• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI KERIPIK SALAK DI KABUPATEN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI KERIPIK SALAK DI KABUPATEN SLEMAN"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI KERIPIK

SALAK DI KABUPATEN SLEMAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

OLEH :

GALUH PERWITA SARI

H 0808104

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI KERIPIK

SALAK DI KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Oleh :

Galuh Perwita Sari

H 0808104

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hortikultura merupakan kelompok komoditas yang penting dan

strategis karena merupakan kebutuhan pokok manusia. Konsumsi hortikultura

dalam skala rumah tangga mencapai 16,1%. Hortikultura setiap saat harus

selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang layak, aman

dikonsumsi dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pasar

hortikultura di Indonesia sangat besar dan menunjukkan kecenderungan yang

semakin meningkat sejalan dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk

Indonesia (Andayani, 2010). Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai

ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura dapat menjadi

sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah

maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi,

keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi

serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat

(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).

Pengembangan produk hortikultura merupakan salah satu aspek

pembangunan pertanian. Tanaman yang termasuk dalam tanaman hortikultura

yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat-obatan.

Fungsi tanaman hortikultura selain sebagai penghasil bahan pangan tetapi juga

memiliki fungsi yang lain. Secara sederhana fungsi lain tersebut dapat dibagi

menjadi empat, yaitu sebagai fungsi penyedia pangan, fungsi ekonomi, fungsi

kesehatan dan fungsi sosial budaya (Bahar, 2008). Salah satu produk tanaman

hortikultura yang dikembangkan di Indonesia yang memenuhi keempat

fungsidi atas dan diharapkan dapat mendukung sektor pertanian sebagai sektor

penyokong perekonomian di Indonesia adalah tanaman buah-buahan.

Pembangunan sektor industri yang telah dilakukan pemerintah sejak

program PELITA, telah membawa awal era industrialisasi bagi bangsa dan

negara Indonesia. Salah satunya yaitu dilakukan melalui pengembangan

agroindustri. Perkembangan kontribusi subsektor agroindustri terhadap PDB

(4)

commit to user

selama 2004-2010 menunjukkan bahwa output subsektor ini memberikan

kontribusi yang pada umumnya selalu lebih besar dari pada subsektor

pengolahan non agroindustri. Rata-rata kontribusi subsektor agroindustri

selama tahun 2004-2010 mencapai 12,59% dari total PDB nasional.

Sementara subsektor pertanian memberikan kontribusi dengan rata-rata

mencapai 13,99%, non agroindustri (non migas) 12,13%, industri migas

2,47%, dan sektor lainnya 58,82% (Kementrian Perindustrian, 2011).

Pengembangan agroindustri sangat potensial mengingat Indonesia adalah

negara agraris. Pengembangan tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan

petani dan merupakan sarana penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah.

Adanya kelemahan-kelemahan komparatif yang dikandung komoditi pertanian

primer, maka kestabilan dan peningkatan perolehan devisa melalui ekspor

komoditi-komoditi tersebut pada saat ini tidak dapat banyak diharapkan. Salah

satu alternatif yang memungkinkan bagi Indonesia adalah mengembangkan

agroindustri (Kusnandar et al, 2010).

Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis,

mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa dan

mampu mendorong munculnya industri yang lain. Dengan demikian, telah

banyak pula didiskusikan bahwa strategi pembangunan pertanian yang

berwawasan agribisnis (dan agroindustri) pada dasarnya menunjukkan arah

bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting

untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu menarik dan mendorong munculnya

industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang

tangguh, efisien, dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan

penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian

pendapatan (Soekartawi, 2005).

Salak adalah salah satu tanaman buah-buahan asli Indonesia yang

banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Sebagai buah asli Indonesia, salak

memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan.Masyarakat Indonesia

menyukai buah ini sehingga konsumsi salak untuk pasaran lokal cukup tinggi.

(5)

commit to user

kabupaten dengan jumlah produksi salak terbesar dibandingkan dengan

kabupaten/kota yang lain. Secara rinci jumlah produksi tiap kabupaten/kota

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Salak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009

No. Kabupaten/

Kota

Luas Panen (Rumpun)

Produksi (Kuintal)

Produktivitas (Kg/Rumpun)

1 Kulonprogo 83.188 21.376 25,70

2 Bantul 2.902 450 15,51

3 Gunungkidul 1.273 100 7,85

4 Sleman 4.642.602 603.791 13,00

5 Yogyakarta 0 0 0

Jumlah 4.729.965 625.717 62,06

Sumber: BPS Daerah Istimewa Yogyakarta 2010

Permintaan buah salak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak

hanya berasal dari pasar lokal, tetapi juga berasal dari pasar ekspor seperti,

China, Singapura, dan Amerika Serikat. Volume permintaan ekspor mencapai

angka lebih dari delapan ton per harinya. Hal ini mendorong perkembangan

budidaya salak terutama di Kabupaten Sleman. Perkembangan budidaya salak

di Kabupaten Sleman cukup pesat, tersebar di hampir semua kecamatan di

kabupaten tersebut. Usahatani salak di Kabupaten Sleman juga banyak yang

dikembangkan menjadi agrowisata salak. Sleman memiliki kondisi geografis

yang cocok untuk mengusahakan budidaya tanaman salak. Bahkan saat ini

sebagian besar petani di Kabupaten Sleman mengembangkan tanaman salak

dengan cara organik sehingga hasil panen salak menjadi aman dan sehat untuk

dikonsumsi. Selain bebas bahan kimia dari pupuk maupun pestisida, rasa

manis yang terkandung dalam salak adalah rasa alami dan tidak berasa kesat.

Melimpahnya produksi salak di Kabupaten Sleman menimbulkan

permasalahan pada saat panen raya tiba. Tidak sedikit petani salak yang

menjual produksi salaknya dengan harga rendah, bahkan terkadang banyak

yang tidak terjual dan akhirnya busuk. Akibatnya, para petani mengalami

kerugian. Hal ini membuat perlu adanya suatu usaha untuk mengatasi

permasalahan tersebut agar nilai ekonomis salak dapat dipertahankan. Sebagai

(6)

commit to user

beberapa industri pengolahan salak. Beberapa industri pengolahan salak yang

terdapat di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Jumlah Unit Usaha Pengolahan Salak di Kabupaten Sleman

No. Jenis Usaha Jumlah Usaha (Unit) Persentase (%)

1 Keripik Salak 5 33,33

2 Suwar-suwir Salak 1 6,67

3 Dodol salak 3 20,00

4 Wajik Salak 2 13,33

5 Aneka Olahan Salak 4 26,67

Jumlah 15 100

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman 2011.

Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa industri pengolahan salak yang

paling banyak terdapat di Kabupaten Sleman adalah industri pengolahan

keripik salak (33,33%). Sebagai kabupaten dengan produksi salak terbesar di

Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman saat ini terdapat 5 unit

industri pengolahan keripik salak. Pengolahan buah salak ini bertujuan agar

salak memiliki daya tahan yang lebih lama dan awet. Keripik salak yang

dikemas dan disimpan secara benar dan tepat, masa kadaluarsanya bisa

mencapai 1-2 tahun penyimpanan. Daya tahan keripik salak yang lebih awet

ini akan sangat menguntungkan juga jika ditinjau dari segi pemasarannya.

Keripik salak akan dapat lebih mudah dipasarkan ke wilayah yang

jangkauannya lebih luas, seperti luar pulau ataupun luar negeri.

Selain itu juga dengan adanya kegiatan pengolahan salak menjadi

keripik salak ini dapat menciptakan diversifikasi makanan dan meningkatkan

nilai ekonomis dari buah salak itu sendiri. Harga jual buah salak pada harga

normal yaitu berkisar Rp 3.000,00, akan tetapi jika diolah menjadi keripik

salak harganya bisa mencapai Rp 129.000,00/kg. Disamping itu banyak

wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Sleman untuk membeli salak

sebagai oleh-oleh, sehingga diharapkan keripik salak ini dapat menjadi icon

oleh-oleh khas Kabupaten Sleman. Hal ini yang menjadi pendorong bagi

produsen untuk mengolah salak menjadi keripik salak sehingga praktis

(7)

commit to user

makanan ringan yang menyehatkan karena kandungan seratnya tinggi. Industri

keripik salak mulai berkembang di Kabupaten Sleman sejak tahun 2002.

Pengembangan industri keripik salak dilakukan Pemerintah Kabupaten

Sleman pada beberapa kelompok tani di wilayahnya.

Dengan adanya kegiatan industri yang mengubah bahan primer menjadi

produk baru yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses

pengolahan, maka akan dapat memberikan nilai tambah karena dikeluarkan

biaya-biaya sehingga terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungan

yang lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses pengolahan.

Pengembangan industri pengolahan salak perlu dikembangkan terutama di

sentra-sentra produksi salak. Dengan latar belakang tersebut, mendorong

peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai nilai tambah dari salak

sebagai bahan baku keripik salak di Kabupaten Sleman.

B. Perumusan Masalah

Produksi buah salak di Kabupaten Sleman dipasarkan ke berbagai

wilayah di Indonesia. Pemasaran salak tersebut melibatkan beberapa lembaga

pemasaran. Dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

pemasaran buah salak, yaitu mulai dari petani salak hingga konsumen akhir,

dapat diketahui nilai tambah dari kegiatan tersebut. Menghitung nilai tambah

pada kegiatan pemasaran buah salak dapat dilakukan dengan analisis margin

pemasaran yang meliputi analisis biaya pemasaran, keuntungan pemasaran,

dan farmer’s share.

Salah satu kelemahan dari produk pertanian adalah sifatnya yang tidak

tahan lama sehingga perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya

tahannya. Sebagai salah satu produk pertanian salak adalah buah yang dapat

ditingkatkan nilai tambahnya. Nilai tambah merupakan penambahan nilai

suatu produk sebelum dilakukan proses produksi dengan setelah dilakukan

proses produksi. Industri pengolahan salak menjadi keripik salak merupakan

jenis usaha yang memiliki prospek yang bagus. Industri ini dapat

memanfaatkan hasil dari usahatani salak sebagai bahan baku pembuatan

(8)

commit to user

panen raya. Keuntungan yang diperoleh dari industri ini juga cukup

menjanjikan mengingat harga keripik salak yang relatif stabil. Produk dari

industri pengolahan salak ini lebih luas jangkauan pemasarannya daripada

buah salak segar. Selain dipasarkan di wilayah lokal dan luar kota, keripik

salak juga telah diekspor ke berbagai negara.

Dengan adanya kegiatan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak

yang mengubah bentuk dari produk primer menjadi produk baru yang lebih

tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses produksi, maka akan dapat

memberikan nilai tambah karena dikeluarkan biaya-biaya sehingga terbentuk

harga baru yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar bila

dibandingkan tanpa melalui proses produksi. Untuk mengetahui besar nilai

tambah yang diberikan keripik salak pada buah salak sebagai bahan baku

maka diperlukan analisis nilai tambah (nilai tambah produk dan imbalan

tenaga kerja) dan analisis usaha (biaya, keuntungan, dan efisiensi) sehingga

bisa diketahui apakah usaha yang dijalankan tersebut efisien dan memberikan

keuntungan.

Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan dari

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pola saluran pemasaran buah salak di Kabupaten Sleman ?

2. Berapa besarnya margin pemasaran dan farmer’s share buah salak di

Kabupaten Sleman ?

3. Apakah usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman

menguntungkan?

4. Apakah usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman sudah efisien ?

5. Berapa besarnya nilai tambah keripik salak pada usaha industri keripik

salak di Kabupaten Sleman ?

6. Berapa besarnya imbalan tenaga kerja pada usaha industri keripik salak di

(9)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini,

yaitu :

1. Mengetahui pola saluran pemasaran buah salak di Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui besarnya biaya pemasaran, keuntungan pemasaran, margin

pemasaran, dan farmer’s share buah salak di Kabupaten Sleman.

3. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dari usaha

industrikeripik salak di Kabupaten Sleman.

4. Mengetahui besarnya efisiensi dari usaha industri keripik salak di

Kabupaten Sleman.

5. Mengetahui nilai tambah keripik salak pada industri keripik salak di

Kabupaten Sleman.

6. Mengetahui besarnya imbalan tenaga kerja pada usaha industri keripik

salak di Kabupaten Sleman.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan

pengalaman dan pengetahuan khususnya pada permasalahan dalam

penelitian ini, disamping untuk melengkapi salah satu persyaratan guna

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

2. Bagi pemerintah daerah setempat, diharapkan penelitian ini dapat

menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam

menentukan kebijakan terutama dalam pengembangan usaha keripik

salak maupun usaha kecil dalam bidang pertanian.

3. Bagi petani salak dan produsen keripik salak, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan informasi mengenai nilai tambah yang

diperoleh dari usaha yang dijalankan.

4. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat berguna

sebagai tambahan informasi dan referensi dalam penyusunan penelitian

(10)

commit to user

I. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Yuhono dan Ermiati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul

Upaya Memperoleh Nilai Tambah Melalui Pembuatan Produk Instan

Purwoceng, analisis nilai tambah dalam industri instan purwoceng

menggunakan perhitungan per kilogram bahan baku simplisia segar dari

tanaman purwoceng. Terdapat dua cara perhitungan nilai tambah, yaitu

perhitungan nilai tambah selama proses pengolahan dan nilai tambah selama

proses pemasaran. Dalam analisis instan purwoceng digunakan analisis nilai

tambah selama proses pengolahan. Nilai tambah diperoleh dari proses

pengolahan purwoceng segar menjadi instan dengan ditambahkan gula.

Penambahan gula dimaksudkan untuk memberi rasa manis, disamping itu

fungsi gula juga sebagai pengawet. Artinya instan tersebut bisa disimpan dan

tahan lama. Output produk berupa instan yang dikemas dalam kantong plastik.

Perlakuan-perlakuan yang dikerjakan dalam proses pengolahan purwoceng

adalah: pencucian bahan baku, penirisan, perebusan, dan pengemasan kantong

plastik. Dari perlakuan-perlakuan tersebut menimbulkan pengorbanan berupa

tambahan biaya. Apabila nilai tambah tersebut dikurangi tambahan biaya,

hasilnya merupakan insentif bagi pengrajin.

Hasil penelitian Syahza dan Caska (2007) yang berjudul Analisis Nilai

Tambah dan Peluang Pengembangan Bebuahan sebagai Komoditas Unggulan

Agribisnis di Kabupaten Karimun Propinsi Riau, menyatakan bahwa setiap

rantai perdagangan buah-buahan akan memberikan share yang berbeda-beda

dari total nilai tambah. Besarnya nilai tambah diperoleh dari besarnya nilai

produksi per unit bahan baku dikurangi besarnya harga bahan baku dan biaya

di luar bahan baku per unit bahan. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil

perkalian koefisien tenaga kerja (perbandingan input tenaga kerja dengan

jumlah bahan baku) dengan upah rata-rata tenaga kerja. Dari hasil analisis data

di lapangan menunjukkan, nilai tambah yang besar diperoleh oleh pelaku

(11)

commit to user

agroindutri. Besarnya nilai tambah tersebut dapat dijadikan acuan dalam

menentukan strategi pengembangan.

Supriyati dan Herlina (2008) dalam penelitiannya yang berjudul

Meningkatkan Nilai Tambah Melalui Agroindustri, menyatakan bahwa mutu

kopi harus terus ditingkatkan mengingat makin ketatnya persaingan pasar.

Agroindustri kopi arabika bertujuan meningkatkan nilai tambahproduk

sehingga petani memperoleh harga jual kopi lebih tinggi. Kegiatan yang

tercakup meliputi penyediaan bahan baku, pengolahan, penyediaan produk

akhir, dan pemasaran. Setiap mata rantai tersebut saling terkait dan

mempengaruhi. Agroindustri melibatkan petani, pedagang, subak pengolah,

koperasi, eksportir, mediator (Dinas Perkebunan dan PPKK), dan lembaga

permodalan. Dengan menerapkan inovasi petik merah, harga kopi meningkat

30% dibanding kopi petik asalan. Nilai tambah yang tidak dapat dihitung

adalah meningkatnya kesempatan kerja, pengetahuan dan keterampilan SDM,

akses informasi harga, dan aset subak, terutama peralatan untuk mengolah

kopi.

Hasil penelitian Valentina (2009) yang berjudul Analisis Nilai Tambah

Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Keripik Singkong di Kabupaten Karanganyar

(Kasus pada KUB Wanita Tani Makmur), menunjukkan bahwa pengolahan

ubi kayu mentah menjadi keripik singkong setengah jadi yang dilakukan pada

anggota KUB Wanita Tani Makmur memberikan sejumlah nilai tambah. Nilai

tambah per bahan baku diperoleh dari perbandingan nilai tambah bruto dengan

jumlah bahan baku yang digunakan. Nilai ini menunjukkan produktivitas dari

bahan baku yang digunakan. Dari hasil penelitian diperoleh nilai tambah per

bahan baku sebesar Rp 979,55/kg, yang artinya setiap bahan baku yang

digunakan akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 979,55/kg. Sedangkan

nilai tambah per tenaga kerja diperoleh dari perbandingan nilai tambah bruto

dengan jumlah jam kerja yang dicurahkan, yang artinya setiap satu jam kerja

yang dicurahkan memberikan nilai tambah sebesar Rp 3.097,84/JKO.

Budhisatyarini (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Nilai Tambah

(12)

commit to user

menyatakan bahwa untuk menghitung nilai tambah suatu bahan baku yang

diolah menjadi produk berbentuk lain maka dasar perhitungannya adalah

sebagai berikut: bila kebutuhan bahan baku tiap kali produksi diberi simbol a,

dengan harga per kilogramnya adalah b, output tiap kali produksi adalah c,

maka faktor konversi yang berlaku adalah h = c/a. Harga output per kilogram

diberi simbol d, biaya input total selain bahan baku yang dibutuhkan tiap

kilogram bahan baku yang diolah adalah e, maka nilai produknya adalah f = h

x d. Dari ketentuan tersebut bisa dihitung nilai tambah yang diperoleh

pengrajin adalah sebesar Rp (f – e – b) per kilogram bahan baku. Berdasarkan

analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa industri rumah tangga bawang

goreng memberikan nilai tambah cukup tinggi bagi bahan baku yaitu

bawang merah.

Berdasarkan penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa nilai tambah

dapat diperoleh dari pengolahan bahan primer menjadi produk baru yang

memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Dengan adanya agroindustri akan

memberikan nilai tambah pada produksi hasil pertanian. Penelitian-penelitian

tersebut dijadikan peneliti sebagai acuan dalam menganalisis besarnya nilai

tambah pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman, terutama sebagai

acuan dalam menentukan metode analisis data.

B. Tinjauan Pustaka

1. Salak

Menurut Nazaruddin dan Kristiawati (1992), tanaman salak

(Salacca edulis) termasuk dalam suku Palmae (Arecaceae) yang tumbuh

berumpun. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah

daun yang tersusun rapat dan berduri. Dari batang yang berduri itu

tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas dalam jumlah

yang banyak. Tanaman salak dapat hidup bertahun-tahun sehingga

ketinggiannya bisa mencapai tujuh meter, tetapi pada umumnya tidak

lebih dari 4,5 meter. Sebagai tanaman asli Indonesia salak mempunyai

masa depan yang cerah untuk dikembangkan baik untuk memenuhi

(13)

commit to user

Buah salak kurang lebih berbentuk bulat dengan ukuran 2,5-10 cm

x 5-8 cm. Buah ini tumbuh rapat dalam tandan yang berbentuk bulat.

Kulit mereka ditutupi dengan sisik yang berasal dari kulit buah (pericarp)

yang menyebabkan penampilan kulit buah seperti kulit ular. Buah

salakterdiri dari 1 sampai 3 biji yang berwarna kehitaman (Susanne et al.,

2011).

Banyak varietas salak yang bisa tumbuh di Indonesia. Salak

Pondoh dari Yogyakarta misalnya, salak ini terkenal karena sudah terasa

manis walaupun masih muda dan ukurannya kecil. Berbeda dengan Salak

Bali yang rasanya manis dan daging buahnya tebal. Sampai saat ini

banyak dijumpai jenis salak yang berkembang luas dan agak spesifik

dikaitkan dengan daerah pembudidayaannya, misalnya Salak Condet

(Jakarta), Salak Padang Sidempuan (Medan), Salak Pondoh

(Sleman/Yogyakarta), Salak Bongkok (Sumedang), Salak Monanjaya

(Tasikmalaya), Salak Suwaru (Malang), Salak Bali (Karangasem) dan

sebagainya. Banyaknya varietas salak tersebut disebabkan oleh pengaruh

iklim dan lingkungan yang berbeda-beda.Disamping itu, kemungkinan

juga karena adanya kawin silang antartanaman salak itu sendiri. Karena

masing-masing varietas salak mempunyai kualitas yang berbeda-beda,

maka harga dari masing-masing varietas tersebut juga berbeda. Tentunya

salak yang berkualitas terbaik akan paling mahal harganya. Untuk saat

ini, Salak Pondoh merupakan salak yang paling mahal di antara jenis

salak yang lain (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992)

Buah salak biasanya dimakan dalam bentuk segar, asinan atau

manisan di dalam kaleng. Bagian buah yang dapat dimakan setelah

dianalisis mengandung vitamin dan zat-zat yang dibutuhkan tubuh

(14)

commit to user

Tabel 3. Kandungan Zat Tiap 100 Gram Buah Salak dari Bagian yang Dapat Dimakan

Jenis Zat Gizi Jumlah

Energi 77,0 kalori

Protein 4,0 gram

Hidrat arang 20,9 gram

Kalsium 2,8 gram

Fosfor 1,8 gram

Besi 4,2 gram

Vitamin B 0,004 gram

Vitamin C 0,2 gram

Air 69,696 gram

(Tjahjadi, 1989)

Buah salak pondoh juga dapat diolah menjadi keripik. Buah salak

disortasi, dikupas dan dibuang bijinya, lalu diiris-iris, dicuci pada air

mengalir yang bersih, dan ditiriskan. Irisan buah lalu digoreng dengan

mesin penggoreng vakum pada suhu 77,50°C dan tekanan 0,70 atm

kemudian ditiriskan dengan mesin peniris. Buah salak yang akan diolah

menjadi keripik hendaknya berasal dari jenis yang sama dan matangnya

seragam agar dihasilkan keripik yang berkualitas. Selain bahan baku,

untuk menghasilkan keripik yang berkualitas perlu diperhatikan lama

proses penggorengan dan kualitas minyak. Pengemasan keripik juga

harus rapat untuk meminimalkan produk yang rusak (Kamsiati, 2010).

2. Saluran dan Lembaga Pemasaran

Saluran distribusi atau saluran pemasaran merupakan suatu alur

yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan

akhirnya sampai pada pemakai. Saluran pemasaran merupakan suatu

struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang

terdiri atas agen, dealer, pedagang besar, pengecer, melalui mana sebuah

komoditi, produk atau jasa dipasarkan (Swastha dan Irawan, 1990).

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang

menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari

produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan

(15)

commit to user

adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai

dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas

lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta

memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen

memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa marjin

pemasaran. Lembaga pemasaran ini dapat digolongkan menurut

penguasaannya terhadap komoditi yang dipasarkan (Sudiyono, 2002).

3. Biaya, Keuntungan, dan Margin Pemasaran

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan

pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan,

penyusutan, retribusi dan lainnya. Besarnya biaya ini berbeda satu sama

lain disebabkan karena macam komoditi, lokasi pemasaran dan macam

lembaga pemasaran serta efektivitas pemasaran yang dilakukan

(Soekartawi, 1993).

Perbedaan harga di masing-masing lembaga pemasaran sangat

bervariasi tergantung dari besar kecilnya keuntungan yang diambil oleh

masing-masing lembaga perantara pemasaran. Keuntungan pemasaran

merupakan penjumlahan keuntungan yang diperoleh pada setiap lembaga

perantara pemasaran (Soekartawi, 1991).

Menurut Swastha (1981), saluran pemasaran ditinjau sebagai satu

kelompok atau satu tim operasi, maka marjin dapat dinyatakan sebagai

suatu pembayaran yang diberikan kepada mereka atas jasa-jasanya. Jadi,

margin merupakan suatu imbalan, atau harga atas suatu hasil kerja.

Apabila ditinjau sebagai pembayaran atas jasa-jasa, margin menjadi suatu

elemen yang penting dalam strategi penyaluran. Konsep marjin sebagai

suatu pembayaran pada penyalur mempunyai dasar logis dalam konsep

tentang nilai tambah. Marjin didefinisikan sebagai perbedaan antara harga

beli dengan harga jual. Nilai tambah juga dapat diukur dengan mencari

perbedaan antara harga beli dengan harga jual.

Menurut Sudiyono (2002) marjin pemasaran didefinisikan dengan

(16)

commit to user

a. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang

dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, secara

sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

M = Pr – Pf

Keterangan :

M = Marjin

Pr = Harga di tingkat konsumen (Rp)

Pf = Harga di tingkat petani (Rp)

b. Marjin pemasaran terdiri dari komponen yang terdiri dari biaya-biaya

yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan

fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Secara

sistematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

M = Bp + Kp

Keterangan :

M = Marjin (Rp/kg)

Bp = Biaya pemasaran (Rp/kg)

Kp = Keuntungan pemasaran (Rp/kg)

4. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008

tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dijelaskan bahwa :

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria jumlah kekayaan

bersih paling banyak lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha atau penjualan yang diperoleh paling banyak

tiga ratus juta rupiah.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. Kriteria Usaha

(17)

commit to user

rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari tiga ratus juta rupiah

sampai dengan paling banyak dua milyar lima ratus juta rupiah.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang

bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar. Kriteria Usaha

Menengah adalah jumlah kekayaan bersih lebih dari lima ratus juta

rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari dua milyar lima ratus juta

rupiah sampai dengan paling banyak dua lima puluh milyar rupiah.

Berdasarkan kriteria di atas, industri keripik salak di Kabupaten

Sleman dapat dikategorikan sebagai usaha kecil. Hal ini karena industri

keripik salak memiliki kekayaan bersih lebih dari lima puluh juta rupiah,

tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Selain itu industri ini

memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari tiga ratus juta rupiah,kurang

dari dua milyar lima ratus juta rupiah.

5. Industri Keripik Buah

Menurut Kamsiati (2010), salah satu industri produk olahan buah

yang dapat dikembangkan dan mempunyai pasar yang cukup baik adalah

industri keripik buah. Keripik buah lebih tahan disimpan dibandingkan

buah segarnya karena kadar airnya rendah dan tidak lagi terjadi proses

fisiologis seperti buah segarnya.

Berkembangnya teknologi penggorengan vakum (vacuum frying)

menciptakan peluang untuk menghasilkan keripik buah dan sayuran yang

memiliki rasa dan aroma seperti buah aslinya, tekstur renyah, serta nilai

gizinya relatif dapat dipertahankan karena suhu penggorengan relatif

rendah. Vacuum frying adalah sebuah proses yang bisa menjadi alternatif

(18)

commit to user

kandungan minyak yang lebih rendah serta warna dan tekstur yang

diinginkan (Garayo dan Moreira, 2002).

Menurut Kamsiati (2010), salah satu upaya mempertahankan mutu

dan daya simpan buah adalah mengolahnya menjadi makanan kering

(keripik buah). Pengolahan buah menjadi keripik perlu dukungan

teknologi sehingga kualitas keripik yang dihasilkan dapat diterima

konsumen. Salah satu cara untuk menghasilkan makanan sehat tanpa

mengubah bentuk aslinya adalah dengan menggunakan teknologi

penggorengan. Mesin penggoreng vakum (vacuum frying) dapat

mengolah komoditas peka panas seperti buah-buahan menjadi hasil

olahan berupa keripik (chips), seperti keripik nangka, keripik apel,

keripik salak, keripik pisang, keripik nenas, keripik melon, keripik salak,

dan keripik pepaya. Dibandingkan dengan penggorengan secara

konvensional, sistem vakum menghasilkan produk yang jauh lebih baik

dari segi penampakan warna, aroma, dan rasa karena relatif seperti buah

aslinya.

6. Biaya

Biaya merupakan nilai dari masukan yang digunakan untuk

menghasilkan keluarannya. Biaya dalam proses produksi berdasarkan

jangka waktunya dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya jangka pendek

dan jangka panjang. Biaya jangka pendek berkaitan dengan penggunaan

biaya dalam waktu atau situasi yang tidak lama, jumlah masukan (input)

faktor produksi tidak sama, dapat berubah-ubah. Namun demikian biaya

produksi jangka pendek masih dapat dibedakan adanya biaya tetap dan

biaya variabel, sedangkan dalam jangka panjang semua faktor produksi

adalah biaya variabel (Lipsey et al, 1990). Menurut Soedarsono (1983),

dalam jangka pendek terdapat biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel

(variable cost).

a. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak

tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan.

(19)

commit to user

dibayar dalam jumlah yang sama, yaitu termasuk dalam biaya tetap ini

adalah misalnya gaji tenaga administratif, penyusutan mesin, gedung,

dan alat-alat lain.

b. Biaya variabel (variable cost) merupakan biaya yang jumlahnya

berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang

dihasilkan. Makin besar kuantitas produksi makin besar pula jumlah

biaya variabel. Yang termasuk dalam biaya variabel ini adalah biaya

bahan mentah, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya eksploitasi

dalam rangka pemanfaatan faktor-faktor tetap, misalnya bahan bakar

minyak, kerusakan kecil-kecil dan biaya perawatan lain. Biaya ini

mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas produksi.

7. Penerimaan

Menurut Soekartawi (1995) penerimaan adalah perkalian antara

produksi yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi

berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika

produksi berlebihan. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :

TR = Q x P

Dimana:

TR = Penerimaan total (total revenue)

Q = Jumlah produk yang dihasilkan (quantity)

P = Harga(price) / unit

Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin

tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka penerimaan total

yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang

dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang

diterima produsen semakin kecil.

8. Keuntungan

Keuntungan adalah penghasilan bersih yang diterima dari

penjualan produk barang maupun produk jasa yang dikurangi dengan

biaya-biaya yang dikeluarkan dalam membiayai produk barang maupun

(20)

commit to user

antara penghasilan kotor dan biaya-biaya produksi. Laba ekonomis dari

barang yang dijual adalah selisih antara penerimaan yang diterima dari

penjualan dan biaya peluang dari sumber yang digunakan untuk membuat

barang tersebut. Jika biaya lebih besar dari pada penerimaan yang berarti

labanya negatif, situasi ini disebut rugi (Lipsey et al, 1990).

9. Efisiensi Usaha

Efisiensi usaha mempunyai pengertian yang relatif. Suatu tingkat

pemakaian korbanan dikatakan lebih efisien dari tingkat pemakaian

yanglain apabila ia memberikan output yang lebih besar. Apabila dalam

proses produksi yang menjadi tujuan utama adalah keuntungan

maksimum makaperlu adanya tindakan yang mampu mempertinggi

output karena output yang tinggi akan membentuk total penerimaan yang

tinggi dan tentu saja laba yang besar. Efisiensi usaha dapat dihitung dari

perbandingan antara besarnya penerimaan dan biaya yang digunakan

untuk berproduksi yaitu dengan menggunakan R/C Ratio. R/C Ratio

adalah singkatan Return Cost Ratio atau dikenal dengan perbandingan

(nisbah) antara penerimaan dan biaya (Soekartawi, 1995).

Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis

(efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan

produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi

alokatif kalau nilai dariproduk marginal sama dengan harga faktor

produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha

pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai

efisiensi harga (Soekartawi, 2003).

10. Nilai Tambah

Nilai tambah adalah nilai yang terjadi karena adanya input

fungsional yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input fungsional

tersebut adalah perlakuan atau kegiatan dan jasa yang menyebabkan

bertambahnya kegunaan dan nilai dari komoditas tersebut selama dalam

proses. Sumber-sumber nilai tambah diperoleh dari pemanfaatan

(21)

commit to user

Pada sektor pertanian nilai tambah dapat memberikan kontribusi

bagi petani dengan memaksimalkan produk mereka, baik secara

kuantitatif maupun kualitatif, sementara itu secara komersial mereka juga

mendapatkan keuntungan. Selain itu juga dapat menghasilkan sesuatu

yang bernilai dari suatu barang yang tadinya tidak bernilai. Misalnya buah

persik yang cacat dan berukuran kecil, bisa diolah menjadi selai atau es

krim, sehingga dapat diperkenalkan pada segmen konsumen yang berbeda

dan dapat menambah strategi pemasaran petani (Alonso, 2011).

Sudiyono (2002) menyatakan bahwa nilai tambah bisa dinilai dari

dua sisi yakni nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk

pemasaran. Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi oleh faktor teknis

yang meliputi kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan tenaga kerja,

serta faktor pasar yang meliputi harga output, harga bahan baku, upah

tenaga kerja. Besarnya nilai tambah suatu hasil pertanian karena proses

pengolahan adalah merupakan pengurangan biaya bahan baku dan input

lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga

kerja. Bisa dikatakan bahwa nilai tambah merupakan gambaran imbalan

bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

Untuk menghitung nilai tambah suatu bahan baku yang diolah

menjadi produk berbentuk lain maka dasar perhitungannya adalah sebagai

berikut: bila kebutuhan bahan baku tiap kali produksi diberi simbol a,

dengan harga per kilogramnya adalah b, output tiap kali produksi adalah

c, maka faktor konversi yang berlaku adalah h = c/a. Harga output per

kilogram diberi simbol d, biaya input total selain bahan baku yang

dibutuhkan tiap kilogram bahan baku yang diolah adalah e, maka nilai

produknya adalah f = h x d. Dari ketentuan tersebut bisa dihitung nilai

tambah yang diperoleh pengrajin adalah sebesar Rp (f – e – b) per

kilogram bahan baku (Budhisatyarini, 2011)

Menurut Zakaria (2007), nilai tambah didapatkan dari besarnya

nilai produk dikurangi dengan besarnya harga bahan baku dan nilai

(22)

commit to user

faktor konversi (perbandingan hasil produksi dengan jumlah bahan baku)

dengan harga produk. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian

koefisien tenaga kerja (perbandingan input tenaga kerja dengan jumlah

bahan baku) dengan upah rata-rata tenaga kerja.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Nilai tambah adalah nilai yang terjadi karena adanya input fungsional

yang diperlakukan pada suatu komoditas pertanian (Yuhono dan Ermiati,

2007). Melalui pengolahan salak menjadi keripik salak akan diperoleh nilai

tambah bagi salak itu sendiri daripada tidak dilakukan suatu pengolahan.

Salak yang biasanya bernilai rendah saat panen raya karena sifatnya yang

tidak tahan lama, akan memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi jika

diolah menjadi keripik salak karena sifatnya yang lebih tahan lama. Dengan

melakukan analisis nilai tambah maka akan diketahui seberapa besar nilai

tambah yang diberikan buah salak jika diolah menjadi keripik salak.

Penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi akan mempengaruhi besarnya

nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi keripik salak.

Secara umum konsep nilai tambah diperoleh dari pengurangan nilai produk

akhir keripik salak dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain.

Selain itu juga dihitung nilai tambah per tenaga kerjayang digunakan.

Analisis usaha meliputi biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi

dari usaha pengolahan salak menjadi keripik salak. Penerimaan merupakan

perkalian antara jumlah produk keripik salak yang dihasilkan dengan harga

jual. Biaya merupakan nilai dari masukan yang digunakan untuk

menghasilkan keripik salak, terdiri dari biaya variabel dan biaya

tetap.Keuntungan adalah penghasilan bersih yang diterima oleh pengusaha,

sesudah dikurangi dengan biaya-biaya produksi. Efisiensi usaha yaitu apabila

diperoleh keuntungan maksimal dari penggunaan korbanan (biaya) yang

sesuai. Disamping itu perlu dilakukan analisis margin pemasaran buah salak

untuk mengetahui besarnya margin yang diperoleh dari saluran pemasaran

buah salak yang ada. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara

(23)

commit to user

pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga

pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan

lembaga pemasaran. Farmer share merupakan harga yang diterima petani

dibagi dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dikalikan 100%. Dari

seluruh analisis yang dilakukan maka dapat diketahui apakah industri

pengolahan buah salak menjadi keripik salak tersebut efisien dan memberikan

keuntungan bagi produsen yang dibandingkan dengan besarnya margin dan

bagian yang diterima petani apabila menjual salaknya langsung dalam bentuk

(24)

commit to user

Adapun skema kerangka berpikir pendekatan masalah dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan masalah

Input:

1. Biaya Variabel

a. bahan baku (salak

segar)

b. minyak goreng

c. pengemasan

d. gas elpigi

e. biaya tenaga kerja

f. biaya transportasi

2. Biaya Tetap:

a. penyusutan alat

b. bunga modal

sendiri

c. sewa bangunan

Pengolahan Keripik Salak

Proses

pengolahan Output

Penerimaan

a. Keuntungan b. Efisiensi c. Nilai tambah

Pemasaran Buah Salak

Saluran Pemasaran Salak

Biaya

pemasaran

Keuntungan

pemasaran

Marjin Pemasaran

(25)

commit to user D. Pembatasan Masalah

1. Analisis nilai tambah dilakukan pada industri yang mengolah salak

menjadi keripik salak di Kabupaten Sleman didasarkan pada perhitungan

biaya bahan baku, sumbangan input lain serta output selama satu bulan

proses produksi.

2. Analisis margin pemasaran dilakukan pada para petani, lembaga

pemasaran, dan konsumen akhir salak di Kabupaten Sleman.

3. Varietas salak yang diteliti adalah varietas salak pondoh yang diproduksi

dan dipasarkan di Kabupaten Sleman.

E. Asumsi

1. Seluruh input yang digunakan dalam proses produksi industri keripik salak

diperoleh dari pembelian.

2. Faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga dalam kegiatan, diasumsikan

menerima upah yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar.

3. Seluruh produk keripik salak dan buah salak terjual.

F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel

1. Petani salak merupakan petani yang membudidayakan tanaman salak di

Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman.

2. Saluran pemasaran buah salak adalah rangkaian lembaga-lembaga

pemasaran buah salak dalam penyalurannya dari produsen sampai

konsumen.

3. Lembaga pemasaran buah salak yaitu badan-badan atau lembaga-lembaga

yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari

produsen (petani) buah salak sampai konsumen melalui proses jual beli.

4. Biaya pemasaran buah salak adalah semua biaya yang timbul pada

berbagai saluran pemasaran buah salak untuk kegiatan pemasaran.

Biaya-biaya tersebut diantaranya Biaya-biaya pengemasan, Biaya-biaya resiko rusak, dan

(26)

commit to user

5. Keuntungan pemasaran buah salak yaitu selisih dari marjin pemasaran

buah salak dengan biaya pemasaran buah salak yang diterima oleh

lembaga pemasaran (Rp/kg).

6. Marjin pemasaran buah salak adalah perbedaan harga yang dibayar oleh

konsumen terakhir dengan harga yang diterima produsen buah salak atau

total biaya pemasaran buah salak ditambah keuntungan pemasaran buah

salak (Rp/kg).

7. Bagian yang diterima petani (farmer’s share) adalah perbandingan antara

harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen dan

dinyatakan dalam persen (%).

8. Agroindustri keripik salak di Kabupaten Sleman adalah industri yang

mengolah salak menjadi keripik salak.

9. Keripik salak merupakan sejenis makanan ringan yang berupa olahan buah

salak yang digoreng menggunakan mesin vacuum fryer.

10. Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi.

Bahan baku yang digunakan adalah buah salak varietas salak pondoh.

11. Biaya total adalah total biaya yang dikeluarkan selama proses produksi

keripik salak, yaitu biaya tetap ditambah biaya variabel (Rp).

12. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar

kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang termasuk dalam biaya

tetap dalam produksi keripik salak meliputi biaya penyusutan, sewa

bangunan, dan bunga modal sendiri (Rp).

13. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan

perubahan kuantitas produk yang dihasilkan. Yang termasuk dalam biaya

variabel ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya

pengemasan, biaya gas elpigi, biaya minyak goreng, dan biaya

transportasi (Rp).

14. Biaya penyusutan adalah pengurangan nilai barang-barang modal karena

barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau faktor waktu

(Rp). Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus

(27)

commit to user

memiliki umur ekonomis berapa tahun, kemudian nilainya dibebankan

pada setiap tahun.

Penyusutan =

Ekonomis Umur

Akhir Nilai Awal

Nilai

-Keterangan :

Nilai awal : Harga beli peralatan produksi awal tahun usaha

Nilai akhir : Harga jual peralatan produksi akhir tahun

Umur ekonomi : Umur peralatan produksi digunakan.

15. Penerimaan diperoleh dengan cara mengalikan jumlah produksi (kg)

keripik salak yang dihasilkan dengan harga persatuan (Rp).

16. Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya

(Rp).

17. Efisiensi usaha diperoleh dengan cara membandingkan antara total

penerimaan dengan total biaya.

18. Kriteria efisiensi yaitu:

R/C rasio > 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak

efisien.

R/C rasio = 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak belum

efisien atau usaha mencapai titik impas.

R/C rasio ฀ 1berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak tidak

efisien.

19. Faktor konversi adalah hasil bagi dari nilai produksi dengan harga

produksi.

20. Nilai produk adalah hasil kali faktor konversi dengan hargap roduk

(Rp/kg).

21. Harga bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu

satuan bahan baku (Rp).

22. Sumbangan input lain adalah biaya input yang habis digunakan untuk

satu kali produksi dan jasa, meliputi biaya minyak goreng, biaya gas

(28)

commit to user

23. Nilai tambah adalah selisih antara nilai produk dikurangi dengan harga

bahan baku dan sumbangan input lain (Rp).

24. Rasio nilai tambah menunjukkan nilai tambah dari nilai produk (%).

25. Koefisien tenaga kerja adalah perbandingan antara input tenaga kerja

dengan jumlah bahan baku.

26. Upah tenaga kerja adalah biaya yang dipergunakan untuk membayar

tenaga kerja dalam proses produksi (Rp/HKO)

27. Imbalan tenaga kerja diperoleh dengan cara mengalikan antara koefisien

tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja (Rp).

28. Bagian tenaga kerja adalah perbandingan imbalan tenaga kerja dengan

(29)

commit to user

I. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitik, yaitu metode penelitian yang menuturkan dan menafsirkan

data sehingga kegiatannya tidak hanya mengumpulkan dan menyusun data

namun juga menganalisis dan menginterpretasikan arti data tersebut. Metode

deskriptif analitik mempunyai ciri bahwa metode ini memusatkan diri pada

pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah

yang aktual, dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan

kemudian dianalisis (Surakhmad, 1994).

B. Metode Pengambilan Sampel Penelitian

1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian

a. Marjin Pemasaran Salak

Pengambilan kecamatan sebagai daerah sampel dalam analisis

margin pemasaran buah salak pada penelitian ini dilakukan secara

purposive, yang artinya dipilih secara sengaja yang didasarkan pada

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dipilih Kecamatan Turi sebagai

Kecamatan sampel dengan pertimbangan Kecamatan Turi merupakan

kecamatan dengan produksi buah salak terbesar di Kabupaten Sleman.

Para petani salak di Kecamatan Turi sangat antusias untuk

membudidayakan tanaman salak karena didukung pemasaran yang

lancar dan lebih luas jangkauan pemasarannya. Untuk itu, penelitian

ini dilakukan di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Data luas panen,

produksi dan produktivitas salak di Kabupaten Sleman pada tahun

2010 dapat ditunjukkan pada Tabel 4, dimana untuk data luas panen

didekati dengan satuan rumpun.

(30)

commit to user

Tabel 4. Luas Panen Produksi dan Rata-Rata Produksi Salak per Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2010.

No. Kecamatan Luas Panen

Jumlah 2010 4.874.347 565.541,50 11,6

Sumber: BPS Kabupaten Sleman 2011

Penentuan desa sampel penelitian dipilih secara sengaja

(purporsive) yaitu dengan menggunakan dasar kriteria desa yang

menghasilkan salak dengan produksi terbesar di Kecamatan Turi yaitu

Desa Bangunkerto. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Produksi Salak Pondoh per Desa di Kecamatan Turi Tahun 2009

No. Desa Produksi (Kuintal)

1. Girikerto 89.170

2. Bangunkerto 122.000

3. Wonokerto 95.607

4. Donokerto 39.270

Jumlah 346.047

Sumber: BPS Kabupaten Sleman 2010

b. Nilai Tambah Keripik Salak

Metode pengambilan daerah penelitian dalam analisis nilai

tambah keripik salak pada penelitian ini dilakukan secara purposive,

(31)

commit to user

tertentu yang didasarkan pada tujuan penelitian (Singarimbun dan

Efendi, 2006). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, karena

Kabupaten Sleman merupakan sentra produksi salak. Di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta, produksi salak di Kabupaten Sleman

adalah yang terbesar (Tabel 1).

2. Metode Pengambilan Responden

a. Marjin Pemasaran Salak

1) Petani

Singarimbun dan Effendi (2006) menyatakan data yang

dianalisis menggunakan analisa statistik parametrik maka harus

menggunakan jumlah sampel yang cukup besar sehingga distribusi

nilai atau skornya dapat mengikuti distribusi normal. Sampel

berdistribusi normal adalah sampel yang jumlahnya lebih besar 30.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka jumlah petani sampel

yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 petani

salak.

Dalam penelitian ini menggunakan metode convenience

sampling. Metode ini merupakan metode pengambilan sampel

dimana peneliti memilih anggota populasi yang paling mudah

ditemui untuk memperoleh informasi (Kotler, 1999). Sampel dari

metode ini merupakan anggota pupulasi yang tersedia, siap, dan

memiliki kemauan untuk diwawancarai sebagai sampel, dimana

peneliti dapat memperkirakan potensi dari sampel tersebut (Fink,

1995). Sampel dalam penelitian ini adalah petani salak yang

membudidayakan salak pondoh di Desa Bangunkerto.

2) Lembaga Pemasaran

Pengambilan responden lembaga pemasaran dilakukan

dengan menggunakan metode snowball sampling. Metode

snowball merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula

jumlahnya kecil, kemudian sampel disuruh memilih

(32)

commit to user

jumlah sampel semakin banyak. Jadi penarikan sampel dilakukan

melalui beberapa tahap, ibarat bola salju (snowball) yang bila

menggelinding makin lama makin besar (Susanto, 2006). Pada

penelitian ini pengambilan responden yaitu dilakukan dengan

penelusuran saluran pemasaran salak yang ada di Kabupaten

Sleman, mulai dari petani salak sampai konsumen akhir

berdasarkan informasi yang diberikan oleh petani dan pedagang.

3) Nilai Tambah Keripik Salak

Responden dalam analisis nilai tambah pada penelitian ini

adalah seluruh industri pengolahan keripik salak yang mengolah

salak menjadi keripik salak di Kabupaten Sleman. Berdasarkan

data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan

Koperasi Kabupaten Sleman, jumlah usaha industri keripik salak di

Kabupaten Sleman sebanyak lima unit usaha (Tabel 2). Metode

pengambilan responden dalam penelitian ini merupakan penelitian

populasi atau sensus, karena semua subjek penelitian diobservasi.

Metode sensus dikenal juga sebagai metode pencacahan lengkap,

artinya semua individu yang ada dalam populasi sebagai

responden, dicacah artinya diselidiki atau diwawancarai

(Daniel, 2002).

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari

responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan

instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data yang

diambil meliputi karakteristik responden, biaya pemasaran buah salak,

penerimaan pemasaran buah salak, pola saluran pemasaran buah salak,

penggunaan sarana produksi pengolahan keripik salak, penggunaan

(33)

commit to user

keripik salak, harga produksi pengolahan keripik salak, serta data-data

lain yang menunjang tujuan penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara

mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau

lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya

Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan Kabupaten Sleman, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan

Koperasi Kabupaten Sleman, serta Kantor Kecamatan Turi.

Tabel 6. Spesifikasi Data Sekunder

No. Jenis Data Sumber Data

1. Produksi salak dan luas

panen salak

BPS Daerah Istimewa Yogyakarta

2. Jumlah unit usaha

pengolahan salak

Dinas Perindustrian,

Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Sleman

3. Luas panen produksi dan

rata-rata produksi salak

BPS Kabupaten Sleman

4. Produksi salak pondoh BPS Kabupaten Sleman

Sumber : Analisis Data Primer, 2012

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti (Susanto, 2006). Teknik ini dilakukan dengan

melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti

sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan

diteliti.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi untuk

mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada

responden (Singarimbun dan Effendi, 2006). Teknik ini dilakukan

(34)

commit to user

c. Metode Angket

Angket (kuesioner) merupakan cara pengumpulan data dengan

memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi. Tujuan

pembuatan angket (kuesioner) adalah untuk memperoleh informasi

yang relevan dengan penelitian dengan kesahihan yang cukup tinggi

(Soeratno dan Lincolin, 1999).

d. Pencatatan

Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang

diperlukan dalam penelitian, yaitu dengan mencatat data yang telah

ada pada instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian

(Singarimbun dan Effendi, 2006).

D. Metode Analisis Data

1. Menghitung Marjin Pemasaran

a. Biaya pemasaran

Bp = Bp1 + Bp2 + ... + Bpn

Keterangan :

Bp = Biaya pemasaran buah salak

Bp1 ... Bpn = Biaya pemasaran buah salak di tiap lembaga pemasaran

b. Keuntungan pemasaran

Kp = Kp1 + Kp2 + ... + Kpn

Keterangan :

Kp = Keuntungan pemasaran buah salak

Kp1 ... Kpn = Keuntungan pemasaran buah salak di tiap lembaga

pemasaran

c. Margin Pemasaran

Mp = Pr – Pf

Keterangan :

Mp = Marjin pemasaran buah salak

Pr = Harga buah salak ditingkat konsumen

(35)

commit to user

Marjin pemasaran merupakan penjumlahan dari biaya pemasaran dan

keuntungan pemasaran.

Mp = Kp + Bp

Keterangan :

Mp = Marjin pemasaran buah salak

Kp = Keuntungan pemasaran buah salak

Bp = Biaya pemasaran buah salak

2. Bagian yang diterima produsen (farmer’s share)

F = (1 –

Pr

Mp

) x 100 %

Keterangan :

F = Bagian yang diterima petani buah salak

Mp = Marjin pemasaran buah salak

Pr = Harga buah salak di tingkat konsumen

Menurut Rasyaf (2000), semakin besar bagian yang diterima petani

maka pemasaran tersebut semakin efisien. Bila bagian yang diterima

petani < 50% berarti pemasaran belum efisien, dan bila bagian yang

diterima petani > 50% maka pemasaran dikatakan efisien.

3. Menghitung keuntungan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak. Rumus : π = TR – TC

Keterangan :

π = Keuntungan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp) TR = Penerimaan total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp)

TC = Biaya total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp)

Untuk biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagaiberikut :

Rumus : TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC = Biaya total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp)

TFC = Biaya tetap usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp)

(36)

commit to user

Untuk menghitung penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Rumus : TR = Q x P

Keterangan :

TR = Penerimaan total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp)

P = Harga produk keripik salak (Rp/kg)

Q = Jumlah produk keripik salak (Kg)

4. Efisiensi usaha pengolahan salak menjadi keripik salak diketahui

dengan menggunakan rumus R/C rasio sebagai berikut :

R/C ratio:

R/C rasio >1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak efisien

R/C rasio = 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak belum

efisien atau usaha mencapai titik impas

R/C rasio ฀ 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak tidak

efisien.

5. Menghitung Nilai Tambah

(1) Hasil Produksi Keripik Salak (Kg/bulan)

(2) Bahan Baku Salak (Kg/bulan)

(3) Faktor Konversi

= Faktor Konversi (3) x Harga Produk (4)

(6) Harga Bahan Baku (Rp/kg)

(7) Sumbangan Input Lain (Rp/kg)

(8) Nilai Tambah (Rp/kg)

= Nilai Produk (5) – Harga Bahan Baku (6) – Sumbangan Input

(37)

commit to user (9) Rasio Nilai Tambah (%)

= 100%

(5) Produk Nilai

(8) Tambah Nilai

x

(10) Input Tenaga Kerja (HKO/bulan)

(11) Koefisien Tenaga Kerja

=

(2) Baku Bahan

(10) Kerja Tenaga Input

(12) Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HKO)

(13) Imbalan Tenaga Kerja (Rp/kg)

= Koefisien Tenaga Kerja (11) x Upah Rata-rata Tenaga Kerja (12)

(14) Bagian Tenaga Kerja (%)

= 100%

(8) Tambah Nilai

(13) Kerja Tenaga Imbalan

(38)

commit to user

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka

diperoleh kesimpulan:

1. Marjin Pemasaran Salak

a. Pola saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman terdapat 5 saluran

pemasaran yaitu :

i. Petani - pedagang pengecer – konsumen akhir.

ii. Petani - pedagang pengumpul – konsumen (pedagang luar kota).

iii. Petani - pedagang besar – konsumen (pedagang luar kota).

iv. Petani - pedagang pengumpul - pedagang besar – konsumen

(pedagang luar kota).

v. Petani - pedagang pengumpul - pedagang besar - pedagang

pengecer - konsumen akhir.

b. Pada saluran pemasaran I total biaya pemasaran Rp 287,50/kg, total

keuntungan pemasaran Rp 1.212,50/kg dan marjin pemasaran Rp

1.500,00/kg. Untuk saluran pemasaran II total biaya pemasaran Rp

1.260,22/kg, total keuntungan pemasaran Rp 314,58/kg dan marjin

pemasaran Rp 1.550,00/kg. Pada saluran pemasaran III total biaya

pemasaran Rp 807,00/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp

365,00/kg dan marjin pemasaran Rp 1.172,00/kg. Saluran pemasaran

IV total biaya pemasaran sebesar Rp 720,59/kg, total keuntungan

pemasaran sebesar Rp 445,94/kg dan marjin pemasaran Rp

1.166,53/kg. Kemudian untuk saluran pemasaran V total biaya

pemasaran Rp 1.171,67/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp

1.878,33/kg dan marjin pemasaran Rp 3.050,00/kg.

c. Jika dilihat dari nilai farmer’s share, saluran pemasaran salak di

Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran I, II, III, dan IV sudah

efisien secara ekonomis. Nilai farmer’s share tertinggi yaitu terdapat

pada saluran IV sebesar 71,89%. Sedangkan yang nilainya paling kecil

(39)

commit to user

adalah saluran V yaitu sebesar 49,17%, artinya saluran pemasaran ini

secara ekonomis belum efisien.

2. Nilai Tambah Keripik Salak

a. Pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman, biaya total rata-rata

yang dikeluarkan dalam satu bulan produksi adalah Rp 20.182.786,73

sedangkan penerimaannya sebesar Rp 26.295.000,00 sehingga

rata-rata keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 6.112.213,27. Artinya,

usaha industri keripik salak ini menguntungkan.

b. Efisiensi usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman adalah

sebesar 1,26. Hal ini menunjukkan bahwa usaha industri keripik salak

di Kabupaten Sleman sudah efisien.

c. Industri keripik salak di Kabupaten Sleman memberikan nilai tambah

sebesar Rp 4.593,24/kg bahan baku dan imbalan tenaga kerja sebesar

Rp 1.750,00/kg bahan baku.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai

berikut :

1. Perlunya pengembangan agroindustri yang mengolah salak menjadi

keripik salak terutama di daerah sentra produksi salak sehingga dapat

mengurangi resiko adanya ketidakstabilan harga salak terutama harga yang

sangat rendah pada saat panen raya. Pengembangan agroindustri ini salah

satunya dapat dilakukan dengan pengelolaan agroindustri melalui

kelompok tani.

2. Perlunya peningkatan akses pembiayaan bagi para pelaku agroindustri,

baik yang berasal dari pemerintah, lembaga pembiayaan perbankan,

maupun non perbankan (Koperasi, LKM, BMT, dan lain-lain). Sehingga

dapat membantu para pelaku agroindustri dalam memperoleh modal usaha

untuk melakukan pengolahan salak menjadi keripik salak. Peningkatan

akses ini dapat dilakukan melalui pendampingan kredit usaha serta

sosialisasi kredit usaha untuk meningkatkan pemahaman bagi para pelaku

(40)

commit to user

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Margin Pemasaran Salak

1. Karakteristik Responden Petani Salak

Karakteristik responden merupakan gambaran umum tentang

keadaan dan latar belakang responden yang berpengaruh terhadap kegiatan

usaha. Responden yang digunakan dalam analisis margin pemasaran salak

pada penelitian ini adalah petani salak di Desa Bangunkerto, Kecamatan

Turi, Kabupaten Sleman. Karakteristik dari responden petani salak

meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan

lama mengusahakan. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada

Tabel 18.

Tabel 18. Identitas Responden Petani Salak di Kabupaten Sleman

No. Uraian Rata-rata

1. Umur responden (tahun) 51

2. Lama pendidikan (tahun) 12

3. Jumlah anggota keluarga (orang) 4

5. Lama mengusahakan (tahun) 17

Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Menurut BPS, penduduk berumur ≤ 14 tahun termasuk golongan penduduk yang belum produktif, umur 15 - 64 tahun termasuk golongan

penduduk yang produktif dan umur ≥ 65 tahun termasuk golongan penduduk yang sudah tidak produktif. Berdasarkan Tabel 18 dapat

diketahui bahwa rata-rata petani salak di Kabupaten Sleman termasuk

dalam umur produktif yaitu 51 tahun sehingga produktivitas kerja petani

salak di Kabupaten Sleman masih cukup tinggi karena tergolong kategori

umur produktif. Semua responden petani salak di Kabupaten Sleman

pernah mengenyam pendidikan secara formal, meski pada tingkatan yang

berbeda-beda.

Pendidikan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam

penerapan teknologi baru pada suatu daerah yang berhubungan dengan

usahatani setempat. Tingkat pendidikan formal maupun non formal sangat

Gambar

Tabel  3.  Kandungan Zat Tiap 100 Gram Buah Salak dari Bagian yang Dapat Dimakan
Tabel 4. Luas Panen Produksi dan Rata-Rata Produksi Salak per Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2010
Tabel 18.
Tabel 19. Identitas Responden Pedagang Pengumpul Salak di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahkan bila kita amati masih banyak lagi film-filam yang dikonsumsi oleh pemirsa (mad’u) seperti film Rahasia Illahi, Demi Masa, Insyaf, Taubat, dan masih banyak lagi film yang

Guru-guru seni/kesenian yang baik tentu selalu mampu melihat bahwa di dalam proses pembelajaran yang di- manage -nya dari a sampai z bermunculan berbagai-bagai,

PENGARUH SELLING SKILL DITINJAU DARI PRESENTATION SKILL , KEMAMPUAN BERTANYA, KEMAMPUAN BERADAPTASI DAN PENGETAHUAN TEKNIKAL TERHADAP KINERJA TENAGA PENJUALAN (Studi Kasus pada

ASET PADA KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN KUDUS.. Disusun

Penelitian hasil perbaikan dimaksud tidak perlu dilakukan apabila pasangan calon yang di dukung oleh partai politik atau gabungan partai politik tidak ada

Just like the other rural institutions, the effectiveness of RT in promoting participatory development will hypothetically depend on govern- ment commitment to support and

Hal ini disebabkan karena produktivitas produksi yang rendah, karena keterbatasan dari sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan produksi serta belum adanya dilakukan

Pola kategori pengembangan hubungan antarpribadi secara tertutup merupakan bentuk pengembangan hubungan di mana mantan na- rapidana perempuan setelah beradaptasi mereka tetap