• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menggugat Peran Negara menghadang Modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menggugat Peran Negara menghadang Modern"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Menggugat Peran Negara menghadang Modernisasi Neoliberal

Disusun oleh:

Bonifatius Tulus Sunyoto, M.Sc

Program Studi S-2 Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan

I. Pendahuluan

Komunikasi pembangunan didefinisikan sebagai sebuah upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan dan ketrampialn-ketrampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan masyarakat memahami, menerima dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan (Nasution,2002).

Konteksnya dengan pembangunan sebagai sebuah proses perubahan kedudukan komunikasi ditempatkan sebagai sarana untuk mempercepat perubahan di suatu wilayah dan mengubah orang dari kemiskinan kepada kesetaraan ekonomi yang dinamis yang membuat penduduk bisa mencapai keadilan sosial dan memenuhi kebutuhan manusia.(Srampickal,2006). Pembangunan seharusnya diartikan sebagai sebuah instrumen untuk memperbaiki kondisi masyarakat agar menjadi lebih baik dalam rangka mencapai tujuan akhir, yaitu terciptanya “kesejahteraan sosial”. Srivinas R. Melkote dalam tulisan “Theories of Development Communication” (Mody. 2002) “..development means improving the living conditions of society,...”. yang dapat diterjemahkan sebagai Pembangunan merupakan sebuah keputusan bersama dari sebuah bangsa. Ahli lain seperti Everett M. Rogers (Sitompul. 2002) menyatakan bahwa, “ Secara sederhana pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa.”.

(2)

kebijakan); Pesan pembangunan yang berisi ide-ide ataupun program-program pembangunan; dan Komunikan pembangunan yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan.

Pembangunan hakekatnya adalah sebuah proses perubahan yang mana tujuannya adalah mencapai sebuah kesejahteraan. Indonesia sebagai Negara berkembang disadari atau tidak terjebak dalam kenyataan bahwa pembangunan yang selama ini didengung-dengungkan untuk mensejahterakan rakyat tak lebih hanya sebuah bualan atau iklan politik penguasa yang lebih memihak kepada neoliberalisme. Kesejahteraan sebagai tujuan pembangunan tak lebih hanya disajikan sebagai angka-angka yang belum bisa menjawab arti kesejahteraan bagi masyarakat. Pencapaian pembangunan yang selama ini dikomunikasikan adalah pembangunan yang mengkonstruksi nilai kesejahteraan secara materiil atau berdasarkan angka-angka ekonomis saja mendorong masyarakat menjadi masyarakat yang individualis, yang mengakibatkan rusaknya institusi-institusi local (kearifan local) yang sudah ada.

Kapitalisme pembangunan dengan industrialisasi menjadi sebuah konsekuensi dari para penguasa negara ini agar bisa dikatakan “membangun” karena parameter keberhasilan pembangunan tak lebih hanya sebagai pencapaian materiil saja bukan secara komprehensif yang menyangkut sosial, budaya dan prinsip keadilan sosial. Diperparah lagi penguasa negara kita cenderung tidak memiliki keberanian menolak intervensi negara maju karena pembangunan di Indonesia sudah terjebak dalam gagasan “hutang untuk membangun” bukan dalam gagasan “mandiri untuk membangun”.

Bagaimana seharusnya negara sebagai komunikator pembangunan bisa membebaskan diri dari cengkeraman perluasan pasar negara maju? Apa yang harus dilakukan stake holder pembangunan? Strategi komunikasi pembangunan seperti apa yang ditawarkan?

II. Neoliberal : Sebuah Kejahatan Komunikasi Pembangunan sebagai Perluasan Pasar Untuk Membentuk Ketergantungan Terhadap Negara Maju

(3)

memperbaiki organisasi produksi dan memperbaiki hubungan produksi, melainkan juga bagaimana pasar itu diperluas dan dibentuk. Konsekuensi perubahan teknologis ke arah permesinan ini mendorong kebangkitan produksi hasil pabrikan, yang selanjutnya mempengaruhi kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya (Susetiawan, 2009) Jika pasar dalam sebuah kawasan telah terpenuhi, sedang proses produksi melalui mesin berjalan terus, maka perluasan pasar merupakan syarat mutlak untuk menghindari kelebihan produksi (over production).(Susetiawan, 2009). Perbedaan mencolok dari Liberal dan Neo liberal yaitu

Pemikiran liberal membiarkan pasar bekerja secara bebas, akan tetapi para neoliberalis berpikir bahwa pasar harus diintervensi secara politik, dibentuk dan diarahkan sesuai dengan kepentingan untuk memenangkan persaingan (Susetiawan, 2009).

Indonesia selama ini telah mempraktekkan model aliran developmentalis. Yaitu berkisar pada bagaimana mengubah suatu masyarakat dengan mengubah system ekonominya, konsepnya mengubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. (Harun & Ardianto, 2011). Dugaan suatu bangsa modern ditentukan oleh sarjana Barat. Fjes menyebut suatu bangsa menjadi sungguh-sungguh modern dan berkembang ketika tiba di titik itu di mana lekat dengan meniru industry negara-negara Barat dalam kaitannya dengan institusi dan perilaku ekonomi dan politis, sikap kearah inovasi dan teknologi, dan mobilitas mempunyai kekuatan batin dan sosial (Harun & Ardianto, 2011)

Adanya pembangunan disuatu negara berkembang biasanya ditandai dengan keluarnya indikator dari World Bank dan IMF mengenai standar hidup yang pantas dan ketika suatu negara tidak mencapai standar tersebut, maka akan disebut negara berkembang atau negara dunia ketiga. Hal itu mengindikasikan bahwa selama ini “pembangunan” masih berkutat pada angka-angka belum pada bagaimana meningkatkan kapasitas kehidupan masyarakat. Dalam konteks ini negara dunia ketiga selalu dijadikan sebagai golongan sub ordinat dari hegemoni Negara maju. (Ife & Tesoriero, 2006).

(4)

pasar bagi barang produksinya. Kecurigaan ini menjadi nyata karena sebuah pembangunan tidak bisa steril dari kepentingan politik.

Pengkomunikasian pembangunan diarahkan kepada Modernisasi ala barat, teknologi yang dianggap maju adalah teknologi barat, sehingga pola ilmu pengetahuan, pola konsumsi, pola interaksi sosial pun dibentuk dengan berkiblat pada Negara barat. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang coercion yaitu negara yang mengakomodasi semua konsep nilai karena posisinya lemah sehingga terpaksa harus menerima konsep nilai dari pihak yang kuat (Negara Maju). (Soekanto,1969). Indonesia menjadi negara yang sudah terjebak dalam cengkeraman kapitalisme Neo Liberal melalui konsep modernisasi, Paulo Freire

(Srampical,2006) mengutarakan model modernisasi adalah seperti model Guru yang mempunyai simpanan ilmu menjadikan (mengharuskan) siswa sabar menerima , menghafal , dan mengembangkan bentuk hanya untuk meningkatkan ketergantungan penerima pada guru.

Kejahatan Komunikasi Pembangunan yang dilakukan di Indonesia dengan berparadigma Modernization telah memberi dampak terhadap degradasi pembangunan sebagai sebuah perubahan yang direncanakan untuk mencapai perbaikan atau kesejahteraan. Di Indonesia terdegaradasinya pembangunan berbasis pengetahuan, kebutuhan dan nilai local karena totalitas mengadopsi model modernization membuat terganggunya kedaulatan pangan dan kearifan local yaitu gotong royong sebagai sebuah pencapaian mendasar pembangunan masyarakat secara holistic yaitu material dan rohani.

III. Indonesia : Negara Subur Tak Berkedaulatan Pangan

(5)

Kasus kelangkaan kedelai sebagai bahan pokok tempe, ketergantungan terhadap daging sapi impor, impor garam padahal negara kita memiliki garis pantai terpanjang di seluruh dunia, impor beras bahkan impor buah-buahan menjadi sebuah anti tesis kenyataan bahwa Indonesia memiliki kekayaan Sumber Daya Alam dan Indonesia tidak berdaulat pangan. Semua kebutuhan pokok menjadi komoditas yang harus diimpor. Petani kita dihadapkan dengan pemodal-pemodal besar yang mampu mendatangkan komoditas impor pesaing produk local, imbasnya petani kita yang umumnya sebagai “peasant” menjadi bangkrut karena nilai jual hasil panen lebih rendah dari biaya produksi. Kebangkrutan-kebangkrutan para petani mengakibatkan ketertarikan untuk menanam suatu komoditas menurun sehingga produksinya pun menurun padahal kebutuhan akan komoditas agro sebagai kebutuhan

pangan terus naik akibatnya kita harus impor dan sangat tergantung sekali dengan komoditas impor. Ketergantungan inilah yang sebenarnya dirancang oleh para noeliberalis untuk memperluas pasar hasil produksinya. Celakanya Pemerintah seakan bangga dan ikut membidani “Pembunuhan Massal”kedaulatan pangan negara ini melalui kebijakan-kebijakan yang melindungi impor dan mengabaikan perlindungan terhadap industri pertanian di negara sendiri. Contoh kasus nyata di Indonesia penguasa membunuh ketahan pangan ini adalah kasus“kuota impor daging sapi”.

(6)

lanjutannya Negara Indonesia menjadi obyek ketidakberdayaan melawan ketergantungan kepada produk asing.

Selain Indonesia dibentuk sebagai pasar yang tergantung ternyata Neo Liberal juga memainkan peran politik untuk mengebiri kedaulatanan pangan di Indonesia. Lahan-lahan produktif bagi pertanian disulap menjadi pabrik-pabrik untuk memproduksi produk-produk mereka, masyarakat sebagai komunikan diberi pesan-pesan pembangunan (penyesatan pembangunan) supaya bisa terkonstruksi sebagai pihak sub ordinat yaitu sebagai buruh-buruh pabrik. Menjadi petani dikomunikasikan sebagai keterbelakangan, perubahan sosial yang baik kaitannya dengan komunikasi pembangunan dikomunikasikan dengan menjadi “buruh” daripada menjadi “petani”. Ir. Soekarno seandainya masih hidup tentunya akan marah sekali karena rakyat kita tidak dididik untuk menjadi “marhaen” tapi menjadi “kacung”.

Masalah kedaulatan pangan ini menjadi sebuah hal yang sangat penting diperhatikan dalam pembangunan di Indonesia. Analisanya pangan sebagai kebutuhan utama manusia untuk hidup. Kekurangan atau perebutan aksesibilitas terhadap pangan sangat berdampak besar kepada kestabilan sosial, politik dan hukum. Kekurangan pangan bisa memicu konflik horizontal maupun vertical di dalam masyarakat. Pertentangan terjadi karena sebenarnya itu sebagai proses bertindak untuk bertahan dari masing-masing individu atau kelompok yang diakibatkan pertentangan kepentingan untuk mencapai dan atau mempetahankan keadaan yang lebih baik, secara ekonomi, sosial dan politik. Ketidak tersediaan Sumber daya menjadikan konflik tersebut semakin mudah timbul (Sunyoto, 2005). Ketergantungan kita terhadap penyediaan pangan dari luar negeri tanpa memiliki kedaulatan pangan sendiri menjadikan kita sebagai negara boneka dari “keinginan” maupun “kejahatan” politik dan kepentingan negara lain. Bila kita tidak mempunyai kedaulatanan pangan negara kita menjadi “tidak lebih merdeka” dari intervensi asing dibanding era penjajahan Belanda maupun Jepang.

IV. Indonesia : Negara Pancasila Tanpa Jiwa Gotong royong.

Pancasila sebagai dasar negara kita yang digali oleh Ir. Sukarno mengandung lima sila yaitu :

1. Ketuhanan yang Maha Esa

(7)

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi seluruh Indonesia

Bisa diintrepretasikan kelima sila itu bisa menjadi satu makna saja yaitu Gotong -royong.(Adams, 1996). Sukarno mengartikan Gotong royong yaitu pembantingan-tulang bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama (Adams, 1966).

Spirit kebersamaan untuk bersama-sama membangun. Kepentingan bersama diutamakan

daripada kepentingan pribadi atau individu. Subejo (Subejo,2013) menulis pengalamannya mengenai masyarakat Jepang menghadapi efek Gempa Jepang 2010 dimana ketika Jepang dilanda Gempa dan Tsunami sehingga mengakibatkan kekurangan persediaan pangan dan air bersih tetapi tidak dilaporkan adanya penimbunan bahan makanan, penjarahan, spekulasi harga pangan. Pembangunan nilai untuk membangun kerjasama dan semangat kebersamaan untuk saling membantu menghadapi bencana telah diwariskan dari generasi ke generasi. Modernisasi tidak mampu menggerus spirit kebersamaan, saling percaya dan tidak mementingkan diri sendiri. Spirit yang disebut “murashakai” menawarkan sebuah dukungan mutualisme didalam masyarakat (Subejo,2011).

Kembali dalam konteks negara Indonesia, sampai tahun 1980-an semangat gotong royong, saling membantu mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi menjadi sebuah modal sosial yang saat itu dibanggakan. Subejo (Subejo,2013) menyebut Peran dan fungsi modal sosial sangat terkait dengan komunitas karena selama ini modal sosial tumbuh dan berkembang dalam kehidupan komunitas yang mampu menjadi fasilitator institusionalisasi berbagai nilai dan norma serta solidaritas yang kuat antar anggota komunitas. Peran modal sosial dan keterkaitan dengan komunitas sebenarnya lekat dengan perkembangan pembangunan di Indonesia yang pada awalnya didominasi oleh komunitas pertanian dan pedesaan.

(8)

membangun keterpurukan bangsa Indonesia dari penjajahan. Semangat “Hololobis Kuntul Baris” membawa manusia Indonesia seutuhnya menjadi sebuah kesatuan bangsa yang holistic.

Kesejahteraan bagi rakyat merupakan kondisi kehidupan terbaik , terpenuhi kebutuhan materi untuk hidup, kebutuhan spiritual, kebutuhan sosial dengan tatanan yang teratur, konflik dalam kehidupan dapat dikelola, keamanan dapat terjamin, keadilan ditegakan, tidak ada kesenjangan ekonomi. Semuanya ini dapat tercipta dalam kehidupan bersama baik dalam keluarga, komunitas maupun masyarakat luas apabila masyarakat masih memiliki modal sosial yaitu semangat kebersamaan dalam konteks ini gotong royong. Sebuah kekurangan

ekonomi seseorang dalam sebuah masyarakat yang masih kuat jiwa gotong royongnya akan bisa diatasi secara bersama-sama oleh komunitas itu. Sebuah kesulitan individu akan menjadi tanggungan bersama dalam komunitas.

Negara Indonesia saat ini dikonstruksikan pembangunan berkutat pada segi material (capital) karena modernization menuntut standarisasi kemajuan / kesejahteraan berkutat pada sisi material (industry zone) tidak pernah menyentuh pada segi mental (sikap). Masyarakat dikonstrusikan untuk bisa mencapai kakayaan materiil saja tidak pada peningkatan kapasitas diri. Institusi-institusi sosial yang ada dikerdilkan peran sosialnya dalam penanaman nilai-nilai kegotong royongan. Pengkomunikasian pembangunan mengenai nilai-nilai-nilai-nilai sosial menjadi pilihan sekunder, pilihan primer lebih mengutamakan pemahaman nilai-nilai material.

(9)

V. Strategi Komunikasi “dialogis” Pembangunan untuk melawan kejahatan Noeliberal

Paulo Freire (Srampickal,2006) memperkenalkan model baru dari Komunikasi Pembangunan suatu model di mana pendidikan menjadi dialog di mana guru dan siswa belajar dari satu sama lain . Dalam model ini , siswa diaktifkan untuk memahami lebih baik penyebab penindasan dan dengan demikian untuk melakukan sesuatu tentang hal itu . Ini dia disebut penyadaran atau peningkatan kesadaran. Lebih lanjut Komunikasi pembangunan model baru menurut beliau dijelaskan sebagai

• alat yang dapat digunakan oleh akar rumput (rakyat jelata) untuk menegaskan pemberian kontrol pembangunan melalui kesadaran dari aspek-aspek masalah pembangunan nyata di wilayah mereka ,

• pengorganisasian dalam rangka untuk bersikap secara kolektif dan efektif untuk masalah ini ,

• membawa pencerahan mengenai konflik dari berbagai kelompok kepentingan (politisasi);

• belajar untuk memberikan alternatif bagi situasi masalah dan mencari solusi terhadap berbagai masalah , dan menjadi “technicized ";

• mendapatkan alat yang diperlukan sebagai dasar menggunakan solusi yang diperoleh dari keadaan masyarakat .

Jan Servaes (Srampickal,2006) memberikan juga model baru penggambaran Komunikasi pembangunan sebagai sebuah sistem pendidikan berbasis budaya lokal masyarakat yang berasumsi bahwa pembangunan harus dipahami sebagai suatu proses yang integral , multi-dimensi , dan dialektika yang dapat berbeda dari satu negara ke negara . Setiap bangsa perlu mendefinisikan pembangunan untuk dirinya sendiri dan menemukan strategi sendiri yang akan mempengaruhi model Komunikasi Pembangunan dari modernisasi menjadi lebih partisipatif (Melihat kecocokan dengan struktur social, budaya, lingkungan dan ekonomi setempat).

(10)

diposisikan sebagai “korban” penderita tapi perlu diposisikan sebagai “pelaku” pembangunan. Karena itu model pemberdayaan lokal menjadi sebuah tawaran pilihan komunikasi pembangunan yang lebih “dialogis”.

Penekanan pemberdayaan lokal mencakup empat pendekatan komunikasi pembangunan partisipatif : komunikasi pembangunan dari perspektif hak asasi manusia, komunikasi pembangunan manusia berdasarkan sistem pengetahuan adat , komunikasi pembangunan berdasarkan model partisipatif atau komunikasi berdasar pembebasan , dan komunikasi pembangunan berbasis pemberdayaan.(Srampickal,2006)

Tawaran konsep pendekatan komunikasi pembangunan partisipatif seperti yang diungkapkan diatas oleh Jan Servaes (Srampickal, 2006) dalam konteks Negara Indonesia bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Komunikasi pembangunan di Indonesia haruslah memikirkan konsep Hak Asasi Manusia sebagai dasar pembangunan yaitu “Pembangunan Masyarakat memiliki tujuan memanusiakan masyarakat, sementara HAM menekankan tujuan mencapai sebuah kemanusiaan

yang dapat diterima bersama. “ (Ife, 2004) Masyarakat harus dihargai sebagai sebuah manusia yang memiliki potensi unik dimana model pembangunan tidak boleh melanggar hak-hak warga

negara. Moderization telah banyak menabrak konsep-konsep HAM ini, sehingga Negara harus melindungi rakyat supaya penegakan HAM dalam mengkomunikasikan pembangunan sesuai

kehendak konstruksi masyarakat sendiri bukan atas dasar standart negara asing. Negara Indonesia akan bisa menjadi negara yang mandiri dan berdaulat ketika fungsi Negara untuk melindungi Hak Asasi Manusia rakyatnya dalam mengkomunikasikan pembangunan maka upaya membendung

Neoliberal mencengkeramkan pahamnya akan semakin signifikan.

(11)

menolak intervensi Dupont, Monsanto dan perusahaan yang bisa mematikan kemandirian dan kelokalan pertanian Indonesia. Organisasi petani lokal harus diberdayakan supaya petani bisa melakukan control dan pemenuhan kebutuhan pertaniannya secara mandiri tidak tergantung pasar. Pengembangan pupuk, pestisida alami yang ada di Indonesia sejak lama perlu dilakukan, sehingga kita bisa terbebas dari bahaya ketidak berdaulatan pangan.

3. Komunikasi Pembangunan harus berkonsep pada sebuah pemikiran tentang partisipatif dan pembebasan. Pembebasan harus diartikan lain dengan kebebasan. Pembebasan lebih ditekankan pada sebuah usaha membebaskan ketidakberdayaan, unaccesable menjadi berdaya dan accesable. Masyarakat Indonesia harus diberikan sebuah akses bagi pengembangan kapasitas dirinya berdasarkan kebutuhan mereka, pembangunan harus dikomunikasikan sebagai tanggungjawab bersama antar stake holders. Fungsi negara memfasilitasi dengan cara untuk menarik perhatian masyarakat sadar akan kebutuhan mereka, penekanan pada proses komunikasi dua arah. Sehingga perasaan membangun tidak lagi menjadi

domain penguasa tetapi menjadi sebuah kesepakatan bersama antara rakyat dan penguasa.

4. Komunikasi Pembangunan berbasis pada pemberdayaan yaitu mengkomunikasikan pembangunanupaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan

networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara

ekonomi, ekologi, dan sosial.Pada konsep inilah nilai “gotong royong” mulai dibangun di dalam

masyarakat sehingga perasaan kebersamaan dalam memiliki pembangunan bisa dicapai. Karena ketika komunikasi pembangunan bisa menggugah rasa memiliki pembangunan dalam masyarakat

maka keberlanjutan pembangunan itu akan lebih mudah tercapai.

VI. Conclusion

(12)
(13)

Daftar pustaka

1. Adams, Cindy. 1966. Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia. Gunung Agung. Jakarta.

2. Harun, Rochajat & Elvinaro Ardianto. 2011. Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial Perspektif Dominan, Kaji Ulang dan Teori Kritis. Rajawali Press.

Bandung.

3. Ife, Jim & Frank Tesoriero. 2006 Community Development. Pearson Education. Australia.

4. Mody, Bella. 2002. Handbook of International and Intercultural Communication. Sage Publication. California.

5. Nasution, Zulkarimen. 2002. Komunikasi Pembangunan, Pengenalan Teori dan Penerapannya. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

6. Servaes, Jan. 2008. Communication For Development and Social Change. SAGE Publications. New Delhi.

7. Sitompul, Mukti. 2002. Konsep-konsep Komunikasi Pembangunan. USUpress. Medan. 8. Soetomo, Drs. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Pustaka Jaya. Jakarta.

9. Srampical, Jacob. S.J. 2006. Development and Participatory Communication Vol: 25. Centre for Study of Communication and Culture. California.

10. Subejo, SP, MSc, Phd. 2011 Behaviours and Mentality of Japanese Community in Coping natural Disasters. The Jakarta Post. Jakarta.

11. ___________, 2013 Power of Community : Bagi Pembangunan Pertanian dan Perekonomian di Indonesia. UGM. Yogyakarta.

12.Susetiawan, Prof. Dr. 2009 Working Paper : Pembangunan Dan Kesejahteraan Masyarakat: Sebuah Ketidakberdayaan Para Pihak Melawan Konstruksi

Neoliberalisme. PSPK UGM. Yogyakarta.

13.Sunyoto, Bonifatius Tulus. 2005. Skripsi : Perilaku Kelompok Preman Alun-alun Utara Kota Yogyakarta (Study tentang Dinamika Interaksi Sosial Kelompok Preman

Alun-alun Utara Kota Yogyakarta). Ilmu Sosiatri Fisipol UGM.

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan sosial dan hukum, fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat, hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, hukum sebagai sarana pengatur perilaku Presentasi, Diskusi,

Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,

Adapun hakikat kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Pembngunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia

Perencanaan pembangunan wilayah dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai wilayah pembangunan, merupakan suatu proses perencanaan pembangunan yang bertujuan melakukan

Adapun persyaratan umum sebagai pedamping PKH adalah tidak berkedudukan sebagai CPNS/PNS/TNI/POLRI; siap dan bersedia bekerja purna waktu serta ditempatkan pada wilayah

Peranan energi untuk pembangunan di Indonesia mencakup dua hal yaitu sebagai sumber dana pembangunan (penerimaan pemerintah) yang berasal dari devisa (ekspor) dan yang utama

Karenanya, sebagai sebuah sarana komunikasi, maka sudah selayaknya sebuah event festival direncanakan melalui proses perencanaan strategis komunikasi agar dapat

Komunikasi politik yang dilakukan kepala desa selain sebagai sarana interaksi juga sebagai sarana tolak ukur keberhasilan pembangunan yang ada di Desa, karena