• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Budaya dan Arsitektur

Budaya adalah tentang sekelompok orang yang memiliki nilai, kepercayaan dan pandangan hidup dan sistem simbol yang dipelajari dan disebarkan. Ini menciptakan sebuah sistem aturan dan kebiasaan, yang merefleksikan idealisme dan menciptakan gaya hidup., tata cara hidup, peran, kelakuan, makanan, bahkan sebuah bentuk buatan misalnya arsitektur (Parson and Shils: 1962, Rapoport: 1977 dalam Loebis: 2002).

Makna dari bentuk arsitektur dapat dicapai melalui pengujian struktur fisik dan sosial masyarakat yang mempengaruhi masa lalu dan memiliki makna bagi generasi masa kini dan masa depan. Interaksi dan pertukaran antar budaya telah mengubah budaya dan menghasilkan sintesis baru. Sintesis baru ini memungkinkan perluasan dalam periode evolusi dan menemukan ekspresi baru yang timbul akibat interaksi dengan budaya luar. Perwujudan budaya telah memperkaya dan menciptakan sintesis baru dengan budaya yang telah ada dan menghasilkan bentuk arsitektur baru melalui transformasi (Loebis, 2002).

2.2 Transformasi Arsitektur dan Perubahan Budaya

Transformasi adalah perubahan budaya yang relatif cepat dengan hasil yang besar. Transformasi khususnya pada perubahan susunan teknis dan moral mengacu pada organisasi perasaan manusia dalam menghakimi hal yang benar

(2)

(Redfield, 1953). Selanjutnya (Redfield dalam Loebis, 2002) menyatakan bahwa susunan teknis adalah susunan yang didapat dengan cara paksaan yang disengaja, atau dari pemanfaatan dengan maksud yang sama.

Transformasi adalah salah salah satu insting dasar manusia yang dapat didefinisikan sebagai suatu set transisi pada masyarakat dalam usahanya untuk mengadakan adaptasi dalam perubahan dunia. Misi dan tujuan budaya tertentu dapat diperoleh melalui suatu strategi yang merefleksikan materi budaya misalnya gaya arsitektur dan bentuk hunian. Karena arsitektur ditentukan berdasarkan budaya (Rapoport dalam Loebis, 2002), maka transformasi arsitektural dan prosesnya juga ditentukan oleh budaya, akibatnya perubahan dan transformasi budaya akan berdampak pada arsitektur.

Transformasi adalah aturan sintetis tertentu atau pola dasar kata dalam kalimat yang mengambil satu kategori sintetis atau simbol dan merubahnya dalam garis yang lain oleh proses penambahan, penghapusan,permutasi yang dispesifikasikan oleh aturan transformasi (Loebis, 2002).

2.2.1 Asal-usul Transformasi

Perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kejadian dalam kurun waktu, yang melahirkan suatu modifikasi atau pergantian suatu elemen dari pola budaya yang mengarah pada pergerakan pola dalam waktu dan ruang dan menghasilkan pola kultural lain (Loebis, 2002). Perubahan kultural berkaitan dengan waktu. Perubahan kultural bersifat historis dan berhubungan dengan

(3)

urutan kejadian dan pergerakan ruang dan waktu. Oleh karena itu, perubahan budaya hanya bisa dipelajari melalui catatan sejarah.

Struktur dan proses perubahan budaya adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian yang saling bergantung, setiap bagian ini memiliki fungsi masing-masing dan berperan dalam sistem (Durkheim dalam Loebis, 2002). Dalam teori ini, sistem adalah gerakan kekal, suatu titik keseimbangan dimana bagian dari sistem tersebut terus menerus menyesuaikan satu sama lain dan untuk merubah subsistem yang membentuk bagian baru. Maka dari itu, dalam suatu sistem terdapat penggerak untuk mencapai kondisi baru.

a. Adaptasi

Sesuai dengan pandangan evolusionisme, adaptasi adalah suatu proses dan sistem yang menghubungkan sistem kebudayaan dan alam semesta. Proses ini terjadi apabila misi kultural tercapai, dengan demikian masyarakat menggerakkan sumber daya dan menjaga pola budayanya sebagai upaya untuk menciptakan keseimbangan. Maka dari itu, kondisi ini tidak dapat ditetapkan sebagai kondisi statis, hal ini dikarenakan sistem memiliki potensi yang tinggi untuk merangsang dan melaksanakan perubahan dan adaptasi, dalam menjaga tujuan misi kultural bagi masyarakat, oleh (Parson dan Shills: 1962 dalam Loebis: 2002).

Adaptasi adalah faktor yang penting, tetapi dalam analisis proses perubahan dan transformasi adaptasi tidak mencukupi karena tidak dipertimbangkan sebagai faktor yang memiliki peran aktif dalam faktor eksternal.

(4)

b. Pencapaian Kebutuhan Budaya

Kebutuhan budaya terdiri atas beberapa antara lain, kebutuhan biologis seperti yang diungkapkan (Malinowski, 1944) dan (Mallmann, 1973), hasrat (Kemenetsky, 1992), keinginan (Max-Neef, 1992), dan kebutuhan sosial (Radcliffe-Brown, 1922). Dengan kata lain kebutuhan budaya adalah semacam interaksi dari kebutuhan biologi dan material ideologi. Kebutuhan budaya dapat dilaksanakan melalui pencapaian misi kultural dengan cara mengaplikasikan strategi budaya. Oleh karena itu, kebutuhan budaya bergantung pada perubahan dan mentransformasikan suatu upaya untuk melakukan adaptasi demi kelangsungan hidup manusia (Loebis, 2002).

2.2.2 Mekanisme Transformasi

Transformasi adalah istilah yang berhubungan dengan perubahan yang diukur melalui karakter oleh objek atau konsep gagasan, persepsi dan budaya. Perubahan yang cepat dalam waktu yang singkat dengan efek yang luas disebut revolusi yang tepat, sedangkan proses yang lambat dengan waktu yang cukup lama disebut evolusi. Mekanisme gagasan dan transformasi budaya bisa menjadi difusi, evolusi atau keduanya (Loebis, 2002).

a. Pertukaran Internal (evolusi)

Dalam teori evolusi, proses perubahan budaya menunjukkan keteraturan dan gejala asli dalam setiap pola budaya untuk mengalami perubahan. Gejala ini dideskripsikan dalam teori dialektik Hegel yang menyatakan bahwa pendekatan

(5)

dialektik menekankan kepentingan produk mental dan pikiran daripada material seperti yang diaplikasikan pada definisi sosial pada dunia fisik dan materi.

(Smith: 1976 dalam Loebis: 2002), perubahan disebabkan oleh tiga faktor. Faktor yang pertama adalah kumpulan minat materi masyarakat, yang kedua adalah ideologi yang menanamkan pandangan hidup, dan yang ketiga adalah ketertarikan suatu kelompok budaya.

Perubahan dalam evolusi dipandang sebagai pertumbuhan, yang mungkin terganggu, namun selalu mencapai kemajuan dan terus naik, bertransformasi dari bentuk simpel ke bentuk yang lebih rumit dan fleksibel. Meskipun demikian hanya perubahan tertentu yang mengikuti pola ideal ini. Faktanya, hasil dari dampak faktor eksternal banyak yang berubah dan dalam keadaan tertentu keadaan pola kultural menjadi kurang penting bila dibandingkan dengan penyaluran dampak eksternal.

Kegagalan dalam evolusi adalah ketidakmampuan paham dalam menyungguhi proses terputus yang radikal dan serangkaian kejadian yang diungkapkan dalam catatan sejarah.

b. Pertukaran Eksternal (difusi)

Difusi adalah respon dari sumber perubahan internal seperti yang diusulkan oleh teori evolusi. Difusi disini dapat diartikan sebagai perpindahan elemen budaya dari satu budaya ke budaya lainnya. (Smith: 1976 dalam Loebis: 2002) proses difusi tidak membedakan elemen perpindahan dari budaya penyumbang dan terjadi secara tidak sengaja dalam perpindahan elemen ke budaya penerima. Dari sisi budaya penyumbang, perubahan dapat diarahkan

(6)

maupun tidak diarahkan tetapi elemen budaya asing tidak akan bisa menembus budaya lain kecuali elemen budaya tersebut disetujui oleh budaya penerima. Budaya penerima kemudian akan memodifikasi elemen budaya yang mereka terima dengan cara yang lebih kompleks, modifikasi budaya inilah yang nantinya akan menjadi bentuk hybrid. Malinowski (1945) sependapat dengan teori ini, Ia menyatakan bahwa dampak misi budaya penyumbang berpengaruh.

Paham difusi meyakini bahwa perubahan terbesar berasal dari luar budaya penerima, dan tugas para peneliti adalah untuk mencari keanehan, terulang yang tersalur dimana perubahan mendesak pengaruhnya pada budaya penerima. Perubahan dalam difusi memiliki relevansi dan atraksi yang besar dalam proses sejarah masa kini dibandingkan dengan masa lalu.

Difusi juga memiliki kekurangan, yang pertama paham ini cenderung berasumsi bahwa semua perubahan bersifat kualitatif. Yang kedua difusi cenderung menolak peran seleksi aktif oleh individu dan kelompok yang ditemukan oleh Malinowski. Yang ketiga, paham ini gagal menyediakan kriteria untuk membedakan jenis rangkaian kejadian sejarah eksternal yang dapat menghasilkan perubahan yang signifikan.

2.3 Sikh

2.3.1 Agama Sikh

Sikh adalah pengikut Sikhisme, agama monoteistik yang berasal dari abad ke-16 di wilayah Punjab. Istilah "Sikh" berarti murid. Agama Sikh didirikan oleh Guru Nanak, asal-usul Sikhisme terletak pada ajaran Guru Nanak dan penerusnya

(7)

(Aulakh, 1999). Nanak menunjukkan pembebasan spiritual melalui kerendahan hati, doa, menahan diri, mencari dengan hati dan percaya pada satu Tuhan. Ia menolak berhala dan inkarnasi (Sarkar, 1937).

Menurut tradisi Sikh, Guru menyebarkan ajarannya dimana pun Ia pergi. Menjelang akhir hidupnya Guru memiliki banyak pengikut dari berbagai lapisan masyarakat dan agama.

Semua laki-laki Sikh memilki "Singh" (Singa), dan Sikh perempuan memiliki "Kaur" (Putri) sebagai nama tengah atau nama belakang. (Aulakh, 1999) Sikh yang telah menjalani upacara pengikut Sikh, juga dapat diakui oleh 5K: rambut yang tidak dipotong (Kesh), menggunakan sebuah gelang besi (Kara), (Kirpan) pedang terselip di tali gatra, (Kachehra) sebuah pakaian dalam katun, dan sisir kayu kecil (Kanga). Laki-laki Sikh yang sudah dibaptis harus menutupi rambut mereka dengan sorban, sementara perempuan Sikh yang sudah dibaptis juga harus memakai penutup kepala. Wilayah Punjab adalah tempat sejarah agama Sikh, meskipun masyarakat yang signifikan ada di seluruh dunia.

2.3.2 Sejarah Agama Sikh

Sejarah Sikh berhubungan dengan Sikhisme sebagai badan politik yang berbeda, dimulai dengan kematian Guru kelima Sikh, Guru Arjan Dev di tahun 1606. Perbedaan Sikh semakin ditingkatkan dengan pembentukan Khalsa, oleh Guru Gobind Singh pada tahun 1699. Evolusi Sikhisme dimulai dengan munculnya Guru Nanak sebagai pemimpin agama dan seorang reformis sosial. Ajaran agama diresmikan oleh Guru Gobind.

(8)

Umumnya Sikhisme telah memiliki hubungan persahabatan dengan agama-agama lain. Namun, selama pemerintahan Mughal dari India (1556-1707), agama yang muncul telah bersetegang dengan penguasa Mughal. Hindu Hill Rajahs terlibat dalam pertempuran melawan Guru Gobind Singh karena mereka umumnya menentang prinsip Guru Gobind Singh yang meniadakan kasta pada agama. Tokoh Guru Sikh dibunuh pada masa dinasti Mughal karena menentang penganiayaan Mughal dari komunitas agama minoritas. Selanjutnya, militerisasi Sikhisme menentang hegemoni Mughal. Munculnya Kekaisaran Sikh di bawah pemerintahan Maharajah Ranjit Singh ditandai dengan toleransi beragama dan pluralisme dengan orang Kristen, Muslim dan Hindu dalam posisi kekuasaan. Pembentukan Kekaisaran Sikh umumnya dianggap sebagai puncak Sikhisme pada tingkat politik. (Sarkar, 1937).

2.4 Definisi Kubah

Beberapa defnisi kubah oleh beberapa tokoh :

(Sopandi 2013) Kubah dikembangkan selama ratusan tahun oleh banyak kelompok masyarakat diberbagai dunia. Sejarah kubah sangat luas dan kaya makna bahkan menjadi simbol yang khas bagi berbagai agama serta budaya dan peradaban tertentu. Hampir mustahil untuk memilah kubah yang Islam, yang Kristen, yang Yahudi, yang Pagan karena pada dasarnya tradisi membangun kubah telah dimulai sejak era Romawi Kuno. Konon bentuk kubah dapat diinterpretasikan “mengandung” makna universal sebagai benda buatan manusia yang meniru bentang langit.

(9)

Kubah merupakan salah satu unsur arsitektur mendasar yang dapat disebut sebagai bentuk bangunan dan selalu digunakan di tempat tertinggi di atas bangunan (sebagai atap). Bentuk dari kubah tidak hanya memiliki permukaan luar tetapi juga memiliki ruang dalam dan organisasi ruang dimana arsitektur berada pada potensi paling tinggi, ketika eksterior dan interior dipahami dalam satu kesatuan (Wahid, Alamsyah 2013).

(Pope 1965;Wilber 1969; Michell 1978; Stierlin 2002) Orang terlalu sering memperhatikan kesamaan bentuk kubah Islam, meskipun terdapat perbedaan antara bentuk konseptual. Para peneliti sering menggunakan kedua istilah bentuk onion dan bulbous.

2.4.1 Sejarah Kubah

Dalam buku Sejarah Arsitektur (Sopandi, 2013) perkembangan arsitektur di Eropa Timur dan di Timur Tengah banyak mewarisi berbagai inovasi yang dikembangkan pada masa kejayaan Romawi. Selain karena perkembangan teknologi membangunnya, Romawi sangat berpengaruh karena kekuasaan politiknya yang luas, mencakup daratan yang mengelilingi Laut Mediterania: Italia, Yunani, semenanjung Eropa Barat, sebagian Britania, delta muara Sungai Nil, semenanjung Arab, dan Asia kecil. Pada puncak kejayaannya, mulai dari abad 4 SM sampai dengan 400 M, Roma sempat mengembangkan infrastruktur kota yang canggih di daerah-daerah kekuasaannya.

Setelah Roma mengalami banyak masalah dan tidak lagi kondusif sebagai ibukota, ibukota kekaisaran dipindahkan ke Timur, ke Kota Bizantium. Kaisar

(10)

Konstantin merupakan Kaisar pertama yang memeluk agama Kristen pada tahun 313 M, bahkan menjadikan agama resmi Kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi Timur (Kekaisaran Bizantium) mengembangkan peradaban yang maju di Eropa Timur dan sebagian di Timur Tengah. Bagi sejarah perkembangan arsitektur Eropa, perpecahan ini penting karena menentukan tradisi perkembangan monumen-monumen arsitektur, terutama bangunan ibadah.

Arsitektur religius di Bizantium identik dengan elemen kubah dan denah yang terpusat. Hagia Sophia merupakan sebuah karya agung Bizantium yang di bangun pada kurun waktu 532-537 M. Inovasi geometri yang dihasilkan pada Hagia Sophia adalah bidang segitiga melengkung yang disebut pendentive. Kebanyakan interpretasi sejarah arsitektur menghubungkan arsitektur Bizantium sebagai pengembangan lanjut dari yang telah dicapai oleh monumen Patheon, yaitu berusaha menciptakan ruang simbolis yang merepresentasikan cakrawala dan semesta lewat konstruksi kubah.

a. Kubah

Perkembangan arsitektur Islam juga tidak lepas dari berbagai pengaruh arsitektur peradaban-peradaban yang mendahuluinya. Islam berkembang menjadi sebuah kekuatan politik penting dan peradaban besar sejak abad ke-7. Sepeninggal Nabi Muhammad (570-632) Pengaruh Islam dibangun oleh khalifah-khalifah dan berbagai peradaban. Bangsa Arab mengasimilasi berbagai kebudayaan dan mewarisi keahlian berbagai suku bangsa lain; ilmu hitung dan matematika dari India, keahlian membangun dari Persia, keahlian membangun kubah dari

(11)

Bizantium, dan keahlian pembuatan dinding dari Armenia. Selain itu kebudayaan Islam juga mengadopsi berbagai bentukan ruang dan elemen arsitektur. Tidak jarang Islam mewarisi bangunan-bangunan keagamaan dan situs-situs pra-Islam yang dialihfungsikan menjadi mesjid-mesjid (Sopandi, 2013).

(Sumalyo, 2006) Mesjid dapat diartikan sebagai tempat dimana umat Muslim bersembahyang. Kata mesjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali didalam Al-Quran, berasal dari kata Sajada-Sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat dan takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi, kedua tangan ke tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut di atas. Oleh karena itu bangunan dibuat khusus untuk shalat disebut mesjid yang artinya: tempat untuk sujud.

Zaman Bizantium merupakan zaman perkembangan arsitektur yang berpengaruh besar dalam Arsitektur Mesjid. Dimana Konstantinopel (sekarang Istanbul) di bangun sebuah gereja sangat besar pada waktu itu yang disebut Hagia Sophia. Pada gereja inilah dibuat kubah, kemudian kubah menjadi ciri dari arsitektur Bizantium.

Arsitektur zaman Bizantium (330-1453) bersamaan dengan jaman Kristen Awal dan Islam Awal, keduanya banyak menggunakan kubah. Struktur kubah yang kekuatannya justru karna bentuk, mulanya untuk memenuhi kebutuhan ruang lebar tanpa kolom, karena keindahannya kemudian banyak diambil hanya bentuknya saja. Pada zaman Bizantium banyak pula dibangun gereja dengan kubah sebagai mahkota dibagian atas bangunan, kadang-kadang majemuk seperti

(12)

antara lain gereja S. Marko (1063-85). Kubah pada gereja ini biasanya tidak lebar, menggunakan kerangka kayu. Tidak sedikit gereja lain sejaman memakai “kubah palsu” majemuk, bahkan memodifikasi menjadi bentuk bawang, yaitu kubah yang runcing di atas, menggelembung di tengah seperti bawang (onion).

Bahkan bentuk kubah tidak sedikit hanya dipakai sebagai hiasan dan hanya berbentuk kecil, misalnya pada amortizement dan puncak dari sebuah minaret, misalnya pada banyak mesjid dan makam muslim Kuno di India. Pada mesjid-mesjid kuno dan baru di Arab, Mesir dan lain-lain, kubah selain menjadi penghias juga menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan-atas dari mihrab. Keberadaan kubah pada mesjid, juga seperti adanya banyak kolom dalam haram,

menjadi polemik berkepanjangan. Ada yang memandang kubah sebagai simbol dari mesjid.

Selain pada wilayah Bizantium seperti antara lain Persia dan India, banyak mesjid menggunakan kubah khususnya kubah bawang. (Sopandi, 2013) arsitektur Islam mencapai kemegahannya sewaktu dikembangkan oleh Kekaisaran Mughal di India dalam kurun waktu 3 abad, sejak 1526 hingga 1850. Dinasti Mughal yang beragama Islam berhasil memerintahkan anak benua Asia Selatan meliputi area yang sangat luas terbentang dari Dataran Himalaya di utara, Deccan di timur, meliputi sebagian Afghanistan di barat, hingga Goa di selatan.

Kebanyakan penguasa Mughal berupaya menerapkan tradisi membangun yang dikembangkan di Timur Tengah di daerah kekuasaannya di India dengan mendatangkan ahli-ahli dari India. Dinasti Mughal membangun kota-kota,

(13)

berbagai istana, banyak mesjid penting dan beberapa mausoleum yang berskala sangat monumental. Arsitektur Mughal biasanya dibangun dengan material-material yang dianggap mewah.

Pada prinsipnya arsitektur Mughal menerapkan tipologi ruang dan bentuk yang dikembangkan di Timur Tengah. Arsitektur Mughal banyak membuat bentukan iwan, pelataran terbuka yang luas dan monumental, kubah megah, dan minaret. Namun yang membedakannya dengan tempat asalnya, monumen- monumen Mughal dirancang dan dibangun sebagai benda-benda seni yang total dan sempurna. Kebanyakan monumen Mughal dirancang oleh arsitek maupun seniman yang ditunjuk dengan mengembangkan kepekaan atas bentuk elemen dan detail yang merepresentasikan kaidah estetika dan asal- usulnya, dan kemudian dibangun dengan konsisten hingga ke detail-detailnya.

b. Candi

Agama Hindu timbul dari bekas-bekas reruntuhan ajaran-ajaran Weda dengan mengambil pokok pikiran dan bentuk bentuk rupa India purbakala dan berbagai kisah dongeng yang bersifat rohani yang telah tumbuh di semenanjung itu sebelum kedatangan bangsa Arya. Dengan sebab ini, para peneliti menganggap Agama Hindu sebagai kelanjutan dari ajaran-ajaran Weda dan menjadi bagian dari proses evolusinya.

Agama Hindu adalah suatu agama yang berevolusi dan merupakan kumpulan adat istiadat dan kedudukan yang timbul dari hasil penyusunan bangsa Arya pada

(14)

mereka datang berpindah ke India dan menundukkan penduduk aslinya serta membentuk suatu masyarakat sendiri di luar pengaruh penduduk asli itu. Kedudukan bangsa Arya sebagai penakluk negeri yang lebih tinggi daripada kedudukan penduduk asli serta pergaulan mereka telah melahirkan adat-istiadat Hindu yang dianggap menurut perputaran sejarah, sebagai sesuatu agama yang dianut dan dipegang tata susilanya oleh orang-orang India.

Kiranya dapat dikatakan bahwa asas agama Hindu adalah kepercayaan bangsa Arya yang telah mengalami perubahan sebagai hasil dari percampuran mereka dengan bangsa-bangsa lain, terutama sekali bangsa Parsi, yaitu suatu dalam masa perjalanan mereka menuju India.

Tajamnya perselisihan diantara orang-orang India yang beragama Hindu dan orang-orang yang beragama Islam. Sebab-sebab perselisihan yang sengit itu juga adalah pandangan orang-orang Hindu dan orang-orang Islam terhadap binatang lembu. Orang-orang Hindu memuja lembu, sementara orang-orang Islam malah menyembelihnya. Begitu juga pandangan pada patung. Kuil-kuil Hindu penuh dengan patung, sementara mesjid-mesjid tidak berpatung sama sekali. Salah satu akibat dari perselisihan ini adalah pembagian negeri India dari segi politik menjadi dua bagian yang berasas pada agama. Negara Pakistan telah ditetapkan wujudnya dengan kedua bagiannya di Timur dan di Barat sebagai sebuah kerajaan Islam dan jumlah penduduknya 80 juta orang yang 90%-nya adalah penganut agama Islam. Tanah semenanjung yang selebihnya adalah tetap dengan nama asalnya India, 10% dari penduduknya adalah penganut agama Islam (Shalaby, 1998).

(15)

Masyarakat India menganggap bahwa alam semesta merupakan benua berbentuk lingkaran, yang dikelilingi oleh beberapa samudera dengan pulau-pulau besar di empat penjuru yang merupakan tempat tinggal keempat penjaganya yang keramat. Di pusat terletak Gunung Mahameru yakni gunung para Dewa.

Alam semesta yang bermacam-macam itu pada hakikatnya hanyalah semu atau tipuan belaka. Mereka memandang segala yang ia lihat dan yang mereka alami sebagai sesuatu yang kosmos atau yang agung. Dengan kata lain manusia menurut pandangan orang India harus melakukan perjalanan penuh perjuangan dan pengekangan diri untuk pergi dari keadaan maya yang semu ini dan semakin membersihkan diri, semakin menghening, sehingga bersih bebas tanpa rupa tanpa nafsu ataupun hasrat, meniadakan diri. Jalan peniadaan diri (dari yang maya) kedalam keheningan mumi mutlak (nirvana) itulah hakikat pandangan India beserta ungkapan-ungkapan kebudayaannya.

Banyak peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan pada jaman Hindu. Candi merupakan salah satu peninggalan Hindu yang bersifat arsitektural yang masih dapat kita lihat sampai saat ini. Candi berfungsi sebagai tempat tinggal dewa-dewa yang terbuat dari batu. Bangunan batu yang tinggi itu melambangkan kekuasaan dan sifat abadi dari dewa yang bersangkutan. Untuk Candi Hindu dan Candi Budha mempunyai persamaan dan perbedaan dalam pemakaian bentuk, pola dan orientasinya tetapi pada dasarnya adalah sama dengan memandang alam semesta (Mangunwijaya, 1995).

(16)

Candi Hindu berupa Borobudur merupakan manifesta gunungan kosmik yang dibentuk atas diagram Mandala Buddhis. Mandala adalah sebuah prinsip penataan ruang yang dikembangkan berdasarkan nila-nilai tempat yang diasosiasikan dengan bagian-bagian tubuh manusia, sesuai dengan peruntukan dan orientasinya. Prinsip penataan ruang/geomancy Cina yang disebut Feng Shui juga menerapan prinsip-prinsip dasar yang sangat mirip dengan Mandala (Sopandi, 2013).

Vastu-purusa berarti dalam konteks sebuah site-plan atau rencana lokasi. Menurut Matsya Parana, bahwa Vastu Purusa Mandala memiliki dewa tertentu, Vastu Purusa di masing-masing tempat. Di Timur-Utara (aisdnya) dikatakan ditempati oleh Mercury (budha) dan Dewa Wisnu. Dengan demikian, tempat berdoa dan ruang ibadah terletak di arah itu. Di Timur Selatan (agrneyi) dikatakan ditempati oleh Bulan dan Parvati. Bulan dikatakan pengendali pikiran dan Parvati adalah simbol dari ibu, pikiran. Kelemahan adalah sifat pikiran. Tempat memasak berada di Timur Selatan. Di Timur-Utara (Aisdnya) ditempati oleh Ketu dan Chitragupta. Sehingga dianjurkan bahwa kas dan toko harus di sisi itu.

Ini adalah aturan pilar yang tidak akan dibangkitkan pada titik-titik sensitif dari Vastu Purusa. Titik-titik sensitif menurut ilmu fisika untuk memblok susunan pilar didalam dan diluar. Hal ini diduga bahwa Vastu Purusa akan mati jika arah keluar-masuk diblokir dengan pilar. Titik-titik sensitif juga berada pada lipatan lengan dan kaki. Jika pilar didirikan di titik-titik, tidak akan menemukan dasar dukungan yang cukup. Oleh karena itu, titik-titik tersebut harus dihindari

(17)

untuk pilar. Kepala Vastu Purusa adalah di Aisdnya. Kepala harus aman. Tampak bahwa Utara-Timur harus dijaga bebas dari struktur berat seperti pilar, dll.

Ada banyak cerita tentang Vastu Purusa. Sesuai Hindu Mitologi, dalam perang antara Deva dan Asura, setan muncul dan mulai menyiksa Deva. Pada akhirnya Deva mendorongnya ke bawah dan duduk di atasnya. Setan mengajukan banding ke Dewa Brahma untuk menolong. Dewa Brahma menamainya Vastu Purusa dan memberkatinya dengan kata-kata: "Semua karya di bumi akan dimulai dan diakhiri hanya setelah mendamaikanmu " Pada intinya, tanpa Vastu Purusa tidak akan ada yang terjadi di bumi. Veda juga memberikan ide-ide seperti Visvakarman atau Vastu Purusa.

Orang-orang berpikir bahwa pembangunan rumah hanyalah konstruksi dengan batu bata dan mortir sesuai rencana. Ada berbagai aspek yang harus dipertimbangkan sebelum dan selama konstruksi. Bahkan posisi pintu (terutama pintu depan) dan jendela dan arah dimana pintu masuk ke rumah adalah tetap, memiliki banyak makna dalam kesejahteraan pemilik dan penduduk (Indianetzone.com, 2011).

Penggunaan bentuk-bentuk dasar dari candi menggunakan citra dasar “gunung”. Gunung dalam penghayatan religius masyarakat kuno di India (dapat juga ditemukan pada daerah daerah lain di dunia, misalnya Olimpia) dihayati sebagai tanah yang tinggi, tempat yang paling dekat dengan dunia atas, yang dikaitkan dengan segala yang mulia, yang ningrat, yang aman.

(18)

Tata bentuk pada puncak-puncak gunung itulah dibayangkan para dewata hidup. Hal ini sangat mempengaruhibentuk-bentuk arsitektur Hindu. Bentuk candi terbagi menjadi beberapa tipe. Pembagian tipologi candi ini dapat dilihat dari jumlah ruang pada candi, yaitu :

Bangunan candi dengan satu ruang ( One roomed building)

Bangunan candi dengan tiga ruang (Three roomed Building)

Bangunan candi bertingkat dua dengan enam ruang (Two storied building with six room)

Bangunan candi masif tanpa ruang

Pembagian candi secara vertikal terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu:

a. Kaki (Bhurloka)

Pada bagian ini disebut juga sebagai dasar atau base dari sebuah candi. Bagian ini merupakan bagian yang paling luas dari keseluruhan candi. Pada tahap ini menunjukkan makna dimana manusia masih dipenuhi oleh hawa nafsu.

b. Badan (Bhuvarloka)

Menggambarkan keadaan manusia di dunia fana ini. Sadar tetapi masih sadar semu. Pada bagian ini merupakan bagian dimana manusia sudah mulai sadar untuk meninggalkan nafsu duniawi. Biasanya terdapat patung yang mempunyai makna sebagai perantara atau petunjuk jalan untuk mencapai tahap kesempurnaan hidup. Ukuran pintu sengaja dibuat kecil agar orang yang masuk merundukkan kepala sebagai tanda penghormatan dewa yang berada didalamnya. Bagian atas

(19)

pintu biasanya terdapat kepala kala yang dipercaya sebagai penjaga pintu candi. Pada bagian atas dari badan (body) terdapat molding (upper molding) yang membatasi antara badan dan kepala (roof).

c. Kepala (roof)

Merupakan bagian dimana manusia memasuki tahap kesempurnaan hidup dan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada bagian atap terdapat 3 tingkatan yang terdiri dari:

Tingkatan 1 merupakan tingkatan paling bawah dari bagian kepala. Bagian

ini merupakan tahap awal manusia memasuki tahap kesempurnaan.

Tingkatan 2 mempunyai skala yang lebih kecl dari tingkatan pertama yang

menandakan manusia sudah berada pada tahapan yang semakin tunggi dan semakin kecil.

Tingkatan 3 merupakan tahap dimana manusia akan memasuki

kesempurnaan hidup. Semakin kecil dan semakin suci.

Puncak dari kepala merupakan tahap puncak dimana manusia menjadi

sempurna dan suci. Pada tingkatan ini yang paling atas merupakan tahap keberhasilan manusia melewati paradaksina (perjalanan) hidup hingga mencapai kesempurnaan hidup (Mangunwijaya, 1995).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Pembelajaran : Memberi bekal pengetahuan mahasiswa tentang anggota Acarina dan kepentingannya bagi manusia, hewan dan pertanian, sehingga setelah mengikuti

Merab Luar Bandar Baru Bangi 43650 YES 1 Selangor Darul Ehsan Sungai Buloh C.. 42, Jalan SC 2 Pusat

Keizerina Devi Azwar, S.H, C.N, M.Hum , selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada

Hal ini mengisyaratkan kalau sebenarnya datang dengan membawa beban ghulul itu bukan dalam bentuk yang sebenarnya akan tetapi apapun yang seseorang gelapkan dari

Seperti yang kita ketahui bahwasanya tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan good governance maka tata kelola pemerintahan yang baik akan tidak

Demikian Pedoman Orientasi Tenaga Magang disusun , sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan orientasi dan Evaluasi pelaksanaan

(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) huruf i yaitu pemanfaatan kawasan peruntukan lain

Dalam rangka kegiatan Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2012 untuk guru-guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 115 UM