• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidrops Fetalis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hidrops Fetalis"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Referat

Hidrops Fetalis

Disusun oleh:

Alyssa Diandra

406138067

Pembimbing:

Dr. Hari Purwanto, Sp.OG

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Rumah Sakit Umum Daerah Kudus

(2)

Daftar Isi

BAB I... 2 Pendahuluan... 2 BAB II... 3 Hydrops Fetalis... 3 A. Definisi... 3 B. Epidemiologi... 4 C. Etiologi... 5 D. Patofisiologi... 7 E. Diagnosis... 8 F. Manajemen Prenatal...9 G. Tatalaksana...13 H. Prognosis... 14 BAB III... 16 Kesimpulan... 16 DAFTAR PUSTAKA...17

(3)

BAB I

Pendahuluan

Kata hydrops berarti akumulasi berlebihan dari cairan serosa dalam tubuh, maka

hydrops fetalis adalah janin yang edema. Pada umumnya, diagnosis dibuat setelah kelahiran dimana janin membengkak dan biasanya lahir mati. Dengan sonografi hydrops dapat didiagnosis lebih awal. Ditemukan efusi pada 2 lokasi atau lebih – pleura, perikardium, atau asites- atau satu efusi dengan edema anasarka. Seiring dengan perjalanan penyakit, kadang edema disertai penebalan plasenta (>6cm) dan hidroamnion.1 Bila akumulasi cairan terbatas

pada satu kavitas seperti efusi pleura, maka situasi tersebut harus disesuaikan dengan organ yang bersangkutan untuk memperkecil diagnosis banding. Hidrops dapat terjadi sebagai akibat dari etiologi yang luas dengan berbagai patofisiologi yang dapat menyebabkan buruknya kondisi janin .Tiga mekanisme primer yang berhubungan dengan hidrops seperti anemia intrauterin, gagal jantung intrauterin, dan hipoproteinemia. Selain itu, hidrops fetalis berhubungan dengan abnormalitas struktural yang mengganggu struktur sirkulasi fetoplasenta. Gangguan kromosom (aneuploidy, delesi, duplikasi, mutasi genetik) dan displasia otot rangka dapat berhubungan dengan hidrops melalui berbagai mekanisme.2

Hidrops dibagi menjadi dua kategori. Jika disertai dengan alloimunisasi eritrosit maka disebut sebagai immune hydrops, selain itu disebut non-immune hydrops. 1

Hidrops fetalis memiliki prognosis yang buruk, namun beberapa etiologi dapat diterapi secara in utero dengan hasil yang baik. 2

(4)

BAB II

Hydrops Fetalis

A. Definisi

A.1 Immune hydrops1,2

Alloimmunisasi eritrosit maternal muncul ketika ibu hamil memiliki respon immunologik terhadap antigen paternal yang asing bagi ibu. Antibodi maternal dapat melewati plasenta, berikatan dengan antigen yang terdapat pada eritrosit janin, menyebabkan hemolisis. Anemia yang diakibatka hal tersebut memicu hiperplasia eritroid di sumsum tulang dan hematopoiesis ekstramedular pada limpa dan hati. Hal ini lama kelamaan menyebabkan hipertensi porta dan gangguan sintesis protein yang menurunkan tekanan onkotik. Anemia pada janin juga meningkatkan CVP ( central venous pressure). Pada akhirnya hipoksia sel akibat anemia memicu terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi akumulasi cairan di toraks janin, kavitas abdominal, dan/ atau jaringan subkutan.

Anemia yang diakibatkan oleh immune hydrops cukup berat. Dimana pada laporan Nicolaides, dkk., melaporkan bahwa konsentrasi hemoglobin 7 sampai 10 g/dL. Bahkan pada laporan Mari dkk., ada yang sampai <5g/dL. Terapi yang dilakukan biasa berupa transfusi intrauterin.

Prognosis dari kondisi ini sudah berkembang dengan adanya Rh Ig antenatal dan postpartum, deteksi dini dengan Doppler serebral dan transfusi intrauterin. A.2 Non-immune hydrops2

Hidrops non imun merupakan manifestasi hidrops tanpa antibodi eritrosit maternal.

(5)

B. Epidemiologi3

B1. Internasional

Hidrops fetalis umum terjadi di Asia Tenggara. Sebagai contoh, Thailand, dimana frekuensi dengan etiologi α thalasemia atau Bart hydrops 1: 500 sampai 1 : 1500 kehamilan.

B2. Mortalitas

Kejadian hidrops yang disebabkan oleh malformasi kongenital atau gangguan kromosom dapat berakibat fatal pada usia awal.

(6)

Hidrops fetalis dapat mengakibatkan kelahiran prematur akibat distensi uterus dan mencetuskan persalinan atau terminasi.

B3. Ras

Asian dan Mediteran merupakan populasi yang tinggi variasi struktur alpha pada hemoglobin. Sedangkan pada Afrika-Amerika sering terjadi gangguan isoimunisasi ABO.

B4. Gender

Kejadian hydrops Oleh karena kejadian hydrops fetalis berakhir dengan kelahiran prematur, serta kematangan paru lebih awal terjadi pada bayi perempuan, maka resiko komplikasi pada paru lebih tinggi terjadi pada bayi laki-laki. Bayi laki-laki juga lebih rentan akan terjadinya infeksi.

C. Etiologi1,2,3

C1. Abnormalitas Kromosom

Abnormalitas kromosom merupakan penyebab hidrops non imun pada 25-70% kasus. Resiko aneuploidy janin lebih tinggi saat ditemukan di awal gestasi atau ketika anomali struktur janin tampak. Analisis kromosom janin diindikasikan pada semua kasus hidrops.

Di negara-negara Asia, α-thallasemia merupakan salah satu etiologi yang sering pada bayi dengan hidrops. Semua membutuhkan transfusi intrauterin, transfusi berulang setelah lahir dan pada bayi laki-laki umumnya terjadi hipospadia. Diagnosis dapat ditegakkan PCR dari sampel DNA vili korialis, fibroblas janin, dan darah janin. Setelah ditegakkan maka tatalaksana didasarkan pada nilai hematokrit dan hemoglobin melalui kardiosentesis direk. C2. Kardiovaskular

Tidak hanya abnormalitas struktural, namun aritmia, tumor, disfungsi fisiologis akibat infeksi, inflamasi, infark, dan kalsifikasi arterial juga dapat menyebabkan hidrops. Lesi intratorakal dan jantung yang meningkatkan tekanan atrium kanan atau volume overload merupakan mekanisme yang paling sering menyebabkan hidrops.

Takiaritmia janin menunjukkan peningkatan tekanan atrium dan merupakan etiologi kardiovaskular yang dapat teratasi. Sedangkan bradiaritmia sedikit lebih sulit dan merupakan etiologi yang jarang terjadi dalam hidrops fetalis. C3. Infeksi

Infeksi intrauterine merupakan penyebab yang sering pada hidrops dengan parvovirus B19 dan anemia sekunder sebagai penyebab tersering.

(7)

Toxoplasma, sifilis, cytomegalovirus, dan varicella juga merupakan penyebab dari hidrops fetalis dengan manifestasi berupa hepatomegali, splenomegali, atau asites.

C4. Penyakit Hematologik

Penyakit hematologik biasanya ditemukan sebagai etiologi sebesar 7% dari kasus hidrops non imun. Etnis berperan dalam meningkatnya talasemia janin ( contoh : α thalasemia homozigot).

C5. Anomali Kongenital Struktural

Anomali struktural kongenital dapat dideteksi melalui pemeriksaan radiologis dan dapat ditatalaksana.

C6. Twin to Twin Transfusion 3

Anastomosis vaskularisasi plasenta muncul pada semua kehamilan monokorionik monozigotik. Perdarahan atau transfusi yang tidak seimbang muncul pada 5-30% kehamilan, dengan meninggalkan satu janin polisitemia dan sisanya anemia. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kematian janin, gangguan pertumbuhan janin, gagal jantung dengan output tinggi akibat syok hipovolemik, gagal jantung kongestif akibat kelebihan volume, atau hidrops fetalis.

Janin yang mengalami polisitemia (resipien) biasa yang bermanifestasi sebagai hidrops, bukan janin yang anemia (donor). Biasanya, kematian pada resipien tidak akan diikuti dengan terjadinya hidrops pada pedonor. Gambaran ultrasonografi janin berupa plasenta monokorionik, dengan hidroamnion di salah satu amnion dan oligohidroamnion pada yang lain, sering dijadikan diagnosis. Namun metode ini tidak pasti, begitu juga dengan penentuan perbedaan hemoglobin, perbedaan protein serum, sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang lebih akurat. Pemeriksaan yang lebih baik dengan pemeriksaan Doppler dengan menilai kecepatan aliran darah umbilikalis. Tatalaksana berupa transfusi pada janin yang anemia, plasmapheresis untuk janin yang mengalami polisitemia, ablasi anastomose vaskular dengan laser, dan amnioreduction. Namun, tetap harus hati-hati dengan kegagalan dan komplikasi dari terapi tersebut.

C7. Gangguan Gen Tunggal

Pemeriksaan enzim spesifik yang tersedia untuk mendeteksi penyakit ini seperti kultur amniosit atau perhitungan metabolit spesifik pada cairan amniotik supernatan.

Diagnosis dan mengeksklusi penyakit metabolik sebagai etiologi dari hidrops non imun sangat penting karena gangguan gen berperan dalam 25% rekurensi,

(8)

dan identifikasi dini dapat memberikan prognosis yang lebih baik untuk kehamilan berikutnya.

D. Patofisiologi1,2,3

Mekanisme dasar dari hidrops fetalis adalah ketidakseimbangan produksi cairan interstitial dengan aliran balik limfatik. Akumulasi cairan pada janin dapat merupakan akibat dari penyakit jantung kongestif, obstruksi aliran limfatik, atau penurunan tekanan osmotik plasma. Janin lebih rentan terhadap akumulasi cairan interstitial karena permeabilitas kapiler yang besar, komplians kompartemen interstitial dan kerentanan aliran balik limfatik terhadap tekanan vena.

Mekanisme kompensasi untuk mempertahankan homeostasis selama hipoksia akibat dari penyakit penyerta meliputi peningkatan efisiensi ekstrasi oksigen, redistribusi aliran darah ke otak , jantung dan adrenal yang lama kelamaan menyebabkan gangguan ginjal, peningkatan volume untuk meningkatkan cardiac output dan aktivasi sistem RAA. Namun mekanisme ini juga menyebabkan peningkatan tekanan vena dan peningkatan akumulasi cairan interstitial dan memberikan karakteristik hidrops pada janin. Peningkatan tekanan vena dan kontribusinya terhadap terjadinya edema dan efusi melalui peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dan penurunan aliran balik limfatik. Gangguan fungsi renal menyebabkan oliguria atau anuria dan lama kelamaan hidrops.

Lebih lanjut, sintesis albumin dapat terganggu akibat penurunan perfusi hepatik dan peningkatan hematopoesis ekstramedular. Akibat albumin berperan dalam menentukan tekanan onkotik plasma, hipoalbumin meningkatkan aliran transkapiler. Namun dalam penelitian pada manusia didapatkan korelasi negatif antara tingkat albumin serum dengan kejadian hidrops.

Pada beberapa penelitian ditemukan adanya korelasi linear antara tekanan keluar limfatik dengan CVP. Pada peningkatan 1 mmHg CVP, menurunkan aliran limfatik sebanyak 13 % dan aliran akan berhenti saat nilai CVP 12 mmHg. Hal ini didukung dengan penemuan bahwa gagal jantung pada janin merupakan stimulus terkuat terjadinya edema janin.

(9)

E. Diagnosis

Hidrops dapat didiagnosis dengan ultrasonografi. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukan dua lokasi efusi atau satu efusi dengan satu edema anasarka. Edema dapat terlihat di sekitar kepala, atau di batang tubuh dan ekstremitas. Efusi dapat terlihat sebagai cairan di paru, jantung atau abdomen.

Berdasarkan kecurigaan etiologi, pemeriksaan awal dapat berupa2: a. Indirect Coomb test untuk menilai alloimunisasi

b. Pemeriksaan sonografi janin dan plasenta secara spesifik meliputi

i. Penilaian anatomi untuk melihat kelainan struktural

ii. MCA Doppler velocimetry untuk menilai anemia pada janin iii. Ekokardiografi janin dengan evaluasi mode-M

c. Amniosentesis untuk menilai kariotipe janin dan parvovirus B19, CMV, toxoplasmosis. Pemeriksaan kromosom diperlukan jika terdapat anomali pada janin.

d. Jika terdapat perdarahan fetomaternal dan disangka anemia, perlu dilakukan pemeriksaan Kleihauer-Betke.

e. Dipertimbangkan pula pemeriksaan α-thallasemia dan/atau kelainan metabolisme.

(10)

F. Manajemen Prenatal

Hidrops fetalis membutuhkan rujukan cepat ke spesialis untuk mendapatkan evaluasi cepat karena dalam beberapa kondisi harus dapat dipertimbangkan dalam kedaruratan prenatal, terutama pada usia gestasi 16-18 minggu. Triase bergantung pada usia kehamilan, etiologi dan tingkat keparahan penyakit. Pemeriksaan ulrasonografi termasuk pemeriksaan arteri umbilikal dan Doppler arteri serebral tengah dapat menuntun kita dalam memilih tatalaksana yang tepat seperti transfusi intrauterin, kardioversi janin, atau pemasangan shunt. 1

(11)

F.1. Pemeriksaan Non-Invasif F.1.1 Ultrasonografi Doppler1

Perhitungan kecepatan puncak sistolik MCA untuk mendeteksi anemia pada janin merupakan hal penting dalam tatalaksana janin dengan hidrops fetalis non imun. Setelah usia gestasi 16 minggu, terdapat korelasi antara selisih aliran puncak MCA dan selisih konsentrasi hemoglobin, terutama jika hemoglobinnya rendah.

Abnormalitas aliran duktus venosus membantu dalam mengidentifikasi resiko anomali jantung dan prediktor prognosis. Pada kelompok janin dengan gangguan jantung kongenital dan hidrops, abnormalitas vena hepatik dan kecepatan aliran darah duktus venosus bersamaan dengan adanya pulsasi vena umbilikalis berhubungan dengan mortalitas. Prediktor kematian janin dengan hidrops paling berguna adalah adanya pulsasi vena umbilikalis akibat gagal jantung kongestif.

Doppler arteri merupakan indikator untuk redistribusi output kardiak pada aorta desendens dan arteri umbilikalis yang terkena. Ketiadaan atau adanya aliran balik diastolik akhir dari arteri umbilikalis menyatakan adanya peningkatan resistensi plasenta. Ketiadaan aliran diastolik akhir sering ditemukan pada janin hidrops yang meninggal dan berhubungan dengan peningkatan afterload jantung.

F.1.2 Ekokardiogram Janin1

Ekokardiogram janin berguna dalam menentukan anatomi dan fungsi jantung. Aritmia jantung bisa terjadi baik primer maupun sekunder. Aritmia janin yang paling penting adalah supraventrikulr takiaritmia dan bradiaritmia berat yang berhubungan dengan blok jantung total.

(12)

Pembesaran ruang jantung merupakan tanda umum dari gagal jantung. Atrium kanan merupakan akhir dari aliran balik vena dan sering menunjukkan perbesaran akibat obstruksi relatif pada foramen, volume yang berlebihan, regurgitasi katup trikuspid, dan peningkatan afterload.

F.1.3. Mengidentifikasi Infeksi Janin1

Metode yang digunakan dalam mengidentifikasi infeksi virus dibagi menjadi dua yakni, serologi dan deteksi virus atau parasit. Serologi sangat sensitif namun tidak dapat secara akurat menentukan waktu infeksi. Serologi toksoplasma maternal, rubella, cytomegallovirus, herpes simpleks, dan parvovirus B19 merupakan tersangka dalam infeksi janin.

F.1.3.1.Parvovirus B19

Gambaran yang paling sering ditemukan dalam ultrasonografi dari bayi dengan infeksi parvovirus B19 adalah asites, kadang beserta dengan kontraktilitas ekogenik miokardium yang buruk. Diagnosis dini dari infksi maternal dapat membantu dalam dilakukan transfusi intrauterin.

Diagnosis pasti dari infeksi B19 berupa laborat yang bergantung dari virus dan respon imun. Pada praktiknya, uji ELISA berupa IgM dan IgG dan penggunaan cairan amnion atau serum janin merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan.

F.1.3.2.Rubella

Jika pasien tidak memiliki imun terhadap rubella, maka serial IgG dan IgM harus diperiksa. Jika rubella kongenital dicurigai, maka kultur cairan amnion atau sample darah janin untuk IgM harus segera dilakukan karena infeksi ini dapat mengakibatkan kematian janin.

F.1.3.3.Cytomegalovirus

CMV diekskresikan melalui urin oleh janin yang terinfeksi, sehingga pengujian melalui cairan amnion merupakan metode yang sensitif dan dapat diandalkan. Dalam beberapa penelitian didapatkan bahwa cairan amnion dapat diambil setelah usia kehamilan 21 minggu danminimal 6 minggu setelah infeksi maternal terjadi karena sensitifitas pada masa tersebut.

Jika dilakukan tes yang invasif, maka dapat dipilih metode PCR melalui cairan amnion. PCR dapat digunakan untuk menilai akibat yang terjadi pada janin dan menentukan prognosis.

(13)

E.1.3.4. Varicella-zoster virus

VZV merupakan etiologi yang jarang pada hidrops. Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa isolasi virus dari lesi maternal. Pemeriksaan IgG berguna untuk menentukan adanya infeksi rekuren. Pada neonatal, deteksi dapat dilakukan melalui kultur virus atau PCR pada lesi kulit.

F.1.4. Penilaian terhadap Alpha-Thalassemia1

Ketiadaan duplikasi normal dari hemoglobin alpha pada janin menyebabkan anemia yang dapat menyebabkan kejadian hidrops. Carrier dicurigai dengan ditemukanya volume eritrosit yang rendah dengan feritin yang normal. Adanya badan HbH pada apusan darah merupakan karakteristik dari status carrier

alpha thalassemia. Walaupun tidak ditemukan badah HbH, namun ditemukan mikrositosis, maka pemeriksaan molekular harus dilakukan pada kedua orangtuanya.

Sebagai antisipasi alpha-thalassemia, Doppler MCA harus dilakukan untuk memastikan anemia. Setelah dipastikan anemia segera menilai sampel darah janin untuk memulai tatalaksana transfusi intrauterin. Diagnosis ditegakkan melalui penilaian DNA janin melalui amniosentesis ataupun biopsi janin. Jika darah janin didapatkan melalui kordosentesis, HbBart’s dapat dideteksi. Jika terdeteksi maka orang tua harus segera diberitahu menegenai prognosis yang buruk serta kemungkinan rekurensi dan adanya diagnosis prenatal invasif untuk kehamilan selanjutnya.

F.2 Pemeriksaan Invasif 1

Penilaian karotip janin dan pemeriksaan genetik molekular harus dilakukan pada semua kasus hidrops fetalis non imun yang tidak jelas kausanya. Pemeriksaan sitogenik dapat memberikan hasil kariotipe janin dalam waktu 24-48 jam menggunakan QF-PCR atau FISH (cairan amnion), analisa langsung (biopsi plasenta) atau kariotipe konvensional (darah janin).

Cairan amnion harus pula diperiksa kultur virus dan bakteri, penilaian virus atau parasit spesifik dengan PCR, dan penilaian kariotip. Sel amnion juga dapat disimpan untuk kultur untuk penelitian selanjutnya dan ektraksi DNA untuk analisis selanjutnya.

Pemeriksaan sampel darah janin digunakan untuk menentukan nilai hemoglobin janin dapat dilakukan atas indikasi hasil Doppler arteri serebral media (MCA Doppler) menunjukkan adanya anemia janin, adanya serokonversi Parvovirus B19, resiko etnis anemia mikrositik parental, dan adanya perdarahan janin. Pemeriksaan dasar untuk sampel darah janin dapat berupa pemeriksaan darah lengkap, trombosit, direct Coomb’s test, golongan darah, kariotip, TORCH / parvovirus B19 (IgM) dan albumin.

(14)

Beberapa pemeriksaan enzim spesifik dilakukan pada hidrops yang belum jelas kausanya.

Aspirasi cairan kavitas pada janin dapat digunakan untuk diagnostik serta menentukan terapi. Hitung limfosit ( efusi pleura, kistik higroma), penilaian biokimia, penilaian albumin / protein, histologi, dan kultur bakteri serta virus juga diindikasikan.

G. Tatalaksana

G1. Tatalaksana Perinatal1

Beberapa terapi yang dapat dipilih a. Transfusi intrauterin untuk anemia

b. Sentesis ulangan atau insersi shunt untuk efusi pleura, asites, atau lesi kistik torakal

c. Terapi intravaskular atau maternal dengan antiaritmia untuk mengatasi takiaritmia janin, namun dengan konsultasi kardiologis.

d. Operasi laser untuk sindrom transfusi antar kembar awal dan berat dengan hidrops

e. Operasi terbuka jika tersedia atau laser atau ablasi radiofrekuensi untuk anomali struktural mayor yang berhubungan dengan hidrops fetalis non imun.

Transfusi packed RBC intravaskular lebih dipilih dibandingkan transfusi intraperitoneal pada janin yang mengalami anemia. Indikasi dan penatalaksanaannya berupa3

a. Hidrops atau anemia janin (Hct <30%) merupakan indikasi transfusi vena umbilikalis pada bayi dengan imaturitas paru. b. Transfusi intravaskular intrauterin dilakukan dengan menggunakan

sedasi berupa diazepam dan melalui paralisis janin dengan pankuronium.

c. Nilai Hct post transfusi sebaiknya 45-55% dan dapat diulang setiap 3-5 minggu.

(15)

d. Indikasi kelahiran berupa maturitas paru, distress janin, komplikasi sampel darah umbilikalis perkutan atau usia kehamilan 35-37 minggu.

e. Komplikasi berupa ketuban pecah dan kelahiran prematur, infeksi, gawat janin, dan kematian perinatal.

Aspirasi kavitas sebelum kelahiran ( efusi pleura, asites berat, polihidroamnion berat) oleh perinatologis dapat membantu tatalaksana neonatal serta menurunkan komplikasi maternal. Terapi postnatal diawali dengan resusitasi termasuk torakosentesis dan/ atau parasentesis untuk memberi ekspansi paru yang cukup. Setelah keadaan neonatus stabil, lakukan pemeriksaan fisik yang spesifik, pengawasan jantung, pemeriksaan radiologi dada, pemeriksaan ultrasonografi ( kepala, jantung, dan abdomen).

G2. Evaluasi Post Mortem ( Janin dan Plasenta)1

Rujukan ke bagian genetika dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan. Radiologi klinik dan foto torak dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan

dysmorphic syndrome atau skeletal dysplasia. Otopsi sangat direkomendasiakan, minimal untuk kasus non-kromosomal. Pengambilan darah janin, jaringan, DNA, dan supernatan cairan amnion harus dengan wadah dan pengaturan yang tepat (suhu -70oC). Pada saat pengawetan,

jaringan ( amniosit, biopsi kulit) dipisahkan untuk penelitian biokimia dan genetika molekuler ke depannya.

H. Prognosis1,3

Beberapa hal yang menunjukkan buruknya prognosis pada penyakit ini berupa anomali kromosom, usia kehamilan <24 minggu, dan anomali struktural janin selain chylothorax.

Setelah diagnosis hidrops fetalis ditegakkan dan kehamilan tetap dilanjutkan, kemunculan sindrom cermin pada ibu harus diwaspadai. Sindrom cermin atau sindrom Ballantyne merupakan kelainan dimana tubuh ibu menjadi edema akibat dari hidrops pada janin. Preeklampsia berat biasanya juga berhubungan dengan sindrom ini. Akibat prognosis pada ibu yang buruk, maka keputusan untuk melanjutkan kehamilan harus diambil secara hati-hati.

Selain itu, adanya anomali kromosom dengan deteksi awal dari hidrops fetalis non imun juga berhubungan dengan hasil yang buruk. Pada beberapa kasus berakhir dengan aborsi spontan, kematian janin intrauterin, dan terminasi kehamilan.

Terapi pada janin yang mengalami hidrops fetalis non imun dengan struktur dan kariotip yang normal, memiliki prognosis yang baik.

Dua penelitian terakhir menilai mengenai kemampuan bertahan hidup janin postnatal. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kematian berupa mudanya usia kehamilan, nilai APGAR yang rendah saat 5 menit pertama, tingkat kebutuhan alat bantu

(16)

bertahan hidup 24 jam pertama ( tingginya kebutuhan oksigen dan tingginya frekuensi ventilasi). Kelahiran <34 minggu dan rendahnya kadar albumin serum merupakan dua faktor buruknya prognosis kemampuan bertahan hidup janin.

Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa prognosis penyakit bergantung dari etiologinya.

(17)

BAB III

Kesimpulan

Hidrops fetalis merupakan penyakit yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai penegakan diagnosis serta tatalaksananya, mengingat berbagai macam etiologinya. Pemeriksaan lebih akurat dan lebih baik dibutuhkan untuk memastikan etiologi sehingga memudahkan dalam penatalaksanaannya serta untuk kehamilan selanjutnya. Prognosis dari penyakit ini juga bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Desilet V. Investigation and Management of Non-Immune Hydrops Foetalis. SOGC. 2014. Available from :

http://sogc.org/wp-content/uploads/2013/09/October2013-CPG297-ENG-Online_Final.pdf.

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY. Hydrops Fetalis. William Obstetrics 24ed.Mc Graw Hill. 2014.

3. Hamdan AH. Pediatric Hydrops Foetalis. Medscape. 2014. Available from :

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Maka hasil hipotesisnya adalah terdapat Perbandingan profil ekspresi E6 pada sediaan sitologi Pap-smear dengan displasia terhadap karsinoma serviks uteri dengan

Golongan pangkat yang sudah berhak memakai baju sikepan ini adalah para putra dan sentanadalem yang sudah berpangkat Bupati Riya Nginggil dengan gelar Kangjeng Raden

Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya melalui Bidang Permukiman berupaya untuk selalu mereview dan memperbaharui status dari Database infrastruktur,

Oleh karena itu, dalam menjembatani hal tersebut kepala sekolah, guru atau waka humas TK Annur membuat buku laporan harian., buku laporan harian tersebut berisi

Kinerja jaringan umumnya ditentukan dari berapa rata-rata dan persentase terjadinya tundaan (delay) terhadap aplikasi, jenis pembawa (carriers), laju bit

Perkembangan teknologi komunikasi seperti internet telah mengarahkan sejarah teknologi ekonomi sekarang ini maju pada alur yang baru (layanan online) dimana hal ini

Sarana prasarana yang digunakan untuk mendukung proses kegiatan belajar mengajar, seperti ruang pelayanan, alat pembelajaran, hingga waktu pelayanan masih menjadi