsumsi cairan, 33 lansia (33%) aktivitas fisik tidak normal dan 57 lansia (57%) memiliki pola BAB yang tidak normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki faktor risiko penyebab konstipasi yang terbanyak adalah asupan serat, pola BAB yang tidak normal. Saran peneliti untuk pihak puskesmas agar lebih memberikan penyuluhan kesehatan terkait konstipasi lansia dan memotivasi keluarga lansia untuk memperhatikan kondisi kesehatan lansia.

Kata Kunci: Lansia, Faktor Risiko Penyebab Konstipasi, Pola BAB

(67)
(68)

Gambar an Faktor Risko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di

Desa Ajijahe, Kab.Kar o

SKRIPSI

oleh

Novitasari Napitupulu 121101131

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

(69)
(70)

i

(71)

PRAKATA

Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi dengan judul “Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada saat penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua penulis yaitu Jason Napitupulu dan Parida Pelawi serta kepada kakak penulis Rafika Napitupulu dan adik penulis Alaska Napitupulu yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan bantuan baik perbuatan maupun materi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yang terhormat :

1. Bapak Setiawan, S.Kp.,MNS.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Wakil Dekan 1 di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB selaku Wakil Dekan 2 dan sebagai dosen penguji II sidang skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat selaku Wakil Dekan 3 di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

(72)

6. Ibu Nur Asiah, S.Kep.,Ns.,M.Biomed selaku Dosen Penguji I di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Roxsana Devi T, S.Kep.,Ns.,M.Nurs selaku Dosen Pembimbing Akademik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

8. Kepala Desa Basaku Pelawi yang telah memberikan izin membantu penulis dalam proses uji reliabilitas instrumen penelitian dan pengambilan data pada saat penelitian.

9. Dafilla Sinuhaji selaku asisten peneliti dalam pengumpulan data penelitian

10. Seluruh responden penelitian yaitu lansia di Desa Ajijahe yang sudah membantu penulis. 11. Seluruh rekan rekan stambuk 2012

Akhir kata penulis hanya dapat mengharapkan mudah-mudahan penulisan Skripsi ini, dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu, masyarakat, dan Fakultas Keperawatan.

Medan, 27 Juli 2016 Penulis

Novitasari Napitupulu 121101131

(73)

DAFTAR ISI

1.4 Manfaat Penelitian... ... 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Lansia ... ... 6

2.2 Faktor Risiko Penyebab Konstipasi... ... 6

2.3 Pola BAB pada Lansia……... 15

Bab 3. Kerangka Penelitian 3.1 Kerangka Teori... ... 23

3.2 Defenisi Operasional... . 23

Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1 Desain Penelitian... ... . 25

4.2 Populasi, Sampel, Dan Teknik Sampling... ... ... 25

4.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... ...25

4.4 Pertimbangan Etik... ... .. 26

4.5 Instrumen Penelitian... ... . .27

4.6 Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas... ... 27

4.7 Pengumpulan Data... ... 28

4.8 Analisa Data... ... .. 29

Bab 5. Hasil Dan Pembahasan 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Data Demografi…………... 30

5.1.2 Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi... ... 31

5.1.3 Gambaran Pola BAB…... ... .. 32

5.2 Pembahasan 5.2.1 Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi... ... 33

5.2.2 Gambaran Pola BAB …... ... . 35

(74)

Bab 6 Kesimpulan Dan Saran

6.1 Kesimpulan ... ...36 6.2 Saran... .36 Daftar Pustaka………. 37

(75)

Daftar Lampir an

Lampiran 1. Jadwal Tentatif Lampiran 2. Inform Concent

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden Lampiran 4. Instrumen Penelitian

Lampiran 5. Lembar Persetujuan Validitas Lampiran 6. Surat Pengantar Uji Reliablitas Lampiran 7. Surat Pengantar Ijin Penelitian Lampiran 8. Surat Komisi Etik

Lampiran 9. Surat Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 10. Hasil Uji Validitas

Lampiran 11. Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 12. Master Table

Lampiran 13. Hasil Penelitian

Lampiran 14. Taksasi Dana Penelitian Lampiran 15. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 16. Lembar bukti bimbingan

(76)

Daftar Tabel

Tabel 5.1.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karateristik Lansia... .. 31 Tabel 5.1.2.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Faktor Risiko Penyebab

Konstipasi Lansia………... ... 32 Tabel 5.1.2.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pola BAB

Lansia………... ... 32

(77)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka Konsep Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi dan Pola BAB pada Lansia ……... ... 23 Skema 3.2 Defenisi Operasional Gambaran Faktor Risiko Penyebab Konstipasi

dan Pola BAB pada Lansia………...…… 24

Gambar

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan persentase Karakteristik Lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo (n=100 lansia)
Tabel  5.1.2.1  Distribusi  Frekuensi  dan  Persentase  Faktor  Risiko  Penyebab Konstipasi lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo (n=100)

Referensi

Dokumen terkait

A effective B cloud fraction based on absorption or transmission could differ considerably from that based on reflection and, moreover, is not constant throughout the solar

3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 tentang Laporan Keuangan Publikasi Triwulan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana

Kami mengajukan permohonan untuk melaksanakan Magang dengan keterangan sebagai berikut :. 1 adalah ketua kelompok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan yang menjadi penyebab anak tidak melanjutkan pendidikan di desa Sungai Asam kabupaten Kubu Raya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru yaitu kemampuan manajerial kepala

Menurut Sugiyono (2015: 117), “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: Objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

Untuk mengetahui musik iringan/ karawitan pendukung barongan grup ini, rumusan masalah yang dapat dikaji dari penelitian ini adalah bagaimanakah karawitan pendukung kesenian

Tingginya nilai persentase aktivitas memperhatikan penjelasan guru di kelas eksperimen terjadi pada tahap kegiatan kelompok dalam pembagian tugas. Pada tahap ini