• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat Ilmu Makalah Ontologi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Filsafat Ilmu Makalah Ontologi Indonesia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat adalah suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari pencarian pengetahuan tentang watak dan makna kemaujudan atau eksistensi. Filsafat dapat juga diartikan sebagai sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan pengetahuan tentang asas-asas yang menimbulkan, mengendalikan atau menjelaskan fakta dan kejadian. Secara ringkas, filsafat diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu makna. Pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui yang membentuk persepsi jelas mengenai kebenaran atau fakta. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan diklasikfikasikan secara tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan, berdasar rujukan kepada kebenaran atau hukum-hukum umum.2

Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari pengetahuan dengan jalan melakukan pengamatan ataupun penelitian, kemudia peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya. Dari hasil pengamatan atau penelitian ini akan dihasilkan teori dan dapat pula pengamatan atau penelitian ini ditujukan untuk menguji teori yang ada. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal.4

Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam pengkajian halhal normatif. Ilmu pengetahuan hanya membahas segala sisi yang sifatnya positif semata. Hal-hal yang berkaitan dengan kaedah, norma atau aspek normatif lainnya tidak dapat menjadi bagian dari lingkup ilmu pengetahuan. 4

(2)

proses berpikir yang dapat dilakukan. Hasil eksplorasi pengetahuan digunakan untuk mengabstraksi objek menjadi sejumlah informasi dan mengolah informasi untuk maksud tertentu.3

Berpikir merupakan sumber munculnya segala pengetahuan. Pengetahuan memberikan umpan balik kepada berpikir. Hubungan timbal balik antara berpikir dan pengetahuan berlangsung secara berkesinambungan dan berangsur meninggi, dan kemajuan pengetahuan akan berlangsung secara kumulatif. Bagian terpenting dari berpikir adalah kecerdasan mengupas (critical intelegence). 3

Untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dari proses berpikir yang benar, dalam arti sesuai dengan tujuan mencari ilmu pengetahuan, maka seorang pengamat atau peneliti harus menggunakan penalaran yang benar dalam berpikir. Hasil penalaran itu akan menghasilkan kesimpulan yang dianggap sahih dari sisi keilmuan. Secara definisi, nalar merupakan kemampuan atau daya untuk memahami informasi dan menarik kesimpulan. Dengan nalar tersebut, seseorang akan menyajikan gagasan atau pendapat secara tertib, runtut, teratur dan mengikuti struktur yang sifatnya logis (mantik). Dengan nalar, ilmu dapat berfungsi menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan keadaan atau kejadian.1, 2

(3)

struktur penalaran, maka penalaran akan menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan.1

Filsafat itu meliputi berbagai macam permasalahan. Adapun masalah utama yang harus kita bahas adalah masalah kenyataan, tentang realitas, tentang yang nyata dari sesuatu. Yang menjadi titik persoalan ialah kita harus memecahkan permasalahan realitas secara tepat, karena konsepsi kita tentang realitas mengontrol pertanyaan kita tentang dunia ini. Dan tanpa adanya pertanyaan, kita jelas tidak akan memperoleh jawaban dari mana kita nantinya akan membina kumpulan ilmu pengetahuan yang kita miliki dan menetapkan disiplin tentang masalah – masalah pokoknya.4

Ontologi adalah ilmu yang mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah yang sering kali secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan bagaimana. Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati melalui panca indera manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu.4

Berdasar pada latar belakang inilah, penulis membuat makalah dengan judul “Ontologi : Hakikat Apa yang Dikaji” yang meliputi sub pokok bahasan Metafisika, Asumsi, Peluang, Beberapa asumsi dalam ilmu dan Batas – batas penjelajahan ilmu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis menyusun beberapa topik pembahasan sebagai berikut;

(4)

5. Bagaimana asumsi dalam ilmu?

6. Di mana batas – batas penjelajahan dalam ilmu?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Penulisan makalah ini bertujuan ; 1. Untuk mengetahui pengertian ontologi. 2. Untuk mengetahui pengertian metafisika. 3. Untuk mengetahui pengertian asumsi. 4. Untuk mengetahui pengertian peluang.

5. Untuk mengetahui deskripsi asumsi dalam ilmu.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Ontologi

Istilah ontologi berasal dari kata Yunani onta yang berarti sesuatu yang sunguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang berarti teori atau ilmu. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan. Ontologi mempelajari keberadaan dalam bentuknya yang paling abstrak. Ontologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan dan struktur kenyataan dalam arti luas.4

Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu. 4

Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowladge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, properti dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan.1

Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana wujud yang hakiki dari dari objek tersebut, bagimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindra) yang membuahkan pengetahuan.5

(6)

penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetapan lingkup batas penelahaan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuaan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.1

B. Metafisika

Pembahasan otologi terikat dengan pembahasan mengenai metafisika. Ontologi membahas hakekat yang “ada” sedangkan metafisika menjawab pertanyaan apakah hakekat kenyataan ini sebenar-benarnya. Pada suatu pembahasan metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan lain ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, ontologi dan metafisika merupakan dua hal yang saling terkait.2, 5

Metafisika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ta meta physica dengan arti makna yang ada setelah fisika. Jujun Suriasumantri mengumpamakan metafisika sebagai sebagai sebuah landasan roket, roket itu sendiri adalah pikiran-pikiran manusia. Diibaratkan pikiran adalah roket yang meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka metafisika adalah landasan peluncurannya. Dengan kata lain, metafisika adalah dasar atau landasan pandangan mengenai alam dan manusia sebagai makhluk hidup (termasuk zat dan pikiran yang dimilikinya).2

Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikian ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini. Terdapat beberapa penafsiran yang diberikan manusia mengenai alam ini.

1. Supernaturalisme

(7)

merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernatural ini, dimana manusia percaya bahwa terdapat roh yang sifatnya gaib terdapat dalam benda-benda.5

2. Naturalisme

Paham ini menolak wujud-wujud supernatural. Materialisme merupakan paham yang berdasarkan pada aliran naturalisme ini. Kaum materialisme menyatakan bahwa gejala-gejala alam disebabkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri yang dapay dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui.3, 5

Democritos (460-370 SM) adala salah satu tokoh awal paham materialisme. Ia mengembangkan paham materialisme dan mengemukakan bahwa unsur dari alam adalah atom. Hanya berdasar kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu panas, dan sebagainya. Objek dari penginderaan sering dianggap nyata, padahal tidak demikian, hanya atom dan kehampaan itulah yang bersifat nyata. Jadi, panas, dingin, warna merupakan terminologi yang manusia berikan arti dari setiap gejala yang ditangkap oleh pancaindera.1, 4

Dengan demikian, gejala alam dapat didekati dari proses kimia fisika. Pendapat ini merupakan pendapat kaum mekanistik, bahwa gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia fisika semata. Hal ini ditentang oleh kaum vitalistik, yang merupakan kelompok naturalisme juga. Paham vitalistik sepakat bahwa proses kimia fisika sebagai gejala alam dapat diterapkan, tetapi hanya meliputi unsur dan zat yang mati saja, tidak untuk makhluk hidup.

(8)

Kelompok naturalis yang lain, yaitu aliran monoistik dengan tokohnya Christian Wolf (1679-1754), menyatakan bahwa tidak berbeda antara pikiran dengan zat. Keduanya hanya berbeda dalam gejala yang disebabkan proses berlainan, namun memiliki substansi yang sama. Sebagaimana energi dan zat, teori Einstein menyatakan energi hanya bentuk lain dari zat. Jadi proses berpikir dianggap sebagai aktivitas elektro kimia dari otak.

Kelompok lainnya yaitu aliran dualistik memberikan pendapat yang berbeda tentang makna kesadaran. Zat dan kesadaran (fikiran) adalah berbeda secara substantif. Tokoh penganut paham ini antara lain Rene Descartes, John Locke dan George Berkeley. Mereka menyatakan bahwa apa yang ditangkap oleh pikiran manusia, termasuk penginderaan dari hasil pengalaman manusia adalah bersifat mental. Yang bersifat nyata hanyalah fikiran, karena dengan berpikir maka sesuatu itu akan menjadi ada. Cogito ergo sum, saya berpikir maka saya ada.

John Locke mengibaratkan fikiran manusia pada awalnya merupakan sebuah lempeng yang licin dan rata dimana pengalaman inderawi akan melekat dalam lempeng tersebut. Organ manusialah yang menangkap dan menyimpan pengalaman inderawi.

Berkeley terkenal dengan ungkapannya “to be is to be perceived”. Ada adalah disebabkan oleh persepsi. Sesuatu akan muncul karena manusia berpikir dan memunculkan suatu anggapan. Proses kreasi muncul karena persepsi ini dan menghasilkan sesuatu yang berwujud.3, 5

(9)

C. Asumsi

Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan yang lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan penelitian.2, 4

Hipotesis merupakan suatu asumsi, jika diperiksa ke belakang (backward) maka hipotesis merupakan asumsi. Jika diperiksa ke depan (forward) maka hipotesis merupakan kesimpulan. Untuk memahami hal ini dapat dibuat suatu pernyataan: “Bawalah payung agar pakaianmu tidak basah waktu sampai ke sekolah”. Asumsi yang digunakan adalah hujan akan turun di tengah perjalanan ke sekolah. Implikasinya, memakai payung akan menghindarkan pakaian dari kebasahan karena hujan.4

Dengan demikian, asumsi menjadi masalah yang penting dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. Kesalahan menggunakan asumsi akan berakibat kesalahan dalam pengambilan kesimpulan. Asumsi yang benar akan menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk melompati suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau bahkan hampa fakta atau data.

(10)

alam ini tunduk kepada determinisme , yakni hukum alam yang bersifat universal ataukah hukum semacam itu tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan akibat pilihan bebas ataukah keumuman memang ada namun berupa peluang, sekedar tangkapan probalistik (kemungkinan sesuatu hal untuk terjadi).

Asumsi bersifat tidak mutlak atau pasti sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bersifat mutlak. Jadi asumsi bukanlah suatu keputusan mutlak. Kedudukan ilmu dalam asumsi adalah ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, karena keputusan harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.2, 3

Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain aksioma, postulat dan premise. Aksioma adalah pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri. Postulat adalah pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya. Sedangkan premise adalah pangkal pendapat dalam suatu entimen.

Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana penggunaan asumsi secara tepat. Untuk menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal bahwa gejala awal tunduk pada tiga karakteristik yakni : 1. Deterministik

(11)

fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu. 4, 5

2. Pilihan Bebas

Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistik menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di India mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang dan waktu.4, 5

3. Probabilistik

Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%. Pernyataan ini berarti suatu variable dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut kriteria ilmu ekonomi.

(12)

kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan digunakan asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas, penafsiran probabilistic merupakan jalan tengahnya.

Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal hakiki dalam kehidupan. Karena itu; Harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relative.Jadi, berdasarkan teori-teori keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal pasti mengenai suatu kejadian. Yang didapatkan adalah kesimpulan yang probabilistik, atau bersifat peluang.3-5

Seakin banyak asumsi bearti semakin sempit ruang gerak penelaahan suatu objek observasi. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat analistis, yang mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang ada, maka pembatasan dalam bentukasumsi yang kian sempit menjadi diperlukan.

(13)

Pada asumsi nominalisme, kehidupan sosial dalam persepsi individu tak lain adalah kumpulan konsep-konsep baku, nama dan label yang akan mengkarakteristikkan realitas yang ada. Intinya, realita dijelaskan melalui konsep yang telah ada. Sedangkan pada asumsi realisme, kehidupan sosial adalah merupakan kenyataan yang tersusun atas struktur yang tetap, tidak ada konsep mengartikulasikan setiap realita tersebut dan realita tidak tergantung pada persepsi individu.

Akan terjadi perbedaan pandang suatu masalah bila ditinjau dari berbagai kacamata ilmu begitu juga asumsi. Ilmu sekedar merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis (sesuatu yang mengandung manfaat). Asumsi-asumsi dalam ilmu contohnya ilmu fisika yakni ilmu yang paling maju bila di bandingkan dengan ilmu-ilmu lain. Fisika merupakan ilmu teoritis yang di bangun atas system penalaran deduktif yang meyakinkan serta pembutktian induktif yang sangat mengesankan. Fisika terdapat celah-celah perbedaan yang terletak di dalam pondasi dimana dibangun teori ilmiah diatas yakni dalam asumsi tentang dunia fisiknya.(zat,gerak,ruang dan waktu)1, 4

Kesimpulannya sebuah asumsi adalah sebuah ketidak pastian. Asumsi perlu dirumuskan berdasarkan ilmu pengetahuan dan timbulnya asumsi karena adanya sesuatu kejadian atau kenyataan.

D. Peluang

(14)

terletak ditangan manusia pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori keilmuan.3, 5

E. Beberapa Asumsi dalam Ilmu

Waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu tinggi, orang-orang tampak seperti raksasa Pandangan itu berubah setelah kita beranjak dewasa, dunia ternyata tidak sebesar yang kita kira, wujud yang penuh dengan misteri ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dunia bisa sebesar daun kelor, bagi orang yang putus asa. Katakanlah kita sekarang sedang mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Dengan ilmu itu kita membuat kontruksi kayu bagi atap rumah kita. Sekarang dalam bidang datar yang sama bayangkan para amuba ingin membuat rumah juga. Bagi amuba bidang datar itu tidak rata dan mulus melainkan bergelombang, penuh dengan lekukan yang kurang mempesona. Permukaan yang rata berubah menjadi kumpulan berjuta kurva.

Ilmu-ilmu ini bersifat otonom dalam bidang pengkajiannya masing-masing dan “berfederasi” dalam suatu pendekatan multidisipliner. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan asumsi;

1. Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin keilmuan.

Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoritis.. Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah makhluk ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri atau makhluk yang kompleks. Berdasarkan asumsi-asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model, strategi, dan praktek administrasi.

2. Asumsi ini harus disimpulkan dari ‘keadaan sebagaimana adanya’ bukan ‘bagaimana keadaan yang seharusnya’.

(15)

pegangan tidak usah ditambah dengan sebaiknya begini, atau seharusnya begitu. Sekiranya asumsi semacam ini dipakai dalam penyusunan kebijaksanaan (policy), atau strategi, serta penjabaran peraturan lainnya, maka hal ini bisa saja dilakukan, asalkan semua itu membantu kita dalam menganalisis permasalahan. Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika keilmuan berdasarkan kenyataan sesungguhnya sebagaimana adanya.

Seseorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berarti berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sesuatu yang belum tersurat (atau terucap) dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat. Asumsi yang pertama adalah mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi yang kedua adalah asumsi yang mendasari telaah moral.4, 5

F. Batas-batas Penjelajahan Ilmu

Memulai penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari hal ihwal surga dan neraka sebab surga dan neraka berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun apa –apa yang terjadi sesudah kematian kita, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.

Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita karena terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia: yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita nyatakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.

(16)

secara metodologis. Hal ini merupakan suatu kontradiksi yang menghilangkan keahlian metode ilmiah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sangat sedikit batas penjelajahan ilmu yang ada, hanya sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. bahkan dalam batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral; tentang indah dan jelek, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada pengkajian estetik. Menurut Einstein Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta.

(17)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.

2. Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Karena ontologi membahas hakikat yang “ada”, sedangkan metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang saling terkait. Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini.

(18)

suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan penelitian. 4. Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak akan pernah terdapat hal yang pasti

mengenai satu kejadian, hanya kesimpulan yang probabilistik. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan di mana didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.

5. Seseorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berarti berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan.

6. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Jika tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multidisipliner tidak akan bersifat konstruktif melainkan berubah menjadi sengketa kapling

B. Saran

Berdasar pada pembahasan diatas tentang “Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafisika, Asumsi, Peluang, Beberapa asumsi dalam ilmu dan Batas – batas penjelaqjahan ilmu”, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Memperluas cakupan materi yang berkaitan dengan obyek bahasan. 2. Membuat peta konsep dari pembahasan ini yang bertujuan untuk

(19)

DAFTAR PUSTAKA

1 A. Idi, and M. Faizin, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, Dan

Pendidikan (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2007).

2 R. Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar (Jakarta:

Remaja Rosdakarya, 2001).

3 Prasetya, 'Filsafat Pendidikan' (Bandung: Pustaka Setia, 2000).

4 Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara, 2005).

5 J.S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. 22 edn

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan pengetahuan pada mata pelajaran laundry oleh peserta didik SMKN 3 Cimahi meliputi pengetahuan, pemahaman dan

Isolasi dan identifikasi bakteri termofilik penghasil kitinase dari sumber air panas Danau Ranau Suma- tera Selatan, diperoleh 2 isolat yang mampu meng- hasilkan kitinase dengan

Sistem alarm prioritas akan berfungsi ketika nilai dari saturasi oksigen berada di bawah nilai 92% dan nilai pulse rate kurang dari 60 pulsa sehingga memerlukan

Apabila kemudian hari atau sewaktu-wakhr diEmukan/terbuKi bahwa pemyataan tidak mampu temyata tidak benar dan tidak sesuai dengan kondisi factral saya, maka

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepada pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

2 Melakukan praktik keperawatan berdasarkan kode etik keperawatan Indonesia dan memperhatikan budaya2. 1 Menghormati hak privasi klien/ pasien

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR. DATA SOP INISIATIF SAT INTELKAM POLRES LOMBOK TIMUR

buh buah cendawan ektodoriza, lalu Gbuh b k h dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Selain itu, contoh tanah pada berbagai tegakan tanarnan hutan yang buah