• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah screening pada bayi dan anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah screening pada bayi dan anak"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

SKRINING BAYI DAN BALITA

Makalah

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi

dengan dosen mata kuliah Reynie Purnama Raya SKM., M.Epid.

disusun oleh:

Ai Ro’ainingsih

:

043-315-13-1-002

Annisa Nurfitrian B

:

043-315-13-1-005

Lia Nurbaeti

:

043-315-13-1-006

Sri Widi Febrianti :

043-315-13-1-038

Teo Zumibakti A :

043-315-13-1-019

Yola Laudia

:

043-315-13-1-020

KELAS S1-3A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PERSATUAN PERAWAT

NASIONAL INDONESIA JAWA BARAT

BANDUNG

2015

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah skrining pada bayi dan balita ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Reynie selaku Dosen mata kuliah Epidemiologi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai skrining pada bayi dan balita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Dan dapat menambah wawasan maupun pemahaman mengenai skrining pada bayi an balita. Sekali lagi kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Bandung, 22 November 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...1 B. Rumusan masalah...1 C. Tujuan... 1 D. Manfaat... 1 BAB II... 3 PEMBAHASAN... 3 A. Konsep Skrining...3

B. Konsep Tumbung Kembang Bayi dan Balita...6

C. Skrining Pada Bayi dan Balita Berdasarkan Penyakit...11

BAB III... 19

PENUTUP... 19

A. Kesimpulan... 19

B. Saran... 19

(4)

DAFTAR GAMBAR

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Screening adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari pendeerita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan.

Screening dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan cepat untuk mengidentifikasikan dan memisahkan orang yang tampaknya sehat, tetapi kemungkinan beresiko terkena penyakit, dari mereka yang mungkin tidak terkena penyakit tersebut. Screening dilakukan untuk mengidentifikasi mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim untuk menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti.

Uji tapis bukan untuk mendiagnosis tapi untuk menentukan apakah yang bersangkutan memang sakit atau tidak kemudian bagi yang diagnosisnya positif dilakukan pengobatan intensif agar tidak menular dengan harapan penuh dapat mengurangi angka mortalitas.

Screening pada umumnya bukan merupakan uji diagnostic dan oleh karenanya memerlukan penelitian follow-up yang cepat dan pengobatan yang tepat pula.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini: 1. Bagaimana penjelasan mengenai konsep dasar skrining ?

2. Bagaimana penjelasan mengenai konsep dasar bayi dan balita ? 3. Bagaimana penjelasan mengenai skrining bayi dan balita ? C. Tujuan

Adapun tujuan masalah yang terdapat dalam makalah ini:

1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai konsep dasar skrining ; 2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai konsep dasar bayi dan

balita; dan

3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai skrining bayi dan balita.

D. Manfaat

Ada beberapa penjelasan manfaat dari makalah ini yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu secara teoritis dapat menambah konsep keilmuan di bidang ilmu keperawatan, khususnya memberi penjelasan mengenai konsep dasar skrining, konsep dasar bayi dan

(6)

balita dan skrining bayi dan balita, sedangkan manfaat secara praktis berguna untuk memberitahukan bahwa setiap manusia perlu lebih mengerti mengenai skrining bayi dan balita, sehingga pembaca lebih mengerti dan mengatahui mengenai skrining bayi dan balita gizi.

(7)

BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Skrining

1. Pengertian

Skrining untuk pengendalian penyakit adalah pemeriksaan orang – orang asimptomatik untuk mengklasifikasikan mereka ke dalam kategori yang diperkirakan mengidap penyakit yang menjadi objek skrining.

Screening adalah suatu strategi yang digunkan dalam suatu populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari pendeerita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan.

2. Tujuan

a. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tdk khas terdapat pada orang yang tampak sehat,tapi mungkin menderita penyakit ( population risk)

b. Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya dan tidak menjadi sumber penularan hingga epidemic dapat dihindari

c. Mendapatkan penderita sedini mungkin untuk segera memperolleh pengobatan.

d. Mendidik masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin 3. Sasaran

Sasaran utama uji tapis atau skrining adalah penderita penyakit kronis, seperti:

a. Infeksi bakteri ( Lepra,TBC, dll) b. Infeksi Virus ( hepatitis )

c. Penyakit non infeksi : 1) Hipertensi 2) Diabetus miletus 3) Penyakit jantung 4) Karsinoma serviks 5) Prostate 6) Glaucoma d. Aids 4. Prinsip pelaksanaan

Proses Uji tapis terdiri dari dua tahap :

a. Melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita penyakit dan bila hasil test negative maka dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.

(8)

Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan laborat atau radiologist misalnya :

a. Pemeriksan gula darah

b. Pemeriksaan radiology untuk uji tapis TBC Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan :

a. Dengan cepat dapat memilah sasaran utk periksan lebih lanjut b. Tidak mahal

c. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan

d. Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa 5. Macam skrining

a. Penyaringan Massal (Mass Screening)

Penyaringan yang melibatkan populasi secara keseluruhan.

Contoh: screening prakanker leher rahim dengan metode IVA pada 22.000 wanita

b. Penyaringan Multiple

Penyaringan yang dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik uji penyaringan pada saat yang sama.

Contoh: skrining pada penyakit aids c. Penyaringan yg. Ditargetkan

Penyaringan yg dilakukan pada kelompok – kelompok yang terkena paparan yang spesifik.

Contoh : Screening pada pekerja pabrik yang terpapar dengan bahan Timbal.

d. Penyaringan Oportunistik

Penyaringan yang dilakukan hanya terbatas pada penderita – penderita yang berkonsultasi kepada praktisi kesehatan

Contoh: screening pada klien yang berkonsultasi kepada seorang dokter.

6. Kriteria evaluasi

Screening mengandalkan tes, tidak hanya satu tes, tetapi sederetan tes. Oleh karena itu, kegiatan screening hanya akan efektif bila tes dan pemeriksaan yang digunakan juga efektif. Dengan demikian, setiap tes memerlukan validitas dan reliabilitas yang kuat.Validitas tes ditunjukkan melalui seberapa baik tes secara aktual mengukur apa yang semestinya diukur. Reliabilitas didasarkan pada seberapa baik uji dilakukan pada waktu itu—dalam hal keterulangannya (repeatibility).

Yield (hasil) merupakan istilah lain yang terkadang digunakan untuk menyebut tes screening. Yield adalah angka atau jumlah screening yang dapat dilakukan suatu tes dalam suatu periode waktu—jumlah penyakit yang dapat terdeteksi dalam proses screening. Validitas suatu uji dapat dipengaruhi oleh keterbatasan uji dan sifat individu yang diuji. Status penyakit, keparahan, tingkat dan jumlah pajanan, kesehatan giz, kebugaran fisik, dan faktor lain yang mempengaruhi dan berdampak pada responden dan temuan tes.

a. Validitas : merupakan tes awal baik untuk memberikan indikasi individu mana yg benar sakit dan mana yang tidak sakit. Dua komponen validitas adalah sensitivitas dan spesifitas

b. Reliabilitas : adalah bila tes yang dilakukan berulang ulang menunjukan hasil yang konsisten.

(9)

c. Yield : merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai hasil dari uji tapis.

7. Pertimbangan skrining

a. Penyakit atau kondisi yang sedang diskrining harus merupakan masalah medis utama

b. Pengobatan yang dapat diterima harus tersedia untuk individu berpenyakit yg terungkap saat proses skrining dilakukan (obat yang potensial).

c. Harus tersedia akses kefasilitas dan pelayanan perawatan kesehatan untuk diagnosis dan pengobatan lanjut penyakit yang ditemukan.

d. Penyakit harus memiliki perjalanan yang dapat dikenali dengan keadaan awal dan lanjutnya yang dapat diidentifikasi.

e. Harus tersedia tes atau pemeriksaan yang tepat dan efektif untuk penyakit.

f. Tes dan proses uji harus dapat diterima oleh masyarakat umum. g. Riwayat alami penyakit atau kondisi harus cukup dipahami

termasuk fase regular dan perjalanan penyakit dengan periode awal yang dapat diidentifikasi melalui uji .

h. Kebijakan ,prosedur dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang harus dirujuk untuk pemeriksaan .diagnosis dan tindakan lebih lanjut.

i. Proses harus cukup sederhana sehingga sebagian besar kelompok mau berpartisipasi.

j. Screening jangan dijadikan kegiatan yang sesekali saja ,tetapi harus dilakukan dalam proses yang teratur dan berkelanjutan.

k. alat yg digunakan l. waktu

m. mendapat pengobatan n. alat untuk diagnosis 8. Cara tes skrining

Sebelum melakukan skrining terlebih deahulu harus ditentukan penyakit atau kondisi medis apa yang akan dicari pada skrining.

Contoh uji Skrining:

Pap smear yaitu tes screening kanker serviks. Pap smear dilakukan di ruang dokter dan hanya beberapa menit. Pertama anda berbaring di atas meja periksa dengan lutut ditekuk. Tumit anda akan diletakkan pada alat stirrups. Secara perlahan dokter akan memasukkan alat spekulum ke dalam vagina anda. Lalu dokter akan mengambil sampel sel serviks anda dan membuat apusan (smear) pada slide kaca untuk pemeriksaan mikroskopis.

Dokter akan mengirim slide ke laboratorium, dimana seorang cytotechnologist (orang yang terlatih untuk mendeteksi sel abnormal) akan memeriksanya. Teknisi ini bekerja dengan bantuan patologis (dokter yang ahli dalam bidang abnormalitas sel). Patologis bertanggung jawab untuk diagnosis akhir.

Pendekatan terbaru dengan menggunakan cairan untuk mentransfer sampel sel ke laboratorium. Dokter akan mengambil sel

(10)

dengan cara yang sama, namun dokter akan mencuci alat dengan cairan khusus, yang dapat menyimpan sel untuk pemeriksaan nantinya. Ketika sampel sampai ke laboratorium, teknisi menyiapkan slide mikroskopik yang lebih bersih dan mudah diinterpretasikan dibanding slide yang disiapkan dengan metode tradisional.Umumnya dokter akan melakukan Pap smear selama pemeriksaan panggul (prosedur sederhana untuk memeriksa genital eksternal, uterus, ovarium, organ reproduksi lain dan rektum). Walaupun pemeriksaan panggul dapat mengetahui masalah reproduksi, hanya Pap smear yang dapat mendeteksi kanker serviks atau prakanker sejak dini.

B. Konsep Tumbung Kembang Bayi dan Balita 1. Konsep bayi

a. Definisi Bayi

Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2003)

b. Tumbuh Kembang Bayi 1) Perkembangan Kognitif

Fase Sensorimotor ( Piaget )

Selama fase sensorimotor bayi, terdapat tiga peristiwa yang terjadi selama fase ini yang melibatkan antara lain; (1) perpisahan yaitu bayi belajar memisahkan dirinya sendiri dari benda lain di dalam lingkungan, (2) penerimaan konsep keberadaan objek atau penyadaran bahwa benda yang tidak lagi ada dalam area penglihatan sesungguhnya masih ada. Misalnya ketika bayi mampu mendapatkan benda yang diperhatikannya telah disembunyikan di bawah bantal atau di belakang kursi. (3) kemampuan untuk menggunakan simbol dan representasi mental. Dalam hal ini fase sensorimotor terdiri atas 4 tahap yaitu:

Tahap pertama, dari lahir sampai 1 bulan diidentifikasi dengan penggunaan refleks bayi. Pada saat lahir, individualitas dan temperamen bayi diekspresikan dengan refleks fisiologis menghisap, rooting, menggenggam dan menangis.

Tahap Kedua, reaksi sirkulasi primer. Menandai permulaan penggantian perilaku refleksif dengan tindakan volunteer.Selama periode 1 – 4 bulan, aktifitas seperti menghisap dan menggenggam menjadi tindakan yang sadar yang menimbulkan respon tertentu.Permulaan akomodasi tampak jelas.Bayi menerima dan mengadaptasi reaksi mereka terhadap lingkungan dan mengenai stimulus yang menghasilkan respon. Sebelumnya bayi akan menangis sampai puting dimasukkan ke dalam mulut, sekarang mereka menghubungkan puting dengan suara orang tua.

Tahap Ketiga, reaksi sirkular sekunder adalah lanjutan dari reaksi sirkulasi primer dan berlangsung sampai usia bulan. Dari menggenggam dan memegang sekarang menjadi mengguncang dan menarik.Mengguncang digunakan untuk mendengar suara,

(11)

tidak hanya sekedar kepuasan saja. Terjadi 3 proses perilaku pada bayi yaitu Imitasi, bermain dan afek yaitu manifestasi emosi atau perasann yang dikeluarkan. Selama 6 bulan bayi percaya bahwa benda hanya ada selama mereka dapat melihatnya secara visual. Keberadaan objek adalah komponen kritis dari kekuatan hubungan orang tua dan anak, terlihat dalam pembentukan ansietas terhadap orang asing pada usia 6 – 8 bulan.

Tahap Keempat, koordinasi skema kedua dan penerapannya ke situasi baru. Bayi menggunakan pencapaian perilaku sebelumnya terutama sebagai dasar untuk menambah keterampilan intelektual dan keterampilan motoric sehingga memungkinkan eksplorasi lingkungan yang lebih besar.

2) Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik pada bayi dikategorikan dalam beberapa usia antara lain yaitu dimana Usia 4 bulan, bayi mulai mengences, refleks Moro, leher tonik dan rooting sudah hilang. Usia 5 bulan, adanya tanda pertumbuhan gigi, begitu juga dengan berat badan menjadi dua kali lipat dari berat badan lahir. Usia 6 bulan, kecepatan pertumbuhan mulai menurun, terjadi pertambahan berat badan 90 – 150 mg perminggu selama enam bulan kemudian, pertambahan tinggi badan 1,25 cm per bulan selama enam bulan kemudian, mulai tumbuh gigi dengan munculnya dua gigi seri di sentral bawah serta bayi mulai dapat mengunyah dan menggigit. Di Usia 7 bulan, mulai tumbuh gigi seri di sentral atas serta memperlihatkan pola teratur dalam pola eliminasi urine dan feces di Usia 8 bulan ( Wong, 2008 )

3) Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik bayi dibedakan menjadi 2 bagian yaitu motoric kasar dan motorik halus. Dimana motorik kasar terdiri dari, kepala tidak terjuntai ketika ditarik keposisi duduk dan dapat menyeimbangkan kepala dengan baik, punggung kurang membulat, lengkung hanya di daerah lumbal, mampu duduk tegak bila ditegakkan, mampu menaikan kepala dan dada dari permukaan sampai sudut 90 derajat, melakukan posisi simetris yang dominan seperti berguling dari posisi telentang ke miring. Begitu juga ketika duduk bayi mampu mempertahankan kepala tetap tegak dan kuat, duduk dengan lebih lama ketika punggung disangga dengan baik.Ketika posisi prone, bayi mengambil posisi simetris dengan lengan ekstensi, berguling dari posisi telungkup ke telentang, dapat mengangkat dada dan abdomen atas dari permukaan serta menahan berat badan pada satu tangan.Selain itu ketika supine, bayi memasukkan kakinya ke mulut dan bayi mengangkat kepala dari permukaan secara spontan.Duduk di kursi tinggi dengan punggung lurus, ketika dipegang dalam posisi berdiri bayi menahan hampir semua berat badannya dan tidak lagi memperhatikan tangannya.Duduk

(12)

condong kedepan pada kedua tangan, ketika dipegang pada posisi berdiri, bayi berusaha melonjak dengan aktif. Di usia 8 bulan bayi duduk mantap tanpa ditopang dan menahan berat badan pada kedus tungkai serta menyesuaikan postur tubuh untuk mencapai seluruh benda.

Motorik halus bayi meliputi menginspeksi dan memainkan tangan, menarik pakaian dan selimut ke wajah untuk bermain, mencoba meraih benda dengan tangan namun terlalu jauh, bermain dengan kerincingan dan jari kaki, dapat membawa benda kemulut.Bayi mampu menggenggam benda dengan telapak tangan secara sadar, memegangi satu kubus sambil memperhatikan kubus lainnya.Meraih kembali benda yang terjatuh, menggenggam kaki dan menariknya ke mulut, memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya, memegang dua kubus lebih lama dan membantingnya ke atas meja. Di usia 8 bulan bayi sudah melakukan genggaman dengan cubitan menggunakan jari telunjuk, jari ke empat dan kelima, mempertahankan dua kubus dengan memperhatikan kubus ketiga, membawa benda dengan menarik pada tali dan berusaha untuk tetap meraih mainan yang diluar jangkauan ( Wong, 2008 )

4) Perkembangan Bahasa

Komunikasi verbal bermakna bayi pertama kali adalah menangis, untuk mengekspresikan ketidaksenangannya, mengeluarkan suara yang parau, kecil dan nyaman selama pemberian makan, berteriak kuat untuk memperlihatkan kesenangan, “ berbicara” cukup banyak ketika di ajak bicara, jarang menangis selama periode terjaga, berteriak mengeluarkan suara mendekut dan bercampur huruf konsonan dan tertawa keras, mulai menirukan suara, menggumam menyerupai ucapan satu suku kata, vokalisasi kepada maianan dan bayangan di cermin, menikmati mendengarkan suaranya sendiri. Selanjutnya menghasilkan suara vocal dan merangkai suku kata, berbicara ketika orang lain berbicara, mendengarkan secara selektif kata – kata yang dikenal, mengucapkan tanda penekanan dan emosi serta menggabungkan suku kata sepertidada, namun tidak ada maksud di dalamnya.

5) Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial bayi pada awalnya dipengaruhi oleh refleksinya, seperti menggenggam dan pada akhirnya bergantung terutama pada interaksi antara mereka dengan pemberian asuhan utama. Kelekatan kepada orang tua. Kelekatan orang tua dan anak yang dimulai sebelum kelahiran, sangat penting disaat kelahiran. Menangis dan perilaku refleksi adalah metode untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam periode neonatal dan senyum social merupakan langkah awal dalam komunikasi social. Bermain juga menjadi agen sosialisasi utama

(13)

dan memberikan stimulus yang diperlukan untuk belajar dan berinteraksi dengan lingkungan( Wong, 2008 )

2. Konsep balita

a. Pengertian Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).

Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.

b. Tumbuh Kembang Balita

Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:

1) Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah (sefalokaudal).

Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.

2) Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar.

Contohnya adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan jemarinya.

3) Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan lain-lain.

Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:

1) Meningkatnya berat badan dan tinggi badan. 2) Bertambahnya ukuran lingkar kepala.

3) Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham. 4) Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.

5) Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan sebagainya.

Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis. Sebaliknya, berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara proporsional pada tiap bulannya. Ketika didapati penambahan ukuran tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya berlangsung baik. Sebaliknya jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan atau hambatan proses pertumbuhan.

Cara mudah mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bayi dan balita adalah dengan mengamati grafik pertambahan berat dan tinggi badan yang terdapat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan bertambahnya usia anak, harusnya bertambah pula berat dan tinggi badannya. Cara lainnya yaitu dengan pemantauan status

(14)

gizi. Pemantauan status gizi pada bayi dan balita telah dibuatkan standarisasinya oleh Harvard University dan Wolanski. Penggunaan standar tersebut di Indonesia telah dimodifikasi agar sesuai untuk kasus anak Indonesia.

Perkembangan pada masa balita merupakan gejala kualitatif, artinya pada diri balita berlangsung proses peningkatan dan pematangan (maturasi) kemampuan personal dan kemampuan sosial.

1) Kemampuan personal ditandai pendayagunaan segenap fungsi alat-alat pengindraan dan sistem organ tubuh lain yang dimilikinya. Kemampuan fungsi pengindraan meliputi ;

a) Penglihatan, misalnya melihat, melirik, menonton, membaca dan lain-lain.

b) Pendengaran, misalnya reaksi mendengarkan bunyi, menyimak pembicaraan dan lain-lain.

c) Penciuman, misalnya mencium dan membau sesuatu.

d) Peraba, misalnya reaksi saat menyentuh atau disentuh, meraba benda, dan lain-lain.

e) Pengecap, misalnya menghisap ASI, mengetahui rasa makanan dan minuman.

Pada sistem tubuh lainnya di antaranya meliputi :

a) Tangan, misalnya menggenggam, mengangkat, melempar, mencoret-coret, menulis dan lain-lain.

b) Kaki, misalnya menendang, berdiri, berjalan, berlari dan lain-lain.

c) Gigi, misalnya menggigit, mengunyah dan lain-lain.

d) Mulut, misalnya mengoceh, melafal, teriak, bicara,menyannyi dan lain-lain.

e) Emosi, misalnya menangis, senyum, tertawa, gembira, bahagia, percaya diri, empati, rasa iba dan lain-lain.

f) Kognisi, misalnya mengenal objek, mengingat, memahami, mengerti, membandingkan dan lain-lain.

g) Kreativitas, misalnya kemampuan imajinasi dalam membuat, merangkai, menciptakan objek dan lain-lain.

2) Kemampuan sosial.

Kemampuan sosial (sosialisasi), sebenarnya efek dari kemampuan personal yang makin meningkat. Dari situ lalu dihadapkan dengan beragam aspek lingkungan sekitar, yang membuatnya secara sadar berinterkasi dengan lingkungan itu. Sebagai contoh pada anak yang telah berusia satu tahun dan mampu berjalan, dia akan senang jika diajak bermain dengan anak-anak lainnya, meskipun ia belum pandai dalam berbicara, ia akan merasa senang berkumpul dengan anak-anak tersebut. Dari sinilah dunia sosialisasi pada ligkungan yang lebih luas sedang dipupuk, dengan berusaha mengenal teman-temanya itu.

c. Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang

Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi, kebutuhan tersebut yakni ; (PN.Evelin dan Djamaludin. N. 2010).

(15)

1) Pemenuhan kebutuhan gizi (asuh).

Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini, perkembangan kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesadaran social, emosional dan inteligensi anak berjalan sangat cepat. Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang tumbuh kembang fisik dan biologis balita perlu diberikan secara tepat dan berimbang. Tepat berarti makanan yang diberikan mengandung zat-zat gizi yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia. Berimbang berarti komposisi zat-zat gizinya menunjang proses tumbuh kembang sesuai usianya. Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan otaknya akan berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai dampak perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan motoriknya.

Pemenuhan kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan berdampak pada sistem imunitas tubuhnya sehingga daya tahan tubuhnya akan terjaga dengan baik dan tidak mudah terserang penyakit.

2) Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih).

Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian dan kasih sayang, serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada si anak. Orang tua perlu menghargai segala keunikan dan potensi yang ada pada anak. Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi atau kasih sayang akan menjadikan anak tumbuh cerdas secara emosi, terutama dalam kemampuannya membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Orang tua harus menempatkan diri sebagai teladan yang baik bagi anak-anaknya. Melalui keteladanan tersebut anak lebih mudah meniru unsur-unsur positif, jauhi kebiasaan memberi hukuman pada anak sepanjang hal tersebut dapat diarahkan melalui metode pendekatan berlandaskan kasih sayang.

3) Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini (asah).

Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan rangsangan tertentu pada anak sedini mungkin. Bahkan hal ini dianjurkan ketika anak masih dalam kandungan dengan tujuan agar tumbuh kembang anak dapat berjalan dengan optimal.

Stimulasi dini meliputi kegiatan merangsang melalui sentuhan-sentuhan lembut secara bervariasi dan berkelanjutan, kegiatan mengajari anak berkomunikasi, mengenal objek warna, mengenal huruf dan angka. Selain itu, stimulasi dini dapat mendorong munculnya pikiran dan emosi positif, kemandirian, kreativitas dan lain-lain.

Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini secara baik dan benar dapat merangsang kecerdasan majemuk (multiple intelligences)

(16)

anak. Kecerdasan majemuk ini meliputi, kecerdasan linguistic, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musical, kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis.

C. Skrining Pada Bayi dan Balita Berdasarkan Penyakit

1. Tumbuh Kembang

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran-ukuran fisik anak,

terutama tinggi (panjang) badan. Berat badan lebih erat

kaitannya dengan status gizi dan keseimbangan cairan

(dehidrasi, retensi cairan), namun dapat digunakan sebagai data

tambahan untuk menilai pertumbuhan anak. Pertambahan

lingkar kepala juga perlu dipantau, karena dapat berkaitan

dengan

perkembangan anak. Perkembangan adalah

bertambahnya kemampuan fungsi-fungsi individu antara lain:

kemampuan gerak kasar dan halus, pendengaran, penglihatan,

komunikasi, bicara, emosi- sosial, kemandirian, intelegensia

bahkan perkembangan moral (Sudjatmiko, 2001).

Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah potensi

genetik-heredo konstituinal (intrinsik) dan peran lingkungan

(ekstrinsik). Gangguan tumbuh kembang terjadi bila ada faktor

genetik dan atau karena faktor lingkungan yang tidak mampu

mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak.

Skrining yang dilakukan untuk mencegah kegagalan

pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan balita adalah :

a. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

Kuesioner ini diterjemahkan dan dimodifikasi dari Denver

Prescreening Developmental Questionnaire (PDQ) oleh tim

Depkes RI pada tahun 1986. Kuesioner ini untuk skrining

pendahuluan bayi umur 3 bulan sampai anak umur 6 tahun

yang dilakukan oleh orangtua. Setiap umur tertentu ada 10

pertanyaan tentang kemampuan perkembangan anak, yang

harus diisi (atau dijawab) oleh orangtua dengan ya atau tidak,

sehingga hanya membutuhkan waktu 10-15 menit (lihat

lampiran). Jika jawaban ya sebanyak 6 atau kurang maka anak

dicurigai ada gangguan perkembangan dan perlu dirujuk, atau

dilakukan skrining dengan Denver II. Jika jawaban ya sebanyak

7-8, perlu diperiksa ulang 1 minggu kemudian. Jika jawaban ya

9-10, anak dianggap tidak ada gangguan, tetapi pada umur

berikutnya sebaiknya dilakukan KPSP lagi.

b. Buku pedoman pembinaan perkembangan anak di keluarga

Buku ini disusun oleh tim dari Fakultas Kedokteran UI pada

tahun 1987-1988, untuk digunakan oleh keluarga dan kader

kesehatan dalam memantau perkembangan anak umur 0 - 6

tahun. Di dalam buku ini pada setiap rentang umur tertentu

dipilih 4 milestone perkembangan untuk umur tersebut

(masing-masing mewakili aspek gerak kasar, gerak halus,

(17)

bicara-bahasa kecerdasan, kemampuan bergaul dan mandiri

dari skala perkembangan Denver) yang mudah dikenali atau

dilakukan oleh orangtua atau kader karena dilengkapi dengan

gambar-gambar yang mudah dimengerti (lihat lampiran).

Dengan buku ini keluarga atau kader bisa menemukan

keterlambatan perkembangan balita untuk dirujuk ke dokter

keluarga atau Puskesmas terdekat. Oleh karena itu buku ini

sebenarnya merupakan instrumen praskrining. Bahkan di

dalam buku ini juga dijelaskan cara melakukan

stimulasi/intervensi dini oleh keluarga atau kader kesehatan

jika ditemukan gangguan tumbuh kembang sebelum dirujuk.

c. Kuesioner Skrining Perilaku Anak Prasekolah (KSPAP)

Kuesioner ini diterjemahkan dan dimodifikasi dari Home

Screening Questionnaire (Frankenburg, 1986) oleh tim

Departemen Kesehatan RI pada tahun 1986. Kuesioner ini

terdapat di dalam ‘buku hijau’ berjudul Pedoman Deteksi Dini

Tumbuh Kembang Balita Depkes RI 1994, tetapi tampaknya

jarang dimanfaatkan. Bahkan beberapa dokter Puskemas tidak

tahu cara penggunaannya karena tidak pernah diajarkan.

Kuesionir ini berisi 30 perilaku anak (lihat lampiran) yang

ditanyakan kepada orangtua oleh kader kesehatan, guru atau

diisi sendiri oleh orangtua untuk mendeteksi dini kelainan

perilaku anak prasekolah (3-6 tahun). Orangtua dapat

menjawab: tidak pernah (nilai 0), kadang-kadang (nilai 1),

atau sering (nilai 2), sesuai dengan perilaku anaknya

sehari-hari. Jika jumlah nilai seluruhnya lebih dari 11, maka anak

perlu dirujuk. Jika kurang dari 11 tidak perlu dirujuk.

d. Pediatric Symptom Checklist (PSC)

Kuesioner ini dipublikasikan oleh Jelllinek dkk (1988) untuk

skrining perilaku anak umur 4-16 tahun berupa 35 perilaku

anak yang harus dinilai oleh orangtua (lihat lampiran).

Orangtua dapat menjawab tidak pernah (nilai 0),

kadang-kadang (nilai 1), atau sering (nilai 2), sesuai dengan perilaku

anaknya seharihari. Jika jumlah nilai seluruhnya lebih dari 28,

maka anak perlu dirujuk. Jika kurang dari 28 tidak perlu

dirujuk.

e. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT)

American Academic of Pediatrics (AAP) sejak 2001

merekomendasikan CHAT sebagai salah satu alat skrining

untuk deteksi dini gangguan spektrum autistik (autistic

spectrum disorder) anak umur 18 bulan sampai 3 tahun, di

samping PDDST (pervasive developmental disorder screening

test) yang diisi oleh orangtua. Walaupun sensitivitasnya

kurang, AAP menganjurkan dokter menggunakan salah satu

alat skrining tersebut. Bila dicurigai ada risiko autis atau

(18)

gangguan perkembangan lain maka dapat dirujuk untuk

penilaian komprehensif dan diagnostik.

2. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan

gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan

emosional. The Joint Committee on Infant Hearing dan American

Academy of Pediatrics merekomendasikan skrining pendengaran

neonatus

harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan intervensi

telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Penggunaan

daftar

indikator risiko tinggi direkomendasikan untuk

mengidentifikasi

kemungkinan adanya gangguan

pendengaran kongenital

maupun didapat pada neonatus (Lily Rundjan dkk, 2005).

Skrining yang dilakukan untuk mencegah gangguan

pendengaran pada bayi dan balita adalah :

a.

Otoacoustic emissions (OAE)

Menurut Kemp pada tahun 1978 pertama kali melaporkan

mengenai OAE, yaitu suara dengan intensitas rendah yang

dibangkitkan koklea dapat timbul secara spontan atau dengan

dirangsang (evoked OAE). Pada telinga sehat, OAE yang timbul

dapat dicatat secara sederhana dengan memasang probe

(sumbat) dari bahan spons berisi mikrofon mini ke dalam liang

telinga untuk memberi stimulus akustik dan untuk menerima

emisi yang dihasilkan koklea tersebut.

EOAE merupakan respons elektrofisiologik koklea terhadap

stimulus akustik, berupa bunyi jenis clicks atau tone bursts.

Respons tersebut dipancarkan ke arah luar melalui telinga

tengah, sehingga dapat dicatat oleh mikrofon mini yang juga

berada di dalam probe di liang telinga. EOAE dapat ditemukan

pada 100% telinga sehat, dan akan menghilang/berkurang

pada gangguan pendengaran yang berasal dari koklea. EOAE

mempunyai beberapa karakteristik yaitu dapat diukur pada

fungsi koklea yang normal bila tidak ada kelainan telinga luar

dan tengah; bersifat frequency specific (dapat mengetahui tuli

pada frekwensi tertentu); pada neonatus dapat diukur

frekuensi dengan rentang yang luas yaitu frekuensi untuk

bicara dan bahasa (500- 6000 kHz).

OAE tidak muncul pada hilangnya pendengaran lebih dari

30-40 Db. Sebelum melakukan pemeriksaan EOAE perlu

dilakukan timpanometri, karena dalam keadaan fungsi koklea

yang normal, bila terdapat obstruksi liang telinga luar atau

cairan di telinga tengah dapat memberi hasil positif palsu.

Tujuan dilakukan timpanometri adalah untuk mengetahui

keadaan kavum timpani, misalnya ada cairan di telinga

tengah, gangguan rangkaian tulang pendengaran, kekakuan

membran timpani dan membran timpani yang sangat lentur.

Selain neonatus, OAE dapat dipakai untuk memeriksa dan

memonitor bayi dan anak < 3 tahun, anak yang menerima

obat ototoksik, noise-induced hearing loss, orangtua dan cacat

(19)

multipel.2,25 Pemeriksaan OAE dapat menentukan penilaian

klinik telinga perifer/ jalur preneural. OAE potensial tidak dapat

mendeteksi bayi dengan gangguan retrokoklea/jalur neural,

tetapi insidens keterlibatan nervus VIII dan batang otak jarang

terjadi pada kelompok neonatus, yaitu 1 dari 25.000 populasi.

b.

Auditory Brainstem Response (ABR)

Auditory brainstem response (ABR) merupakan suatu

pemeriksaan untuk menilai fungsi nervus VIII dan jalur

pendengaran di batang otak. Caranya dengan merekam

potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama

menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga nukleus

tertentu dibatang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan

menggunakan elektroda permukaan yang dilekatkan pada

kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau lobulus

telinga.

Prinsip pemeriksaan ABR adalah menilai perubahan

potensial listrik di otak setelah pemberian rangsangan

sensoris berupa bunyi. Rangsangan bunyi yang diberikan

melalui head phone atau insert probe akan menempuh

perjalanan melalui koklea (gelombang I), nukleus koklearis

(gelombang II), nukleus olivarius superior (gelombang III),

lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior

(gelombang V) kemudian menuju ke korteks auditorius di

lobus temporalis otak. ABR tidak terpengaruh oleh debris di

liang telinga luar dan tengah namun memerlukan bayi dalam

keadaan tenang (bila perlu disedasi), karena dapat timbul

artefak akibat gerakan. ABR dapat mendeteksi adanya tuli

konduktif dan tuli sensorineural. Sensitivitas ABR 100% dan

spesifisitasnya 97-98%.

c. Automated auditory brainstem response (AABR)

Pemeriksaan ini tidak memerlukan interpretasi dari

audiologist. AABR hanya mencatat adanya respons pada

intensitas tertentu sebagai pass/refer. AABR ini merupakan

modifikasi dari ABR konvensional, mengukur frekuensi >1000

Hz dengan rangsangan berupa clicks pada masingmasing

telinga, dengan intensitas hanya sampai 40 dB (ambang batas

pendengaran bayi). Sama halnya dengan ABR konvensional,

pada pemeriksaan AABR juga diperlukan elektroda ABR dan

OAE adalah uji terhadap integritas struktur jalur pendengaran

tetapi bukan pemeriksaan pendengaran yang sebenarnya.

Walaupun ABR dan OAE normal, pendengaran tidak dapat

dipertimbangkan normal sampai anak cukup matang untuk

menjalani behavioral audiometry, sebagai baku emas evaluasi

pendengaran.

Pada populasi bayi dengan risiko kelainan neurologis, bila

EOAE/ABR diperiksa sendiri tidak akan memberikan informasi

mengenai status pendengarannya. Sebagai contoh bayi

(20)

dengan gangguan pendengaran akibat disfungsi nervus VIII

batang otak tetapi mempunyai fungsi koklea yang normal,

disebut sebagai auditory neuropathy,24 dapat mempunyai

hasil uji EOAE yang normal tapi hasil ABR abnormal.

d. Habilitasi pendengaran

Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian, upaya

habilitasi pendengaran harus dilakukan sedini mungkin,

karena usia kritis proses berbicara dan mendengar adalah

sekitar 2-3 tahun. Bila terdapat tuli sensorineural derajat

sedang atau berat, maka harus dipasang alat bantu dengan

atau implan koklea. Proses habilitasi pasien tuli membutuhkan

kerja sama dari beberapa disiplin, antara lain dokter spesialis

THT, dokter spesialis anak, audiologist, ahli terapi wicara,

psikolog anak, guru khusus untuk tunarungu dan keluarga

pasien.

3. Penyakit Jantung Kongenital

Penyakit jantung kongenital merupakan defek structural atau

fungsional pada jantung atau pembuluh darah besar yang terjadi

saat lahir. Penyakit jantung kongenital di bedakan menjadi dua

klasifikasi, yaitu sianosis dan non sianosis. Kelainan tersebut

antara lain stenosis pulmonal, mitral insufisiensi, ASD (Atrial

Septal Defek), VSD (Ventrikel septal defek), PDA (Patent Dutus

Arteriosus), ToF (Tetralogy of Fallot), Atresia pulmonal, TGA

(Transposition of the Great Arteries), dan TAPVD (Total Anomalous

Pulmonary Venous Drainage) (Fransisca, 2011).

Skrining yang dilakukan untuk mencegah penyakit jantung

kongenital pada bayi dan balita adalah dengan menggunakan

Pulse oxymetry (PO). Pulse oxymetry adalah teknologi noninvasif

yang

digunakan

untuk

memperkirakan

saturasi

oksihemoglobin/oksigen dalam darah arteri. PO mendeteksi dan

menghitung fungsi penyerapan cahaya oleh hemoglobin untuk

menghasilkan pengukuran, SpO2, yang merupakan menstimasi

saturasi oksigen arteri (SaO2). Fungsi hemoglobin adalah

transportasi aktif oksigen: beroksigen dan terdeoksigenasi

(dikurangi) hemoglobin. Penyerapan cahaya oleh hemoglobin

beroksigen berbeda dari penyerapan hemoglobin

terdeoksigenasi.

Pulse oxymetry berisi dua lightemitting dioda pada satu sisi,

yang memancarkan dua panjang gelombang cahaya

monokromatik merah dan inframerah dan detektor foto di sisi

lain. Saturasi nilai-nilai yang ditampilkan tidak seketika tetapi

rata-rata diambil lebih dari 3 sampai 10 detik untuk membantu

mengurangi efek variasi tekanan gelombang karena gerakan

subject. Oleh karena itu, PO hanya mengukur persentase

hemoglobin yang membawa oksigen. Tidak memberikan

informasi spesifik tentang keseluruhan tingkat hemoglobin

(21)

pasien, kecukupan ventilasi, atau seberapa baik hemoglobin

beroksigen yang dikirim ke jaringan.

Untuk menentukan akurasi (sensitivitas, spesifisitas, nilai

prediksi, dan kemungkinan rasio) dari PO untuk mendiagnosis PJK

kritis dan serius pada bayi baru lahir dipadukan dengan

menggunakan ekokardiografi / klinis tindak lanjut / data

pendaftar malformasi kongenital sebagai referensi standar

(Fransisca, 2011).

4. Hipotiroid Kongenital

Hipotiroid ongenital (HK) adalah kekurangan hormon tiroid

pada bayi baru Iahir. Hormon Tiroid, Tiroksin (T4), merupakan

hormon yang diproduksi oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok).

Pembentukannya memerlukan mikronutrien iodium. Hormon ini

berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh, metabolisme,

pertumbuhan tulang , kerja jantung, syaraf, serta pertumbuhan

dan perkembangan. Dengan demikian hormon ini sangat penting

peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh.

Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan,

bisa mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol) dan

retardasi mental (keterbelakangan mental) (Depkes RI, 2012).

Skrining yang dilakukan untuk mencegah penyakit hipotiroid

kongenital pada bayi baru lahir adalah :

a. Persiapan

Memotivasi keluarga ayah/ibu mempunyai bayi baru lahir

sangat penting. Penjelasan kepada orangtua tentang skrining

pada bayi baru lahir dengan pengambilan tetes darah tumit

bayi dan keuntungan skrining ini bagi masa depan bayi akan

mendorong orangtua untuk mau melakukan skrining bagi

bayinya.

1) Persetujuan (informed consent)

Persetujuan (informed consent) tidak perlu tertulis

khusus, tetapi dicantumkan bersama-sama dengan

persetujuan tindakan medis lain pada saat

bayi masuk ke

ruang perawatan bayi.

2) Penolakan (dissent consent/refusal consent)

Bila tindakan pengambilan darah pada BBL ditolak,

maka orangtua harus menandatangani formulir penolakan.

Hal ini dilakukan agar jika suatu saat nanti didapati bayi

tersebut menderita HK, orangtua tidak akan menuntut

atau menyalahkan rumah sakit.

b. Pengambila Spesimen

Hal yang enting diperhatikan pada pemeriksaan spesimen

yaitu :

1) Waktu (timing) Pengambilan Darah

Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah

ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. Sebaiknya darah tidak

diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena pada

(22)

saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan

memberikan sejumlah hasil positif palsu (false

positive).

Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka

spesimen pertama diambil pada Kunjungan Neonatal ke-2

(KN2) melalui

kunjugan rumah atau pemanggilan pasien.

2) Data / Identitas Bayi

Isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam

kartu informasi. Data yang kurang lengkap akan

memperlamba penyampaian hasil tes.

3) Metode dan Tempat Pengambilan Darah

Metode pengambilan darah pada bayi yaitu melalui

tumit bayi (heel prick) yaitu cara yang sangat dianjurkan

dan paling banyak dilakukan di seluruh dunia. Darah yang

keluar diteteskan ke

atas kertas saring khusus sampai

bulatan kertas terisi darah,

kemudian setelah kering

dikirim ke laboratorium.

4) Pengirima / Transportasi Spesimen

Ketika spesimen akan dikirim

,

susunan spimen harus

berselang-seling karena untuk menghindari agar bercak

darah tidak saling bersinggungan, atau simpan kertas

diantara bercak darah. Bisa juga tiap spesimen

dimasukkan ke dalam kantong khusus seperti :

Masukkan ke dalam amplop dan sertakan daftar spesimen

yang dikirim.

a) Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul

spesimen atau langsung dikirim melalui jasa layanan PT.

POS Indonesia (Pos Express) maupun jasa pengiriman

swasta.

b) Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 (tujuh) hari sejak

spesimen diambil. Perjalanan pengiriman tidak boleh

lebih dari 3 hari.

5) Proses Skrining di Laboratorium

Pada dasarnya orientasi skrining HK adalah untuk

mendeteksi hipotiroid primer (permanen maupun transien)

dan sesuai dengan rekomendasi American Thyroid

Association, pemeriksaan primer TSH merupakan uji fungsi

tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar TSH sebagai

marka hormonal cukup akurat digunakan untuk menapis

HK primer. Nilai potong (cut-off) adalah 20 plU/ml (WHO)

untuk dugaan HK (presumptive classification).

(23)

Gambar 2.1

(24)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Screening adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari penderita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan.

Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi.

Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.

Adapun beberapa penyakit yang dapat di skrining pada bayi dan balita yaitu: penyakit tumbuh kembang, gangguan pendengaran, penyakit jantung kongenital, dan hipotiroid kongenital.

B. Saran

Kami sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempuna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang memebangun. Untuk terakhir kalinya kami berharap pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi perawata sehingga perawat tau dan mengerti tentang skrining pada bayi dan balita.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI.. 2012, Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital [online].

Tersedia:

perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1787/2/BK20

12-395.pdf [10 November 2015].

Fransisca, S.. 2011, Tes Skrining Penyakit Jantung Kongenital Pada Bayi

Baru Lahir engan Menggunakan Pulse Oxymetri [online]. Tersedia:

Pkko.fik.ui.ac.id/files/UTS SIM 2011_Fransisca Shanti_S2Kep.An.pdf

[16 November 2015].

Muaris, H.. 2006, Konsep Balita [online]. Tersedia:

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6121

[20 November

2015].

Rundjan Lily, dkk.. 2005, Skrining Gangguan Pendengaran pada

Neonatus

Resiko

Tinggi

[online].

Tersedi:

saripediatri.idai.or.id/pdfile/6-4-2.pdf [16 November 2015].

Soedjatmiko.. 2001, Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Balita

[online]. Tersedia:

Saripediatri.idai.or.id/pdfile/3-3-12.pdf

[16

November 2015].

Wong.. 2003 Konsep Bayi [online]. Tersedia:

https://www.google.co.id/url?

sa=t&soutce=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/1

23456789/39359/4/Chapter%2520ll.pdf&ved=0ahUKwi366T-

rJ7JAhWPl44kHALMBscQFgncPX-N27G0RwGnU9YwnSpA&sig2=TAkSWcxQAkuhNaJolBoVa

[20

November 2015].

Referensi

Dokumen terkait

mendemonstrasikan, dan menjeneralisa- sikan suatu gejala atau penomena, 2) strategi kognitif adalah kemampuan seseorang individu untuk dapat mengontrol aktivitas

Penelitian ini menggunakan 18 gejala klinis awal yang dapat digunakan untuk mendeteksi empat penyakit kandungan yang telah dijabarkan sebelumnya yang kemudian

Data-data yang digunakan dalam menghitung probabilitas penyakit sesak nafas pada bayi adalah merupakan hasil nilai dugaan dari pakar untuk suatu gejala terhadap penyakit

Individu tanpa gejala gangguan ginjal berisiko menderita PGK bila terdapat faktor risiko seperti riwayat keluarga dengan penyakit ginjal polikistik atau

Disimpulkan dari penelitian ini pengetahuan ibu cukup karena ibu memahami tentang pengertian penyakit campak, cara penularan penyakit campak, tanda gejala penyakit

Sistem diagnosa penyakit adalah sebuah program komputer yang mencoba untuk mendiagnosa suatu penyakit dari pertanyaan berupa gejala yang diderita si pengguna1. Finite

mendemonstrasikan, dan menjeneralisa- sikan suatu gejala atau penomena, 2) strategi kognitif adalah kemampuan seseorang individu untuk dapat mengontrol aktivitas

Jika idealnya sebuah skrining tes dapat digunakan dimasyarakat jika setidaknya tes tersebut dapat mendeteksi 90% dari orang yang menderita penyakit dan juga