A. Studi Islam Problem Obyek Studi Dan Definisi
Sesungguhnya menjadikan agama sebagai obyek studi merupakan agenda yang cukup sulir untuk di lakukan sebab sarat dengan problematika yang mengitarinya. Paling tidak mengacu pada dua hal mengapa sehingga di katakana cukup sulit, yaitu: pertama, mengkaji berarti secara tidak langsung telah di lakukan obyektivasi atau penjarakan terhadap objek kajiannya. Dalam study agama, nilai- nilai obyektivitas harus di junjung tinggi karena sikap obyektif tidak hanya di berlakukan untuk menjustifikasi pihak lain akan tetapi lebih harus berlaku pula pada diri sendiri.
Setiap manusia hampir di pastikan telah bergumul dengan aspek- aspek keagamaan dalam hal yang positif atau sebalinya justru negatif bahkan resiten sama sekali, sehingga manusia memiliki pengalaman keagamaan yang variatif. Oleh karena itu, agar mampu melakukan pobyektivasi terhadap kesadaran diri sendiri, tentu tidak hanya memerlukan usaha yang serius, melainkan juga di perlukan kerelatenan dan latihan rutin.1
Kedua, secara tradisional agama di pahami sebagai sesuatu yang suci,sekral, dan agung. Menempatkan nilai semacam itu dalam posisi netral akan di anggap sebagai moreduksi, melecehkan, atau bahkan merusak tatatan nilai tradisional agama. Keterlabatan para penganut agama secara bertingkar memunculkan rasa pengabdian dan kesediaan untuk berkorban bagi kenyakinannya. Setiap usaha untuk menjadikan Agama sebagai obyek studi selalu memiliki resiko yang berhadapan langsung dengan reaksi para penganutnmya, yangtidak jarang cukup fatal (Jacque waardenbung, 1973: 2 dalam ahmad normal permata, 2000: 17).
Sifat agama sebagai obyek kajian, dalam dirinya sendiri merupakan sumber dari segala kerumitan usaha situasi terhadapnya. Sampai kini belum terjadi kesepakatan bersama para pengkaji mengenai batasan agama; belum di temukan di mana pangkal dan ujungnya serta dari mana akan di mulai sebab agama muncul dari fenomena yang komplek dan mengkristal serta tidak mudah di konsepsikan.ia masuk dalam relang-relung kehidupan manusia, sehingga studi terhadap agama selalu berhimpitan dengan kajian terhadap bidang-bidang lain ( lgnas kleden, 1985: 157 ).
1 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia. Padang: PT Raja Gravindo Persada,
Penelitian aqgama islam yang bagai mana yang di perlukan? Apakah metedologi yang tepatuntuk itu? Apa saja bidang kajian penelitian agaman islam?
Penelitian agama islam tampaknya melebihi penelitian saian dan teknologi. Artinya, dalam penelitian agama islam tidak cukup hanya dengan mewnguasai kaidah-kaidah dan di mensi ilmiah sebagaimana dalam penelitian saian dan teknologi, tetapi juga di perlukan kaidah dan di mensi lain, mengingat jangkauan ajaran islam melampaui kerja resiko (akal).2
Oleh karena itu,seorang peneliti agama islam selain harus menguasai kaidah-kaidah keilmuan, ia juga harus mampu mengimani kebenaran ajaran tersebut. Di samping itu, ia juga harus menguasai beberapa hal, antara lain;
1. Menguasai numenklatur ajaran islam, mulai dari filsafatnya sampai dengan istila-istilah yang di pergunakan;
2. Menguasai metodelogi pengenelitian ilmiah sama dengan bidang kajian dan masalahnya: tarbiah, syariah, ushuluddin, adab ( kebudayaan dan sastra arab ), filsafat, sejarah, kealaman, ( kauniyah ), dan sebagainya. Karena tidak ada satu metedologi yang sempurna, seseorang peneliti juga perlu menguasai prinsip dasar umum di luar bidang spesialisasinya dan berbagai metode penelitian ia mampu memberikan analisisnya secara luas dan komprehensif:
3. Memiliki komitmrewn yang tinggi yaitu kesediaan akan kehyarusan untukmengakui kebenaran nilai yang dating dari ajaran agama:
4. Beragama islam atau muslim yang memiliki kedalaman agama dan kedalaman saian dan teknologi. Dengan syarat ini peneliti akan mampu memandang saian dan teknologi tidaki bebas nilai, artinya selalu terkait dengan wahyu tuhan yang maha esa
5. Minimal perlu menguasai dua bahasa asing, yaitu arab dan inggris kar4na banyak ajaran islam yang di tulis dalam bahasa tersebut.
Kesulitan pertama yang di lazimkan muncul adalah persoalan peeumusan definisi. Dalam berbagai literature di temukan beragam batasan tentang agama. Namun terlepas dari kendala perumusan definisi, beberapa intelektual muslim mengajukan konsep tentang obyek studi agama.
2 Donald Eugene Smith, Agama dan Moderenisasi Politik. Jakarta: CV Rajawali, 1970. Hlm,
Pada tataran ini, Durkheim serta ilmuwan-ilmuwan lain yang mengikutinya membagi bidang kajian agama pada dua hal, yaitu belief and practice. Belief bermakna kepercayaan atau kenyakinan; sedang practiefs berarti aplikasi dari ajaran yang di percayai atau di yakini tersebut.
Sementara itu, taufiq Abdullah ( 1990:xiii-xv )menyebutrkan bahwa terdapat tiga ka togtori aspek keagamaan sebagai sebuah fonemena yang terjadi obyek penelitian, yakni:
1. Agama sebagai dokrin, yaitu mempersoalkan subtansi ajaran dengan segala refleksi pemikiran terhadap ajaran. Beberapa pertayaan nyang muncul adallah: apakah substansi dari kenyakinan religus itu? Apa L>Pajaran agama itu bagi pemeluknya?
2. Struktur dan dinamika masyarakat agama, yakni meninjau dan menelusuri agama dalam kehidupan social dan dinamika sejarah. Agama merupakan salah satu terbentuknya landasan terbentunya suatu komunitas kognitif. Artinya agama merupakan awal dari terbentuknya suatu komunitas social atau kesatuan hidup yang di ikat oleh kenyakinan akan kebenaran hakiki yang sam, yang memungkinkan berlakunya suatu patokan pengetahuan yang sama pula. Komunitas kognitif yang menyatakan bahwa tuhan mutlak satu merupakan pengetahuan yang mutlak bener bagi agama islam. Trimurti hanya rill bagi agama hindu, atau tritunggal( roh kudus, jesus, dan tuhan ) adalah bener bagi agama Kristen, dan seterusnya. Beberapa pertayaan yang muncul: bagaimana corak yang berbentuk tatanan social tersebut? Sejauh mana kah tatanan tersebut merupakan pantulan dari keharusan doktrin agama?
3. Keberagamaan ( regiousity ), yaknisikap anggota masyarakat terhadap agama yang di anutnya serta corak dan tingkat keberagamaan penganut agama. Pertayaan yang akan muncul dalam persoalan ini antara lain: factor- factor apa yang menyebabkan perbedaan sikap keberagamaan pemeluk agama terhadap ajaran agamanya?
1. Ajaran ( belief ) merupakan teks baik secara lisan maupun tulisan yang sacral menjadi rujukan bagi pemeluk agama, seperti nash al-quran dan al-hadist bagi agama islam; injil bagi agama Kristen, atau weda bagi agama hindu. 2. Keberagamaan ( religousity ) yakni prilaku yang bersumber secara langsung
atau tidak langsung dari nash-nash. Keberagamaan muncul dalam lima dimensi, yaitu:
a. Dimensi ideologis adalah di mensi yang berkenaan dengan seperangkat kepercayaan yang memberikan premis eksistensial untuk menjelaskan tuhan, alam, dan manusia, serta bagaimna hubungan di antara ketiganya. Kepercayaan ininberupa makna yang menjelaskan tujuan tuhan dan peranan manusia;
b. Dimensi intelektual, yaknni di mensi yang lebih mengacu pada pengetahuaan agama apa yang sedang atau harus di ketahui orang tentang ajaran agamanya. Studi dapat di arahkan pada tingkat pemahaman keterkaitan seseorang untuk mempelajari agama:
c. Dimensi eksperientaial, yaitu di mensi yang menyorot keterlibatan emosional dan senti mental pada pelaksanaan ajaran agama. Inilah perasahaan keagamaan (religion feeling) yang bgergerak pada empat tingkat, yaitu:
1. Konfirmatif; merasakan kehadiran tuhan atas apa saja yang di amatinya;
2. Responsive; merasa bahwa tuhan menjawab kehendak atau keluhannya; 3. Asketik; merasakan hubungan yang akrap dan penuh cinta dengan
tuhan;
4. Partisipasi; merasa menjadi kawan setia, kekasih, atau wali tuhan yang menyertai tuhan dalam melakukan karya ilmiah;
e. Dimensi konsekuensial/social, yaitu segala implikasi social dari pelaksanaan ajaran agama, studi lebih di arahkan pada efek social dari ajaran agama seperti etos kerja, hubungan interpersonal, kepedulian terhadap pendirian orang lain, dan sebagainya
Dalam konteks obyek studi agama ( islam ) juga, jujun S. surisasumantri dalam M. Deden ridwan ( 2001:75-76 ) menyampaikan bahwa wujud yang menjadi obyek penelitian pada hakikatnya dapat di golongkan menjadi dua katogori, yakni:
1. Ide atau gagasan ( idea ) adalah seperangkat pernyataan mengenai obyek tertentu. Ide dapatdi bagi menjadi kategori yaitu ide yang merupakan gagasan manusiaide yang berasal dari tuhan dalam bentuk wahyu lewat pesuruh yang di utusnya, gagasan manusia dapat membentuk pengetahuan dalam berbagai bidang seperti filsafat, etika, estetika, dan teori ilmiah. Kumpulan wahyu tuhan yang berbentuk kitab suci dapat di rinci lebih lanjud menjadi pengetahuaan tentang keimana ( teologi ), peribadatan, hokum, dan moralitas ( aklak ).
2. Fakta ( fact) merupakan pengetahuan yang di dapatkan langsung melalui pengalaman. Fakta merupakan unsure yang membentuk realitas empiriss, seperti yang di tanyakan oleh wittgentein bahwa dunia adalah totalitas fakta. Pada sisi lai, mastuhu juga dalam M, deden ridwan ( 2002:132-134 ) menyampaikan bidang kajian penelitian agama islam, yaitu;
ajaran islam yang bersIfat dzannidan hasil ijtihad ulama. Di gali makna apa yang mengandung di dalamnya. Kerja-kerja di sini dapatmelalui penelitian teks, penelitian budaya, penelitian filsafat, dan penelitian sejarah
2. Selain ajaran,bidang kajian penelitian agama juga menyangkut persoalan implikasi, aplikasi, dan dampak ajaran agama dalam tata kehidupan nyata, baik dalam skala individual, keluarga, misalnya, bagaimana pengaruh ajaran agama terhadap nilai-nilai luhur, tradisi kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan, dalam suatu bangsa dan sebagainya. Bagaimana kerja sama antara ummat beragama, seberapa jauh ajaran agama mendasari dan menjiwai serta mempedoman dalam hidup keseharian ummanya. Interaksi antara agam dan ajara-ajaran yang bersumber non agamadan seterusnya, demikian pula dengan persoalan keterkaitan antara ajaran agama dengan struktur social budaya, kekuasaan, pemerintahan, politik, ekonomi, dan sebagainya.
B. Study Islam Sebagai Disiplin Ilmu
Studi islam ( Islamic studies ) untuk di sebut sebagai satu di siplin ilmu agaknya harus di petakkan terlebih dahulu. Jika di litik dari sisi normative, studi islam nampaknya kurang tepat bila di katakana sebagai satu di siplin ilmu sebab studi islam masih serat dengan beban berupa muatan analitis, kritis, metedologis, historis empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang di tonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangatvterbatas ( amin Abdullah, 1996: 160 ).
Argument lain menyatakan bahwa ketika islamdi pandang dari sudut notmatif, maka islam merupakan agama yang di dalamnya berisi sejarah tuhan yang berkait dengan usaha akidah atau muamalah,
C. Studi Islam Dan Sains Islam
Antara studi islam dengan sains, islam oleh sebagian pakar menyebyrkan terdapat perbedaan. Sayyed hosesein narhr (1984: 94 ) menyatakan bahwa sainsislam adalah sains yang di kembangkan oleh kaum muslimin sejak abad kedua masehi, yang berkeadaan sudah tentu merupakan salah satu percakapan prestasi yang sangat besar dalam islam.
Dari penjelasan tersebut maka dapat di pahami bahwa sains islam mencakup sebagai pengetahuan modern, seperti kodekteran, astronomi, matematika, fisika, dan pengahuaan modern lainnya yang dikontruksi di atas fondasi yang serat dengan nilai-nilai keislaman. Sedangkan studiislam ialah pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran islam yang di terjemahkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Kemudian pengetahuaan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya tersadur dari ajaran-ajaran allah dan rasulnya secara murni tanpa di pengaruhi sejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, aklak, membaca al-quran,m dan ajaran-ajaran islam murni lainya. Berdasarkan hasil pemetaan tersebut, maka terlahir lembaga pendidikan secara formal, seperti madrasah diniyah yang secara khusus mengajarkan pengetahuan agama; madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah, ansitut agama yang membelajarkan studi islam yang meliputi tafsir, hadist, teologi,filsafat, tasauf, hokum islam, sejarah kebudayaan islam,dan pendidikan islam; lalu universitas islam yang di dalamnya di ajarkan sejumlah ilmu pengetahuaan modern bernuasa islam yang kemudian di sebut sains islam.3