• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Definisi yang jelas mengenai konstipasi pada anak baik dari kepustakaan sampai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Definisi yang jelas mengenai konstipasi pada anak baik dari kepustakaan sampai"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi

Definisi yang jelas mengenai konstipasi pada anak baik dari kepustakaan sampai saat ini belum ada kesepakatan, oleh karena frekuensi dan konsistensi defekasi setiap anak sangat bervariasi.2,6 Secara umum konstipasi diartikan sebagai abnormalitas dari defekasi dengan frekuensi kurang dari tiga kali setiap minggu, defekasi sulit dan disertai rasa sakit, ada periode defekasi dengan ukuran feses yang besar paling sedikit sekali dalam rentang 7 sampai 30 hari, atau dijumpai masa yang dapat teraba pada perut atau rektal pada pemeriksaan fisik.22 Konstipasi merupakan ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna yang tercermin dari tiga aspek, yaitu berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang lebih keras dari sebelumnya dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tanpa disertai enkopresis (kecepirit).6

Definisi konstipasi menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN) adalah keterlambatan atau kesulitan dalam melakukan defekasi yang terjadi selama dua minggu atau lebih dan mampu menyebabkan stress pada pasien.1,3,5,23 Sedangkan menurut kriteria Rome II seorang anak dikatakan mengalami konstipasi fungsional bila tidak ada bukti kelainan anatomi, endokrin atau metabolik dan terdapat gejala selama minimal dua minggu, yaitu pada anak berusia kurang dari empat tahun terdapat frekuensi defekasi kurang tiga kali setiap minggu atau bila terdapat nyeri saat defekasi dan retensi feses walaupun frekuensi defekasi tiga kali setiap minggu atau lebih dan untuk anak berusia diatas empat tahun konstipasi ditegakkan bila terdapat minimal dua kritera berikut : frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam setiap minggu tanpa pemberian laksatif, terdapat dua kali atau lebih episode soiling (enkopresis)

(2)

setiap minggunya, terdapat periode pengeluaran feses dalam jumah besar setiap 7 sampai 30 hari dan teraba masa abdominal atau masa rektal pada pemeriksaan fisik.1,7,24

Tahun 2006 kriteria Rome II mengalami revisi menjadi kriteria Rome III, dalam kriteria Rome III disebutkan konstipasi fungsional pada anak harus memenuhi dua atau lebih kriteria berikut pada anak minimal berusia empat tahun yang tidak memenuhi kriteria yang cukup untuk irritabel bowel syndrome, yang dialami minimal satu kali setiap minggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan, yaitu :1,4,7,24,25

a) Buang air besar 2 kali seminggu atau kurang

b) Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses setiap minggu c) Riwayat retensi feses

d) Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras e) Terdapat masa feses yang besar direktum

f) Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet.

Konstipasi sendiri dibedakan oleh dua jenis yaitu konstipasi fungsional dan konstipasi organik, dimana konstipasi fungsional bila tidak dijumpai kelainan patologis sedangkan pada konstipasi organik bila dijumpai kelainan patologis. Untuk membedakan dua konstipasi diatas dapat dilihat pada Tabel 2.1. yang dibedakan berdasarkan usia yaitu sebagai berikut :5,9,23

(3)

Tabel 2.1. Diferensial diagnosis konstipasi berdasarkan usia.9,23

DIFERENSIAL DIAGNOSIS KONSTIPASI BERDASARKAN USIA

Bayi Anak-anak ( > 1 tahun)

Konstipasi fungsional (lebih dari 95% kasus) Penyebab organik Penyakit Hirschsprung’s Penyebab metabolik: hipotiroid, hiperkalsemi, hipokalemi, diabetes insipidus, diabetes mellitus

Kista fibrosis

Gluten enteropathy

Spinal cord trauma or abnormalities Neurofibromatosis

Keracunan logam berat Efek samping obat-obatan Keterlambatan perkembangan Sexual abuse Penyakit Hirschsprung’s Kongenital anorektal malformasi Kelainan Neurologik Encephalopathy

Spinal cord abnormalities: myelomeningocele, spina bifida, tethered cord Kista fibrosis

Penyebab Metabolik: hipotiroid,

hiperkalsemi, hipokalemi, diabetes insipidus

Keracunan logam berat Efek samping obat-obatan

2.2. Etiologi

Hampir 95% konstipasi pada anak disebabkan kelainan fungsional dan hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.1,6 Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan perubahan kebiasaan atau pola diet, kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya asupan cairan, kurang olah raga, gangguan perilaku atau psikologis dan takut atau malu ke toilet umum. Untuk meyakinkan diagnosis konstipasi fungsional perlu diwaspadai tanda-tanda peringatan yang mungkin menunjukkan adanya kondisi patologis (organik) seperti Tabel 2.3.1,3,9

Tabel 2.2. Penyebab tersering konstipasi pada anak.6 • Fungsional

• Fisura ani

• Infeksi virus dengan ileus • Diet

(4)

Table 2.3. Tanda-tanda peringatan untuk konstipasi organik pada bayi dan anak-anak.3,9

Gejala atau tanda peringatan Diagnosis Mekonium keluar lebih dari 48 jam setelah

kelahiran, kotoran bentuk kaliber kecil, gagal tumbuh, demam, diare berdarah, muntah berwarna empedu, spingter anus sempit, ampula rekti kosong padahal teraba massa tinja pada palpasi abdomen Abdomen distensi, muntah berwarna Empedu / hijau, ileus

Tonus dan reflek extremitas bawah turun,

hilangnya kedutan anus, terdapat pilonidal dimple or hair tuft

Kelelahan, intoleransi dingin, bradikardi, poor growth

Poliuri, polidipsi

Diare, rash, gagal tumbuh, demam, pneumonia berulang

Diare setelah gandum dimasukkan dalam diet

Pada pemeriksaan fisik dijumpai bentuk dan posisi abnormal pada anus

Penyakit hirschsprung’s

Pseudo-obstruksi

Kelainan medulla spinalis: tethered cord, tumor medulla spinalis, myelomeningocele Hipotiroidism

Diabetes insipidus Kista fibrosis Gluten enteropati

Malformasi kongenital anorektal : anus imperforata, stenosis anal, anteriorly displaced anus

2.3. Patofisiologi

Pada orang dewasa normal, defekasi terjadi antara tiga kali setiap hari sampai tiga kali setiap minggu. Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur.6 Bayi yang minum Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kebiasaan defekasi lebih sering, sedangkan bayi yang minum susu formula mempunyai kebiasaan defekasi 1 sampai 2 kali setiap hari dan perbedaan ini berlangsung sampai bayi berumur paling sedikit 8 minggu. Pada usia 16 minggu, saat bayi sudah mulai diberi makanan padat, tidak tampak adanya perbedaan frekuensi defekasi dengan rerata buang air besar adalah dua kali setiap hari. Pada umur 2 tahun, frekuensi rata-rata pada defekasi menurun menjadi dua kali setiap hari. Frekuensi defekasi normal

(5)

Tabel 2.4. Frekuensi normal defekasi pada bayi dan anak.1,6,9

Umur Defekasi/minggu Defekasi/hari

0-3 bulan : ASI 0-3 bulan : formula 6-12 bulan 1-3 Tahun > 3 tahun 5-40 5-28 5-28 4-21 3-14 2.9 2.0 1.8 1.4 1.0

Proses normal pengeluaran feses dimulai dengan propulsi masa feses melalui kolon, hal ini disebabkan karena tingginya amplitudo kontraksi usus yang terjadi beberapa kali dalam sehari. Tingginya amplitudo kontraksi akan menyebabkan meningkatnya motilitas kolon dan seiring dengan masuknya makanan, refleks gastrokolik juga membantu mendorong masa feses sepanjang kolon kedalam rectum dan masa feses ini akan tersimpan sampai terdapat kondisi yang sesuai untuk evakuasi.1

Konstipasi fungsional pada anak paling sering dimulai dengan kebiasaan anak menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya, biasanya disertai fisura ani.3,6 Pengalaman nyeri berhajat ini menimbulkan penahanan tinja ketika ada hasrat untuk defekasi. Kebiasaan menahan tinja yang berulang akan mereggangkan rektum dan kolon sigmoid yang menampung tinja berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala, seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja menjadi keras dan besar sehingga lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, dan menimbulkan rasa sakit kemudian terjadi retensi tinja selanjutnya. Lingkaran setan terus berlangsung : tinja keras - nyeri waktu berhajat - retensi tinja - tinja makin banyak - reabsorbsi air - tinja makin keras dan makin besar - nyeri waktu berhajat - dan seterusnya, hal ini dapat terlihat pada gambar 2.1.2,3,6,8

(6)

Gambar 2.1. Lingkaran setan terjadinya konstipasi fungsional pada anak.2

2.4. Gejala Klinis

Gejala klinis konstipasi didapati dari anamnesa berupa riwayat berkurangnya frekuensi defekasi. Bila sudah terjadi retensi feses, gejala dan tanda lain konstipasi berangsur muncul seperti nyeri dan distensi abdomen yang sering hilang sesudah defekasi. Anak yang dengan konstipasi biasanya mengalami anoreksia dan kurangnya kenaikan berat badan yang akan mengalami perbaikan bila konstipasinya diperbaiki.6

Beberapa gejala klinis konstipasi fungsional dapat ditentukan oleh dua atau lebih gejala Kriteria Diagnostik Rome II di bawah ini, paling sedikit 12 minggu (3 bulan), boleh tidak berurutan selama satu tahun yaitu:2,5-7,24 (1). Rasa sakit lebih dari 25% usaha defekasi. (2). Tinja keras, masa feses dengan bentuk tidak teratur pada lebih dari 25% usaha defekasi (3). Rasa tidak puas setelah defekasi lebih dari 25% usaha defekasi. (4). Rasa ada sumbatan atau ganjalan di anorektal lebih dari 25% usaha defekasi. (5). Manuver manual untuk melancarkan defekasi lebih dari 25% usaha defekasi (misalnya evakuasi digital, meningkatkan tekanan otot rongga

Feses yang tidak dikeluarkan

Absorpsi air dari feses

Distensi rektum

Refleks atau keinginan defekasi

Tidak ada keinginan defekasi Retensi feses, lebih

lanjut ± soiling

Takut dan menahan defekasi Nyeri ± fisura

(7)

panggul) dan atau (6). Frekuensi defekasi kurang dari 3 kali setiap minggu dan berat feses kurang 35 gram setiap hari.

2.5. Pemeriksaan fisik

.Pemeriksaan fisik lengkap sangat dianjurkan pada anak dengan konstipasi dan sedikitnya dilakukan satu kali pemeriksaan daerah anus rektum. Pada pemeriksaan rektal yang harus dilakukan adalah menilai sensasi perianal, tonus sphingter ani, ukuran rektum, teraba masa feses, konstistensi feses, feses bercampur darah dan mendeteksi apakah ada lesi stenosis, obstruksi atau hemoroid. Pemeriksaan rektal pada konstipasi fungsional dapat dijumpai dilatasi rektum atau teraba berupa massa tinja yang besar di bawah sphingter ani. Ada beberapa temuan konsisten yang harus diperhatikan dalam menegakkan konstipasi fungsional seperti pada Tabel 2.5.9,23 Tabel 2.5. Temuan konsisten pada konstipasi fungsional.9

Temuan konsisten pada konstipasi fungsional Riwayat

Pasase feses paling sedikit 48 jam setelah kelahiran Tinja keras, tinja besar

Enkopresis (gerakan usus yang tidak disengaja)

Nyeri dan tidak nyaman saat defekasi, pemutusan tinja Darah pada tinja, fisura periannal

Penurunan nafsu makan

Diet rendah serat atau cairan, dan tinggi produk susu yang dikonsumsi Menghindari dari toilet

Pemeriksaan fisik

Distensi ringan pada abdomen ; palpasi dijumpai massa feses pada kuadran bawah kiri Anus normal ; tonus sphingter anus normal

Rektum penuh dengan tinja ; rektum distensi Ditemukan kedutan anus dan reflek kremaster

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Jika pada pemeriksaan rektal dijumpai tahanan tinja, maka tidak diperlukan konfirmasi pencitraan. Jika pemeriksaan rektal tidak mungkin dilakukan atau terlalu

(8)

traumatis bagi anak, maka pemeriksaan foto polos abdomen dapat menunjukkan suatu impaksi tinja yang prediksinya lebih tepat dari pada pemeriksaan rektal. Apabila dijumpai tinja pada rektum maka barium enema tidak berguna dan komputerisasi tomografi tidak ada indikasi pada kasus ini. Pada anak-anak yang jarang buang air besar dan tidak dijumpai adanya tanda-tanda konstipasi maka waktu transit kolon dapat dinilai dengan dijumpai marker radioopak.5,9,17

Ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk mendiagnosa konstipasi diantaranya pemeriksaan colonic transit study yaitu merupakan pemeriksaan yang menggunakan penanda (marker) radioopak dan dilakukan pada penderita dengan konstipasi kronis untuk melihat ada atau tidak abnormalitas pengosongan keseluruhan bagian kolon atau segmen kolon tertentu, pemeriksaan anorectal function test digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsional pada anus dan rektum, anorectal/colonic manometry digunakan pada anak konstipasi dengan gejala yang berulang untuk mengevaluasi atau mengukur tekanan otot sphingter anal dengan memasukkan kateter atau ballon ke dalam usus dan ditarik perlahan-lahan melalui spingter anal sehingga dapat dinilai kontraksi/motilitas otot, pemeriksaan barium enema digunakan untuk mencari penyebab kelainan organik berupa adanya dugaan obstruksi distal berupa hirschsprung dan obstruksi usus, deep suction rectal biopsy (biopsi hisap rektum) merupakan pemeriksaan untuk melihat ada tidaknya ganglion pada mukosa rektum secara histopatologis untuk memastikan penyakit hirschsprung, selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan sigmoidoscopy atau colonoscopy, pada sigmoidoscopy perlu dinilai keadaan rektum, sigmoid dan colon, sedangkan pada colonoscopy dilakukan pemeriksaan keadaan rektum dan kolon.1,4-6

(9)

2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi konstipasi 2.7.1. Diet serat

Diet tinggi serat memiliki efek meningkatkan retensi air pada feses dan sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri komensal sehingga bersifat sebagai prebiotik.1 Asupan serat harus ditingkatkan secara bertahap di masa kanak-kanak, karena diet serat penting bagi kesehatan anak-anak terutama dalam hal menormalkan BAB, selain itu serat juga berperan penting untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit kanker (seperti kanker payudara, kolon, pancreas, ovarium, endometrium dan prostat), resiko penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus pada saat dewasa. Menurut American Academy of Pediatric Committee on Nutrition (AAPCN), diet serat yang direkomendasikan pada anak-anak sekitar 0.5 gram/kg

berat badan, sedangkan menurut American Health Foundation (AHF)

merekomendasikan untuk anak usia di atas 2 tahun minimal diberi diet serat dengan formula usia dalam tahun ditambah 5 gram/hari dan maksimal usia dalam tahun ditambah 10 gram/hari.1,26 Perbandingan kebutuhan serat tiap hari berdasarkan

(10)

Tabel 2.6. Asupan serat untuk anak usia 3 sampai 18 tahun.26

Usia AAP Rekomendasi AHF asupan terbaru (tahun) 0,5gr/kgbb usia+5 usia+10 NFCS/NHAANES II (min) (maks) Laki-laki 3 7,5* 8 13 4 8,5 9 14 8-16 gram/hari 5 9 10 15 6 10 11 16 7 11,5 12 17 8 12,5 13 18 9 14 14 19 11,5-13,4 gram/hari 10 15,5 15 20 11 17,5 16 21 12 20 17 22 13 22,5 18 23 14-15,4 gram/hari 14 25 19 24 15 28,5 20 25 16 31,5 21 26 17 33 22 27 15,4 gram/hari 18 34,5 23 28 Mean, 14,1 gram/hari Perempuan 3 7 8 13 4 8 9 14 9-10,4 gram/hari 5 9 10 15 6 10 11 16 7 11 12 17 8 12,5 13 18 9 14 14 19 11,5-13,4 gram/hari 10 16 15 20 11 17,5 16 21 12 20,5 17 22 13 23 18 23 10,6-10,9 gram/hari 14 25 19 24 15 27 20 25 16 28,5 21 26 17 28,5 22 27 10,2 gram/hari 18 28,5 23 28 Mean, 10,8 gram/hari

*Rekomendasi asupan serat AAP dihitung dari nilai median berat badan menurut umur berdasarkan grafik pertumbuhan dari NCHS (National Center of Health Statistics)

AAP (American Academy of Pediatrics) AHF (The American Health Foundation)

NFCS (Nation-wide Food Consumption Survey)

NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)

Asupan makanan tinggi serat bisa diperoleh dari jenis padi-padian, sayuran, buah, kacang polong dan jenis kacang-kacangan lainnya. Pemberian tambahan suplementasi yang tinggi serat juga berperan dalam kesehatan terutama untuk

(11)

mencukupi kebutuhan makanan tinggi serat.11

Diet serat alami berasal dari tumbuhan yang terdiri dari polisakarida dan oligosakarida yang dalam proses pemecahan di saluran pencernaan memerlukan enzim. Serat terbagi atas yang water soluble dan water insoluble..11

Serat yang bersifat soluble atau larut dalam air, membentuk agar (gelatinous), menjadi lebih kental dan dapat difermentasi oleh bakteri baik di saluran pencernaan sehingga bersifat sebagai prebiotik, contoh serat yang soluble alamiah seperti psyllium, glucomannan, xanthan dan yang sintetis seperti guar gum, agar pectin dan agarose.11,14,27,28 Sementara serat yag bersifat insoluble atau tidak larut dalam air dan bekerja membentuk massa (bulking) di colon, contoh serat yang insoluble adalah sayur, buah-buahan, gandum, padi, dan jagung.11,27,28

Berdasarkan studi meta analisis di Cina disebutkan pemberian diet serat signifikan meningkatkan frekuensi BAB pada kelompok anak konstipasi dibandingkan kelompok yang mendapat plasebo dengan Odds ratio (OR) 1.19 ( dengan Interval Kepercayaan 95% (IK) : 0.58 sampai 1.80, P< 0.05).27 Sementara penelitian di Inggris melaporkan anak usia 7 sampai 10 tahun yang mendapat asupan diet serat sesuai rekomendasi dari American Academy of Pediatric (AAP) mengalami peningkatan frekuensi BAB dibandingkan anak yang kurang asupan diet serat.29 Penelitian di Spanyol melaporkan pemberian suplementasi kaya serat cocoa husk pada anak dengan konstipasi mempercepat waktu pengosongan kolon (colon transite time).30

2.7.2 Pola diet

Pola diet yang optimal pada usia anak sebaiknya mencukupi kebutuhan asupan normal yang dianjurkan, asupan diet yang seimbang antara lemak dan asam

(12)

lemak, protein, dan karbohidrat dapat mengurangi risiko penyakit kronis seperti risiko penyakit kardiovaskular, kanker, stroke dan diabetes disaat dewasa. National Cholesterol Education Program guidelines mengeluarkan rekomendasi yang telah disetujui oleh AAP mengenai kebutuhan asupan diet pada anak usia diatas 2 tahun, yaitu : untuk lemak dibawah 30%, karbohidrat 50% sampai 60% dan protein 15% sampai 20%.26

Penelitian di Cina melaporkan anak dengan konstipasi kronis lebih banyak mengkonsumsi makanan yang digoreng seperti ayam goreng, kentang goreng, daging dan pie yang rendah kandungan vitamin dan mineralnya sehingga dapat menyebabkan feses yang keras dan kelainan fungsi anorektal serta perubahan pengosongan rektum yang akhirnya menjadi konstipasi.10

2.7.3. Jumlah cairan

Dari penelitian ditemukan peningkatan asupan jumlah cairan tidak diperlukan karena tidak membantu menyembuhkan konstipasi, tetapi banyak laporan dari penderita konstipasi dimana untuk menyembuhkan konstipasi yaitu dengan cara mengkonsumsi banyak cairan seperti air putih dan jus untuk mencegah dehidrasi. Penambahan cairan pada kolon dan masa tinja membuat pergerakan usus menjadi lebih lembut dan mudah di lalui. Oleh karena itu penderita yang mengalami konstipasi sebaiknya mengkonsumsi banyak cairan setiap hari yaitu sekitar 2 liter atau delapan gelas setiap hari.2,6

Rekomendasi dari The Institute of Medicine untuk total asupan cairan yang adekuat pada anak dan remaja dapat terlihat pada tabel 2.7. berikut :11

(13)

Tabel 2.7. Rekomendasi asupan total cairan untuk anak dan remaja.11 Usia (tahun) Jumlah total cairan / hari (Liter)

1 – 3 1,3 liter / hari

4 – 8 1,7 liter / hari

9 – 13

Laki-laki 2,4 liter / hari

Perempuan 2,1 liter / hari

14 – 18

Laki-laki 3,3 liter / hari

Perempuan 2,3 liter / hari

2.7.4. Obat yang di minum

Konstipasi fungsional dapat disebabkan oleh efek samping obat. Pada umumnya obat-obatan yang menyebabkan konstipasi adalah obat-obat dari golongan antikolinergik yang digunakan untuk pengobatan inkontinensia urin akibat neurogenic bladder pada pasien meningomiokel, analgetik, golongan neurally actings agents seperti clonidine, phenytoin, diphenhydramine, diuretics, β-blockers, loperamid, dan efedrine yang efek sampingnya dapat menyebabkan konstipasi, senyawa yang mengandung kation seperti suplemen zat besi dan preparat kalsium.6

2.8. Glucomannan

Nama lain berupa Amorphophallus konjac, Devil's tongue, Elephant-foot yam, Konjac, Konjac mannan, Konnyaku, Snake plant.17 Glucomannan merupakan serat nabati yang berasal dari akar atau serabut konjak khususnya terdapat di Jepang, glucomannan larut dalam air (soluble), membentuk gel, kental dan lengket ketika terkena cairan, komponen utama adalah polisakarida yang terdiri dari D-manosse dan D-glukosa.12,13,15,17,31

Glucomannan banyak memberikan manfaat bagi kesehatan, diantaranya menurunkan risiko penyakit jantung koroner, memperlama waktu pengosongan lambung, dapat membuat rasa cepat kenyang sehingga dapat digunakan untuk

(14)

menurunkan berat badan, menurunkan kadar kolesterol dan glukosa, menekan sintesis kolesterol dihati dan meningkatkan frekuensi BAB.32 Penelitian di Turki melaporkan pada pasien hipertiroidisme yang mendapat terapi tambahan glucomannan selama 6 minggu terjadi penurunan kadar hormon tiroid dibandingkan kelompok plasebo.13

2.8.1. Efek glucomannan terhadap konstipasi

Secara umum, serat makanan dalam saluran pencernaan cenderung memperpanjang waktu pengosongan lambung dan karena itu menyebabkan makanan untuk tetap tinggal di lambung lebih lama dari biasanya. Dalam usus kecil, efek serat bervariasi dalam hal jumlah waktu yang diperlukan pada saat makanan melewati usus, penyerapan nutrisi terjadi pada usus kecil, absorbsi yang tertunda akan meningkatkan atau menurunkan pengosongan saluran cerna sehingga dapat mempengaruhi waktu transit di kolon. Dalam usus besar, serat terbukti melunakkan tinja dan memperpendek waktu tinja di dalam usus besar. Efek serat meningkatkan frekuensi gerak usus, hal ini tergantung pada jenis serat dan bentuk serat diberikan. Serat yang digiling kasar dapat meningkatkan retensi air dan peningkatan frekuensi tinja dari pada serat yang digiling halus.21

Ada beberapa hipotesis menjelaskan bagaimana peranan serat glucomannan mempengaruhi transit gastrointestinal, frekuensi tinja, dan komposisi tinja. Mekanisme yang mungkin adalah teori terhidrasi spon, dimana bentuk serat yang larut menjebak air dalam saluran usus dan bertindak seperti spon. Spon atau matrik ini akan mengubah bakteri dan zat terlarut di permukaan usus, bakteri sendiri dapat meningkatkan massa tinja sedangkan zat terlarut mengalami fermentasi sehingga menghasilkan pertambahan ukuran besar tinja, tinja yang besar akan meretensi air

(15)

akibatnya tinja menjadi lebih lunak dan meningkatkan frekuensi buang air besar.14,21 Suatu penelitian di Kanada melaporkan pemberian gabungan serat yang larut air dengan yang tidak larut dalam air dapat membantu memperbaiki keluhan gastrointestinal seperti meningkatkan frekuensi BAB, berat feses dan mempercepat waktu transit di saluran cerna hal ini telah dibuktikan dengan membandingkan pemberian sereal saat sarapan pagi antara hanya serat tidak larut air (gandum dan jagung) dengan gabungan serat yang larut air (psylium dengan Glucomannan dan xanthan), dari hasil penelitian ditemukan terjadi peningkatan berat feses pada kelompok gabungan serat larut air menjadi 119 gram/hari dibandingkan kelompok hanya serat tidak larut air yaitu 71 gram/hari dan terjadi peningkatan frekuensi BAB pada kelompok gabungan serat larut air yaitu 1.27 ± 0.42, P < 0.05.28

Penelitian di Itali melaporkan ditemukan sekitar 13 anak-anak yang mengalami konstipasi dan tidak mengalami enkopresis, mengalami penyembuhan yang signifikan sebesar 69% pada pemberian serat (glucomannan) dan 23% dengan pemberian plasebo (P < 0.05).14 Sementara penelitian di Taiwan melaporkan terjadi peningkatan frekuansi BAB hingga 30% pada kelompok yang diberikan suplementasi Glucomannan dibandingkan plasebo pada penderita konstipasi.16

2.8.2. Sediaan, dosis dan lama terapi

Tablet glucomannan tidak direkomendasikan untuk penggunaan oral, telah dilaporkan 9 kasus mengalami penyumbatan kerongkongan bila glucomannan diminum dalam bentuk tablet, karena tablet yang tersangkut ditenggorokan akan membengkak bila terkena air. Meskipun tidak ada kasus yang dilaporkan, potensi penyumbatan serupa dari usus bisa terjadi.12,15,17

(16)

Saat ini sediaan glucomannan berupa kapsul 500 mg, dan pemberiannya pada anak usia diatas 7 tahun dapat dicampur ke dalam cairan sebanyak 50 cc untuk 500 mg glucomannan, dosis diberikan 100 mg/kg beratbadan/hari (maksimal 5 gram/hari) selama 2 sampai 4 minggu.14,26,33 Dosis untuk laksatif adalah 3000 mg sampai 4000 mg (3 gram sampai 4 gram) setiap hari.17

Pemberian glucomannan pada tikus dengan dosis 500 mg/kg beratbadan/hari selama 18 bulan ternyata tidak di jumpai toksisitas. Toksisitas terjadi bila dosis diberikan lebih dari 5 gram dalam sehari, gejala dapat berupa diare, nyeri abdomen, dan perut kembung.15

2.9. Agar-agar

Agar-agar dikenal dengan berbagai sebutan seperti agar, gum agar,bacto-agar, bengal gelatin, japan agar, kanten dan caragennan.19,20 Agar-agar merupakan serat alamiah berwarna putih dan sedikit translucent yang berasal dari rumput laut (seaweed) jenis alga merah (Red algae) golongan Rhodophyta terutama jenis Gracilariaceae dan Gelidiaceae.19,20,34 Jenis rumput laut (seaweed) dibagi berdasarkan pigmen atau warnanya menjadi tiga kelompok utama, yaitu 1. Pheophyta atau brown seaweed (rumput laut coklat) yang terdiri dari polisakarida seperti alginate, laminaria, fucan dan selulosa, 2. Chlorophyta atau green seaweed (rumput laut hijau) yang sebagian besar mengandung klorofil a dan b, 3. Rhodophyta atau red seaweed (rumput laut merah) yang terdiri dari polisakarida seperti agar dan carrageenan.34

Struktur agar-agar merupakan suatu polisakarida kompleks yang komponen utamanya terdiri dari dua bagian yaitu agarose (70%) dan agaropectin (30%).19,20

(17)

D-galactose dan 3,6-anhydrogalactose serta bebas sulfat, sedangkan agaropectin merupakan fraksi non gel yang terdiri dari 1,3-glycosidically yang berikatan dengan D-galactose. Gambar fraksi agarose dan agaropectin dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut :19,34

Gambar 2.2. Struktur Agar-agar.19

2.9.1 Peran agar-agar pada konstipasi

Agar-agar merupakan serat sintetis yang larut dalam air (water soluble) dapat menjadi mengembang dan kental karena sifat menarik air (hydrophilic) jika dilarutkan dalam air.14,19 Agar-agar dapat digunakan sebagai laksatif (pencahar), makanan bagi golongan vegetarian, pengental pada sup, media pembiakan kuman dan bahan tambahan pada produk kosmetik.19,20

Pertumbuhan bakteri baik (microflora) pada saluran pencernaan manusia memegang peranan penting dalam kesehatan dan timbulnya beberapa penyakit. Mikroflora dapat berinteraksi dengan host atau dengan mukosa saluran cerna dan tingkat sistemik yang dapat mempengaruhi sistem imunologi, fisiologi dan metabolik pada tubuh. Selain berinteraksi langsung dengan host, makanan yang dimakan

(18)

berperan dalam mengatur efek dari bakteri mikroflora yang berada disaluran pencernaan manusia, efek yang diberikan bisa menguntungkan atau menggangu kesehatan.35

Beberapa bukti menunjukkan serat yang berasal dari rumput laut (seaweed) dan turunannya memberikan dampak positif pada saluran cerna.35

Saluran pencernaan manusia sangat kompleks dengan terdiri dari berbagai ekosistem mikroba didalamnya. Usus besar (colon) merupakan bagian saluran pencernaan dengan jumlah kolonisasi mikroba paling banyak sekitar 10.12 bakteri tiap 1 gram isi usus besar. Jenis bakteri yang banyak dijumpai di usus besar adalah Bacteroides, Prevotella, Eubacterium, Clostridium, Bifidobacterium, Lactobacillus, Staphylococcus, Enterococcus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherichia, yang dapat berperan sebagai bakteri pathogen dan sebagai bakteri baik.34

Menurut teori, setiap karbohidrat yang masuk kedalam usus besar (colon) berpotensi menjadi suatu prebiotik. Saat ini ada tiga jenis karbohidrat yang dikenal sebagai prebiotik yang baik yaitu inulin dan oligofruktosa, galactooligosakarida dan laktulosa. Rumput laut (seaweed) banyak mengandung polisakarida dan merupakan pilihan yang baik sebagai prebiotik.34 Agar-agar merupakan suatu polisakarida kompleks berupa serat yang larut air akan menambah volume tinja dan meningkatkan kadar air pada tinja yang menambah massa tinja dan disaat yang sama akan terjadi fermentasi tinja oleh bakteri disaluran cerna. Fermentasi dan peningkatan kadar air pada tinja yang dihasilkan dari serat yang larut air tersebut dapat memberi dampak laksatif (pencahar).20,21

Serat dari rumput laut (seaweed) dan jenisnya seperti alginate, xanthan, agar dan carrageenan disebutkan sebagai sumber karbohidrat prebiotik yang dapat meningkatkan jumlah bakteri baik (probiotik) sehingga dapat menjaga kesehatan

(19)

saluran cerna.35

Pada konstipasi akan terjadi perubahan waktu transit di kolon dan perubahan fungsi anorektal, perubahan ini akan meningkatkan penyerapan air dan membuat feses menjadi keras. Pada saat yang bersamaan feses akan mengahasilkan racun-racun seperti amonia, hydrogen disulfide dan indole yang akan diserap kembali oleh usus dan racun-racun tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah. Amonia yang berlebihan dalam usus dan darah dapat menjadi radikal bebas dan memicu terjadinya stres oksidatif, stres oksidatif dapat bereaksi langsung dengan Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan merusak DNA, menghambat atau menekan replikasi DNA sel, dan menghasilkan berbagai komponen oksidatif dan peroxidatif seperti superoxide radical (SO-), hydrogen peroxide (H2O2), hydroxyl radical (OH-), dan peroxyl radicals.10

2.9.2. Sediaan, dosis dan cara pemberian agar-agar

Agar-agar saat ini tersedia dalam bentuk bubuk kering (powder) berwarna putih. Agar-agar akan hancur pada suhu 85 oC dan menjadi padat atau keras pada suhu antara 32 sampai 40oC. Agar-agar dapat larut dan menjadi gel (kental) pada suhu yang relatif tinggi, karena itu cara pembuatan agar-agar dengan merebus dalam air sampai mendidih.19,20

Dosis kebutuhan agar-agar disesuaikan dengan rekomendasi asupan serat menurut American Academy of Pediatric Committee on Nutrition (AAPCN), diet serat yang direkomendasikan pada anak-anak sekitar 0.5 gram/kg berat badan/hari, sedangkan menurut American Health Foundation (AHF) merekomendasikan untuk anak usia di atas 2 tahun minimal diberi diet serat dengan formula usia dalam tahun ditambah 5 gram/hari dan maksimal usia dalam tahun ditambah 10 gram/hari.1,26

(20)

Perbandingan kebutuhan serat tiap hari berdasarkan beberapa rekomendasi dapat terlihat pada tabel 2.6.26

Agar-agar dapat disajikan dengan menambah pemanis, penambah rasa makanan, menambah buah atau sayuran yang disajikan dalam cetakan makanan.19

(21)

2.10. Kerangka Konseptual

Keterangan : Yang diamati dalam penelitian Diet Serat Jumlah Cairan Konstipasi Fungsional Pola Diet Obat Yang Diminum Glucomannan + Agar-agar Frekuensi BAB ↑ Konsistensi Tinja Lebih Lunak Glucomannan Frekuensi BAB ↑ Konsistensi Tinja Lebih Lunak Water soluble fiber :

psyllium, glucomannan, xanthan, guar gum, agar pectin, agarose

Water insoluble fiber : Sayur, buah, gandum,

padi dan jagung

Retensi cairan di tinja Fermentasi oleh bakteri (prebiotik)

Water soluble fiber : psyllium, glucomannan,

xanthan, guar gum, agar pectin, agarose

Volume Tinja ↑ Fermentasi oleh Bakteri (Prebiotik) ↑ Retensi cairan Tinja

Gambar

Table 2.3. Tanda-tanda peringatan untuk konstipasi organik  pada bayi dan anak- anak-anak
Gambar 2.1. Lingkaran setan terjadinya konstipasi fungsional pada anak. 2
Tabel 2.7. Rekomendasi asupan total cairan untuk anak dan remaja. 11                Usia (tahun)                                         Jumlah total cairan / hari (Liter)
Gambar 2.2. Struktur Agar-agar. 19

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis pula diketahui bahwa nilai KHM ekstrak daun patikan kebo berada pada konsentrasi 20 mg/ml dengan rata-rata diameter daya hambat sebesar 7,67 mm yang

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif, Sampel yang diambil yaitu rumput laut kering dengan tempat berbeda di Kecamatan Talango Kabupaten Jombang dengan jumlah populasi 4

klien mengeluh nyeri ketika sedang menggeraka n tangan dan nyeri berkurang saat sedang diam, 2.

Jika kita lihat tabel tersebut, menurut Amrin Banjarnahor (2013), kolonial Belanda memberikan wewenang pada beberapa daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri,

untuk memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan.. metode guru dalam

Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan tindakan adalah menyusun rancangan yang akan dilaksanakan sesuai dengan temuan masalah dan gagasan awal. Rancangan yang akan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis resepsi pengguna hukum di Surabaya, mengenai citra Kepolisian setelah adanya pengakuan dari Mantan Kabareskrim

Hasil data yang diperoleh selama pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II dengan menerapkan pembelajaran dengan penggunaan media gambar maka dapat disimpulkan