Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bhunta
Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya, NAD - Indonesia
(Pembangunan Saran Air Bersih Berbasis Masyarakat)
WORKING PAPER
COMMUNITY EMPOWERMENT
Oleh:
Ginanjar Syamsuar
MAGISTER PERENCANAAN & KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS EKONOMI
DAFTAR ISI
2. Metode Kesinambungan Teknik Sistem Sarana Air Bersih (SAB) ...10
3. Time Frame / Rencana Jadwal Kegiatan ... 12
Bab II. GAMBARAN UMUM DAN PROFIL LOKASI STUDI ... 13
1. Gambaran Umum Situasi Desa. ... 13
2. Kondisi Fisik ... 14
3. Potensi ekonomi ... 17
4. Kesehatan ... 18
5. Sosial dan Budaya... 19
6. Hubungan Kelembagaan, Partisipasi sosial, dan Sensitivitas Gender ... 20
Bab III. HASIL DAN PEMBAHASAN (ACTION PLAN) ... 22
1. Implementasi Kegiatan ... 22
1. Pelatihan dan Orientasi Tim Fasilitator dan Local Researcher... 22
2. Pelatihan dan Orientasi Pengurus Kelompok Pengguna Sarana Air Bersih ... 22
3. Kegiatan Sosialisasi dan Identifikasi Permasalahan ... 23
4. Focus Group Discussion (FGD) ... 24
5. Community Gathering ... 25
6. Evaluasi dan Orientasi Tim Fasilitator dan Local Researcher ... 27
7. Kegiatan Penyiapan dan Penguatan Kelompok Pengguna ... 27
2. Kegiatan Konstruksi Sarana Air Bersih ... 28
3. Hasil (Output) Kegiatan Pembangunan Sistem Sarana Air Bersih (SAB) . 30 Bab IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 32
1. Kesimpulan ... 32
2. Rekomendasi ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN... 34
Lampiran 1. Peta Lokasi Desa Bhunta ... 34
PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT
(Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bhunta Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya)
Bab I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
a. Pemberdayaan Masyarakat
Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia (people
centred development) dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan
langsung dari masyarakat penerima program pembangunan (partisipasi
pembangunan). Karena dengan adanya partisipasi dari masyarakat penerima program,
maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat akan terjadi apabila pelaku atau
pelaksana program pembangunan di daerahnya adalah orang-orang, organisasi, atau
lembaga yang telah mereka percaya integritasnya, serta apabila program tersebut
menyentuh inti masalah yang mereka rasakan dan dapat memberikan manfaat
terhadap kesejahteraan hidupnya. Pemberian kewenangan kepada masyarakat
setempat yang tidak hanya untuk menyelenggarakan kegiatan atau program
pembangunan, tetapi juga untuk mengelola program tersebut akan mendorong
masyarakat untuk mengerahkan segala kemampuan dan potensinya demi
keberhasilan kegiatan/program tersebut. Pada gilirannya keberdayaan masyarakat
setempat akan menjadi lebih baik sebagai akibat dari meningkatnya kemampuan dan
kapasitas masyarakat.
Terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat. Pertama, pendekatan
yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak kepada
orang miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk
memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga, pendekatan pendampingan,
artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat
perlu didampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilitator, komunikator,
dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian
(Soegijoko dkk, 1997: 179). Arah baru strategi pembangunan diwujudkan dalam
pemantapan otonomi dan desentralisasi, dan (3) modernisasi melalui penajaman arah
perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat (Sumodiningrat, 1999: 82).
Untuk merealisir arah baru pembangunan tersebut, maka perlu lebih
mempertajam fokus pelaksanaan strategi pembangunan yaitu melalui penguatan
kelembagaan pembangunan masyarakat maupun birokrasi. Penguatan kelembagaan
pembangunan masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan model pembangunan
partisipatif yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat dan
kemampuan aparat birokrasi dalam menjalankan fungsi lembaga yang berorientasi
pada kepentingan rakyat.
b. Pembangunan Sarana Air Bersih Berbasis Masyarakat
Air bersih adalah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dan mendasar
dalam kehidupan manusia. Secara umum, sumber daya alam air digunakan untuk
keperluan rumah tangga, pertanian, industri, dan peternakan. Secara khusus, air
bersih dan higienis digunakan untuk minum, memasak, mencuci dan mandi.
Kekurangan air bersih berarti akan mengganggu kehidupan manusia, mengingat lebih
dari 50 persen kegiatan manusia sehari-hari mempergunakan air.
Minimnya sarana penyediaan air bersih yang dihadapi oleh masyarakat telah
menimbulkan persoalan-persoalan lain di masyarakat, seperti tingginya pengeluaran
masyarakat untuk memperoleh air bersih serta gangguan penyakit kulit akibat
penggunaan air yang keruh dan tidak higienis. Hal ini sangat mengganggu masyarakat
dari sisi kesehatan terutama anak-anak dan perempuan yang lebih sering melakukan
kegiatan dengan mempergunakan air.
Sesuai dengan kebijakan umum dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, maka dalam upaya
membangun sarana dan prasarana air bersih dan penyehatan lingkungan harus
berdasarkan pendekatan tanggap kebutuhan, yang menempatkan masyarakat pada
posisi teratas dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan sistem yang
akan dibangun (pilihan teknologi), pola pendanaan, maupun tata cara pengelolaannya.
Dalam kaitannya dengan pilihan teknologi tepat guna penyediaan air bersih
(1) Ketersediaan jenis sumber air baku yang dapat dimanfaatkan;
(2) Jumlah biaya yang dibutuhkan serta kemampuan masyarakat untuk memberikan kontribusi pembangunan;
(3) Kompleksitas teknologi dan kesiapan masyarakat untuk mengelola teknologi yang telah dipilih;
(4)Nilai manfaat, kemudahan penggunaan dan kesinambungan terhadap opsi teknologi yang dipilih.
2. Permasalahan
Sebagai akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam
dan Nias maka sumber/sarana air dan sanitasi rusak karena limpahan air laut dan
terjangan tsunami, masyarakat bukan hanya kehilangan sumber air dan sarana sanitasi
tetapi juga anggota keluarga, sanak dan saudara. Keadaan ini memperlemah
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sarana air minum dan sanitasi
(penyehatan lingkungan).
Desa Bhunta di wilayah kecamatan Krueng Sabee kabupaten Aceh Jaya merupakan
salah satu desa yang semua sumber/sarana air bersihnya rusak parah dari hampir
semua desa yang ada di wilayah kabupaten Aceh jaya yang terkena dampak bencana
alam tersebut. Pada awal tanggap darurat kebutuhan akan air bersih setelah relokasi
penduduknya mulai tertata kembali dipenuhi oleh bantuan dari berbagai organisasi
internasional sebagai donor seperti CARE International dan lainnya, akan tetapi
sifatnya darurat dimana sumber air bersih yang digunakan tidak bersifat permanen
(sifatnya tanggap darurat) walaupun bangunan penampung air yang dibangun
bersifat kokoh dan permanen, sehingga seiring dengan waktu sumber air yang
digunakan banyak yang tidak keluar airnya atau dampak intrusi air laut sudah mulai
terasa yang mengakibatkan kualitas air sudah tidak layak kembali. Sedangkan berbagai
program bantuan hibah lain seperti ADB yang salah satunya bekerja berbasiskan
masyarakat kecukupan dana untuk cakupan kerja sudah terbatas peruntukannya,
begitu juga berdasarkan pertimbangan lain seperti topografi dan sebaran penduduk
yang relatif terpencar adalah merupakan kendala tersendiri yang sangat diperhatikan
oleh berbagai sumber donor lain. Sehingga hal ini merupakan cobaan yang sangat
berat bagi masyarakat desa Bhunta tersebut, mengingat kebutuhan akan ketersedian
Berdasarkan potensi yang dicerminkan oleh data eksisting hasil identifikasi
masalah maka yang mengakses ketersidaan air bersih ditampilkan dalam tabel berikut:
Miskin Menengah Kaya Total Total (%)
Jumlah penduduk : 231 109 71 411 100
Jumlah Rumah tangga (KK) : 64 34 19 117 100
Akses awal kepada air bersih*) (KK) : 2 2 1 5 4,42
Akses awal kepada jamban (KK) : 2 4 2 8 7,08 *) Maksudnya: akses yang baik kepada sarana air bersih
Dari data tersebut diatas tampak bahwa akses terhadap air bersih yang layak
sangat kecil sekali, sehingga permasalahan tersebut merupakan potensi yang perlu
diperhatikan untuk memprioritaskan pembangunan sarana air bersih.
3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut di atas maka tujuan dari
program pemberdayaan masyarakat ini adalah:
1. Penyiapan, pengembangan, pemantapan kelembagaan masyarakat di tingkat
masyarakat sehingga dapat mengkoordinasikan dan mengorganisasikan dalam
rangka pelaksanaan kegiatan program pembangunan sarana air bersih;
2. Pembangunan Sarana Air Bersih berbasis masyarakat.
3. Peningkatan kemampuan dan keterampilan perseorangan dan kelompok
masyarakat didalam pengelolaan keberadaan sarana air bersih masyarakat demi
4. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian pada latar belakang disampaikan bahwa ketersedian akan air
bersih saat ini sangat dibutuhkan sekali oleh masyarakat desa Bhunta kecamatan
Krueng Sabee kabupaten Aceh Jaya, dimana hal ini ditunjukan pula oleh kecilnya nilai
cakupan sarana air bersih pada data eksisting-nya. Dipihak lain sumber donor yang
sebelumnya ada di wilayah tersebut sudah tidak bisa memenuhinya lagi karena
dengan keterbatasan dana yang dimilikinya serta keadaan topografi wilayah yang
menjadi kendala. Akan tetapi dipihak masyarakat keberadaan akan sarana air bersih
tersebut sangatlah dibutuhkan terlebih sumber air yang ada dan digunakan sekarang
sudah tidak mencukupi kebutuhan.
Dengan adanya dukungan penuh dari pihak pemerintah desa setempat serta
keinginan masyarakat untuk melaksanakannya secara bersama dan mandiri, maka
pelaksanaan pembangunan sarana air bersih berbasis masyarakat di desa Bhunta
kecamatan Krueng Sabee kabupaten Aceh jaya dilaksanakan berdasarkan partisipasi
masyarakat dengan mengimplementasikan metode pemberdayaan masyarakat MPA
(Methodology for Participatory Assessment) yang biasa digunakan untuk
pemberdayaan masyarakat didalam bidang pembangunan sarana air bersih, dimana metode ini adalah merupakan paduan antara metode partisipatif dasar umum dengan
metode pokok untuk mendorong kesinambungan teknis pembangunan sistem sarana air
bersih secara khusus.
Didalam metoda MPA tersebut kerangka pemikiran program pembangunan sarana
air bersih pelaksanaanya mengikuti phase-phase pokok sebagai berikut:
(1) Phase persiapan masyarakat;
Pada phase ini yang dilakukan adalah sosialisasi program pemberdayaan
mengenai pembangunan sarana air bersih kepada seluruh anggota masyarakat
desa dengan teknis pelaksanaan merujuk kepada kesiapan masyarkat melalui
koordinasi pimpinan setempat atau tokoh masyarakat/agama, saat
pelaksanaannya dilakukan secara partisipatif untuk tujuan pemahaman tentang
(2) Phase identifikasi masalah dalam penentuan opsi teknis dan pembentukan tim kerja masyarakat (TKM);
Pada phase ini adalah merupakan tindak lanjut dari tahapan pertama, adapun
yang menjadi fokus kegiatan adalah pada masalah pengumpulan informasi
yang berkaitan dengan program kegiatan pembangunan sarana air bersih
untuk selanjutnya dilakukan identifikasi masalah guna penentuan opsi teknis
sarana tersebut. Selanjutnya apabila telah didapatkan kesepakatan opsi teknis
yang dipilih, lalu dibentuk kepanitiaan sebagai tim kerja masyarakat yang
dilaksanakan secara demokratis dan partisipatif masyarakat melalui suatu
rembug masyarakat (community gathering).
(3) Phase penyusunan rencana kerja masyarakat;
Pada phase ini tim kerja masyarakat dengan difasilitasi oleh fasilitator membuat
rencana kerja masyarakat untuk pembangunan sarana air bersih sesuai opsi
yang dipilih, dimana isi yang dimuat didalam dokumen rencana kerja
masyarakat tersebut meliputi Rencana Anggaran Biaya (RAB), jadwal
pelaksanaan kegiatan, dan sumber biaya pembangunan.
(4) Phase pelaksanaan rencana kerja masyarakat;
Phase ini adalah tahapan implementasi rencana kerja masyarakat sesuai yang
telah dituangkan didalam dokumen RKM-nya. Baik itu pengadaan material
bangunan, teknis dan jadwal pelaksanaan.
Kesemua tahapan tersebut pelaksanaannya dilakukan berdasarkan partisipasi
masyarakat, sehingga masyarakat merasa memiliki atas sarana air bersih yang
dibangunnya serta jaminan kesinambungan (sustainability) sarana akan terjaga.
Sedangkan untuk mendampingi masyarakat didalam pelaksanaan rangkaian
kegiatannya adalah dibantu oleh fasilitator masyarakat yang secara kemampuan
Kondisi existing
Dari uraian keterangan diatas maka secara bagan dapat dibuat diagram kerangka
pemikiran dalam rangka pembangunan sistem sarana air bersih berbasis masyarakat
sebagai berikut:
5. Metode
Program kegiatan pembangunan sarana air bersih berbasis masyarakat
dilaksanakan dengan mengimplementasikan metode pemberdayaan masyarakat MPA
(Methodology for Participatory Assessment).
Alasan Metode MPA diterapkan didalam pemberdayaan ini karena metode MPA
adalah suatu metode pemberdayaan masyarakat yang secara khusus diterapkan untuk
proses pembangunan sistem sarana air bersih basis masyarakat dan disamping itu
metode ini berdasarkan pengalaman yang sudah menggunakan metode MPA adalah
lebih mudah untuk diterima dimasyarakat karena praktis dan sederhana serta tidak
banyak ketergantungan terhadap adanya fasilitator, selain itu metode ini digunakan
tidak hanya dalam masa pelaksanaan kegiatan saja melainkan terus menerus secara
sinambung, sehingga dapat menuntut dan memicu masyarakat untuk dapat mandiri.
Secara jelas Metodologi dan Instrumen yang terkandung dalam metode MPA ini
terdiri atas penerapan metode-metode dasar sebagai berikut:
1. Metode Partisipatif
Metode partisipatif mendorong keikutsertaan setiap pribadi didalam suatu
proses kelompok tanpa memandang usia, jenis kelamin, kelas sosial dan latar
belakang pendidikan. Metode ini terbukti sangat berguna untuk mendorong
keikutsertaan kaum perempuan (yang selama ini kurang berperan dalam
proses pembangunan dan agak tersisihkan ). Metode partisipatif dirancang
untuk membangun rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab atas keputusan
yang diambilnya. Metoda partisipatif mencoba membuat proses pengambilan
keputusan sebagai pekerjaan yang mudah dan menyenangkan. Hal tersebut
dirancang untuk perencanaan pada tingkat masyarakat. Para peserta belajar
satu sama lain dan mengembangkan rasa saling menghargai atas pengetahuan
dan keterampilan orang lain.
Dalam memfasilitasi setiap kegiatan, dipilih metode yang tepat dan lazim
digunakan dalam program perbaikan sarana Air Bersih masyarakat secara
partisipatif dengan tetap menerapkan cara-cara yang selama ini dianggap
pilihan metode yang dalam pelaksanaannya dilakukan juga
penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi setempat.
Pendekatan MPA membantu orang merasa lebih percaya diri dan yakin akan kemampuannya untuk berbuat sesuatu untuk menjadikan masyarakatnya
lebih baik. Perasaan memiliki keberdayaan dan tumbuhnya kepribadian dalam
diri masyarakat, sama pentingnya dengan perbaikan fisik seperti terbangunnya
sistem sarana air bersih. Dalam implementasinya, dikembangkan instrument
wangkongan (informal meetings), diskusi kelompok terfokus (Focus Group
Discussion), serta temu warga (Community Gathering).
Beberapa Alat dan atau Instrumen yang digunakan didalam kegiatan penerapan
metode Partisipatif adalah sebagai berikut:
a. Pertemuan Informal (Informal Meetings)
Instrumen ini menjadi bagian penting yang digunakan fasilitator terutama
untuk memperoleh hasil yang kualitatif yang tidak dapat dicapai dalam FGD
maupun community gathering. Melalui instrument ini dapat dilakukan klarifikasi
dan konfirmasi data, fasilitasi konflik kepentingan (bila terjadi), serta hal-hal
lain guna kelancaran kegiatan. Informal meeting dilakukan secara kondisional,
setiap saat dianggap perlu. Dengan instrument ini pula fasilitator dapat tetap
melakukan improvisasi-improvisasi langkah, terutama dalam upaya mendekati
warga menuju terbangunnya pemahaman dan kesepakatan.
b. Kuesioner
Guna memperoleh data awal (baseline data) yang akurat, dirancang format
kuesioner yang sederhana namun dapat memenuhi keperluan data yang
dibutuhkan. Penyebaran kuesioner dilakukan oleh local researcher dengan
panduan dari fasilitator dengan mengunjungi setiap keluarga yang terdapat di
dua wilayah pembangunan sarana air bersih ini.
c. Focus Group Discussion (FGD)
Pada tahapan ini, kegiatan diskusi kelompok terfokus dan diarahkan agar
terjadinya proses assessment oleh warga dengan menggunakan alat (tools)
yang telah dipersiapkan. Alat yang digunakan tersebut berhubungan dengan
peringkat kesejahteraan, pemetaan sosial, jalur penyebaran penyakit serta
pelaksanaannya, dilakukan pemilihan peserta secara acak dan terbatas, yakni 15
sampai 20 orang yang dapat mewakili strata kesejahteraan (kaya, miskin,
sedang), sebaran lokasi permukiman, usia serta jenis kelamin (gender).
d. Community Gatherings
Merupakan instrumen sosialisasi program serta forum untuk menyepakati
temuan dan rencana yang dihasilkan dalam FGD yang melibatkan seluruh
masyarakat di wilayah ini. Setiap warga memiliki peluang serta hak yang sama
untuk turut mengemukakan pendapatnya, kritik dan saran terhadap hasil dari
FGD, termasuk penyepakatan rencana tindak lanjutnya.
e. Pelatihan (Trainings)
Pada tahapan ini, kelompok pengguna sarana air bersih diberi pelatihan
tentang bagaimana nanti operasional dan pemeliharaan sarana tersebut
setelah beroperasi. Disamping itu juga diberi pemahaman tentang organisasi
diantaranya administrasi organisasi, administrasi keuangan, dan mekanisme
pembuatan aturan main antara kelompok dengan pengguna.
2. Metode Kesinambungan Teknik Sistem Sarana Air Bersih (SAB)
Metode ini adalah merupakan suatu metode pendekatan yang khusus
memperhatikan segi kesinambungan pengelolaan dan penggunaan sistem
Sarana Air Bersih (SAB) untuk mendorong agar kesinambungan dapat terjadi,
yaitu dengan cara memperhatikan 5 aspek kesinambungan sebagai berikut:
a. Kesinambungan Teknis
Pertimbangan jenis teknologi yang dimanfaatkan sesuai dengan kondisi di
masyarakat.
b. Kesinambungan Finansial
Pertimbangan biaya operasi dan pemeliharaan serta iuran melibatkan
semua kelompok masyarakat (Kaya/Miskin, Laki/Perempuan). Yang pada
prinsipnya teknik SAB yang dipilih tidak memberatkan masyarakat dalam
hal penentuan iuran untuk operasi dan pemeliharaan.
Teknik SAB yang dipilih harus memperhatikan aspek lingkungan dalam
kaitannya dengan sumber air yang dimanfaatkan dan pembuangan air yang
telah dimanfaatkan.
d. Kesinambungan Institusi
Dalam proses pembentukan badan pengelola harus memperhatikan
kesetaraan gender dan pelibatan kelompok miskin, serta mewujudkan
nilai-nilai demokrasi dan transparansi. Selain itu dalam kaitannya dengan
pengembangan kemampuan melalui pelatihan juga harus melibatkan
kelompok miskin dan kesetaraan gender, baik dalam menentukan jenis
pelatihan maupun peserta pelatihan.
e. Kesinambungan Sosial
Seluruh kelompok masyarakat (miskin/kaya, laki-laki/perempuan) diberikan
pilihan seperti opsi teknologi, jenis sarana, tingkat pelayanan, jenis
pelatihan termasuk kelompok masyarakat yang disertakan serta
memperhatikan nilai-nilai Demand Responsive Approach (DRA).
3. Time Frame / Rencana Jadwal Kegiatan
Berdasarkan pada tahapan metoda MPA maka rencana jadwal kegiatan (time
frame) pembangunan sarana air bersih di desa Bhunta pelaksanaanya dijadwalkan
sebagai berikut:
No. Jenis kegiatan
Waktu, Minggu ke- dalam Bulan ke-
Bab II.
GAMBARAN UMUM DAN PROFIL LOKASI STUDI
1. Gambaran Umum Situasi Desa.
Desa Bhunta adalah salah satu desa di kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh
Jaya dengan luas area 535 Ha.
Ketika bencana gempa bumi dan tsunami melanda Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam desa ini tidak mengalami kerusakan yang berarti karena jarak desa ini
dengan garis pantai sekitar 7 km. Akan tetapi walaupun desa ini bukan desa yang
parah dilanda Tsunami, namun cukup menerima imbas dari bencana yang terjadi
dimana semua jalur transportasi terputus, saluran listrik mati total, sumber sarana air
bersih rusak dan di perparah dengan minimnya persediaan makanan yang dimiliki
masyarakat desa ini. Selain itu desa ini juga menjadi salah satu basis penampungan
pengungsi dari desa lain yang terkena tsunami, diantaranya dari Desa Cot Trap, Leung
Gayo, Paya Baro, Alue Ambang , Tanoh Manyang serta desa-desa lainnya di kecamatan
Krueng Sabee dan hal ini cukup menimbulkan permasalahan di Desa Bhunta.
Seiring dengan kedatangan pengungsi ke desa ini, secara langsung maupun tidak
langsung masyarakat desa ini mempengaruhi situasi dan kondisi kehidupan sosial baik
itu permasalahan kebutuhan pokok, tempat tinggal dan masalah–masalah lainnya
sebagai akibat pembauran.
Sekarang masyarakat Desa Bhunta secara perlahan telah memulai kembali aktivitas
seperti dahulu dimana para petani sudah mulai kembali bercocok tanam di
persawahan mereka walaupun banyak permasalah yang mereka hadapi dalam
menjalankan usaha mereka, diantaranya areal sawah yang rawan banjir dan terendam
ketika musim hujan dan hal ini juga diperparah dengan rusaknya tanggul penyangga
aliran sungai yang melalui wilayah desa.
Walaupun masih banyak permasalahan bagi warga khususnya petani menjalankan
usaha pertanian akan tetapi mereka tetap melakukan cocok tanam karena sangat
didukung oleh areal persawasahan yang cukup luas yaitu sekitar 150 Ha. Ini merupakan
potensi primadona yang dimiliki oleh Desa Bhunta disamping potensi–potensi lainnya
yang belum tergali diantaranya usaha perternakan, penambangan pasir/galian C dan
Sebagai gambaran umum, masyarakat saat ini sedang merencanakan kembali
untuk turun kesawah guna melanjutkan usaha pertanian. Disamping itu juga ada
beberapa perencanaan yang bersifat infrastruktur diantaranya pembangunan atau
rehab tempat ibadah (Mesjid Desa) Bhunta, sarana Air Bersih dan pembukaan jalan
untuk mengakses potensi SDA desa berupa pasir di Sungai.
2. Kondisi Fisik
a. Geografi
Luas wilayah desa Bhunta adalah 535 Ha, dimana disebelah utara berbatasan
dengan hutan Seumira, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Rambong
Payong, sebelah barat berbatasan dengan desa Tanoh Anoe, dan disebelah
timur berbatasan dengan desa Pulo Tinggi. (Lampiran 1. Gambar peta lokasi)
Desa Bhunta terdiri atas 2 (dua) dusun, yaitu dusun Masa Jaya dan dusun Masa
Karya. Sedangkan jarak desa Bhunta ke pusat pemerintahan kecamatan sejauh
3 km, ke ibu kota kabupaten 33 km, dank ke kota provinsi sejauh 420 km.
b. Demografi
Tabel 1: Data Dasar Penduduk
c. Sarana dan Prasarana/Infrastruktur
Sarana dan prasarana/infrastruktur yang dimiliki desa Bhunta terdiri atas:
Jalan sepanjang 6700 m dimana sepanjang 300 m beraspal, 3400 m berpasir, dan sepanjang 3000 m kondisi rusak total.
Listrik, Desa Bhunta paska gempa bumi dan gelombang tsunami tidak menikmati lagi pelayanan listrik karna rusak total dan kondisi ini diperparah
dengan dicurinya jaringan kabel aliran oleh pihak-pihak tidak bertangguang
jawab.
Telepon, Jaringan telepon belum pernah ada di Desa Bhunta baik pra atau pasca gempa bumi dan gelombang tsunami.
Kepemilikan tanah, Pada umumnya warga Bhunta belum memiliki sertifikat kepemilikan tanah dari Badan Pertanahan Nasional.
Untuk gambaran status kepemilikan dan batas tanah tersebut, di dapat
berdasarkan informasi dari hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh
komponen Community Land Mapping–LOGICA–AIPRD.
Tabel 2: Status Kepemilikan Tanah
Dusun Masa Jaya Dusun Masa Karya
Jumlah Persil 57 96
Status Pemilik Hidup 54 95
Status ahli waris 3 1
Status pemilik tidak ada keterangan 3 1
Kebun/sawah/tanah kosong 3 17
Bangunan rumah 50 71
d. Fasilitas Umum
Tabel 3: Ketersediaan Fasilitas Umum
Jenis Ukuran/Daya Tampung Kondisi
Mesjid 20x 30 m2/ 100 Orang Perlu renovasi Meunasah 5 x 7 m2/ 150 Orang Perlu renovasi
Kantor/Balai Desa 10 x 6 m2/ 20 Orang Terendam Banjir ketika hujan Balai Pengajian/TPA 5 x 7 m2/ 100 Orang Semi permanen dan perlu
rehab
Balai/gedung pertemuan 7 x 18 m2/ 100 Orang Dalam tahap pengerjaan (Bantuan AIPRD_LOGICA)
e. Sumber-sumber air yang bisa diakses masyarakat
Tabel 4: Ketersediaan sumber air bersih
# Sumber
f. Kondisi sanitasi secara umum
Pada umumnya masyarakat Desa Bhunta belum mempunyai system sanitasi
dan saluran pembuangan yang baik. Buangan limbah rumah tangga di salurkan
ke pekarangan belakang berupa kubangan. Sebahagian besar rumah penduduk
di Desa Bhunta belum memiliki MCK yang layak.
3. Potensi ekonomi
Beberapa potensi ekonomi yang dimiliki oleh desa Bhunta diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Ketrampilan mata pencaharian
Pada umumnya penduduk desa Bhunta hanya mempunyai ketrampilan dasar
sebagai petani maupun tukang bangunan.
b. Sumber-sumber mata pencaharian pokok dan usaha sampingan
Tabel 5: Jenis mata pencaharian Jenis Mata
Pencaharian Utama Jumlah Keterangan
Bengkel L: 2 Termasuk bengkel las,
sepeda motor dll P: -
PNS L: 2 Pada umumnya pegawai golongan menengah P: 2
Pedagang L: 25 Jualan kecil-kecilan atau
kios dan warung P: -
Sumber: (Kantor desa dan penduduk: 2008)
c. Jenis mata pencaharian dan perlengkapan/peralatan yang digunakan
Tabel 6: Perlengkapan mata pencaharian Jenis mata
pertukangan Perlu pelatihan Modal usaha kurang
b. Gergaji,palu,meteran
Petani
a. Cangkul Tractor yang tersedia
tidak sesuai dengan luas area pertanian /sawah
b. Parang c. Hand traktor
d. Potensi SDA (Sumber Daya Alam)
Tabel 7: Potensi Sumber Daya Alam
Jenis Luas/Unit Keterangan
Sawah 150 Ha
Para petani belum turun kesawah karena areal persawahan terendam
Ladang 10 Ha Produksi buah kelapa Sebagian
area terendam di musim hujan
Kebun 35 Ha Tanaman keras
(durian,rambutan,Mangga)
Perkampungan 50 Ha Total keseluruhan pemukiman
penduduk
Rawa-Rawa 7 Ha Rawa- rawa yang tidak digarap
Pohon produksi / perkebunan 35 Ha Kelapa penghasil kopra
Tanah Kosong 33 Ha Areal wilayah Desa yang tidak
produktif Sumber: (Kantor desa dan penduduk: 2008)
4. Kesehatan
a. Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan
Di Desa Bhunta tidak ada fasilitas kesehatan yang berbentuk bangunan
(infrastruktur) maupun tenaga medis yang menetap, fasilitas kesehatan yang
ada di desa hanya Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) yang jadwal
aktifitasnya adalah seminggu sekali. Warga desa umumnya memperoleh
pelayanan kesehatan di PUSKESMAS yang terletak di pusat Kecamatan dengan
jarak tempuh dari desa sekitar 3 km, yang dapat dicapai dengan kendaraan
roda dua milik pribadi dan kendaraan umum yaitu becak mesin. Untuk
keperluan pelayanan yang bersifat mendesak atau darurat seperti ibu
melahirkan biasanya warga desa Bhunta menjemput bidan atau mantra
kesehatan yang ada di desa lain dan terkadang menggunakan jasa Bidan
Kampung (dukun terlatih).
b. Pola Penyakit
Kasus penyakit yang sering diderita warga desa Bhunta adalah Malaria,
Reumatik (lumpuh sementara), Batuk dan penyakit musiman seperti Diare,
c. Akseptor KB
Di desa Bhunta terdapat 75 pasangan usia subur dan tidak ada data valid untuk
pasangan atau keluarga pengguna alat kontrasepsi dari program Keluarga
Berencana (KB). Pada umumnya warga Desa menggunakan sistem dan alat
kontrasepsi tradisional yang telah dilakukan turun–temurun dan masih
berlangsung sampai sekarang.
5. Sosial dan Budaya
a. Pola kegiatan harian
Tabel 8: Pola kegiatan harian versi Ibu rumah tangga
Waktu (WIB) Jenis Kegiatan
1 05:00 s/d 10:00 Bangun pagi, shalat Shubuh, masak, cuci pakaian, cuci piring, ngopi.
2 10:00 s/d 12:00 Bekerja ke sawah, kebun, bersih rumah. ngurus anak. 3 12:00 s/d 14:00 Masak siang. Istirahat, makan siang
4 14:00 s.d 16:00 Istirahat, tidur siang 5 16:00 s/d 17:00 Mandi, shalat ashar
6 17:00 s/d 18:00 Santai. nonton, ngurus anak
7 18:00 s/d 19:30 Shalat magrib,ke mesjid, wirid yassin 8 19:30 s/d 20:00 Shalat Isya
9 20:00 s/d 22:00 Nonton, istirahat, ngumpul dengan keluarga 10 22:00 s/d 05:30 Istirahat, tidur
Pola kegiatan harian versi keluarga petani
Waktu (WIB) Jenis Kegiatan
1 05:00 s/d 07:00 Bangun pagi, shalat Shubuh, ngopi,sarapan pagi 2 07:00 s/d 08:00 Bekerja ke sawah, bersih peralatan, bersih rumah. 3 08:00 s/d 12:00 Bekerja ke sawah. ladang dan kebun
4 12:00 s.d 14:00 Istirahat, tidur siang, Shalat 5 14:00 s/d 17:00 Kembali bekerja ke sawah, ladang
6 17:00 s/d 18:00 Mandi, shalat Ashar, mandi, kumpul dengan keluarga, istirahat,
7 18:00 s/d 19:30 Ke mesjid , shalat magrib, makan malam 8 20:00 s/d 22:00 Nonton, Istirahat, ngumpul dengan keluarga 9 22:00 s/d 05:30 Istirahat, tidur
Pola kegiatan harian versi pemuda – pemudi
Waktu (WIB) Jenis Kegiatan
1 06:00 s/d 08:00 Bangun pagi, shalat shubuh, ngopi,sarapan pagi. 2 08:00 s/d 12:00 Kerja, ke sawah, Ke ladang
3 12:00 s.d 14:00 Istirahat, tidur siang, Shalat, nonton, kumpul dengan kawan
MASYARAKAT
Red Cross & Crescent
AIPRD
ACF
AMI
Camat
Koramil
PPK
Puskesmas KUA MUKIM
Kapolsek Posyandu
Forum Pemuda Keuchik
LKMD
PKK
Kadus
Kades
5 17:00 s/d 18:00 Mandi, Shalat Ashar, jalan-jalan, santai, nonton 6 18:00 s/d 20:00 Shalat magrib, ke mesjid, makan malam
7 20:00 s/d 30:00 Santai, kumpul-kumpul, nonton TV 8 22:00 s/d 06:00 Istirahat, tidur
6. Hubungan Kelembagaan, Partisipasi sosial, dan Sensitivitas Gender a. Hubungan Kelembagaan
Hunbungan kelembagaan yang terdapat di desa Bhunta, kecamatan Krueng
Sabee kabupaten Aceh Jaya dapat dilihat dari pola kedekatan pada diagram
b. Partisipasi dalam kegiatan sosial, budaya dan keagamaan
Pada umumnya masyarakat desa Bhunta sangat kental atau aktif dalam
kegiatan sosial yang bersifat silahturahmi seperti hajatan, kenduri, pesta
perkawinan dan kematian dimana semua warga desa saling membantu dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut. Setelah tsunami dengan adanya program cash
for work dari beberapa lembaga yang pada dasarnya bersifat gotong royong
mempengaruhi pola hubungan sosial termasuk sendi-sendi budaya yang dulu
telah ada dimana budaya gotong royong secara perlahan telah ditinggalkan
oleh masyarakat karena telah terbiasa dengan bayaran yang diberikan. Gotong
Royong sudah pernah coba diaktifkan kembali oleh Kader Desa akan tetapi
tidak semua warga desa berperan kecuali lebih banyak kaum perempuan yang
aktif.
c. Sensitivitas Gender
Pada umumnya peran laki-laki dan perempuan di desa Bhunta tidak ada indikasi
perbedaan yang berarti, ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan di desa baik itu
musyawarah dimana semua warga desa baik laki-laki maupun perempuan hadir
dan diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat serta masukan untuk
pengambilan keputusan. Dalam kegiatan gotong royong semua warga desa
baik laki-laki maupun perempuan juga dilibatkan dan berperan aktif tanpa ada
pembedaan, tetapi perbedaan hanya pada pembagian kerja atau pada
tingkatan penyelesaian pekerjaan.
Dalam melakukan kegiatan pekerjaan sehari-hari pada umumnya ibu-ibu/kaum
perempuan juga terlibat bekerja diladang dan disawah termasuk pengolahan
hasil panen seperti pinang, kelapa yang dilakukan secara bersama–sama
Bab III.
HASIL DAN PEMBAHASAN (ACTION PLAN)
Berdasarkan metode yang dipakai yaitu MPA (Methodology for Participatory
Assessment) maka hasil analisis dari kegiatan secara keseluruhan adalah sebagai
berikut:
1. Implementasi Kegiatan
1. Pelatihan dan Orientasi Tim Fasilitator dan Local Researcher
Program ini dimaksudkan sebagai wahana pencerahan dan pembekalan
bagi seluruh anggota tim yang akan melaksanakan tugas dilapangan. Kesiapan
motivasi dan peningkatan kapasitas tim juga telaah mendalam akan hal-hal
baru menjadi fokus kerja dalam pelatihan. Dalam hal ini, pengkayaan dan
pendalaman materi dari pihak-pihak yang kompeten dan berpengalaman
menjadi sangat relevan sebagai bahan diskursus, khususnya tentang sistem
sarana air bersih.
Pada pelatihan ini dilaksanakan selama 2 hari yaitu pada tanggal 5 dan 6 Mei
2009, Hari pertama diawali dengan bina suasana dilanjutkan dengan sesi orientasi program yang diisi oleh paparan dari Koordinator program (Latar
Belakang dan Arah Kegiatan Penyiapan Masyarakat menuju terbangunnya
Community-Based Water Supply System di Dusun Masa Jaya dan Dusun Masa
Karya, desa Bhunta).
Hari ke kedua, orientasi lebih diarahkan kepada pendalaman pengetahuan lapangan serta pengkayaan pemahaman terhadap alat (instrumen partisipatif)
serta bahan kuesioner. Pendalaman dan pengkayaan teknis fasilitasi dan
penggalian data primer. Local researcher dan fasilitator membedah anatomi
sosial kemasyarakatan di kedua wilayah dusun termasuk asumsi-asumsi kontra
produktif yang mungkin muncul. Local researcher dalam sesi ini menjadi sumber
informasi utama. Pada hari ke dua ini pula, diberikan pembekalan berkenaan
dengan teknik-teknik komunikasi dan improvisasi fasilitasi – the lesson learned
dari Koordinator Program yang memaparkan pengalaman-pengalaman
Pelatihan I (Operasional & Pemeliharaan), dilaksanakan tanggal 7 Mei 2009 mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan 17.30 dihadiri oleh perwakilan
masing-masing Pengurus Kelompok Pengguna Sarana Air Bersih (SAB) sebanyak 32
orang dan seluruh Fasilitator. Proses dimaksudkan untuk memberi pemahaman
kepada kelompok pengguna bagaimana tentang operasi dan pemeliharaan dari
sarana air bersih tersebut, sehingga kelompok bisa membuat rencana kerja,
struktur dan job description.
Pelatihan II (Organisai & Managerial), dilaksanakan tanggal 8 Mei 2009 mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan 17.30 dihadiri oleh perwakilan
masing-masing Pengurus Kelompok Pengguna Sarana Air Bersih sebanyak 30 orang,
dan seluruh Fasilitator dan Local Researcher. Proses dimaksudkan untuk
memberi pemahaman kepada kelompok pengguna bagaimana pentingnya
organisasi dan unsur-unsur pokoknya antara lain :
1. Organisasi
2. Administrasi
3. Pendanaan
4. Jaringan kerja
3. Kegiatan Sosialisasi dan Identifikasi Permasalahan
Kegiatan sosialisasi kegiatan penyiapan masyarakat di kedua wilayah, dusun
Masa Jaya dan dusun Masa Karya, Desa Bhunta, Kecamatan Krueng Sabee
dilaksanakan mulai pertengahan bulan Mei 2009 melalui berbagai tahapan.
Guna mengidentifikasi permasalahan setempat termasuk pengumpulan data
sekunder, permulaan sekali telah dilakukan pertemuan-pertemuan informal
dengan berbagai tokoh kunci masyarakat al: Ketua RW; Kader PKK, Tokoh
Pemuda; Tokoh Agama termasuk perangkat Desa dan Kecamatan – baik secara
bersama-sama dalam bentuk wangkongan (informal meeting-dialog) maupun
secara sendiri-sendiri melalui kunjungan ke rumah warga.
Dari berbagai format kajian yang dilakukan terangkum beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan sistim penyedeiaan air bersih dan sanitasi
mulai dari kebiasaan BAB di kebun, BAB di sungai, cubluk/Septik Tank
punya drainase dan berbagai hal yang berkaitan dengan kebiasaan yang tidak
sesuai dengan syarat kesehatan.
Selama melakukan prakondisioning sampai pada pelaksanaan FGD (masing
masing 9 kali di setiap lokasi), dan Community Ghatering (2 kali di setiap lokasi)
telah dilaksanakan tahapan kegiatan sbb:
• Mendata jumlah kepala umpi (kepala rumah/terdiri dari satu atau beberapa
keluarga) dan menyebarkan kuesioner.
• Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kriteria
kaya, miskin dan sedang dari kacamata warga setempat dikaitkan dengan
kondisi sanitasi.
• Mengidentifikasi sumber air bersih.
• Mengidentifikasi sejumlah cubluk (galian tanah tempat BAB / tanpa konstruksi).
• Mengidentifikasi drainase.
• Mengidentifikasi sebaran cubluk.
• Mengidentifikasi sebaran buangan sampah.
• Membuat pemetaan saluran pipa (pipeline) air bersih versi masyarakat.
• Membangun struktur kepengurusan pengguna SAB.
• Mendata daftar calon pengguna SAB yang siap salurannya disambungkan.
• Melibatkan sejumlah resources local pada program pembangunan system
Sarana Air Bersih (SAB).
4. Focus Group Discussion (FGD)
Untuk mendorong warga melakukan pengkajian terhadap
permasalahan-permasalahannya sendiri, dan seterusnya dapat mencari cara-cara
pemecahannya sendiri, dilakukan Serangkaian Diskusi Kelompok Terfokus
(Focus Group Discussion - FGD) dengan beberapa sasaran antara lain:
• Pemetaan /Identifikasi Permasalahan Bersama
• Derajat Kesejahteraan Warga berkaitan dengan kondisi sanitasi.
• Pemetaan Sosial
• Pemetaan Jalur Pipa versi Warga
• Pembentukan Pengurus Kelompok Pengguna SAB (Tim Pengelola).
• Pemilihan susunan Pengurus Kelompok SAB secara demokratis.
• Evaluasi dan monitoring pelaksanaan konstruksi oleh kelompok pengguna
SAB.
• Mencari beberapa opsi SAB bagi pengguna yang tidak mampu.
• Penguatan pengurus kelompok dalam memecahkan masalah (Problem
Solving)
• Penguatan pengurus kelompok dalam kebersamaan/keterpaduan (Team Work)
• Penguatan pengurus kelompok dalam kreativitas/jejaring
• Pengenalan pentingnya admintrasi organisasi dan keuangan bagi kelompok.
• Memfasilitasi Kelompok Pengguna membuat aturan main dan manual
dengan warga pengguna SAB.
5. Community Gathering
Community Gathering I, dilaksanakan tanggal 10 Mei 2009 mulai jam 14.00 sampai dengan 17.00 WIB dihadiri oleh perwakilan masing-masing RT sebanyak
78 orang. Pokok bahasan adalah penyepakatan hasil dari Pendataan Awal, FGD
Kesejahteraaan, Mapping Sosial dan Jalur Penyakit. Hasil kajian dan temuan
warga dalam proses FGD dipaparkan oleh perwakilan warga untuk ditanggapi,
dikritisi atau diperkaya oleh warga lain yang menjadi peserta. Setelah melalui
proses diskusi, akhirnya hasil kajian dan temuan warga dalam FGD dapat
disepakati warga secara keseluruhan.
Proses Community Gathering I, dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang hasil FGD-FGD yang selama ini ditempuh
dalam kelompok terbatas. Diharapkan pemaparan hasil kajian oleh warga
sendiri ini mampu memberikan stimulan yang positif dan gayung bersambut
dari warga yang hadir (pemahaman dan akseptibilitas). Pemaparan
temuan-temuan harus diklarifikasi dan diberikan tanggapan secukupnya sehingga
1) Pendataan awal merupakan wahana pengambilan data secara sampling
dari sejumlah kepala keluarga dalam bentuk quisioner. Isi ini meliputi
jumlah KK, fasilitas air bersih, jamban, cubluk, drainase dan sebaran
sampah sebagai akibat dari aktivitas masyarakat.
2) FGD derajat kesejahteraan, memberi peluang kepada warga untuk
memahami realitas warga yang ada. Mulai dari kondisi warga, jumlah
jiwa tiap umpi, perilaku, cirri-ciri/krteria kaya, miskin dan sedang, serta
sebaran atau prosesntasi jumlah warga kaya, miskin dan sedang.
3) Mapping social, warga diminta untuk menggambarkan peta situasi
mengenai seluruh eksisting kampung, batas RW, Gang, Saluran air,
rumah-rumah sesuai dengan criteria sosial, jamban umum, kebun,
sungai dst. Kemudian warga yang hadir diminta kembali masukan dan
koreksinya.
4) Jalur penyakit, merupakan gambaran proses rute penyebaran
kontaminasi dari sumber, media, proses dan akibat. Pada kesempatan
ini warga membahas tentang hasil kajian FGD, kemudian hasil-hasil
tersebut dikamapanyekan. Khususnya menyangkut keharusana
perubahan tingkah laku dan penanganannya secara efektif oleh
khalayak luas secara bersama-sama (Perencanaan Bersama). Proses ini
sangat banyak mendapat tanggapan masyarakat karena menyangkut
dampak kerugian baik material maupun immaterial yang langsung
diderita oleh warga.
Community Gathering II, dilaksanakan pada hari Kamis, 12 Mei 2009 mulai pk.13.30 WIB sampai dengan pk.17.15 WIB. Selain dihadiri hampir sekitar 100
warga setempat dengan jumlah laki-laki dan perempuan hampir sebanding,
beberapa wakil perangkat desa juga turut hadir.
Pokok utama bahasan pada temu warga II ini adalah pemaparan dari
perwakilan warga tentang temuan-temuan serta kajian yang telah dilakukan
oleh warga sendiri melalui FGD-FGD sebelumnya yang disampaikan oleh
penyediaan sarana Air Bersih, perilaku/ kebiasaan buruk buang air besar,
ketiadaan sarana sanitasi memadai, serta pemetaan social yang telah dibuat
warga secara bersama-sama, juga bagaimana warga berpendapat untuk
mengatasinya.
Secara umum warga dapat menyepakati hasil assesment tersebut dan sangat
menginginkan adanya perubahan keadaan. Untuk itu warga menerima dan antusias dengan rencana pembangunan sistem sarana Air Bersih Perpipaan dan Sumur Gali.
Pihak koordinator program memaparkan aspek design, teknis
operasionalisasi sarana serta asumsi-asumsi beban yang harus ditanggung
warga, serta saran bagaimana seharusnya warga dapat mengorganisasi diri
dalam O&P sarana yang kelak akan dibangun.
6. Evaluasi dan Orientasi Tim Fasilitator dan Local Researcher
Program ini dimaksudkan sebagai wahana evaluasi dan pembekalan bagi
seluruh anggota tim setelah melaksanakan Tahap I dan saat akan melaksanakan tugas dilapangan pada Tahap II. Kesiapan motivasi dan peningkatan kapasitas tim juga telah mendalam akan hal-hal baru menjadi
fokus kerja dalam orientasi. Dalam hal ini, pengkayaan dan pendalaman materi
dari pihak-pihak yang kompeten dan berpengalaman menjadi sangat relevan
sebagai bahan diskursus, khususnya tentang upaya penguatan kelompok
pengguna Sarana Air Bersih.
7. Kegiatan Penyiapan dan Penguatan Kelompok Pengguna
Kegiatan pertama penyiapan dan penguatan kelompok pengguna sarana
Air Bersih di kedua wilayah, Dusun Masa Jaya dan Dusun Masa Karya desa
Bhunta, Kecamatan Krueng Sabee dilaksanakan mulai akhir bulan Mei 2009
melalui berbagai tahapan. Selama melakukan prekondisioning sampai pada
pelaksanaan FGD, dan Community Ghatering telah dilaksanakan tahapan
kegiatan sebagai berikut:
a. Memilih orang untuk duduk dikepengurusan kelompok pengguna Sarana
b. Mengevaluasi dan memonitor pelaksanaan pasca konstruksi oleh
masyarakat.
c. Mengidentifikasi hasil temuan monitoring pasca kontruksi olek kelompok
masyarakat.
d. Mengidentifikasi pengguna sarana SAB yang tidak mampu melakukan
penyambungan dan menyiapkan sarana lainnya.
e. Membangun dan menggali individu pengurus kelompok pengguna dalam
team work, kreativitas dan problem solving.
f. Mendorong kelompok pengguna sarana SAB membuat stuktur, rencana
kerja dan job description kelompok.
g. Memberi pemahaman kelompok pengguna dalam hal teknis Operasional
dan pemeliharaan dan juga managerial/adminitrasi.
h. Membuat aturan main pelaksanaan operasional sistem sarana SAB tersebut
antara kelompok pengguna dan pengguna itu sendiri.
2. Kegiatan Konstruksi Sarana Air Bersih
Pada dasarnya pengerjaan fisik sarana air bersih beserta pemipaan di dua lokasi
Dusun Masa Jaya dan Dusun Masa Karya telah dinyatakan selesai 100 %, hal
tersebut disepakati dalam pertemuan tripartite antara pihak coordinator program,
perangkat desa Bhunta dan pihak Tim Kerja Masyarakat yang disaksikan oleh pihak
pendamping dan masyarakat.
Pekerjaan fisik di atas meliputi:
• Bak utama Penangkap Air (Mata Air)
• Bak water treatment beserta material pendukung fungsi filtrasi seperti zeolit,
tanaman dll
• Pemasangan Pipa primer dan Sekunder lengkap dengan instalasi bak
• Pemasangan 15 titik sambungan langsung ke Bak Umum beserta
kelengkapannya
• Pengembalian kondisi bekas galian / gang ke kondisi semula
Walaupun demikian sesuai kondisi dan dinamika di lapangan, maka terdapat
pembiayaan dan itu terjadi karena didorong oleh kesiapan warga masyarakat
dalam keswadayaan.
Perubahan Penyesuaian dari Rencana Semula:
a) Perubahan penyesuaian dan panambahan volume perkerjaan dari rencana
semula, terjadi pada:
1. Perubahan jalur pemipaan dari 5 gang yang direncanakan, menjadi tiga
gang yang direalisasikan dengan pertimbangan jumlah penduduk/keluarga
yang membutuhkan.
2. Penempatan bak kontrol, semula per 50 meter, volumenya disesuaikan
dengan kondisi melalui pendekatan konsentrasi umpi, serta dimungkinkan
untuk pengembangan pengguna dimasa yang akan datang ditinjau dari sisi
kepadatan penduduk. Semula 12 buah pada pipa 4 inch dan 8 buah pada
pipa 6 inch sedangkan ralisasinya 18 buah pada pipa 4 inch dan 19 buah
pada pipa 6 inch.
3. Penambahan kualitas bak kontrol di jalur utama, dimana semula dengan
konstruksi pasangan batu-bata maka dengan pertimbangan teknis dan
lokasi pinggir jalan desa, telah disepakati untuk dirubah dengan site mix.
4. Penambahan panjang jalur pipa untuk menjangkau pengguna yang relatif
jauh dari pipa utama.
5. Perbanyakan Conecting pipa T tanpa melalui bak kontrol, karena
pertimbangan kemudahan jangkuan yang lebih efesien dan ekonomis bagi
warga pengguna. Yang sebelumnya tidak direncanakan secara detail oleh
pihak konsultan maupun kontraktor.
b) Kebijakan pemanfaatan tenaga lokal yang diusulkan masyarakat setempat,
yang sebelumnya akan memakai tenaga luar daerah. Kebijakan ini berpengaruh
terhadap tingkat pendapatan dan rasa aman bagi masyarakat setempat
maupun kontraktor. Secara otomatis kualitas yang diharapkan terjaga langsung
oleh masyarakat setempat.
c) Memasang jalur utama dan sekunder memotong jalan desa untuk persiapan
d) Pelaksanaan pemasangan sambungan langsung ke rumah pengguna (SR)
sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen RKM, Saat ini telah terpasang 47
titik SR yang digunakan oleh masyarakat.
3. Hasil (Output) Kegiatan Pembangunan Sistem Sarana Air Bersih (SAB)
Secara umum, dari implementasi kegiatan yang dimulai sejak 5 Mei 2009
sampai dengan saat ini dan dilaksanakan melalui tahapan I, II dan III serta
perkembangan selanjutnya, diperoleh gambaran hasil kegiatan sebagai berikut:
1. Terlaksananya beberapa agenda kegiatan yang dituangkan dalam bentuk
matrik kegiatan, antara lain:
a. Focus Group Discussion (FGD)
b. Community Gathering
c. Informal Meeting
d. Tripartit Meeting
e. Orientasi & Pelatihan Local Researcher dan Pengurus Kelompok Pengguna
Sistem Srana Air Bersih (SAB)
2. Diperoleh pemahaman dan kesepakatan mengenai:
a. Baseline data dan teridentifikasinya kondisi dan permasalahan lingkungan:
1) Data penduduk serta sebarannya
2) Tingkat kesejahteraan masyarakat
3) Peta potensi dan masalah dusun Masa Jaya dan dusun Masa Karya, desa
Krueng Sabee
4) Drainase dan cubluk yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
5) Peta jalur pipa versi masyarakat
6) Data pengguna
b. Manajemen pengelolaan sistem Sarana Air Bersi (SAB) yang dituangkan dalam
bentuk:
1) Struktur organisasi beserta Job description pengurus kelompok
pengguna
c. Terlaksananya pembangunan fisik system Sarana Air Bersih (SAB) dan jalur
perpipaan dengan kondisi 100% sesuai Rencana Kerja Masyarakat (RKM) yang
dibuat (Terlampir dalam Lampiran 2).
d. Diakomodasinya saran dan keinginan warga dalam beberapa aspek teknis
pelaksanaan kontruksi dan pemipaan aantara lain: adanya perubahan dan
penambahan volume pekerjaan fisik berupa:
1) Penambahan panjang jalur pipa dan jumlah bak kontrol
2) Pemeluran/semenisasi gang dan perbaikan drainase
3) Dilakukannya uji kualitas beton dan dilakukannya rekayasa teknis
penambahan ketebalan dinding bak penangkap Air.
3. Pelaksanaan pekerjaan teknis hampir 80% menggunakan tenaga setempat
dengan memberdayakan tim kepengurusan pengelola yang sudah terbentuk
sebagai pengorganisir.
4. Dicapainya tujuan utama program pendampingan pembangunan Sistem Sarana
Air Bersih (SAB) berupa peningkatan kapasitas masyarakat yang telah mereka
buktikan dalam interaksi yang dilakukan pada program yang dilaksanakan,
yaitu:
a. Tumbuhnya Kesadaran dan sikap terbuka pada program
b. Adanya kesiapan motivasi dari warga
c. Adanya kesiapan kerjasama dari warga terhadap pelaksanaan program
d. Adanya peningkatan wawasan dan keahlian dalam operasional dan
Bab IV.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
a. Kehancuran total struktur sosial masyarakat paska tsunami merupakan agenda
utama yang harus disikapi oleh siapa saja baik itu pemerintah, NGO dan
lembaba-lembaga lain. Menjawab pernyataan tersebut tidak cukup hanya
memberikan bantuan-bantuan fisik dan materi saja kepada masyarakat karena
hal tersebut akan lebih memperburuk kondisi sosial masyarakat yang pada
akhirnya akan membentuk gaya hidup baru yang tidak mandiri. Pemberian
bantuan materi bagus, tetapi harus diiringi oleh program pemberdayaan yang
sifatnya lebih menonjolkan kreatifitas dan potensi yang dimilki oleh
masyarakat, dengan harapan lebih menitik beratkan pada kemandirian
masyarakat agar supaya merasa memiliki yang dampaknya akan menurunkan
biaya operasional dan pemeliharaan.
b. Secara umum masyarakat antusias bahwa Air bersih yang tersedia ingin
langsung tersambung kerumah (house connection) akan tetapi walaupun
hanya dari bak umum masyarakat sudah cukup merasa puas karena kebutuhan
akan air bersih sudah dapat dijangkau dengan mudah.
c. Dicapainya tujuan utama program pendampingan pembangunan Sistem Sarana
Air Bersih (SAB) berupa peningkatan kapasitas masyarakat yang telah mereka
buktikan dalam interaksi yang dilakukan pada program yang dilaksanakan.
2. Rekomendasi
a. Memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa suksesnya pembangunan
desa merupakan tanggung jawab penuh masyarakat itu sendiri.
b. Menjalin kerjasama dengan pihak luar guna memperlancar proses
pembangunan desa.
c. Meningkatan kepekaan semua pihak dalam proses membentuk kembali
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta, 2003.
Christine Van Wijk, Nilanjana Mkherjje, Rekha Dayal, Methodology for Participatory Assessment (MPA): with communities, institutions policy makers , Jakarta, 2003.
Kartasasmita Ginandjar, Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan Administrasi , Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar FIA, UNIBRAW, Malang, 1996.
Oswar Muadzin Mungkasa, Dampak Investasi Air Minum terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan di DKI Jakarta , Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Ekonomi, FE-UI, 2000.
Soemodiningrat Gunawan, Membangun Perekonomian Rakyat”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.
United Nations, Laporan Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia 2007”, Edisi Terjemahan, United Nations, 2008.
World Bank Institute, Dasar-dasar Analisis Kemiskinan”, Edisi Terjemahan, Badan Pusat Statistik, 2000.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Desa Bhunta
Lampiran 2. Tabel Ringkasan Rencana Kerja Masyarakat (RKM)
TABEL RINGKASAN RENCANA KERJA MASYARAKAT (RKM)
DATA UMUM
1. Lokasi kegiatan
Desa : BHUNTA
Kecamatan : KRUENG SABEE
Kabupaten : ACEH JAYA
Propinsi : NANGRO ACEH DARUSSALAM (NAD)
2. Tim kerja masyarakat (TKM)
Nama TKM : BHUNTA
Nama Ketua TKM : SAFRIYAN YUSNUS L / P*)
3. Data awal komunitas
Miskin Menengah Kaya Total Total (%)
Jumlah penduduk : 231 109 71 411 100
Jumlah Rumah tangga (KK) : 64 34 19 117 100
Akses awal kepada air bersih*) (KK) : 2 2 1 5 4,42
Akses awal kepada jamban (KK) : 2 4 2 8 7,08 *) Maksudnya: akses yang baik kepada sarana air bersih (yang ditingkatkan)
DATA RENCANA KEGIATAN
4. Sitem sarana air bersih yang diusulkan
Sumber: X Mata air Sumur Sumur bor
Air permukaan PDAM Lainnya
Kapasitas sumber: 10 Liter/detik
Jenis 35ocal35: X Mata air Sumur Keduanya
Bila perpipaan, sistemnya: X Gravitasi Pompa Keduanya
Kebutuhan air: 0.654 Liter/detik
Kapasitas system: 10 Liter/detik
5. Jumlah yang mengakses air minum
Sistem perpipaan System non-perpipaan Total
Miskin: KK 58 KK 58 KK
Menengah: KK 32 KK 32 KK
Kaya: KK 18 KK 18 KK
Jumlah: KK 108 KK 108 KK
6. Jenis dan jumlah titik layanan air minum
Jenis sarana Jumlah Jenis sarana Jumlah
Sumur gali: - Penangkap mata air 1
Sumur gali dg pompa tangan: - Kran umum -
Sumur bor dg pompa tangan: - Hidran/Bak umum 6
Sumur bor dg pompa listrik: - Sambungan rumah
7. Jumlah pemanfaat Jamban dalam RKM
Miskin: - KK
9. Perencanaan peningkatan akses jamban keluarga
Jumlah jamban yang akan dibangun menurut kategori: Miskin Menengah Kaya Total
10. Biaya implementasi (dalam juta rupiah)
Komponen Kecamatan/Desa Masyarakat (in-kind) Total Air Bersih
Perpipaan 97.498.837,- 24.033.000,- 121.531.837,-
Perubahan perilaku (PHBS)
Masyarakat : 3.648.000,- - 3.648.000,-
Sekolah : 2.670.000,- - 2.670.000,-
Peningkatan kapasitas
masyarakat 3.394.500,- - 3.394.500,-
Administrasi Kegiatan 6.102.000 - 6.102.000
TOTAL 121.171.737,- 24.033.000,- 150.204.737,-
Total Dibulatkan 121.171.000,- 24.033.000,- 150.204.000,-
11. Biaya Operasi dan Pemeliharaan – O&M
Kategori biaya Tahunan (dalam ribu rupiah)
Bulanan (dalam rupiah)
Nilai penyusutan: Rp.8.079.027 Rp.673.252 Upah tenaga Pengelola: Rp.4.500.000 Rp.375.000
Pemeliharaan: Rp. 1.009.878 Rp. 84.157
Listrik:
Beban biaya rata-rata: Rp. 9.120 /KK/bln Rp/KK/bulan Rata-rata harga air: Rp.1.400 Rp/m3
Ket : Total O & M per bulan : Rp. 1.258.644,-
Penerapan iuran Sama untuk semua √ Berdasarkan kategori
kesejahteraan/ proporsional
Penggunaan meteran √ Ya Tidak
Dibedakan menurut titik √ Ya Tidak