• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Konflik dan alat bantunya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Konflik dan alat bantunya"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONFLIK DAN ALAT BANTUNYA

Di tujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

“MANAJEMEN KONFLIK”

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

1. Siska Sari

2. Annisa Syafrianti 3. Hermawati

4. Muhammad Irvansyah

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEMESTER V

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya untuk Allah yang mengatur alam semesta, shalawat dan salam untuk junjungan Muhammad Rasulullah SAW beserta seluruh para sahabat beliau dan keluarganya semoga kita tetap mendapatkan limpahan syafaatnya dari dunia teristimewa di hari kiamat kelak.

Dengan rasa kebahagiaan yang mendalam kami persembahkan makalah ini yang berjudul “analisis konflik dan alat bantunya”. Dihadapan para pembaca khususnya untuk menelaah tentang manajemen konflik.

Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dalam mengenal tentang analisis konflik dan alat bantunya.

Medan, 26 November 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I. PENDAHULUAN Abstrak ... 1

BAB II. KAJIAN TEORITIS Konflik ... 2

Penyebab konflik ... 2

alat bantu dalam analisis konflik... 14

BAB III. PEMBAHASAN... 18

BAB IV. KESIMPULAN... 22

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Konflik selalu terjadi dimana saja, kapan saja dan menimpa siapa saja. Baik itu secara individu, kelompok bahkan organisasi sekalipun bisa mengalami konflik. Konflik banyak terjadi dan selalu melekat di kehidupan manusia, ketika berinteraksi, berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan berbagai pihak dalam berbagai kondisi dan peristiwa.

Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.

(5)

BAB II

KAJIAN TEORITIS Konflik

Winardi (2004: 384) menjelaskan dalam Mitchell bahwa konflik merupakan sebuah situasi, dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan yang menurut persepsi mereka dapat di capai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin di capai oleh kedua belah pihak.

Siagian (1995:67) menyatakan konflik adalah kondisi ketidaksesuaian objektif antara nilai dan tujuan. Konflik timbul akibat perilaku seseorang yang di pandang menghalangi pencapaian tujuan orang lain.

Siswanto dan Sucipto (2008: 174) menyatakan konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik. Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah.

Pendapat lain dinyatakan oleh Setiadi dan Usman Kolip (2011: 348). Beliau mengartikan konflik sebagai perselisihan atau persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara individu atau kelompok yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk saling menjatuhkan atau menyingkirkan atau mengalahkan atau menyisihkan.

Keberadaan konflik menurut Robbin dalam buku Khairul Umam (2011: 262) di tentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Konflik merupakan suatu gejala ketika individu atau elompok menunjukkan sikap atau perilaku bermusuhan terhadap individu atau kelompok lain sehingga mempengaruhi kinerja dari salah satu atau semua pihak yang terlibat.

Penyebab Konflik

a. Akar penyebab konflik

(6)

1. Kemajemukan Horizontal, yang artinya adalah struktur masyarakat yang majemuk secara cultural, seperrti suku bangsa, agama, ras, dan majemuk secara sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi. Kemajemukan horizontal-kultural menimbulkan konflik yang masing-masing unsur kultural tersebut mempunyai karakteristik sendiri dan masing-masing penghayat budaya tersebut ingin mempertahankan karakteristik budayanya tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya seperti ini, jika belum ada konsesus nilai yang menjadi pegangan bersama, konflik yang terjadi dapat menimbulkan perang saudara dan gerakan separatisme. Jika situasi ini terjadi, maka masyarakat tersebut akan mengalami disentegrasi.

2. Kemajemukan Vertikal, yang artinya struktur masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan. Kemajemukan vertikal dapat menimbulkan konflik social karena ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki kekayaan, pendidikan, yang mapan kekuasaan dan kewenangan yang besar, sementara sebagian besar tidak atau kurang memiliki kekayaan, pendidikan rendah, dan tidak memiliki kekuasaan dan kewenangan. Polarisasi masyarakat seperti ini merupakan benih subur bagi timbulnya konflik social. Singkat kata, distribusi sumber-sumber nilai didalam masyarakat yang pincang akan menjadi penyebab utama timbulnya konflik.

Selanjutnya, beberapa sosiologi menjabarkan kembali akar penyebab konflik secara lebih luas dan perinci. Mereka berpendapat bahwa beberapa hal yang lebih mempertegas akar dari timbulnya konflik diantaranya:

1. Perbedaan antar individu, diantaranya perbedaan pendapat, tujuan, keinginan, pendirian tentang objek yang dipertentangkan.

2. Benturan antar kepentingan baik secara ekonomi ataupun politik.

3. Perubahan sosial, yang terjadi secara mendadak biasanya menimbulkan kerawanan konflik.

(7)

Adapun penganut teori konflik menjabarkan bahwa penyebab utama konflik adalah adanya perbedaan atau ketimpangan hubungan dalam masyarakat yang memunculkan diferensiasi kepentingan.

Menurut Turner ada beberapa factor yang memicu terjadinya konflik social, diantaranya:

1. Ketidakmerataan distribusi sumber daya yang sangat terbatas didalam masyarakat.

2. Ditariknya kembali legitimasi penguasa politik oleh masyarakat kelas bawah.

3. Adanya pandangan bahwa konflik merupakan cara untuk mewujudkan kepentingan.

4. Sedikitnya saluran untuk menampung keluhan-keluhan masyarakat kelas bawah serta lambatnya mobilitas sosial ke atas.

5. Kelompok masyarakat kelas bawah menerima ideologi radikal.

Di era reformasi yang digulirkan pada tahun 1998 yang lalu, masyarakat mudah sekali terhasut oleh isu-isu radikal sebagai akibat oleh adanya ketimpangan social yang semakin tajam dan keadilan social yang merajalela didalam kehidupan sosial. Gejala ini menyimpan konflik laten yang mudah tersulut menjadi konflik vertikal. Hal itu disebabkan oleh sistem pemerintahan otoriter yang sentralistik. Ketimpangan social dan ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat kelas bawah itulah yang memudahkan termakan oleh isu-isu radikal sebagai bentuk perlawan atas ketimpangan social dan ketidakadilan tersebut.

Khairul umam (2011: 267) menjelaskan dalam Robbins bahwa konflik muncul karena ada yang melatar belakangi. Ada 3 kategori yang menjadi faktor terjadinya konflik yaitu komunikasi, strutur dan variabel pribadi. Komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antar pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Struktur dalam konteks ini mencakup kecocokan tujuan individu dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan dan sebagainya. Variabel individu maksudnya adalah karakteristik yang di miliki masing masing individu dalam kelompok.

b. Sumber Konflik Organisasi

(8)

1. Saling ketergantungan pekerjaan.

Saling ketergantungan pekerjaan merujuk kepada sejauh mana dua unit dalam sebuah organisasi saling tergantung satu sama lain pada bantuan informasi, kerelaan, aktivitas koordinasi yang lain untuk menyelesaikan tugas masing-masing secara efektif. Hubungan antara saling ketergantungan pekerjaan dan konflik adalah tidak langsung. Yang kita ketahui adalah bahwa yang menimbulkan intensitas hubungan perunit. Jika dipaksakan untuk berinteraksi, potensi untuk konflik pun pasti meningkat tetapi, interaksi tidak usah menimbulkan konflik. Ia juga dapat mengakibatkan terjadinya hubungan yang saling bersahabat dan kooperatif.

2. Ketergantungan pekerjaan satu arah.

Ketergantungan pekerjaan satu arah berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser. Prospek dari konflik pasti lebih tinggikarena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya. Potensi konflik pada ketergsntungan pekerjaan satu arah mempunyai arti yang lebih penting jika kita mengetahui bahwa ia jauh lebih sering terdapat pada organisasi dari pada saling ketergantungan. Lini rakit mempunyai ketergantungan satu arah. Ini dapat menimbulkan konflik jika pekerjaan yang jelek atau yang tidak bisa tersesuaikan diserahkan kepada departemen selanjutnya untuk diselesaikan, di mana unit yang bergantung tidak berada dalam posisi untuk membalasnya.

3. Diferensiasi horizontal yang tinggi.

Jika unit-unit dalam organisasi amat didiferensiasi, maka tugas yang dilakukan masing-masing unit dan sub lingkungannya yang ditangani oleh masing-masing sub unit cenderung tidak sama. Hal ini pada gilirannya akan mengakibatkan terjadinya perbedaan internal yang cukup besar di antara unit-unit. Bukti-bukti memperlihatkan misalnya, bahwa deferensiasi horizontal yang tinggi akan menyebabkan tujuan, orientasi waktu dan falsafah manajemen yang berbeda-beda di antara unit-unit. Tentu saja defensiasi yang tinggi tidak dengan sendirian mengakibatkan konflik. Factor-faktor lain seperti ketergantungan tugas dan imbalan dapat memperlambat atau mendorong potensi akan konflik yang selalu ada.

4. Formalisasi yang rendah.

(9)

anggota unit tersebut mengetahui apa yang diharapkan diri dari yang lain. Sebaliknya formalisasi yang rendah, potensi terjadinya pertikaian mengenai batas-batas yang sangat diformulisasikan, namun mereka kemungkinan besar akan lebih diatur dan kurang bersifat supersif.

5. Ketergantungan pada sumber bersama yang lengkap.

Potensi konflik dipertinggi jika dua unit atau lebih bergantung pada pola sumber yang langka seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi, alokasi anggaran modal atau jasa-jasa staf yang desentralisasi. Potensi-potensi tersebut meningkat lanjut jika anggota-anggota unit merasakan bahwa kebutuhan individualnya tidak dapat diperolehnya dari pola sumber daya yang tersedia ketika kebutuhan unit lain dipenuhi.

6. Perbedaan dalam criteria evaluasi dan sistem imbalan.

Makin banyak evaluasi dan imbalan manajemen yang menekan prestasi setiap departemen secara terpisah-pisah ketimbang secara gabungan, maka makin besar pula konfliknya. Konflik garis-start juga dapat berasal dari criteria evaluasi dan sistem imbalan yang berbeda-beda. Unit-unit staf menghargai perubahan ini adalah cara yang paling penting untuk membenarkan eksistensi mereka.

7. Pengambilan keputusan partisipatif.

Bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan secara bersama, dimana mereka yang akan terkena oleh suatu keputusan yang diikutsertakan dalam badan uang mengambil keputusan, serta akan mendorong terjadinya konflik. Proses partisipasif memberi kesempatan yang lebih besar untuk engutarakan perselisihan yang ada dan untuk menimbulkan kesepakatan. Dalam banyak hal, intensitas konflik tersebut mungkin tidak lebih besar setelah partisipasi dibandingkan sebelumnya, tetapi hal itu cenderung untuk memindahkan konflik dari yang laten ke yang terbuka.

8. Keanekaragaman anggota.

(10)

kita dapat memperkirakan bahwa unit-unit yang baru saja didirikan dengan personalia yang seluruhnya baru atau unit-unit yang mengalami tingkat keluar masuk yang tinggi di antara para anggotanya akan lebih mudah mendapatkan konflik.

9. Ketidaksesuaian status.

Konflik stimulasi jika terjadi ketidaksesuaian dalam penilaian status atau karena adanya perubahan dalam hierarki status. Misalnya, peningkatan konflik ditemukan jika tingkat dimana status pribadi, atau bagaimana orang melihat pribadinya sendiri dan tingkat dari perwakilan dari departemen berbeda dalam urutan tingkatan dimensi status. Dimensi tersebut masuk panjangnya masa kerja, umur, pendidikan dan upah.

10. Ketidakpuasan peran.

Ketidakpuasan peran dapat berasal dari sejumlah sumber, salah satu di antaranya adalah ketidakpuasan status. Jika seseorang merasa bahwa ia berhak mendapatkan promosi mencerminkan rekor keberhasilannya, maka ia menderita ketidakpuasan peran maupun ketidaksesuaian status yang dipersepsikan. Namun, pada bagian ini kami ingin menekankan bahawa cara orang mempersepsikan dirinya sendiri dalam posisi masing-masing dapat cukup mempengaruhi prestasi mereka dan dengan demikian potensi bagi timbulnya konflik antara mereka dengan teman-teman sejawatnya dalam unit mereka dan unit-unit yang berdampingan.

11. Distorsi komunikasi.

Salah satu dari sumber konflik yang sering dikemukakan adalah kesukaran dalam komunikasi. Kasus yang jelas adalah komunikasi vertical. Jika diteruskan ke atas dan ke bawah di dalam hierarki itu, komunikasi itu peka terhadap kekhawatiran dan distorsi. Tetapi distorsi terjadi juga terjadi pada tingkat horizontal kesukaran semantic sering kali menjadi masalah dalam organisasi. Kesukaran itu menghalangi komunikasi yang penting bagi usaha kerja sama di antara unit-unit. Kesukaran semantic dapat disebabkan oleh pendidikan, latar belakang dan proses sosialisasi yang dilalui para anggota unit yang berbeda-beda. Kita dapat menyimpulkan komunikasi yang berbeda-beda dapat menjadi sumber konflik komunikasi yang tidak cukup atau yang tidak jelas dapat stimulasi konflik. Demikian juga halnya informasi yang sempurna atau komplit.

(11)

Ivancevich dkk (2006:46-49) menjabarkan bahwa penyebab konflik antarkelompok diantaranya adalah:

1. Ketergantungan kerja

Ketergantungan kerja (work interdependence) terjadi ketika dua atau lebih kelompok organisasi harus saling bergantung satu sama lain untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka. Potensi konflik dalam situasi seperti ini terentang dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi, tergantung karakteristik dasar ketergantungannya. Tiga jenis ketergantungan antarkelompok yang telah dikenali: berkelompok (pooled), berurutan (sequential), dan resiprokal (reciprocal).

Ketergantungan kelompok (pooled interdependence) tidak membutuhkan adanya interaksi antarkelompok karena setiap kelompok bertugas secara terpisah. Meski demikian, dalam situasi ini, kinerja kelompok menentukan seberapa sukses organisasi yang ada.

Ketergantungan berurutan (sequential interdependence) mensyaratkan satu kelompok menyelesaikan tugas-tugasnya terlebih dahulu sebelum kelompok lain dapat menyelesaikan tugasnya. Tugas-tugas ini diselesaikan dalam cara berurutan.

Ketergantungan resiprokal (reciprocal interdependence) mensyaratkan hasil keluaran (output) setiap kelompok berfungsi sebagai masukan (input) bagi kelompok lain dalam organisasi.

2. Pebedaan sasaran

Idealnya, kelompok - kelompok yang berinteraksi akan selalu melihat tujuan-tujuan kelompok sebagai tujuan yang saling melengkapi satu sama lain, dan karenanya berperilaku dalam cara-cara yang mendukung pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Namun nyatanya, ini sering kali tidak terjadi. Beberapa masalah terkait perbedaan tujuan dapat menciptakan masalah.

(12)

Perbedaan batasan waktu yang dibutuhkan oleh kelompok-kelompok untuk mencapai tujuannya dapat menjadi sumber konflik.

3. Perbedaan persepsi

Perbedaan tujuan dapat muncul bersamaan dengan perbedaan persepsi mengenai kenyataan, dan ketidaksetujuan atas apa yang dianggap sebagai penyebab suatu kejadian dapat menciptakan sebuah konflik. Banyak factor yang menyebabkan kelompok-kelompok organisasi memiliki persepsi yang berbeda mengenai kenyataan. Factor utamanya meliputi inkongruensi status, persepsi yang tidak akurat, dan perbedaan sudut pandang.

Konflik akibat inkongruensi status (menyangkut status relative kelompok-kelompok yang berbeda-beda) sering terjadi. Umumnya sebuah organisasi memiliki banyak standar status yang berbeda-beda alih-alih hanya satu standar yang baku. Akibatnya, muncullah banyak hierarki status.

Persepsi yang tidak akurat sering kali menyebabkan satu kelompok mengembangkan stereotip- stereotip mengenai kelompok lainnya. Meskipun sebenarnya perbedaan antar kelompok yang ada tidak terlalu signifikan, setiap kelompok cenderung melebih-lebihkannya.

Dalam hal perbedaan sudut pandang, tujuan kelompok, pengalaman, nilai-nilai dan budaya sering kali menjadi factor yang mempengaruhi perbedaan cara pandang terhadap dunia. Perbedaan cara pandang yang tumbuh pada budaya organisasi yang berbeda-beda dapat menjelaskan mengapa konflik sering kali terjadi ketika dua perusahaan mengalami penggabungan (merger).

Konflik sering kali merupakan salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Jika tidak dapat dilakukan secara damai, perubahan diupayakan dengan menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan factor-faktor yang dapat menimbulkan konflik untuk menggerakkan perubahan. Akan tetapi, konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Berikut adalah kondisi objektif yang bisa menimbulkan konflik menurut Wirawan (2013:7-14)

a. Diferensiasi organisasi

(13)

b. Ambiguitas yurisdiksi

Pembagian tugas yang tidak definitive akan menimbulkan ketidakjelasan cakupan tugas dan wewenang unit kerja dalam organisasi. Dalam waktu yang bersamaan, ada kecenderungan pada unit kerja untuk menambah dan memperluas tugas dan wewenangnya. Keadaan ini sering menimbulkan konflik antarunit kerja atau antarpejabat unit kerja. Konflik jenis ini banyak terjadi pada organisasi yang baru terbentuk, dimana struktur organisasi dan pembagian tugas belum jelas.

c. Sistem imbalan yang tidak layak

Mengenai imbalan yang tidak layak sering terjadi diperusahaan yang biasanya terjadi dikalangan karyawan dan manajemen perusahaan. Ini memicu konflik dalam bentuk pemogokan yang merugikan karyawan (tidak mendapat upah), merugikan perusahaan, merugikan konsumen, dan merugikan pemerintah.

d. Komunikasi yang tidak baik

Komunikasi yang tidak baik sering kali menjadi pemicu konflik dalam organisasi. Factor komunikasi yang menyebabkan konflik, misalnya distorsi, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, dan penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi

d. Sumber konflik dalam lembaga pendidikan

(14)

Selain itu, ketegangan batin juga bisa memicu munculnya konflik. Dalam kondisi manusia yang sedang mengalami ketegangan, baik seseorang yang menjadi pemimpin maupun anggota suatu organisasi berkewajiban mencegah terjadinya ketegangan, yang dapat merugikan diri sendiri dan organisasinya. Usaha atau kewajiban itu harus dilakukan dengan cara mengendalikan emosi masing-masing. Disamping itu bagi pimpinan bahkan diperlukan usaha membantu anggota organisasinya agar dapat mengendalikan emosi, dengan lebih banyak bersikap dan berperilaku rasional. Untuk itu perlu diketahui bentuk-bentuk ketegangan yang dapat terjadi, terutama oleh para pemimpin yang berkeingginan mewujudkan kepemimpinan yang efektif.

Dengan bantuan pimpinan mengatasi keteganggan yang dialami anggota organisasi, dapat diharapkan peran sertanya dalam usaha mengembangkan dan memajukan organisasi dapat dilaksanakan dengan baik.

Bentuk-bentuk ketegangan yang bisa memicu konflik yang perlu dikenali seperti yang dikemukakan oleh Nawawi dan Martini (1995:192-200) adalah:

1. Kegelisahan

Kegelisahan merupakan suasana batin yang berisi kebimbangan karena tidak mengetahui sesuatu yang akan terjadi dalam menghadapi suatu situasi yang tidak jelas dan tidak menyenagkan. Perkataan sesuatu yang akan terjadi, menunjukan gejala bahwa kebimbangan itu diproyeksikan kemasa depan. Kegelisahan Akan menjadi lebih buruk jika seseorang menghubungkannya dengan firasat mengenai kemungkinan terjadinya sesuatu yang mengerikan.

Kegelisahan dapat menjadi kronis, jika seseorang membiarkan terus emosi kebimbangan menguasai dirinya, tanpa berusaha melihat kenyataan-kenyataan untuk dipikirkan secara rasional. Sesorang harus berusaha agar dirinya tidak dihancurkan oleh rasa gelisah karena dikuasai emosikebimbangan yang tidak menentu.

Pemimpin yang efektif harus menghindari kegelisahan dengan berusaha melaksanakan kepemimpinan didalam dunia yang realistis dan menggunakan pikiran yang rasional.

(15)

Kecemasan merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan karean merasa terancam kehilangan sesuatu yang berharga atau disenagi, diiringgi juga oleh perasaan yang tidak berdaya untuk menghindari atau mengelak dari penyebabnya, kecemasan merupakan ketegangan yang menyakitkan karena meninbulkan perasaan yang tidak enak, mendorong menjadi murung dan bahkan merasa diri tolol karena tidak berdaya mengatasinya.

Dalam menghadapi perasaan terancam ini seseorang tidak dapat lain selain harus bersikap tenang, kemudian berusaha mempelajari situasi yang sebenarnya, terutama dengan melakukan koreksi pada diri sendiri. Koreksi diri ini diperlukan pada sikap, kemampuan/ keterampilan kerja, kesediaan bekerjasama, cara bergaul, dan lain-lain yang tidak mustahil merupakan factor penyebab munculnya sikap dan perilaku orang lain yang dirasakan mengancam.

3. Perasaan bersalah

Rasa bersalah merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan karena telah bersikap atau berperilaku/ berbuat sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi pedoman kehidupan peribadi atau dalam organuisasi.

Dari segi kepemimpinan jelas bahwa perasaan bersalah yang bersifat dewasa dan murni bernilai positif asal tidak terjadi berulang- ulang pada seorang anggota. Kejadian yang berulang-ulang justru menunjukan ketidak matangan, baik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai yang dipedomani alam kehidupannya, maupun beupa tidak matangan emosi.

Berbeda dengan perasaan bersalah yang tidak dewasa dan palsu yang kurang menguntungkan dalam kehidupan berorganisasi. Dalam membantu anggota seperti itu, pemimpin harus berusaha meyakinkan dan memberikan kesempatan bahwa setiap orang selalu dapat memperbaikinya dan harus berusaha untuk bersikap dan berbuat secara lebih baik lagi.

4. Perasaan takut

(16)

suasana batin seperti itu, namun seseorang terkurung didalamnya dan sangat sulit melepaskan diri dari ancaman yang dirasakan menbayangi dan akan segera terjadi. Sehubungan dengan itu dalam hubungannya dengan kepemimpinan yang efektif perlu dilakukan usaha mengembangkan kebiasaan bersikap dan berprilaku rasional dan tidak emosional dalam mengatasi rasa takut. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa rasa takut yang tidak proporsional, yang diiringi denga reaksi yang tidak tepat, akan merugikan secara psikologis terutama sekali dari segi emosionalitas.

5. Stress

Stress merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan, kebinggugan, kecemasan, rasa bersalah, takut, dan konflik-konflik yang bercampur baur, sehingga menimbulkan perasaan tidak senang,tidak puas dan tertekan yang tidak menentu. Stress tidak saja mengganggu emosi, tetapi juga mengakibatkan seseorang tidak dapat berpikir secara rasional dan obyektif .Dari segi kepemimpinan setiap anggota organisasi tidak kecuali pemimpin sendiri, dalam menghadapi stress tidak ada yang dapat dilakukan selain konsultasi pada dokter yang beristirahat total. Pemimpin harus menyadari bahwa memaksa diri melaksanakan tugas-tugas dalam keadaan stress lebih besar kecendrungannya untuk keliru atau salah yang akan memperumit dan bahkan menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu usaha yang terbaik adalah berusaha mengurangi dan menghilangkan tekanan mental itu dengan beristirahat, yang akan menyadarkan kembali seseorang untuk melihat tugas dan tanggung jawab secara wajar.

6. Frustasi

(17)

Alat bantu dalam analisis konflik

a. Peta Konflik

Peta konflik digunakan untuk mengetahui pihak pihak yang terlibat dalam konflik. Siapa pelaku utama, siapa pelaku yang mempunyai pengaruh, siapa pelaku yang kena dampak, siapa pelaku yang di rugikan atau di untungkan dari konflik ini. Sebaiknya di tulis satu per satu. Setelah itu di bundarkan. Berikutnya harus dapat menentukan hubungan antara satu pihak dengan yang lainnya. Apakah hubungan atau interaksi tersebut merupakan hubungan yang kuat dengan sangat mendukung atau hubungan yang bersifat bertentangan. Apabila mendukung maka di beri satu garis yang berarti ada hubungan namun apabila ada yang sangat mendukung berikan dua garis untuk menunjukan bahwa hubungan itu merupakan aliansi yang kuat.

Disisi lain apabila hubungan antara kedua belah pihak bertentangan maka berikan garis berzig zag untuk menunjukkan bahwa hubungan kurang harmonis. Dan apabila ada hubungan yang sudah terjalin tapi putus di tengan jalan maka di beri tanda silang. Apabila hubungannya belum diketahui maka di beri garis bertitik ataupun tanda tanya. Penting untuk dibuatkan legenda juga agar orang lain bisa memahami apa isi dari peta konflik tersebut.

Peta ini dibuat untuk lebih mengetahui siap saja yang terlibat konflik dan apa hubungannya satu sama lainnya. Peta ini untuk mengungkapkan dynamika dalam konflik.

b. Time line

(18)

ataupun meredam. Jangan terjebak dalam melaporkan kejadian saja tanpa melihat kejadian- kejadian yang sebelumnya.

c. lapisan konflik– Bawang

Onion merupakan bawang yang bisa mencerimakan sebuah konflik yaitu dengan cara menganalisa lapisan-lapisan dalam konflik. Dengan cara ini kita bisa mengatahui apa posisi (positions), kepentingan (interest) dan kebutuhan (needs) pihak pihak yang terlibat.

Posisi merupakan tuntutan pelaku yang di suarakan secara explicit. Hal ini terlihat di permukaan saja. Namun harus diketahui apa kepentingan di belakang tuntutan tersebut. Di posisi ini kita bisa melihat bahwa dengan tuntutan yang saling bertentangan ini hanya ada dua hasil saja yaitu satu pihak menang dan satu pihak kalah.

Kepentingan adalah apa yang para pelaku inginkan sebenarnya. Hal ini yang sering di sembunyikan karena setiap orang mempunyai kepentingan kepentingan yang berbeda dan kadang saling bertentangan. Oleh karena itu kita harus menggali lebih dalam lagi agar tahu apa yang mereka inginkan. Apa motivasinya?

Kebutuhan merupakan dasar atau akar dari permasalah. Biasa setiap orang akan melakukan sesuatu agar tetap bias bertahan hidup karena yang ada di dunia ini hanyalah orang orang yang bisa bertahan kalau tidak bisa maka akan mati. Keberlangsungan hidup merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap orang. Pada dasarnya setiap orang harus terpenuhi kebutuhan dasar yaitu sandang pangan dan papan. Kebutuhan pakaian, makanan dan tempat tinggal agar merasa aman dalan hidupnya. Apabila mereka terancam mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Selain itu kebutuhannya berikutnya ditataran pemikiran dan perasaan. Apakah mereka punya kesempatan untuk berkembang dan memilih. Hal ini berkaitan kebebasan individu, kebebeasan untuk berfikir, berbicara dan berbuat. Kebebasan agar bias tumbuh sehat ke tingkat yang paling optimal. Kebebasan untuk menjalankan agama maupun kepercayaan dan keberlangsungan identitas diri dan budaya masyarakat.

(19)

Adalah segi tiga ABC yaitu terdiri dari Attitudes, Behavior dan Context. Segi tiga ini merupakan salah cara untuk menganalisa konflik mulai dari perilaku yang hanya kelihatan di permukaan saja. Berikutnya adalah apa yang tidak ada di permukaan yaitu sikap mereka dan juga konteks. Sikat mereka bisa berkaitan dengan pengetahuan dan perasaan mereka terhadap konflik. Dan konteks berisi tentang kondisi social dan budaya yang ada. Bisa di sebutkan sejarah atau latarbelakang. Sikap dan konteksi memberi penjelasan mengapa itu terjadi dan bukan hanya melaporkan yang dipermukaan saja.

e. Segi Tiga Kekerasan

Sebelum menjelaskan apa itu segi tiga kekerasan harus bisa membedakan apa itu kekerasan dan apa itu konflik. Konflik yaitu pihak pihak yang saling bertentangan karena kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda dan tujuan yang berbeda-beda yang saling berlawanan. Kekerasan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kekerasan merupakan alat untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Oleh karena itu kekerasan merupakan bagian dari konflik dan konflik bisa berujung kepada kekerasan tapi konflik itu bukan kekerasan. Ada kekerasan langsung yang terlihat di permukaan, ada juga kekerasan structural dan kekerasan budaya.

f. Analisis Piramida

(20)
(21)

BAB III PEMBAHASAN

Dalam setiap kehidupan manusia termasuk di dalamnya kehidupan sebuah organisasi apapun akan mengalami konflik, dan konflik itu sendiri akan muncul serta sulit untuk dihindari. Konflik selalu ada disekitar kehidupan manusia, baik dalam individu, kelompok maupun organisasi selalu saja mengalami konflik. Konflik bisa terjadi karena memiliki sebab yang biasanya menjadi factor pemicu munculnya konflik.

Seperti yang dikatakan oleh Siswanto dan Sucipto (2008:175) bahwa proses terjadinya konflik itu dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitannya dengan dirinya atau jika ada kegiatan yang tidak cocok. Artinya adalah konflik bisa terjadi karena adanya rasa iri terhadap orang lain yang memiliki kemampuan jauh lebih baik dari pada dirinya. Iri bisa menyebabkan konflik karena perasaan untuk ingin menjadi lebih baik dari siapapun.

Konflik juga bisa terjadi karena hilangnya kepercayaan seseorang atau suatu kelompok terhadap kelompok yang lain. Seperti yang dikatakan oleh Wibowo (2011:48), bahwa semakin kuat orang menyangka bahwa apabila individu atau kelompok meninggalkan mereka, maka hubungan antara orang atau kelompok tersebut diliputi konflik. Renggangnya hubungan antara orang atau kelompok disebabkan oleh perasaan bahwa pihak lainnya tidak dapat dipercaya. Ini berarti semakin menipis ketidakpercayaan seseorang terhadap orang lain, maka semakin besar konflik yang terjadi terhadap kelompok tersebut.

Konflik dalam organisasi biasanya selalu dianggap buruk oleh orang-orang yang berkecimpung dalam organisasi tersebut sehingga dengan sengaja untuk menyelesaikan konflik tersebut. Akan tetapi, ada juga organisasi yang sengaja menciptakan konflik untuk menciptakan perubahan dan perkembangan organisasi untuk mencapai kefektifan organisasi tersebut.

Siswanto dan sucipto (2008:188) menjelaskan bahwa ada teknik yang biasanya dilakukan untuk mendorong terjadinya konflik, yaitu teknik stimulasi, yaitu suatu teknik untuk mendorong terjadinya konflik yang berguna atau produktif. Diantara teknik stimulasi antara lain:

a. Komunikasi

(22)

konflik. Para manager dapat dengan sengaja memanipulasi penerima dan isi pesan tersebut untuk menambahkan, menghilangkan atau membuatnya mengandung ke-dwi-artian dari komunikasi yang disampaikan melalui saluran formal.

b. Keanekaragaman

Keanekaragaman dapat sintesis ataupun nyata. salah satu cara untuk membangun sebuah unit macet adalah dengan menambahkan seorang atau beberapa orang yang latar belakangnya, pengaamannya, dan nilai-nilainya berbeda secara mencolok dari yang dipegang oleh anggota pada saat ini dalam sebuah unit.

c. Persaingan

Manajemen dapat merangsang konflik dengan menciptakan rangsangan yang bersaing di antara unit-unit. Jika yang dipertaruhkan dalam persaingan adalah zero-sum, maka konflik tersebut akan menjadi lebih intensif.

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa konflik ada yang memang sengaja diciptakan untuk kepentingan organisasi itu sendiri. Konflik yang sengaja diciptakan secara produktif akan membawa perubahan tidak hanya untuk organisasi tapi juga untuk individu juga kelompok dalam organisasi tersebut.

konflik terkesan tidak baik oleh mayoritas orang, sehingga mereka menyangka itu merupakan tekanan yang harus di perhatikan. Bahkan ada yang memastikan bahwa sebuah organisasi ataupun perusahaan atau bahkan setiap orang pasti memiliki konflik.

Hasil yang dapat di peroleh dengan adanya konflik, menurut Siswanto dan Sucipto (2008: 190) jika di pandang dari sudut pandang yang positif, konflik bagi organisasi meliputi:

a. Tingkat energi kelompok atau individu menjadi meningkat b. Kohesi kelompok meningat

f. Mereka termotivasi untuk menyatukan informasi yang relevan bagi konflik yang ada

(23)

Jika di pandang dari sudut pandang yang negatif, maka hasil dari konflik adalah:

a. Terjadinya penyusutan dalam komunikasi antara pihak yang berkonflik b. Adanya sikap permusuhan dan pengembangan agresi

c. Konformitas berlebihan terhadap tuntutan kelompok

Untuk membantu dalam mengetahui penyebab konflik itu sendiri, perlu menggunakan alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu dalam mengetahui penyebab timbulnya konflik. Tujuan penggunaan alat bantu tersebut ialah agar mempermudah, mempercepat dan menyelesaikan konflik tersebut sehingga konflik tersebut tidak semakin melebar dan cepat terselesaikan dengan baik.

Ketahui konflik tidak bisa dihindari, akan tetapi ada beberapa langkah yang bisa dilakukan para manager untuk menghindari konsekuensi terjadinya konflik negative diantara orang-orang dalam suatu organisasi. Diantaranya menurut Wibowo (2011:52) adalah:

a. Menyetujui lebih dahulu proses membuat keputusan sebelum timbul konflik b. Memastikan bahwa setiap orang tahu bidang tanggung jawab, kewenangan

dan akuntabilitasnya secara spesifik sehingga tidak ada alasan bagi terjadinya perbedaan yang mengakibatkan konflik.

c. Mengenali pokok pangkal konflik dari kesalahan sistem organisasi d. Mengenali reaksi emosional terhadap konflik

e. Mempertimbangkan bagaimana cara menghindari masalah yang dapat menimbulkan konflikdaripada hanya sekedar memarahinya.

f. Memahami bahwa konflik tidak akan hilang dengan mempercayai bahwa sebenarnya konflik tersebut tidak ada.

Dari pernyataan-pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan selain dapat mencegah terjadinya konflik, konflik juga dapat di kelola sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan dampak yang sangat negative bagi para anggota organisasi.

(24)

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang orang yang sabar

(25)

BAB IV KESIMPULAN

Konflik bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan dalam bentuk apa saja. Bahkan dalam hal berkomunikasi saja pun orang bisa berkonflik. Salah dalam hal mengartikan pesan yang disampaikan bisa menimbulkan konflik, berbeda dalam hal tujuan yang ingin di capai juga bisa memicu konflik. Hidup tak pernah lepas dari berkonflik. Akan tetapi, penting bagi kita untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab konflik itu muncul. Mengapa manusia bisa berkonflik? Karena ada perbedaan diantara mereka, dan perbedaan itu dijadikan sebagai ajang untuk menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Ivancevich, John M. dkk, 2006, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta: Erlangga.

Nawawi, Hadari dkk, 1995, Kepemimpinan yang Efektif, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rochaety, Eti dkk, 2009, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Siagian S.P. 1995. Teori Pengembangan Orgaisasi, Jakarta:Bumi Aksara

Setiadi, Elly M. dkk, 2011, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta: Kencana

Siswanto dkk, 2008, Teori dan Perilaku Organisasi, Malang: UIN Malang Press.

Umam, Khaerul, 2012, Manajemen Organisasi, Bandung: Pustaka Setia Wibowo, 2011, Manajemen Perubahan edisi ke-3, Jakarta: Rajawali Press.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya penanganan konflik membuahkan hal-hal positif dimulai dengan penyelesaian konflik dengan damai seperti memberi kesempatan kedua bagi anggota tim yang berbuat

Konflik sosial merupakan fenomena dinamika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat, bahkan konflik selalu hadir dalam setiap hubungan kerja sama

Itulah sebabnya dalam dunia politik mahar politik itu memang tidak bisa dihindarkan tetapi bukan berarti kita tidak bisa mencalonkan sebagai calon kepala

Untuk itu, jelaslah dinamika konflik menjadi hal yang mungkin terjadi dalam semua tatanan lembaga pendidikan Islam. Akan tetapi, persoalan memanaj konflik secara baik

adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi perubahan itu berlangsung cepat dan bahkan mendadak, perubahan tersebut dapatmemicu terjadinya konflik sosial. Misalnya,

When channeled properly, conflicts can lead to creativity, innovative solving, and positive change (Konflik itu bukan sesuatu yang negatif, tetapi hal itu secara

Kesimpulan Konflik di Suriah yang dimulai sejak tahun 2011 banyak mengakibatkan perpecahan dan marak terjadinya pelanggaran HAM di wilayah tersebut.Dengan tergangunya kestabilan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa peran ganda wanita menimbulkan konflik dunia kerja dan keluarga akan tetapi mereka dapat mengelola manajemen keluarga