• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIS VERBA AMBIL DALAM BAHASA ACEH TESIS. Oleh RIDHA REHANA /LNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIS VERBA AMBIL DALAM BAHASA ACEH TESIS. Oleh RIDHA REHANA /LNG"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIS VERBA ‘AMBIL’

DALAM BAHASA ACEH

TESIS

Oleh

RIDHA REHANA

147009003/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(2)

STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIS VERBA ‘AMBIL’

DALAM BAHASA ACEH

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIDHA REHANA

147009003

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Struktur dan Peran Semantis Verba ‘Ambil’ dalam Bahasa Aceh

Nama Mahasiswa : Ridha Rehana Nomor Pokok : 147009003 Program Studi : Linguistik Konsenstrasi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Mulyadi, M.Hum.) (Dr. Nurlela, M.Hum.) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Dr. Budi Agustono, M.S.)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 24 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Mulyadi, M.Hum. (………)

Anggota : 1. Dr. Nurlela, M.Hum. (………)

2. Dr. Dwi Widayati, M.Hum. (………)

3. Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling. (………)

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“STRUKTUR DAN PERAN SEMANTIS VERBA ‘AMBIL’ DALAM

BAHASA ACEH

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Oktober 2016 Penulis,

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini mengungkapkan struktur dan peran semantis verba AMBIL dalam bahasa Aceh. Kajian ini menyangkut tiga masalah pokok yaitu kategorisasi verba AMBIL dalam bahasa Aceh (VABA), makna VABA, dan peran semantis VABA. Kategorisasi dan makna VABA dianalisis dengan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) sedangkan peran-peran argumen VABA dianalisis dengan menggunakan teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (TPA). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode cakap. Analisis data menggunakan metode padan dan metode agih. Penyajian hasil data dilakukan dengan metode formal dan informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba AMBIL terdiri atas dua kategori, yaitu X MELAKUKAN SESUATU PADA SESUATU/SESEORANG (Y) DENGAN SESUATU (Z) dan X MELAKUKAN SESUATU PADA SESUATU/SESEORANG (Y) DENGAN SALAH SATU BAGIAN TUBUH (Z). Selanjutnya, makna verba AMBIL dibentuk oleh makna asali MELAKUKAN dan BERPINDAH yang berkombinasi membentuk sintaksis makna universal „X melakukan sesuatu pada Y karena ini, Y berpindah pada X‟. Selanjutnya, AKTORpada VABA bertindak sebagai AGEN, PENDERITA bertindak sebagai PASIEN dan TEMA. Peran LOKATIF, SUMBER, TUJUAN dan BENEFAKTIF merupakan non-peran umum.

(7)

ABSTRACT

This study attempts to present the semantic‟s structure and role of TAKE verb in Acehness language. This study analyzed three principal issues namely the categorization of TAKE verb in Acehness language (VABA), meaning of VABA and semantic roles of VABA. The determination of VABA‟s categorization and meaning are analyzed with The Natural Semantic Metalanguage Theory (NSM) while determination of VABA‟s semantic roles are analyzed by using The Generalised Semantic Role Theory. This study used a qualitative research design. The data were collected with interviews method. The data were analyzed with match and distributional method.Presentation of the result of data analysis performed by formal and informal method. The research result showed that TAKE verb consists of two categories, X did something to something/someone (Y) with something (Z) and X did something to something/someone (Y) with one part of the body. Then, the meaning of TAKE verb formed by semantic primitives namely DO and MOVE that combined to be the universal syntax of meaning „X did something to Y because of this Y moved to X‟. Then, the ACTOR in VABA as AGENT and UNDERGOER as a PATIENT and THEME. In addition, such as LOCATIVE, SOURCE, GOAL and BENEFACTIVE are namely with non general roles.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul Struktur dan Peran Semantis Verba „AMBIL‟ dalam Bahasa Aceh. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Linguistik, Universitas Sumatera Utara.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

2. Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan serta tesis ini.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan bantuan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan serta tesis ini.

4. Dr. Nurlela, M.Hum, selaku Sekretaris Program Program Studi Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan bantuan serta

(9)

saran, kritik, dan masukan yang diberikan kepada penulis untuk kebaikan tesis ini.

5. Dr. Mulyadi, M.Hum, selaku pembimbing I, yang dengan penuh perhatian telah memberikan saran, kritik, dorongan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis selama ini.

6. Dr. Nurlela, M.Hum, selaku pembimbing II, yang memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi yang berharga demi kebaikan tesis ini.

7. Tim penguji yang telah banyak memberi kritik, saran dan masukan yang membangun demi kebaikan tesis ini.

8. Informan yang telah memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan selama menyelesaikan tesis ini.

9. Orang tua dan keluarga yang telah memotivasi penulis, ayahanda Jufri ibunda Hafsah (Almh.), kakanda Ridha Aulia S.Pd, abangnda Nuzul Fahrizal, S.P, M.M.

10. Teman-teman di Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara stambuk 2014.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun, harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi kita semua. Amin.

Medan,

Penulis

Ridha Rehana NIM: 147009003

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ridha Rehana

Tempat/Tanggal Lahir : Banda Aceh, 03 September 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Mangga, No.453 A. Banda Aceh

Riwayat Pendidikan : 1. TK Perwanida Banda Aceh (1995-1996) 2. MIN 1 Banda Aceh (1996-2002)

3. MTsN 1 Banda Aceh (2002-2005) 4. SMA Negeri 1 Banda Aceh (2005-2008) 5. S-1 Universitas Negeri Medan (2008-2012)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.3.1 Tujuan Umum ... 7 1.3.2 Tujuan Khusus ... 7 1.4 Manfaat Penelitian ... 8 1.4.1 Manfaat Teoretis ... 8 1.4.2 Manfaat Praktis ... 8 1.5 Definisi Istilah ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Penelitian yang Relevan ... 11

2.2 Landasan Teori ... 16

2.2.1 Metabahasa Semantik Alami (MSA) ... 17

2.2.1.1 Makna Asali ... 18

2.2.1.2 Polisemi Nonkomposisi ... 19

2.2.1.3 Sintaksis Makna Universal ... 20

2.2.2 Tata Bahasa Peran dan Acuan (TPA)... 23

2.3 Parameter Verba AMBIL Bahasa Aceh ... 29

2.4 Model Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Lokasi Penelitian ... 34

3.2 Data dan Sumber Data ... 34

3.3 Metode Penelitian ... 35

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 38

3.3.2.1 Metode Padan ... 38

3.3.2.2 Metode Agih ... 39

(12)

BAB IV KATEGORISASI, MAKNA DAN STRUKTUR

VERBA AMBIL BAHASA ACEH ... 43

4.1 Pengantar ... 43

4.2 Kategorisasi Verba AMBIL ... 43

4.2.1 Kategori „X melakukan sesuatu pada sesuatu/seseorang dengan sesuatu‟ ... 43

4.2.1.1 Subkategori „X melakukan sesuatu pada sesuatu dengan sesuatu‟ ... 44

4.2.1.2 Subkategori „X melakukan sesuatu pada seseorang dengan sesuatu‟ ... 45

4.2.2 Kategori „X melakukan sesuatu pada sesuatu/seseorang‟ 46 4.2.2.1 Subkategori „X melakukan sesuatu pada sesuatu dengan salah satu bagian tubuh‟ ... 46

4.2.2.2 Subkategori „X melakukan sesuatu pada sesuatu dengan salah satu bagian tubuh‟ ... 47

4.3 Makna verba AMBIL ... 48

4.3.1 Makna verba AMBIL „X melakukan sesuatu pada sesuatu dengan sesuatu‟ ... 48

4.3.2 Makna verba AMBIL „X melakukan sesuatu pada Sesuatu dengan salah satu bagian tubuh‟ ... 55

4.3.3 Makna verba AMBIL „X melakukan sesuatu pada seseorang dengan sesuatu‟ ... 66

4.3.4 Makna verba AMBIL „X melakukan sesuatu pada Seseorang dengan salah satu bagian tubuh ... 68

4.4 Temuan Penelitian ... 71

BAB V PERAN SEMANTIS VERBA AMBIL BAHASA ACEH .... 73

5.1 Pengantar ... 73

5.2 Peran Umum Argumen VABA... 74

5.2.1 Peran Semantis VABA pada „X melakukan sesuatu pada sesuatu dengan sesuatu‟ ... 74

5.2.2 Peran Semantis VABA pada „X melakukan sesuatu pada sesuatu dengan salah satu bagian tubuh……… 77

5.2.3 Peran Semantis VABA pada „X melakukan sesuatu pada seseorang dengan sesuatu‟………. 79

5.2.4 Peran Semantis VABA pada „X melakukan sesuatu pada seseorang dengan salah satu bagian tubuh………. 80

5.3 Relasi Tematis VABA……….. 82

5.4 Temuan Penelitian………. 87

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1 Simpulan ... 89

6.2 Saran ... 91

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Perangkat Makna Asali Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia ... 18

3.2 Ciri Semantis Verba AMBIL dalam Bahasa Aceh... 38

4.1 Kategorisasi Verba AMBIL bahasa Aceh... 47

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna..23 2.2 Hierarki Aktor dan Penderita... ... 25 3.1 Peta Penutur Bahasa Aceh ... ... 33

(15)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

A. DAFTAR LAMBANG

? Konstruksi Meragukan

„… „ Makna dan Terjemahan

“…” Kata yang mempunyai arti khusus (…) (1) Pengapit nomor data/kalimat

(2) Pengapit Keterangan Tambahan

[…] Padanan bentuk/ transkripsi ucapan leksikon tertentu

{…} Butir Leksikal di dalam tanda ini merupakan konstituen alternatif + Pemiliki ciri semantis

- Ketiadaan ciri semantis

/ Konstituen optional Mengacu pada X Entitas 1 Y Entitas 2 Z Entitas 3 B. DAFTAR SINGKATAN A Aktor AKT Aktif DEM Demonstrativa dll dan lain-lain dkk dan kawan-kawan

(16)

KM Kilometer

KONJ Konjungsi

MSA Metabahasa Semantik Alami

P Penderita

PAS Pasif

POS Posesif

Prep Preposisi

PROG Progresif

TPA Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan VABA Verba Ambil Bahasa Aceh

VBA Verba Bahasa Aceh

1Tg 1 Tunggal

2Tg 2 Tunggal

3Tg 3 Tunggal

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makna sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanpa makna

manusia tidak dapat memahami dunia yang ditempatinya misalnya

dunia tentang hubungan manusia dan interaksi manusia. Bahasa yang

digunakan manusia adalah instrumen untuk menyampaikan makna. Oleh

karena itu, kegagalan dalam memahami makna bahasa dapat merusak

jalinan komunikasi yang dibangun oleh penutur dan petutur (Mulyadi,

2000:1).

Pada setiap verba terdapat sebuah makna karena verba merupakan

sebuah peristiwa prototip yang menunjukkan perubahan properti

temporal (Frawley, 1992:142, 144—145). Dari perubahan itu,

peristiwa memotivasi kekategorian verba. Verba keadaan (mis.

menonton, mengawasi, dan memandang) dianggap paling stabil waktunya dalam arti tidak mengalami perubahan waktu. Verba proses (mis.

menyukai, tumbuh, tenggelam) kurang stabil waktunya karena

bergerak dari suatu keadaan menuju keadaan lain. Verba tindakan

(mis. mengangkat, mencuri, bernyanyi) tidak stabil waktunya.

Ketiga kelas verba itu akan diuji dengan properti aspektual

(18)

perkembangan temporal sebuah verba. Perfektif bermakna suatu

tindakan sudah selesai dan memengaruhi penderita. Pungtual berarti

suatu tindakan terjadi dalam durasi yang singkat dan memengaruhi

penderita (Mulyadi, 2009: 57).

Verba tindakan merupakan salah satu verba yang memiliki konsep universal. Setiap bahasa mengandung verba tindakan dan pembedanya adalah bentuk-bentuk tindakan selain maknanya. Misalnya, bahasa Indonesia mempunyai kata mengambil, memotong, membawa, memukul, dll. Begitu pula, bahasa-bahasa lainnya, seperti bahasa Aceh yang memiliki sejumlah verba tindakan, yaitu

geucok „mengambil‟, geukoh „memotong‟, geuba „membawa‟, dan geupoh

„memukul‟.

Mengingat banyaknya kata yang tergolong dalam verba tindakan, penelitian ini difokuskan pada verba AMBIL dalam bahasa Aceh. Hal ini terlihat pada verba AMBIL bahasa Aceh yang merupakan salah satu jenis verba dengan jumlah leksikon yang begitu banyak serta memiliki unsur-unsur makna antara lain:

geucok „mengambil‟, geucue „mencuri‟, geucrong „menimba‟, geurampah

„merampas‟, geusita „menyita‟, geupagab „menculik‟, geuseunoh „merebut‟, dan

geurhueng „mengangkat‟.

Verba AMBIL tergolong unik karena ada kata-kata yang dianggap memiliki makna yang sama tetapi memiliki ciri yang berbeda. Misalnya, dalam bahasa Aceh terdapat kata let „mencabut‟ dan lheub „mencabut‟ yang dipahami sebagai dua kata yang memiliki makna yang sama. Namun, let „mencabut‟ mempunyai ciri khusus, yaitu berobjek rumput, sedangkan verba lheub „mencabut‟

(19)

mempunyai ciri khusus, yaitu berobjek kayu (Bakar, 1985:535-554). Hal ini tampak pada contoh berikut ini.

(1) a. Lon let/?lheub naleung bunoe beungoh 1Tg mencabut rumput tadi pagi

„Saya mencabut rumput tadi pagi‟.

b. Eumpung manok nyan lon lheub/?let seubab ka brok

Kandang ayam DEM 1Tg mencabut KONJ sudah AKT.rusak „Saya membongkar kandang ayam itu karena sudah rusak‟.

Semua anggota verba AMBIL dapat dikelompokkan ke dalam satu kategori atau subkategori. Verba AMBIL memiliki ciri makna yang berhubungan sehingga tidak ada satu pun verba AMBIL yang dapat berdiri sendiri dalam satu ranah semantis. Misalnya, verba AMBIL yang menggunakan alat ialah lheub „mencabut‟, jisawok „menyauk‟ dan verba AMBIL tanpa alat adalah geusiet „mengumpulkan‟ dan geupet „memetik‟. Selanjutnya, verba AMBIL berdasarkan ukuran objek yang dikenai tindakan, yaitu yang berobjek kecil seperti geusuliek „memipil‟ dan lhueh „mencabut‟ dan yang berukuran besar, misalnya geulet „memburu‟ dan geurayeung „mengangkat‟.

Selanjutnya, tiap anggota verba AMBIL dalam satu ranah mengandung konfigurasi makna yang berbeda. Hal ini tampak apabila verba-verba AMBIL yang berkerabat secara semantis ditempatkan pada sebuah kalimat. Perhatikan contoh pada kalimat di bawah ini.

(2) a. Pancuri ka geulhuek peng lon lam peutoe

Pencuri sudah ?lhut uang saya-POSS PREP peti

(20)

„Pencuri sudah mengambil uang saya di dalam peti‟.

b. Gata bek lhut peuleupah pisang, treuk mate bak-bak

2Tg jangan ?geulhuek pelepah nanti mati batang-batang ?geusuet

„Kamu jangan mengambil pelepah pisang, nanti mati batangnya‟.

c. Mak geusuet baje bak leumari

Ibu ?geulhuek baju PREP lemari ?lhut

„Ibu mengambil baju dari lemari‟.

Pada kalimat (2) di atas terlihat bahwa verba geulhuek „mengambil‟ objeknya berupa uang, tetapi hal itu tidak berlaku pada verba lhut „mengambil‟ yang mensyaratkan objek berupa pelepah misalnya pelepah pisang dan geusuet „mengambil‟ yang memiliki objek yaitu baju.

Lebih jauh, verba AMBIL dalam bahasa Aceh memiliki properti dengan tingkatan semantis yang berbeda walaupun termasuk dalam medan makna yang sama. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan pada makna. Misalnya,

jirampah „merampas‟ yang memiliki ciri pungtual pada maknanya sedangkan

pada verba geusita „menyita‟ memiliki ciri duratif pada maknanya. Hal ini terlihat pada contoh berikut.

(3) a. Bagah-bagah jih jirampah/?geusita dumpet mak wate teungoh beulanja cepat-cepat 3Tg merampas/menyita dompet ibu-POSSKONJ PROG belanja

„Cepat-cepat dia merampas/?menyita dompet ibu ketika sedang belanja‟.

(21)

„Polisi itu sudah menyita/?merampas semua minuman keras tadi malam‟.

Verba AMBIL juga memiliki makna yang kompleks seperti geujeu „menjaring‟ dan kueb „menangkap‟ yang memiliki fitur semantis yang mencakup objek yang diambil dan alat yang digunakan.

(4) a.Ureung meueungkot geujeue eungkot ngon pukat i laot

Nelayan AKT.jaring ikan KONJ pukat PREP lau „Nelayan menjaring ikan dengan pukat di laut‟.

b. ? Ureung meueungkot geujeue eungkot ngon jaroe i laot Nelayan AKT.jaring ikan KONJ tangan PREP laut

„?Nelayan menjaring ikan dengan tangan di laut‟.

(5) a. Bak lon keub udeung bunoe, roh teuraba uleu. KONJ 1Tg AKT.tangkap udang tadi kebetulan PAS.raba ular „Saat saya menangkap udang tadi, kebetulan teraba ular‟.

b. ? Lon teungoh kueb udeung ngon tumba 1Tg PROG AKT.tangkap udang KONJ tombak „?Saya sedang menangkap udang dengan tombak‟.

Berdasarkan contoh di atas, pada kalimat (4) geujeue „menjaring‟ mensyaratkan objek berupa ikan yang berukuran besar atau kecil dan alatnya berupa jaring, sedangkan pada contoh (5) kueb „menangkap‟ memiliki objek yang berukuran kecil yaitu udang dan tidak menggunakan alat.

Bahasa Aceh sebagaimana bahasa-bahasa lain dalam kajian semantik menempatkan verba sebagai sesuatu yang bersifat sentral. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa verba AMBIL selalu hadir dalam tuturan. Verba AMBIL menentukan kehadiran argumen dan memiliki kewenangan dalam menentukan peran-peran semantis yang ada pada setiap argumen yang menyertainya.

(22)

Hal lain yang dapat disampaikan bahwa secara alami struktur verba AMBIL yang begitu unik menghasilkan peran-peran yang berbeda pada setiap argumennya. Secara umum, peran-peran argumen verba adalah subjek sebagai AKTOR (ACTOR) dan objek sebagai PENDERITA (UNDERGOER). Secara lebih mendalam, peran AKTOR dan PENDERITA memiliki peran bawahan masing-masing,

tetapi peran bawahannya akan berbeda sesuai jenis verba yang digunakan. (6) a. Cut bangA/Agen teungoh geujuthok boh u P/Tema

Abang prog AKT.jolok buah kelapa „Abang sedang menjolok buah kelapa‟.

b. Mak A/Agen teungoh geusuliek boh jagong P/Pasien

Ibu PROG AKT.pipil buah jagung „Ibu sedang memipil buah jagung‟.

Jika diperhatikan, kedua kalimat di atas sama-sama dipusatkan pada verba yang bermedan makna sama, yaitu AMBIL. Selain itu, kedua verba juga merupakan satu kategori yang sama berdasarkan objek yang berupa entitas tidak bernyawa dan menggunakan alat dalam melakukan tindakan. Pada verba

geujuthok „menjolok‟, objeknya berupa buah kelapa, sedangkan pada verba geusuliek „memipil‟ objeknya berupa buah jagung. Namun, perbedaan kedua

verba terlihat pada peran yang melekat pada tiap-tiap argumen.

Berdasarkan contoh kalimat (6) terlihat bahwa objek yang dipengaruhi oleh verba geujuthok „menjolok‟, yaitu PENDERITA dijabarkan menjadi tema karena entitasnya berpindah, sedangkan pada verba geusuliek „memipil‟ PENDERITA dijabarkan menjadi pasien karena entitas yang satu memengaruhi entitas yang lain sehingga menyebabkan perubahan.

(23)

Verba tindakan mengandung tiga subtipe, yakni verba gerakan agentif, verba ujaran, dan verba perpindahan. Makna verba perpindahan sangat kompleks sebab dapat menurunkan makna sejumlah verba, antara lain, „menampilkan‟, „mencipta‟, 'mengambil', 'memberi', 'membawa', „menyentuh‟, „mengonsumsi‟, 'memotong', 'merusak', dan 'memukul' (Mulyadi, 2009:62). Hal ini juga terlihat pada verba geujuthok „menjolok‟ dan geusuliek „memipil‟ sama-sama merupakan bentuk verba tindakan dan tergolong dalam subtipe verba perpindahan.

Penelitian yang berhubungan dengan struktur dan peran semantis verba sudah pernah dilakukan beberapa ahli. Misalnya, Masreng (2002) mengkaji struktur dan peran semantis verba DUDUK dalam wacana kebudayaan Kei, Sudipa (2004) mengkaji peran semantis verba bahasa Bali, Subiyanto (2008) mengkaji verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa, Mulyadi (2009) meneliti kategori dan peran semantis verba dalam bahasa Indonesia, dan Putra (2014) meneliti verba “memotong” dalam bahasa Bali.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kajian semantik verba AMBIL pada bahasa Aceh belum pernah dilakukan. Dalam penelitian ini diperlihatkan bahwa semantik verba AMBIL pada bahasa Aceh mencakup kategorisasi, makna dan peran semantis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, pokok dan pertanyaan penelitian yang mendasari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(24)

2) Bagaimanakah makna dan struktur semantis verba AMBIL dalam bahasa Aceh?

3) Peran semantis apakah yang terdapat dalam argumen verba AMBIL dalam bahasa Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan dalam dua bentuk, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan perilaku semantis verba AMBIL yang berhubungan dengan makna, struktur dan peran semantis.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan kategorisasi verba AMBIL dalam bahasa Aceh. 2) Mendeskripsikan makna dan struktur semantis verba AMBIL dalam

bahasa Aceh.

3) Mendeskripsikan peran semantis yang terdapat dalam argumen verba AMBIL dalam bahasa Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua jenis manfaat, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut diuraikan di bawah ini.

(25)

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dan acuan dasar dalam upaya memeroleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang linguistik, khususnya bidang semantik dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) dan Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (TPA).

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi dan bahan pembanding bagi para peneliti yang tertarik meneliti kajian struktur dan peran semantis dalam bahasa daerah. Hasil penelitian ini juga berguna bagi pendokumentasian sehingga dapat dilestarikan dan dijaga keberadaannya sekaligus dapat dimanfaatkan oleh pengajar sebagai bahan ajar tambahan.

1.5 Definisi Istilah

Bagian ini merupakan batasan mengenai sejumlah konsep yang digunakan sebagai suatu istilah teknis. Untuk melihat permasalahan yang akan dikaji perlu disajikan terlebih dahulu konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, definisi istilah dari konsep-konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Verba

Verba ialah sebuah peristiwa prototip yang menunjukkan

perubahan properti temporal (Frawley 1992:142,144—145).

(26)

mengelompokkan verba menjadi: state (keadaan), misalnya:

mengetahui, percaya, cinta; activities (aksi/tindakan), misalnya:

mengendarai, berlari, berenang; accomplishment (penyelesaian),

misalnya: menggambarkan lingkaran, membuat kursi; achievement

(pencapaian), misalnya: menemukan.

2. Kategorisasi

Kategorisasi adalah pengelompokkan butir leksikal berdasarkan kesamaan komponen semantisnya (Mulyadi, 2010:169)

3. Makna

Makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali

(Wierzbicka, 1996:170). Konfigurasi yang dimaksud adalah kombinasi

antara satu makna asali dengan makna asali yang lain yang

membentuk sintaksis makna universal.

4. Struktur Semantis

Struktur semantis adalah jaringan relasi semantis di antara

kata-kata dalam sistem leksikon suatu bahasa. Struktur semantis

sebuah kata dapat diungkapkan jika maknanya dibandingkan dengan

makna kata-kata lain yang dirasakan berhubungan. Jika

(27)

struktur semantisnya memiliki kesamaan atau sebaliknya (Mulyadi,

2000:43).

5. Peran Semantis

Peran semantis merupakan generalisasi tentang peran partisipan dalam peristiwa yang ditunjukkan oleh verba (Booij dalam Mulyadi, 2009: 57). Peran semantis berguna dalam menggolongkan argumen verba.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang Relevan

Pada bagian ini dipaparkan karya-karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan kajian dalam bidang semantik yang menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) dan teori Tata Bahasa Peran dan Acuan. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, penelitian ini memperhatikan kajian pustaka sebelumnya, baik berdasarkan teori-teori yang relevan maupun

(28)

berdasarkan penelitian mengenai struktur dan peran semantis yang dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian-penelitian yang membantu dalam mengembangkan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Masreng (2002) mengkaji struktur dan peran semantis verba DUDUK dalam wacana kebudayaan Kei. Dalam hal ini, teori yang digunakan untuk mengungkap struktur dan peran semantis verba ialah Teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Berdasarkan hasil penelitiannya, struktur semantis verba dok „duduk‟ dalam bahasa Kei mengalami perubahan makna sesuai dengan konteks wacana kebudayaan. Perubahan makna verba dok „duduk‟ berasal dari makna dasar atau makna asali „duduk‟ dan „tinggal‟ yang menjadi „minum‟, „tidak minum‟ atau „makan‟, „minum tuak/arak‟, „bayar harta‟, „hamil‟, „malahirkan‟, „tidak menetap di suatu tempat‟, dan „gelisah‟. Selanjutnya, verba dok „duduk‟ memiliki peran semantis; agen, tema, dan pasien.

Penelitian Masreng memberikan kontribusi dalam hal memaparkan peran semantis yang kemudian diparafrasekan struktur semantisnya. Berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan, penelitian ini masih menerapkan teori peran umum untuk menganalisis peran semantis, sedangkan penelitian yang sudah dilakukan menerapkan teori TPA untuk menganalisis peran semantis.

Sudipa (2004) membahas peran semantis verba bahasa Bali yang melekat pada argumen dalam sebuah proposisi. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan untuk mengkaji hal ini adalah Teori Macrorole. Data yang digunakan adalah data lisan yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi terhadap informan kunci. Berdasarkan hasil penelitiannya, verba bahasa Bali memiliki peran semantis yang berlapis yaitu verba nyuun „menjunjung‟. Selain itu, anggota verba nosi

(29)

„membawa‟, seperti: nangal „membawa di mulut binatang/manusia‟; negen „memikul atau membawa di bahu‟; nyingal „membawa di dada, perut‟ ningting „membawa di tangan‟, dsb juga memiliki peran semantik berlapis.

Penelitian Sudipa memberikan kontribusi dari analisis peran semantis yaitu adanya peran berlapis, terutama verba tindakan, tipe melakukan yang berpolisemi dengan perpindahan. Kontribusi inilah yang digunakan pada verba AMBIL bahasa Aceh.

Subiyanto (2008) mengkaji verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa. Ia membahas komponen semantis dan struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa. Teori MSA digunakan untuk menjelaskan komponen semantis dan struktur semantik. Data yang digunakan adalah data lisan dan data tulisan yang diperoleh melalui wawancara dan observasi terhadap informan kunci dengan teknik elisitasi dan teknik catat. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih. Berdasarkan hasil penelitiannya, komponen semantis verba bukan agentif bahasa Jawa memiliki ciri [+ dinamis], [- kesenjangan], [+/- kepungtualan], [+/- telik], dan [- kinesis]. Di samping itu, verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa memiliki komponen semantis [kesenjangan], artinya verba tidak dikontrol oleh agen. Selanjutnya, struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa ada dua, yaitu (1) berdasarkan arah gerakan, struktur semantisnya ialah BERGERAK dan MELAKUKAN dan (2) berdasarkan kualitas gerakan struktur semantisnya MELAKUKAN dan TERJADI. Penelitian Subiyanto memberikan kontribusi pada komponen semantis arah gerakan (mis.„X bergerak horizontal‟ dan „X melakukan beberapa kali‟). Komponen semantis yang diusulkannya diterapkan dan dikembangkan dalam

(30)

penelitian ini untuk menganalisis komponen makna verba AMBIL dalam bahasa Aceh.

Mulyadi (2009) menguraikan semantik verba bahasa Indonesia (VBI), yakni kategori semantis dan peran semantis verba, berdasarkan teori MSA. Ia mengusulkan tiga kategori semantis verba, yakni keadaan (tinggal, terlambat, bergetar), proses (menyukai, tumbuh, pecah), dan tindakan (menjumpai, mandi, berlari), yang diuji berdasarkan skala kestabilan waktu. Di samping itu, dijelaskan bahwa ciri utama perbedaan antara AKTOR dan PENDERITA ialah AKTOR memiliki gagasan kendali atas situasi yang dinyatakan oleh verba, sedangkan PENDERITA tidak mengandung gagasan kendali. Dalam bahasa Indonesia verba keadaan, memiliki relasi AKTOR sebagai pengalam dan relasi PENDERITA sebagai lokatif, stimulus dan tema, verba proses memiliki satu partisipan karena partisipan tunggalnya mengalami perubahan keadaan dan pengendali tindakan, peran semantisnya dipetakan sebagai PENDERITA, dan verba tindakan, ada dua kemungkinan peran derivasi dari AKTOR, yaitu pemengaruh dan agen.

Cara kerja teori MSA dan TPA dalam penelitian Mulyadi menjadi acuan untuk menerapkan teori MSA dan TPA pada verba AMBIL bahasa Aceh. Pembagian verba berdasarkan ciri temporal memberi inspirasi dalam mengkategorisasikan verba AMBIL dalam bahasa Aceh.

Kamajaya (2014) mengkaji struktur semantik pronomina persona dalam sistem sapaan bahasa Bali. Dia menerapkan teori Metabahasa Semantik Alami sebagai dasar acuan dan sekaligus dipakai sebagai alat analisis yang menitikberatkan pada unsur bentuk dan makna. Pengumpulan data dilakukan dengan membaca setiap halamannya, serta menandai setiap kemunculan

(31)

pronomina yang berkategori pronominal persona. Data dianalisis menggunakan teknik pemetaan eksponen dan eksplikasi dalam bentuk parafrasa. Sebagai hasilnya, telah ditemukan beberapa pronomina persona sapaan dengan struktur semantik yang bervariasi. Struktur pronomina persona sapaan ini dapat diformulasikan sebagai; „Sesuatu terjadi pada Y jika X melakukan sesuatu‟ (tindakan), sesuatu terjadi pada Y jika mengatakan sesuatu (ujaran)‟.

Penelitian Kamajaya mempunyai kelemahan karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan sehingga data primer yang digunakan adalah data tulis. Walaupun demikian, penelitiannya memberikan kontribusi berupa metode dalam menganalisis struktur semantisnya.

Taib (2014) mengkaji analisis kategori, fungsi, dan peran dalam kalimat bahasa Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi, kategori, dan peran kalimat yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik simak libat cakap dengan memanfaatkan data lisan, tulis, dan data buatan. Data diolah dengan menggunakan metode distribusional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dalam kalimat bahasa Aceh yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pelaku, alat, asal, peruntung (benefaktif), lokatif, penanggap, penyerta, sasaran, dan pengalam. Peran pelaku menduduki fungsi subjek dalam kalimat aktif dan menduduki fungsi pelengkap dalam kalimat pasif. Peran alat, asal, lokatif, dan peran penyerta menduduki fungsi keterangan. Peran peruntung menduduki fungsi subjek dalam kalimat pasif dan menduduki fungsi pelengkap dalam kalimat aktif. Penanggap menduduki fungsi subjek. Peran sasaran

menduduki fungsi subjek dalam kalimat pasif dan menduduki fungsi objek atau pelengkap dalam kalimat aktif. Peran pengalam menduduki fungsi subjek.

(32)

Penelitian ini memberikan kontribusi dari segi data, dan metode. Namun, terdapat perbedaan pada teori yang digunakan. Pada penelitian Taib, peran semantis dikaji secara struktural sedangkan pada penelitian yang dilakukan peran semantis dikaji berdasarkan segi semantis dengan menggunakan teori TPA.

Penelitian ini juga mendorong peneliti untuk meneliti verba AMBIL dalam bahasa Aceh.

Putra (2014) mengkaji klasifikasi, struktur dan peran semnatis verba “memotong” dalam Bahasa Bali. Penentuan klasifikasi dan struktur verba “memotong” bahasa Bali dilakukan dengan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA), sedangkan penentuan peran-peran argumen verba “memotong” bahasa Bali dilakukan dengan menggunakan teori Peran Umum (Macroroles). Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, perekaman, dan pencatatan. Analisis data dilakukan dengan metode distribusional dengan teknik penggantian (substitusi) sebagai teknik lanjutan untuk mendeskripsikan struktur VMBB, yang kemudian dibantu dengan teknik eksplikasi.

Hasil kajiannya menunjukkan bahwa ditemukan 89 butir leksikon VMBB yang dapat diklasifikasikan berdasarkan kedekatan makna inheren verba, yakni berdasarkan (1) ciri kemiripan entitas, (2) ciri kemiripan cara, (3) ciri kemiripan hasil, dan (4) ciri kemiripan instrumentalis. Pada analisis struktur dideskripsikan mengenai kolokasi entitas, keterangan alat, cara, hasil, eksplikasi / parafrase, tabel komponen makna, dan fitur semantik. Penggunaan Teori Peran Umum dilakukan untuk mengkaji peran semantik verba memotong bahasa Bali. Secara umum, AKTOR di dalam verba memotong bahasa Bali bertindak sebagai agen, PENDERITA

(33)

bertindak sebagai pasien. Selain itu, peran khusus juga ditemukan meliputi lokatif, tema, pengalam, dan benefaktif. Analisis peran dalam penelitian ini dilakukan secara berlapis untuk menentukan sebuah peran semantis pada argumen tertentu.

Penelitian Putra memberi banyak masukan dari segi teori dan cara menganalisis struktur dan peran semantisnya. Masukan dari segi teori terletak pada fitur-fitur pembeda dan pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut. Kemudian masukan dari segi analisis struktur tampak pada parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali, dan dari segi analisis peran yang dilakukan secara berlapis untuk menemukan peran semantis pada argumen. Kontribusi Putra ini akan diterapkan pada penelitian verba AMBIL bahasa Aceh.

2.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini, teori yang digunakan untuk membedah struktur dan peran semantis verba AMBIL dalam bahasa Aceh adalah teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) yang dipelopori oleh Anna Wierzbicka (1996) dan Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (TPA) yang dipelopori oleh Van Valin dan LaPolla (1999) yang diterapkan secara eklektik. Selain menerapkan teori MSA dan TPA untuk menganalisis verba AMBIL dalam bahasa Aceh juga dirujuk Mulyadi (2012).

2.2.1 Teori Metabahasa Semantik Alami (MSA)

(34)

Pertama, teori MSA dapat menetapkan kategorisasi dan mengeksplikasi semua makna leksikal, gramatikal, ilokusi, dan pragmatik, termasuk aspek tata bahasa dan tipologi universal melalui seperangkat elemen sederhana (Mulyadi, 2012: 34). Sebagai bagian dari kategori leksikal, verba AMBIL dapat dieksplikasikan dengan teori MSA. Kedua, parafrase makna yang dihasilkan lebih mudah dipahami oleh banyak orang, khususnya penuturjati bahasa yang dibicarakan sebab parafrasenya dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah (Mulyadi, 2012: 34).

Kajian struktur semantis terhadap verba AMBIL bahasa Aceh menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) yang dikembangkan oleh Wierzbicka (1996). Asumsi dasar teori MSA berhubungan dengan Prinsip Semiotik. Prinsip ini dikemukakan sebagai berikut.

“A sign cannot be reduced to or analyzed into any combination of things which are not themselves signs, consequently, it is impossible to reduce meanings to any combination of things which are not themselves meanings” (Wierzbicka, 1996: 10).

Artinya „Sebuah tanda tidak dapat direduksi atau dianalisis ke dalam

bentuk yang bukan merupakan tanda itu sendiri, oleh karena itu, tidak mungkin menganalisis makna pada kombinasi bentuk yang bukan merupakan makna bentuk itu sendiri‟. Dengan pernyataan ini, analisis makna yang kompleks dapat dijelaskan tanpa harus berputar-putar. Dalam teori MSA, ada sejumlah konsep teoretis yang penting untuk dikemukakan, yaitu makna asal (semantic primitive/semantic prime), polisemi nonkomposisi (non-compositional polysemy), dan sintaksis makna universal (The Universal Syntax of Meaning).

(35)

Makna asali adalah seperangkat makna yang tidak dapat berubah dan telah diwarisi manusia sejak lahir. Menurut Wierzbicka (1996:31), makna asali merupakan refleksi dari pembentukan pikiran yang dapat dieksplikasi dari bahasa alamiah yang merupakan satu-satunya cara mempresentasikan makna. Eksplikasi makna tersebut meliputi makna kata- kata yang intuitif berhubungan atau sekurang-kurangnya memiliki medan makna yang sama, dan makna kata-kata itu dianalisis berdasarkan komponennya. Wierzbicka (1996: 35) mengusulkan 63 makna asali yang ditemukannya terhadap sejumlah bahasa di dunia. Berikut merupakan elemen makna asli.

Tabel 2.1

Perangkat Makna Asali Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif I AKU, YOU KAMU, SOMEONE

SESORANG, PERSON/PEOPLE

ORANG, SOMETHING/THING

SESUATU/HAL, BODY TUBUH Substansial Relasional KIND JENIS, PART BAGIAN

Pewatas THIS INI, THE SAME SAMA,

OTHER/ELSE LAIN

Penjumlah ONE SATU, TWO DUA,

MUCH/MANY BANYAK, SOME

BEBERAPA, ALL SEMUA

Evaluator GOOD BAIK, BAD BURUK

Deskriptor BIG BESAR, SMALL KECIL

Predikat Mental THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT

(36)

HEAR DENGAR

Ujaran SAY UJAR, WORD KATA, TRUE

BENAR

Tindakan, peristiwa, gerakan, kontak DO LAKU, HAPPEN TERJADI, MOVE GERAK, TOUCH SENTUH

Tempat, keberadaan, milik, dan spesifikasi

BE (SOME WHERE), THERE IS/EXIST

ADA, HAVE PUNYA, BE (SOMEONE/SOMETHING) ADALAH

(SESEORANG/SESUATU)

Hidup dan Mati LIVE HIDUP, DEAD MATI

Waktu WHEN/TIME BILA/WAKTU, NOW

SEKARANG, BEFORE SEBELUM,

AFTER SETELAH, A LONG TIME

LAMA, A SHORT TIME SINGKAT,

FOR SOME TIME SEBENTAR,

MOMENT SAAT

Ruang WHERE/PLACE (DI)

MANA/TEMPAT, HERE (DI) SINI,

ABOVE (DI) ATAS, BELOW (DI)

BAWAH, FAR JAUH, NEAR

DEKAT, SIDE SISI, INSIDE (DI) DALAM

Konsep logis NOT TIDAK, MAYBE MUNGKIN,

CAN DAPAT, BECAUSE KARENA, IF JIKA

(37)

Kesamaan LIKE/AS SEPERTI

Sumber: Mulyadi (2012: 38)

Berkaitan dengan struktur dan peran semantis verba AMBIL dalam bahasa Aceh diisyaratkan kemungkinan elemen yang dapat berfungsi sebagai predikat, yakni elemen yang dapat disamakan dengan verba: tindakan, peristiwa, gerakan (LAKU (DO), TERJADI (HAPPEN), GERAK (MOVE)).

2.2.1.2 Polisemi Nonkomposisi

Polisemi merupakan bentuk leksikon tunggal yang dapat mengekspresikan dua makna asali yang berbeda (Mulyadi, 2000: 43). Ini terjadi karena adanya hubungan komposisional antara satu eksponen dengan eksponen lainnya karena eksponen tersebut memiliki kerangka gramatikal yang berbeda. Pada tingkatan yang sederhana, eksponen dari makna asali yang sama mungkin akan menjadi polisemi dengan cara yang berbeda pada bahasa yang berbeda pula.

Menurut Wierzbicka (1996: 25-26), ada dua hubungan nonkomposisional yang paling kuat, yakni hubungan pengartian (entailment-like relationship) dan hubungan implikasi (implicational relationship). Hubungan pengartian

diilustrasikan pada MELAKUKAN/TERJADI dan MELAKUKAN

PADA/TERJADI. Contoh: jika X MELAKUKAN SESUATU PADA Y, SESUATU TERJADI PADA Y. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen TERJADI dan MERASAKAN.

(38)

Perhatikan contoh berikut.

(7) X MELAKUKAN sesuatu pada Y sesuatu TERJADI pada Y

(8) Jika X MERASAKAN sesuatu tentang Y sesuatu TERJADI pada X

Perbedaan sintaksis yang dapat diketahui dari verba MELAKUKAN dan TERJADI pada contoh (7) di atas ialah bahwa MELAKUKAN memerlukan dua argumen, sedangkan TERJADI hanya membutuhkan satu argumen. Hal yang sama terjadi pada verba TERJADI dan MERASAKAN, tetapi pada verba MERASAKAN tipe argumen yang muncul berbeda, yaitu tentang „Y‟.

2.2.1.3 Sintaksis Makna Universal

Sintaksis makna universal yang dikembangkan Wierzbicka pada akhir tahun 1980 merupakan perluasan dari sistem makna asali. Wierzbicka (1996: 19) menyatakan bahwa makna memiliki struktur yang sangat kompleks, dan tidak hanya dibentuk dari elemen sederhana, seperti seseorang, ingin, tahu, tetapi dari komponen berstruktur kompleks, seperti „aku menginginkan sesuatu‟, „ini baik‟, atau „kamu melakukan sesuatu yang buruk‟. Kalimat seperti ini disebut sintaksis

makna universal. Jadi, sintaksis makna universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya (Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71).

Dalam teori MSA, untuk merumuskan struktur semantis digunakan teknik parafrase, yang menurut Wierzbicka (1996: 35) harus mengikuti kaidah-kaidah berikut:

(39)

1) Parafrase harus menggunakan kombinasi sejumlah makna asali yang diperlakukan terkait dengan klaim teori MSA, yaitu suatu bentuk tidak dapat diuraikan hanya dengan memakai satu makna asali.

2) Parafrase dapat pula dilakukan dengan memakai unsur yang merupakan kekhasan suatu bahasa. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan unsur-unsur yang merupakan keunikan bahasa itu sendiri untuk menguraikan makna. 3) Kalimat parafrase harus mengikuti kaidah sintaksis bahasa.

4) Parafrase selalu menggunakan bahasa yang sederhana.

5) Kalimat parafrase kadang-kadang memerlukan indensasi dan spasi khusus. Ketiga konsep teoretis di atas, yaitu makna asali, polisemi takkomposisi dan sintaksis makna universal merupakan komponen utama dalam merumuskan struktur semantis. Unit dasar sintaksis makna universal dapat disamakan dengan “klausa”, dibentuk oleh substantif dan predikat, serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan ciri predikatnya. Contoh pola sintaksis makna universal ditunjukkan di bawah ini :

(9) Aku melihat sesuatu di tempat ini. (10) Sesuatu yang buruk terjadi padaku.

(11) Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang buruk tentang aku.

(12) Aku tahu bahwa kamu orang yang baik. (13) Aku melihat sesuatu terjadi di sana. (14) Aku mendengar sesuatu yang baik.

Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis makna universal mengimplikasikan gagasan pilihan valensi. Contohnya, elemen MELAKUKAN,

(40)

selain memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib (seperti „seseorang melakukan sesuatu‟), juga memerlukan objek ” (seperti „seseorang melakukan sesuatu kepada seseorang‟). Begitu pula, MENGATAKAN, di samping memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib (seperti „seseorang mengatakan sesuatu‟), juga memerlukan “pesapa” (seperti „seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang‟), atau “topik” (seperti „seseorang mengatakan sesuatu tentang sesuatu‟), atau “pesapa” dan topik” (seperti „seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu‟) (Mulyadi dan Rumnasari, 2006:71). Hubungan ketiga konsep tersebut dalam kajian makna diringkas dalam gambar di bawah ini:

Makna asali

Polisemi Sintaksis Makna

Universal

Makna asali Makna

Gambar 2.1

Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna (Sumber: Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71)

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa gabungan dari dua makna asali berkombinasi untuk membentuk polisemi. Kombinasi dari makna asali membentuk kalimat berupa parafrasa untuk mengetahui makna.

(41)

Dalam menjelaskan struktur semantis verba AMBIL bahasa Aceh, model penelitian parafrase yang digunakan mengikuti Wierzbicka dengan formulasi berikut ini:

mengambil

(a) pada waktu itu, seseorang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu/seseorang (Y) dengan sesuatu/salah satu bagian tubuh (Z)

(b) karena ini, Y berpindah pada X pada waktu yang sama (c) X menginginkan ini

(d) X melakukan sesuatu seperti ini

2.3.2 Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (TPA)

Generalisasi peran semantis argumen dalam Teori Tata Bahasa Peran dan Acuan oleh Van Valin dan J La Polla (1997:141) disebut dengan semantik peran umum. Disebut demikian karena beberapa dari sejumlah tipe spesifik argumen (relasi tematis) menjadi bagian dari semantik peran umum. Dalam teori ini diproyeksikan gagasan AKTOR dan PENDERITA pada struktur klausa, baik pada klausa intransitif maupun pada klausa transitif. Istilah AKTOR merujuk kepada generalisasi lintas agen, pengalam, instrumen, dan peran-peran lain, sedangkan PENDERITA adalah generalisasi lintas pasien, tema, resipien, dan peran-peran lain. Wujud kedua peran itu pada setiap bahasa berbeda-beda, tergantung dari karakter morfologis dan sintaktis bahasa masing-masing. Bagi Van Valin dan LaPolla (1999:143), relasi tematis prototip ialah agen dan pasien; artinya,

agen adalah prototip untuk AKTOR dan pasien adalah prototip untuk

PENDERITA.

AKTOR dan PENDERITA tidak mempunyai isi semantis yang konstan. AKTOR dapat berperan sebagai agen, pengalam, instrumen, dan peran lain, sedangkan

(42)

PENDERITA berperan sebagai tema, pasien, resipien, dan peran-peran lain. Tidak ada perubahan peran AKTOR dan PENDERITA pada struktur klausa meskipun konfigurasi sintaktisnya berbeda. Keduanya dapat dipetakan pada argumen predikat transitif dan argumen predikat intransitif. AKTOR dan PENDERITA berbeda dengan relasi sintaktis, seperti subjek dan objek, ataupun peran kasus, seperti agen dan pasien. Pada sebuah argumen verba berbagai peran yang berbeda direalisasikan sesuai dengan ciri semantis predikatnya.

Dalam teori TPA penentuan peran umum pada sebuah verba didasarkan pada struktur logisnya (Van Valin dan LaPolla, 1999:151). Ada tiga kemungkinan dalam pemberian peran umum, yaitu 0, 1, 2. Jika sebuah verba memiliki dua argumen atau lebih pada struktur logisnya, verba itu memerlukan dua peran umum. Apabila sebuah verba mempunyai argumen tunggal pada struktur logisnya, pada situasi ini diperlukan satu peran umum. Pada verba tanpa argumen (mis., verba rain dan snow dalam bahasa Inggris) tidak terdapat peran umum. Sifat peran umum merupakan fungsi dari struktur logis verba. Jika sebuah verba membutuhkan dua argumen, keduanya boleh jadi berupa AKTOR dan PENDERITA. Pada verba dengan peran umum tunggal, pilihan utamanya diikuti langsung dari struktur logis verbanya. Verba dengan predikat kegiatan pada struktur logisnya diberi peran AKTOR; jika tidak, perannya adalah PENDERITA.

Pilihan terhadap argumen sebagai AKTOR dan PENDERITA tidak

bersifat acak, tetapi berdasarkan dalil tertentu. Van Valin dan

LaPolla (1999) mengusulkan sebuah hierarki pemarkahan untuk

(43)

AKTOR PENDERITA

Arg arg 1 arg 1 arg 2 arg pred‟

MELAKUKAN melakukan’ (x ... pred’ (x, y) pred’ (x, y) keadaan (x)

Gambar 2.2

Hirarki Aktor dan Penderita (Sumber: Van Valin dan LaPolla, 1999:146)

Pada hierarki di atas, „argumen MELAKUKAN‟ berperingkat tertinggi, dan argumen ini adalah pilihan yang tak bermarkah untuk AKTOR. Sementara itu, ‟argumen pred‟ (x)‟ berperingkat terendah dan argumen ini adalah pilihan yang tak bermarkah untuk penderita. Tanda panah menunjukkan peningkatan pemarkahan pada peristiwa tipe argumen tertentu untuk AKTOR atau PENDERITA. Terkait dengan AKTOR, pilihan yang bermarkah dimungkinkan jika argumen yang berperingkat lebih tinggi tidak hadir pada klausa. Pada PENDERITA, pilihan itu dimungkinkan apabila tidak hadir pasien pada klausa. ACTOR tidak sama dengan agen dan begitu pula UNDERGOER tidak sama dengan pasien (Van Valin dan La Polla, 1997:85--86). Tipe spesifik argumen yang digeneralisasi ke dalam semantik peran umum adalah agen, pemengaruh, pengalam, alat, daya, pasien, tema,

benefaktif, resipien, tujuan, sumber, dan lokasi. Peran-peran tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

(1) Agen

Agen adalah penual/instigator yang melakukan tindakan atau peristiwa, baik dengan sengaja maupun dengan tujuan tertentu.

Contoh: Leslie [Agen] breaking the glass on purpose. Leslie [Agen] memecahkan gelas dengan sengaja

(44)

(2) Pemengaruh

Argumen yang berfungsi sebagai pengakibat umumnya merupakan pelaku tindakan atau peristiwa yang dilakukan, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Contoh: Max [Pengakibat] breaking the clock accidentally. Max [Pengakibat] merusak jam secara tidak sengaja.

(3) Pengalam

Pengalam adalah peran argumen yang mengalami keadaan atau perasaan internal.

Contoh: Felipe [Pengalam] thingking about/remembering/disliking the question.

Felipe [Pengalam] berpikir/mengingat/tidak menyukai pertanyaan.

(4) Alat (Instrumen)

Umumnya, peran argumen sebagai alat adalah peran argumen yang berupa entitas yang tidak bernyawa. Peran ini dimiliki oleh argumen yang digunakan oleh agen untuk melakukan suatu tindakan. Umumnya, peran argumen ini berupa nomina tidak bernyawa.

Contoh: Juan breaking a window with a rock [Alat]. Juan memecahkan kaca dengan batu [Alat].

(5) Daya (Force)

Kekuatan alam merupakan sesuatu yang menyerupai alat, tetapi tidak dapat digunakan sebagaimana layaknya sebuah alat. Seperti yang kita ketahui, kekuatan alam yang dimaksud dalam peran argumen jenis ini

(45)

adalah angin taufan, angin ribut, badai banjir, hujan, tindakan Tuhan, dan sebagainya.

Contoh: A flood [Daya] washing away village. Banjir [Daya] menghancurkan desa.

(6) Pasien

Pasien adalah argumen, baik bernyawa maupun tidak bernyawa yang berada dalam suatu keadaan atau mengalami perubahan keadaan yang diakibatkan oleh verba.

Contoh: A window [Pasien] breaking. Kaca [Pasien] pecah.

(7) Tema

Tema merupakan peran sebuah argumen yang diletakkan di suatu tempat atau peran sebuah argumen yang mengalami suatu perpindahan lokasi. Contoh: Carl putting a book [Tema] on the table.

Carl meletakkan buku [Tema] di atas meja.

(8) Pemanfaat (Benefaktif)

Pemanfaat adalah peran argumen PRED yang menjadi acuan atau yang memperoleh keuntungan suatu tindakan/perbuatan.

Contoh: Ned picking up some dry cleaning for Tunisha [Pemanfaat]. Ned mengambil beberapa cucian untuk Tunisha [Pemanfaat].

(9) Penerima (Recipient)

(46)

ini berupa argumen bernyawa, sedangkan tujuan lebih sering berupa entitas yang tidak bernyawa (tidak menutup kemungkinan bernyawa). Contoh: Vidhu sending a card to Hari [Penerima].

Vidhu mengirim kartu untuk Hari [Penerima].

(10) Tujuan

Tujuan adalah peran argumen yang sama dengan peran argumen sebagai penerima. Hanya peran penerima berupa argumen bernyawa, sedangkan tujuan lebih sering berupa argumen tidak bernyawa.

Contoh: Larry sending a package to Baltimore [Tujuan]. Larry mengirim paket ke Baltimore [Tujuan].

(11) Sumber

Peran sumber digunakan dalam variasi kasus, di mana terdapat

keambiguan antara penerima dan sasaran. Dijelaskan bahwa jika terdapat perpindahan OBJ, posisi akhir merupakan penerima. Jika argumen yang berfungsi sebagai OBJ bergerak, argumen pada posisi akhir adalah tujuan. Dalam situasi yang sama, posisi awal (SUBJ) merupakan sumber dan OBJ merupakan tema. Misalnya, dalam David giving a book to Kristen (David membeikan buku untuk Kristen). Peran argumen David dapat sebagai agen dan sebagai sumber, sedangkan dalam Yolanda buying the dog from Bill (Yolanda membeli anjing dari Bill), peran Yolanda dapat sebagai agen dan penerima.

(12) Lokatif

(47)

sebagai lokatif berfungsi sebagai ajung sehingga bukan merupakan argumen inti.

Contoh: Bob eating a sandwich in the kitchen [Lokatif]. Bob sedang makan sandwich di dapur [Lokatif].

Untuk menjelaskan mekanisme dalam menganalisis peran sematis dapat diilustrasikan sebagai berikut:

(15) Fred [AKTOR, Agen] broke the window [PENDERITA, Pasien] Fred[AKTOR, Agen] memecahkan kaca [PENDERITA, Pasien] (16) A rock [AKTOR, Instrumen] broke the window [PENDERITA,

Pasien].

Batu [AKTOR, Instrumen] memecahkan kaca [PENDERITA, Pasien].

Pada contoh kalimat (15) terdapat tiga partisipan yakni Fred sebagai subjek yang berperan sebagai AKTOR yang mengendalikan peristiwa subjek dijabarkan senbagai agen karena bertindak sebagai pelaku dari peristiwa, the window sebagai objek yang memiliki peran sebagai PENDERITA yang dikendalikan oleh peristiwa dan dijabarkan sebagai pasien. Namun, pada kalimat (16) A rock berperan sebagai AKTOR yang dijabarkan sebagai instrumen.

2.3 Parameter Verba AMBIL Bahasa Aceh

Verba AMBIL sulit dikaji tanpa penggunaan parameter yang tepat untuk mengidentifikasi keanggotaannya. Sering terjadi bahwa butir-butir leksikal yang berasal dari ranah predikat tindakan digolongkan secara intuitif sebagai kelompok dari verba AMBIL. Hal ini terjadi karena adanya kemiripan secara semantis antara butir-butir leksikal. Untuk menghindari terjadinya pengelompokkan butir-butir leksikal yang termasuk ke dalam verba AMBIL, diperlukan parameter yang

(48)

menjadi tolak ukur dalam menentukan butir-butir leksikal tersebut. Berikut ini diuraikan cara kerja dari parameter tersebut.

1. Dalam penelitian ini kata-kata yang mengandung makna AMBIL ialah ekspresi harfiah. Parameter semantis yang diusulkan merupakn refleksi dari ciri denotatif. Ini menjelaskan bahwa kelompok kata seperti geulhoh „mencabut‟, geuputoh „memutuskan‟, geusambot „menyambut‟, geulake „meminta‟ tidak termasuk ke dalam anggota verba AMBIL.

(17) ?? X geulhoh/geuputoh/geusambot/geulake sesuatu

2. Verba AMBIL mengandung properti temporal. Ada dua orientasi waktu pada verba AMBIL, yaitu masa kini dan masa lalu. Verba AMBIL yang berorientasi pada masa kini dan masa lalu menerangkan sebuah peristiwa aktual. Peristiwa aktual tersebut dapat diterangkan pada peristiwa pungtual dan duratif. Sebuah peristiwa duratif menerangkan perubahan waktu yang lambat dalam mengungkapkan verba AMBIL, sedangkan peristiwa pungtual menerangkan perubahan waktu yang cepat. Kedua properti temporal ini dalam teori MSA direalisasikan oleh elemen „selama beberapa waktu/lama‟ (duratif) dan elemen „sebentar‟ (pungtual).

(18) X melakukan sesuatu LAMA/SELAMA BEBERAPA WAKTU/SEBENTAR

3. Struktur peristiwa „mengambil‟ yang lengkap akan melibatkan tiga jenis partisipan, yaitu agen, tema dan instrumen. Dalam skenario, agen merujuk pada entitas bernyawa (mis., „seseorang‟ pada komponen „SESEORANG MELAKUKAN

SESUATU‟), pasien yang merujuk pada entitas bernyawa dan entitas tidak bernyawa (mis., „seseorang/sesuatu‟ pada komponen „SESEORANG MELAKUKAN SESUATU PADA SESEORANG/SESUATU‟) dan instrumen yang merujuk pada entitas

(49)

tidak bernyawa (mis,. „sesuatu/salah satu bagian tubuh‟ pada komponen „SESEORANG MELAKUKAN SESUATU DENGAN SESUATU/SALAH SATU BAGIAN

TUBUH‟). Model skenario yang melibatkan agen, pasien dan instrumen adalah sebagai berikut.

(19) SESEORANG Agen MELAKUKAN SESUATU PADA SESEORANG/SESUATU Pasien

DENGAN SESUATU/SALAH SATU BAGIAN TUBUH instrumen

4. Ketransitifan pada argumen verba AMBIL ditandai oleh dua argumen pada sebuah struktur klausa. Verba AMBIL memenuhi ketransitifan karena properti sintaksisnya merealisasikan dua tipe argumen subjek dan objek.

(20) a. Jih nyang let naleung bunoe beungoh Dia yang cabut rumput tadi pagi

b. Jih jilet naleung bunoe beungoh Dia mencabut rumput tadi pagi

(21) a. Awak nyan nyang drob pancuri beuklam Mereka yang tangkap pencuri tadi malam

b. Awak nyan geudrob pancuri beuklam Mereka menangkap pencuri tadi malam

5. Aspek progresif pada konteks yang tepat dapat berinteraksi dengan verba AMBIL. Progresif secara leksikal ditandai oleh adverbial temporal sedang (dalam BI) dalam bahasa Aceh progresif ditandai oleh kata teungoh „sedang‟ (Mulyadi, 2012:85). Pada contoh berikut, kelas verba tindakan, baik dalam BI maupun dalam BA, dapat ditempati oleh aspek progresif.

(22) Teungoh geusiet, teungoh geurhueng, teungoh geusuliek sedang mengumpulkan, sedang mengangkat, sedang memipil

Misalnya, pada kalimat (23), peristiwa yang diperluas terlihat pada subordinatif ketika hujan turun.

(50)

(23) Adek teungoh geukuet ija wate rhot ujeun Adik PROG AKT.angkat kain KONJ AKT.turun hujan „Adik sedang mengangkat kain ketika hujan turun‟.

2.4 Model Penelitian

Penelitian ini mengkaji “struktur dan peran semantis verba „AMBIL‟ dalam bahasa Aceh”. Dalam penelitian VABA digunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) dan teori Tata Bahasa Peran dan Acuan (TPA). Penelitian ini menggunakan teori MSA untuk menelaah kategorisasi, makna, dan struktur VABA. Selanjutnya, teori TPA digunakan untuk menelaah peran semantis argumen verba, hasil analisis dari peran semantis yang didapat menjadi acuan untuk mendapatkan relasi tematis pada setiap subkategori. Bagian akhir tahap penelitian ini adalah temuan yang disajikan sesuai dengan hasil analisis yang didapat sebagai temuan penting yang menjadi kontribusi penelitian ini. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka model penelitian ini digambarkan dalam bentuk diagram yang ditampilakan di bawah ini.

Bahasa Aceh

VABA

Teori MSA Teori TPA

(51)

Makna VABA

Struktur Semantis VABA

TEMUAN

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian bahasa Aceh difokuskan di daerah Darussalam Ibu Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar

(52)

terletak pada 5,2o - 5,8o Lintang Utara 95,0o - 95,8o Bujur Timur Panjang Pantai 195 Km2, Panjang Sungai 719,50 Km2 Luas Daerah 2.903,50 Km2.

Penutur jati bahasa Aceh mendiami kabupaten Aceh Besar , dan salah satu diantaranya di desa Krueng Kalee. Masyarakat Krueng Kale dikenal dengan masyarakat yang homogen dalam menggunakan bahasa Aceh karena mereka /.masih mempertahankan bahasa Aceh sebagai bahasa ibu mereka dalam berkomunikasi.

Desa Krueng Kalee memiliki luas 1842 ha (termasuk area pemukiman, pertanian, dan perkebunan). Jarak antara Desa Krueng Kalee ke ibukota kecamatan 1.2 km, dan jarak antara Desa Krueng Kale ke ibukota kabupaten 59.8 km.

Gambar 3.1 Peta Penutur Bahasa Aceh di Kabupaten Aceh Besar Sumber : http://www.acehbesarkab.go.id

(53)

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa ragam kalimat yang mengandung verba AMBIL dalam bA. Penelitian ini menggunakan data primer yang memiliki fungsi dan kedudukan sebagai data utama (pokok) di dalam sumber analisis. Berkenaan dengan hal itu, yang dijadikan sumber data primer dalam penelitian ini adalah data lisan, yakni data yang didapat langsung di lapangan yang dituturkan oleh informan. Data lisan bersumber dari informan yang merupakan penutur asli bahasa Aceh. Data yang dikumpulkan tergolong valid dan reliabel dalam menunjang analisis yang dilakukan sebab disajikan oleh informan yang dipilih dengan kriteria tertentu.

Data tulis diperoleh dari Sastra Lisan Aceh (Ahmad dkk., 1983) dan Kamus Umum Indonesia-Aceh (Basry, 1994). Data intuitif juga digunakan sebagai data pelengkap. Tujuannya untuk melengkapi data yang sudah ada dan data intuisi juga digunakan untuk menguji keberterimaan yang disediakan oleh narasumber.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran fenomena-fenomena kebahasaan yang ditemui dalam bahasa Aceh saat penelitian dilakukan. Untuk itu, diterapkan metode deskriptif kualitatif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan

(54)

ciri,karakter,sifat,model,tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2011:68-69).

Format deskriptif kualitaif pada umumnya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus. Format deskriptif kualitatif studi kasus tidak memiliki ciri seperti air (menyebar di permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena. Dari ciri yang demikian studi ini dapat amat mendalam dan kedalaman data menjadi pertimbangan dalam penelitian model ini. Karena itu, penelitian ini bersifat mendalam dan “menusuk” sasaran penelitian (Bungin, 2011:69).

Terdapat tiga jenis metode yang digunakan dalam mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh tentang penelitian ini. Ketiga metode tersebut adalah(1) metode dan teknik pengumpulan data, (2) metode dan teknik analisis data, dan(3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data.

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode cakap (Sudaryanto, 1993: 208). Data lisan akan dikumpulkan dengan menggunakan metode cakap dengan teknik dasar teknik pancing. Dengan teknik pancing, peneliti akan memancing narasumber untuk memunculkan data yang diinginkan (Sudaryanto, 1993: 209). Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan tiga orang informan kunci yang yang terdiri atas tiga orang perempuan. Informan ini berasal dari masyarakat yang menguasai bahasa dan budaya masyarakat Aceh Besar berdasarkan kriteria sebagai berikut:

(55)

2. Berusia antara 25-65 tahun.

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.

4. Pekerjaannya bertani atau buruh.

5. Sehat jasmani dan rohani (Mahsun, 2011: 141)

Wawancara dilakukan pada pukul 09.00-17.00 WIB. Pada hari jum‟at, sabtu, dan minggu. Wawancara dilakukan di rumah informan. Penerapan teknik pancing didukung teknik cakap semuka, teknik cakap tansemuka, teknik rekam, dan teknik catat.

Teknik cakap semuka diterapkan dengan cara peneliti akan melakukan percakapan langsung dan bertatap muka ataupun berbicara langsung melalui telpon dengan narasumber. Dalam hal ini, peneliti mengarahkan topik pembicaraan sesuai dengan kepentingan untuk memperoleh data yang diharapkan sambil merekam pembicaraan.

Teknik cakap tansemuka juga diterapkan untuk mengumpulkan data dengan menyediakan daftar klausa yang mengandung verba AMBIL yang akan diterjemahkan oleh informan ke dalam bahasa Aceh pada kolom yang telah disediakan.

Data verba AMBIL yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan alat, objek, temporal, cara, dan arah gerakan. Tahapan-tahapan pengelompokkan ialah sebagai berikut.

1. Mengelompokkan data yang termasuk verba AMBIL.

2. Mengelompokkan data yang termasuk verba AMBIL berdasarkan alat, dan objek melakukan tindakan „mengambil‟.

Gambar

Gambar 3.1 Peta Penutur Bahasa Aceh di Kabupaten Aceh Besar  Sumber : http://www.acehbesarkab.go.id

Referensi

Dokumen terkait