345 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)
STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT ACEH MELALUI
PRAKTEK ADAT
MAWAH
(
BAGI HASIL USAHA
)
DI KECAMATAN KUTA BARO
Nelly dan Rahmi
Email : Nelly_a@yahoo.co.idABSTRAK
Praktek mawah telah dilakukan di Aceh sejak abad ke-16, praktek ini terus berlangsung sampai dengan sekarang. Praktek adat Mawah ini sangat popular di Aceh sehingga dengan adanya praktek adat Mawah ini banyak membantu kehidupan para masyarakat miskin. Penelitian ini bertujuan Melahirkan suatu model pelaksanaan praktek adat mawah di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Dan Menghasilkan suatu strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Lokasi penelitian ini di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar, dengan populasi masyarakat yang ada di 5 (lima) wilayah mukim. Jumlah sampel penelitian ini adalah 5 (lima) desa yang mewakili masing-masing mukim. Yaitu; desa Cot Preh yang terdapat dimukim Lam Rabo, desa Lam Alue Cut yang terdapat di mukim Leupung, desa Lam Seunong yang terdapat di mukim Lam Blang, desa Supeu yang terdapat di mukim Bueng Cala, desa Lam Asan yang terdapat di mukim Ateuk. Pengolahan data yang terkumpul akan diolah dengan pendekatan “Trianggulasi’, yaitu lebih dari satu metoda, dengan pendekatan metoda kuantitatif dan metoda kualitatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Wilayah kecamatan Kuta Baro memiliki lahan yang sangat luas, dan salah satu lahan yang sering digunakan oleh masyarakatnya adalah lahan sawah. Hasil padi yang diperoleh oleh masyarakat di kecamatan Kuta Baro sangat baik, sehingga dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat. Cara mempraktekkan adat Mawah oleh penduduk kecamatan Kuta Baro Aceh Besar adalah, dengan membuat satu perjanjian lisan dengan pemilik sawah, rasa saling percaya menjadi modal dalam perjanjian, prinsip kejujuran menjadi dasar perjanjian. Hal ini sudah dilakukan turun temurun. Perjanjian dimulai apablia musim tanam padi tiba yaitu dua bulan setelah pemotongan padi dilakukan, maka para penggarap bersiap untuk menanam kembali dan perjanjian untuk praktek Mawahpun dimulai. Model pelaksanaan praktek adat mawah yang dapat diterapkan di kecamatan Kuta Baro adalah dengan melakukan perjanjian secara lisan yang didasari kepercayaan. Hal ini sudah dilakukan secara turun temurun. Hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan menjelaskan bahwa tidak pernah terjadi sengketa atau konflik selama praktek adat mawah ini dilaksanakan. Yang menjadi strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah di Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar adalah adanya lembaga Bank dan Non Bank atau lembaga lain untuk membantu modal penggarap. Di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa mukim seperti mukim Lam Rabo sudah ada perhatian dari unsur Desa dalam peminjaman pupuk. Di kecamatan Kuta Baro praktek adat Mawah sangat membantu masyarakat setempat dalam mencukupi kehidupannya sehari-hari.
Kata Kunci: Kata kunci: Mawah, Strategi Pengentasan Kemiskinan, Kearifan Lokal 1. LATAR BELAKANG PENELITIAN.
1.1.Fenomena Praktek Adat Mawah
Pengentasan kemiskinan merupa-kan masalah pokok dalam pembangunan di Indonesia dan kualitas ekonomi menjadi kunci
permasalahannya. Permasalahan utama dalam upaya pe-ngentasan kemiskinan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan ekonomi tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia, ini dibuktikan dengan tingginya disparitas
346 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)
pendapatan antar daerah. Pembangunan
pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini
menjadi penyelamat bagi perekonomian
Nasional karena justru pertumbuhannya
meningkat, sementara sektor lain
pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia antara lain: potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional cukup
besar, besarnya penduduk yang
meng-gantungkan hidupnya pada sektor ini dan menjadi basis pertumbuhan perekonomian di pedesaan. Potensi di sektor pertanian sangat besar, namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk dalam golongan masyarakat miskin dan hal ini sangat ironis terjadi di Indonesia.
Praktek bagi hasil ini (mawah) telah dilakukan di Aceh sejak abad ke-16, praktek
ini terus berlangsung sampai dengan
sekarang.Praktek adat Mawah ini sangat popular di Aceh sehingga dengan adanya praktek adat Mawah ini banyak membantu kehidupan para masyarakat miskin. Dengan praktek adat Mawah ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam aktifitas ekonomi, ketersediaan gabah yang cukup, terbantunya ekonomi masyarakat miskin, dapat membuka
lapangan pekerjaan, masyarakat yang
mempunyai lahannya bisa tergarap, dan meningkatknya produktifitas padi dan gabah sehingga tidak ada lagi lahan dan sawah yang terlantar.
Mawah adalah bagian dari hukum adat Aceh dan sangat sesuai dengan konsep yang
ada dalam sistem Islam yaitu
Mudharabah.Sistem perekonomian Islam
merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan pada awal terjadinya kontrak kerja sama (akad) yang ditentukan adalah porsi masing-masing pihak, misalkan 50:50 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 50% bagi pemilik dan 50% bagi penggarap.
Penggarapan tanah pertanian dengan konsep bagi hasil tersebut telah dilaksanakan
sejak dahulu bahkan sudah turun-temurun dari generasi ke generasi hingga sekarang ini. Ada beberapa konsep mawah yang dilaksanakan pada tatanan kehidupan masyarakat kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar adalah:
1. Mawah sawah adalah pemilik sawah
memberikan sawahnya kepada
penggarap untuk digarap dan setelah panen hasilnya dibagi sesuai perjanjian. 2. Mawah tanah (mawah tanoh) yaitu
kesepakatan antara dua belah pihak yang mana pihak pemilik memberikan lahan kepada pengelola untuk digarap/dikelola sampai lahan menjadi bersih siap untuk ditanam ditanam, akan tetapi sebelum ditanam lahan tersebut dibagi dua antara pemilik lahan dengan pengelola lahan. 3. Mawah kebun yaitu kesepakatan antara
dua belah pihak dimana pemilik kebun memberikan kebunnya kepada pihak pengelola untuk dikelola hingga panen dan hasilnya dibagi dua.
4. Mawah ternak yaitu pemilik hewan
memberikan hewannya kepada
pengembala/pemelihara untuk dipelihara dan setelah berkembang, anak dari hewan tersebut dibagi dua.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan praktek adat
mawah di Kecamatan Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar.
2. Bagaimana strategi pengentasan
kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dalah sebagai berikut:
Tujuan Penelitian, yaitu:
1. Melahirkan suatu model pelaksanaan praktek adat mawah di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar.
2. Menghasilkan suatu strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah
347 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017) Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh
Besar.
2. STUDI KEPUSTAKAAN 2.1. Pengertian Mawah
Mawah di Indonesia merupakan hukum adat yang dikenal dengan berbagai istilah setempat, seperti maro atau jejuron (Jawa Barat, Priangna), nyakap (Lombok), mawah (Aceh), memperduai (Sumatera Barat), melahi atau pebalokan (Tanah Karo), belah pinang (Toba), toyo (Minahasa), tesang(Sulawesi Selatan),separoan (Palembang).
Menurut kamus Aceh Indonesia, secara terminologi, Mawah dalam adat Aceh berarti “cara bagi hasil yang mengerjakan sawah dengan mempergunakan alat-alat sendiri, memelihara ternak seseorang dengan mem-peroleh setengah bagian dari penghasilannya bagi dua laba”.
Konsep bagi hasil menurut Muhammad (2000:129), terjadi bila pemilik modal (sahibul mall) meyerahkan modalnya kepada pengelola (mudharib) untuk dikelola atau diusahakan, sedangkan keuntungannya dibagi menurut kesepakatan bersama.
Menurut Muhammad (2000:10), terdapat beberapa ketentuan tentang konsep bagi hasil atau pembagian keuntungan dan pertanggung jawaban kerugian pada system kerja sama dalam Islam adalah:
1. Kerugian merupakan bagian modal yang hilang, karena kerugian akan dibagi
kedalam bagian modal yang
diinvestasikan dan akan ditanggung oleh para pemodal.
2. Keuntungan akan dibagi diantara sekutu atau mitra dengan bagian yang telah ditentukan oleh mereka dengan bagian atau persentase tertentu, bukan dalam jumlah nominal yang pasti ditentukan oleh pihak manapun.
3. Dalam suatu kerugian usaha yang
berlangsung terus, diperkirakan usaha akan menjadi baik kembali melalui keuntungan sampai usaha tersebut menjadi seimbang kembali. Penentuan jumlah iniditentukan kembali dengan menyisihkan modal awal dan jumlah
nilai yang tersisa akan dianggap senagai keuntungan atau kerugian.
2.2 Strategi Pengentasan Kemiskinan
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program
indikatif untuk mewujudkan visi dan
misi.Sedangkan program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah / lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta untuk memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Usaha penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan sejak lama walaupun intensitasnya beragam sesuai dengan
kondisi sosial ekonomi masyarakatnya
(Kementrian Kokesra (dalam Yulianto, 2005).
2.2.1Kemiskinan.
Definisi kemiskinan menurut BPS
adalah “kemiskinan merupakan suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori per kapita per hari” (Tibyan, 2010). Sedangkan definisi kemiskinan menurut BKKBN (2003) adalah “tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, seluruh anggota keluarga: tidak mampu makan dua kali sehari, seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah, tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan”, World Bank, juga mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut: “kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 2,00 per hari( 1US$ = Rp. 10.000,00)” (Yulianto, 2005).
Selanjutnya Bappenas mendefinisikan kemiskinan adalah “kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengem-bangkan kehidupan yang bermartabat”
(Apriayanti, 2011). Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
348 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017) air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan
lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki”. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri (Suryawati, 2005).
2.3 Kearifan Lokal
Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin antropologi dikenal juga dengan istilah local genius. Dalam Sibarani (2012: 112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur. Tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.
Dalam masyarakat kita,
kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data
Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh melalui wawancara, kuesioner dan observasi. Wawancara dan kuesioner akan dilakukan kepada masyarakat dan kantor Camat Kuta
Baro Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi dan berbagai literatur yang terkait yang disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini.
3.2. Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian ini di Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar, dengan populasi masyarakat yang ada di 5 (lima) wilayah mukim.Seluruh unsur terkait yang dianggap memiliki informasi dan pengetahuan yang relevan dengan praktek adat mawah ini seperti pemilik sawah, penggarap sawah, unsur-unsur desa dan kantor Camat Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Jumlah sampel penelitian ini adalah 5 (lima) desa yang mewakili masing-masing mukim. Yaitu; desa Cot Preh yang terdapat dimukim Lam Rabo, desa Lam Alue Cut yang terdapat di mukim Leupung, desa Lam Seunong yang terdapat di mukim Lam Blang, desa Supeu yang terdapat di mukim Bueng Cala, desa Lam Asan yang terdapat di mukim Ateuk.
3.3. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang terkumpul akan diolah dengan pendekatan “Trianggulasi’, yaitu lebih dari satu metoda, dengan pendekatan metoda kuantitatif dan metoda kualitatif. Dengan usaha mengumpulkan data dari berbagai sumber sehingga data yang diperlukan dapat terkumpul secara maksimal. Data yang terkumpul melalui angket akan di olah dengan bantuan statistik deskriptif, akan disajikan dalam bentuk prosentase-prosentase sehingga menghasilkan indikator-indikator di setiap masalah yang akan dijelaskan. Data yang terkumpul melalui wawancara, observasi dan seminar akan di olah dengan pendekatan deskriptif kualitatif, tujuannya untuk
menggambarkan katagori-katagori yang
relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga melahirkan luaran penelitian yang sempurna sebagaimana yang ingin dicapai dalam penelitian.
Reduksi data dilakukan sebagai usaha sejak awal penelitian dimulai secara terus menerus, hal ini ditempuh untuk menghindari penumpukan data dalam waktu yang lama,
349 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017)
sehingga memungkinkan peneliti dan
mengumpulkan data secara terus menerus untuk memperdalam setiap temuan sebelumnya dan untuk mempertajam data-data yang sudah ada.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara. 2. Observasi, 3. Studi dokumentasi
4. HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Kuta Baro Secara Geografis
Kecamatan Kuta Baro terletak di kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh pada garis 5,050-5,750 Lintang Utara dan 94,990– 95,930 Bujur Timur. Luas wilayah Aceh Besar adalah 2.903,50 km2, sebagian besar wilayahnya berada di daratan, dan sebagian kecil di kepulauan. Sekitar 10% desa di Kabupaten Aceh Besar merupakan desa pesisir, Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 Kecamatan, 68 Mukim, dan 604 Gampong.
Kecamatan Kuta Baro terdiri dari 5 Mukim dengan luas kecamatan 61,07 Km² (6.107 Ha) yang terdiri dari 47 Gampong, yaitu Bueng Cala dengan jumlah gampong 10, Leupung dengan jumlah gampong 9, Lamblang dengan jumlah gampong 9, Ateuk dengan jumlah gampong 10, dan Lamrabo ada 10 gampong. dan sebagian kecil di kepulauan. Sekitar 10% desa di Kabupaten Aceh Besar merupakan desa pesisir.
Berdasarkan observasi lahan sawah di kecamatan Kuta Baro adalah 2.199 Ha lebih besar daripada lahan bukan sawah, yaitu 300 Ha. Hal ini menunjukkan banyaknya lahan sawah yang tersedia di kecamatan Kuta Baro.
Kecamatan Kuta Baro memiliki 5 (lima) wilayah mukim yang terdiri dari mukim Bung Cala dengan luas 9,66 Km2 dan memiliki 10 gampong, Mukim Leupung dengan luas 8,72 dan memiliki 9 jumlah gampong, Mukim Lamblang dengan luas 22,57 Km2 dan memiliki 9 jumlah gampong, Mukim Ateuk
dengan luas 5,41 Km2 dan memiliki 9 gampong dan Mukim Lam Rabo memiliki luas 14,70 Km2 dengan 10 jumlah gampong.
Wilayah kecamatan Kuta Baro memiliki lahan yang sangat luas, dan salah satu lahan yang sering digunakan oleh masya-rakatnya adalah lahan sawah. Hasil padi yang diperoleh oleh masyarakat di kecamatan Kuta Baro sangat baik, sehingga dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat. Secara umum luas tanam di kecamatan Kuta Baro berjumlah 2.709/Ha, dengan luas panen mencapai 2.601/ha dan jumlah produksi mencapai 17.427/ton.
Penelitian ini mengambil sampel secara acak sebanyak 150 orang, dengan distribusi pada desa yang mewakili masing-masing mukim, yaitu : 10 responden di desa Cot Preh yang terdapat di mukim Lam Rabo, 10 responden di desa Lam Alue Cut yang terdapat di mukim Leupung, 10 responden di desa Lam Seunong yang terdapat di mukim Lam Blang, 10 responden di desa Supeu yang terdapat di mukim Bueng Cala, dan 10 responden di desa Lam Asan yang terdapat di mukim Ateuk
4.2.Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada 5
kecamatan menunjukkan bahwa jumlah jenis kelamin responden adalah 13.096 laki-laki yang lebih sedikit dari perempuan sebesar 13.143orang. lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1 yang menunjukkan karakteristik responden penelitian.
4.3.Masyarakat dalam melakukan praktek adat mawah
Adapun cara mempraktekkan adat
Mawah oleh penduduk kecamatan Kuta Baro Aceh Besar adalah,“Pertama kali membuat satu perjanjian lisan dengan pemilik sawah. Pendapat ini diperkuat oleh Hera yaitu penduduk Gampoeng Cot Preh mukim Lam Rabo.
“Sebelum melakukan garapan sawah-nya, terlebih dahulu mengadakan perjanjian lisan antara petani penggarap dan pemilik sawah. (Hera).
350 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017) Tabel 4.1. Jumlah penduduk menurut gampong dan jenis kelamin dalam Kecamatan Kuta Baro 2016 No Nama Gampong Jenis Kelamin
Pria Wanita Jumlah Seks Ratio 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 Gue Babah Jurong Lambro Deyah Lam Baed Krueng Anoi Cot Masam Cot Mancang Bueng Bakjok Cot Beut Ujong Blang Seupeu Lam Neuheun Lam Puuk Lambroe Bileu Lampoh Keude Cot Peutano Cot Cut Lam Glumpang Meunasah Bak Trieng Lam Asan Lamceu Cot Preh Puuk Lam Seunong Lam Trieng Beurangong Rabue Deyah Cucum Cot Yang Cot Raya Lampoh Tarom Aron Lam Roh Bak Buloh Lam Raya Tumpok Lampoh Lambunot Tanoh Lambunot Paya Lamteube Mon Ara Lamteube Geupula Lam Alu Cut Lam Sabang Lam Alue Raya Leupung Ulee Alue Leupung Mesjid Cot Lamme 248 687 250 444 568 197 263 354 260 296 315 191 147 979 354 222 416 151 170 306 545 458 236 273 171 201 297 276 374 349 288 245 84 54 109 260 138 72 175 106 168 304 363 227 182 134 189 221 677 243 467 549 188 280 377 267 288 340 204 165 702 427 225 410 154 191 287 535 491 248 270 187 191 293 295 393 367 311 246 87 52 112 270 149 72 206 107 167 346 354 242 164 138 188 469 1.364 493 911 1.117 385 543 731 527 584 655 395 312 1.681 781 447 826 305 361 593 1.080 949 484 543 358 392 590 571 767 716 599 491 171 106 221 530 287 144 381 213 335 650 717 469 346 272 377 112 101 103 95 103 105 94 94 97 103 93 94 89 139 83 99 101 98 89 107 102 93 95 101 91 105 101 94 95 95 93 100 97 104 97 96 93 100 85 99 101 88 103 94 111 97 101 Total 13.096 13.143 26.239 100
Dari hasil wawancara diatas bahwa
terlihat bahwa bentuk praktek Mawah
dilakukan melalui perjanjian antara pihak petani dan pemilik tanah (sawah). Bentuk
351 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017) perjanjian yang dilakukan melalui perjanjian
lisan. Disini dapat kitalihat rasa saling percaya menjadi modal dalam perjanjian, prinsip kejujuran menjadi dasar perjanjian. Hal ini sudah dilakukan turun temurun.
Perjanjian dimulai apablia musim tanam padi tiba yaitu dua bulan setelah pemotongan padi dilakukan, maka para penggarab bersiap untuk menanam kembali dan perjanjian untuk praktek Mawahpun dimulai.
4.4. Bentuk pembagian hasil antara pemilik sawah dan penggarap.
Adapun bentuk bagi hasil yang di dapatkan setelah panen adalah tergantung dari letak sawah dan perjanjian lisan tadi. Terdapat dua musim, yaitu musim Rendengan (musim hujan) dan musim Gadu ( musim kemarau). Pada musim rendengan lebih banyak panen daripada musim gadu. Apabila letak sawah dekat irigasi, maka pembagiannya 1:3
sedangkan sawah yang jauh irigasi
pembagiannya 1:4. Menurut Bapak Sudirman selaku Camat Kuta Baro Mukim yang paling bagus irigasinya adalah mukim Lam Rabo dan Bueng Cala. Menurut ibu Zubaidah pembagian diberikan setelah di potong seluruh biaya yang diperlukan untuk menggarap sawah dan juga untuk memotong padi dan pemberian zakat padi apabila hasil panen kami ini sampai nisab untuk membayar zakat. Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa bagi hasil yang dilakukan sesuai dengan sumbangsih para pihak dalam perjanjian Mawah, jika banyak hasil, maka keduanya akan menerima porsi yang banyak dan juga adanya unsur pemberian zakat untuk membersihkan dan mensucikan harta dari pernyataan Hera, sehingga membuat sistem bagi hasil Mawah ini bisa membantu masyarakat miskin lainnya dengan sampainya nisab untuk membayar zakat.
4.5.Bentuk masalah yang dihadapi oleh petani penggarap.
Masalah-masalah yang dihadapi di lapangan adalah apabila terjadi kekosongan padi artinya padi tidak berisi atau gagal panen, maka seperti petani penggarap seperti kami akan mengalami kerugian yang sangat besar yaitu tidak mendapatkan hasil panen, maka
kerja petani selama empat bulan akan sia-sia, karena tidak ada ganti rugi (leman dari desa Lam Alue Cut mukim Leupung) Dan masalah yang lain adalah apabila petani tidak mengerjakan secara sungguh-sungguh yang mengakibatkan hasil panen sangat kurang, maka kami untuk priode mendatang tidak akan mendapatkannnya lagi sawah tersebut dari pemiliknya, karena sawahnya itu sudah diberikan pengelolaannya kepada orang lain. Kemudian masalah yang lain apabila petani tidak punya modal. Tapi hal ini sudah ada solusi dari geuchik seprti di desa Cot Preh para penggarap bisa meminjamkan pupuk, dan akan dibayarkan kembali pada saat panen. Dari hasil keterangan diatas jelas terlihat akan profesionalitas para petani dan disinilah dituntut kesungguhan kerja para penerima lahan garapan, sehingga petani penggarap betul-betul menerima sawah garapan sebagai amanah yang harus dijaga, sehingga dimasa yang akan datang petani dengan mudah mendapatkannya kembali sawah tersebut. Di kecamatan Kuta Baro masalah yang dihadapi oleh penggarap adalah air, sedikit sekali permasalahan dari hama, masalah air yang sering diahadapi adalah penggarap dari mukim Leupung, mukin Lam Blang, dan mukim Ateuk (Camat Kuta Baro).
Selain memiliki manfaat yang sangat
berguna bagi masyarakat, Mawah juga
memiliki kendala yang dihadapi masyarakat
dalam pelaksanaannya. Berikut hasil
wawancara dari para informan:
“Kendala yang dihadapi oleh pelaksana bagi hasil Mawah adalah sulitnya memperoleh biaya, dikarenakan tidak adanya lembaga-lembaga yang memberikan pinjaman pada petani dan kendala yang lain adalah kalau musim kering sering panennya itu gagal yang
mengakibatkan ruginya pihak petani
pengggarap yang sama sekali mengharapkan air tadah hujan karena air irigasi agak jauh(Bapak Ridwan dari mukim Leupung). “Kendala yang dihadapi oleh masyarakat adalah, adanya kelemahan pemerintah dalam megendalikan harga gabah, karena diwaktu panen selalu saja harga gabah murah, sehingga petani sangat dirugikan dan kalau tidak ada musim panen maka padinya cukup mahal. Ini
352 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017) adalah kendala yang dihadapi petani secara
umum khususya petani penggarap sawah bagi hasil Mawah. Padahal kalau pemerintah mengontrol harga pembelian diwaktu panen, maka Ali Muhammmad, hasil wawancara ketua mukim Bueng Cala sudah barang tentu petani akan sangat beruntung, Hal yang demikian, karena rata-rata masyarakat
menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian.
Kemudian kendala yang lainnya adalah kendala diwaktu bajak sawah, dimana ongkos
bajaknya itu sekarang sangat mahal,
dikarenakan biaya ongkos traktor yang tinggi dan juga petani sekarang harus membayar upah yang agak tinggi kepada orang lain diwaktu masa tanam tiba, kalau tidak mengupahkan orang untuk membantunya menanami padi sekaligus, maka padinya akan tidak serentak panen.
4.6.Model pelaksanaan praktek adat mawah
Model pelaksanaan praktek adat mawah yang dapat diterapkan di kecamatan Kuta Baro adalah dengan melakukan perjanjian secara lisan yang didasari kepercayaan. Hal ini sudah dilakukan secara turun temurun. Hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan menjelaskan bahwa tidak pernah terjadi sengketa atau konflik selama praktek adat mawah ini dilaksanakan.
4.7.Strategi Pengentasan kemiskinan berbasisn kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah di kecamatan Kuta Baro
Yang menjadi strategi pengentasan kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah di Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar adalah adanya lembaga Bank dan Non Bank atau
lembaga lain untuk membantu modal
penggarap. Di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa mukim seperti mukim Lam Rabo sudah ada perhatian dari unsur Desa dalam peminjaman pupuk. Di kecamatan Kuta Baro
praktek adat Mawah sangat membantu
masyarakat setempat dalam mencukupi
kehidupannya sehari-hari.
5. Kesimpulan
1. Model pelaksanaan praktek adat mawah yang dapat diterapkan di kecamatan Kuta Baro adalah dengan melakukan perjanjian secara lisan yang didasari kepercayaan. Hal ini sudah dilakukan secara turun temurun. Hasil wawancara dan observasi peneliti di lapangan menjelaskan bahwa tidak pernah terjadi sengketa atau konflik
selama praktek adat mawah ini
dilaksanakan.
2. Selama ini manajemen mawah masih
bersifat tradisional, belum terlaksana secara manajemen moderen.
3. Yang menjadi strategi pengentasan
kemiskinan berbasis kearifan lokal masyarakat melalui praktek adat mawah di Kecamatan kuta Baro Kabupaten Aceh Besar adalah adanya lembaga Bank dan Non Bank atau lembaga lain untuk membantu modal penggarap. Di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa mukim seperti mukim Lam Rabo sudah ada
perhatian dari unsur Desa dalam
peminjaman pupuk. Di kecamatan Kuta
Baro praktek adat Mawah sangat
membantu masyarakat setempat dalam mencukupi kehidupannya sehari-hari.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdurrahman. 2014. Praktek mawah melalui mudharabah dalam masyarakat Aceh, Banda Aceh: UIN Ar-Ranniry
Anton, M. Moeliono. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdikbud Balai Pustaka, Anton, M. Moeliono. 1990.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Depdikbud Balai Pustaka,
Jakarta.
Ataupah. 2004. Peluang Pemberdayaan
Keraifan Lokal Dalam Pembangunan Kehutanan. Kupang: Dephut Press. Damanhur dan Muammar Khaddafi, 2013.
Konsep Mawah dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat di
353 SEMINAR NASIONAL KEMARITIMAN ACEH (UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH, 24 AGUSTUS 2017) Economic Management dan Bussiness,
Vol. 14 No. 4 Tahun 2013.
Edi Marsudi. 2011. Identifikasi Sistem Kerjasama Petani dan Penggarap dan
Pemilik Tanah dalam Kaitannya
dengan Pemerataan Pendapatan Petani Sawah Beririgasi (Studi Terhadap Kelembagaan Petani pada Wilayah Jaringan Sekunder Irigasai Daya Daboh dan Lamcot Kabupaten Aceh Besar). Jurnal Agrisep, Vol. 12 No. 1 2011.
Keraf, Sony, 2006. Etika Lingkungan . Kompas, Jakarta
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan
Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
Nababan, A. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Adat. Makalah.
http://dte.gn.apc.org/AMAN/Puplikasi. Didownlod, tgl.16.4.2016.
Nababan, 1995. Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan Di Indonesia. Jurnal Analisis CSIS : Kebudayaan, Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan. Tahun XXIV No. 6 Tahun 1995
Sahdan. G. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa. Artikel Ekonomi Rakyat Dan Kemiskinan dalam Jurnal Ekonomi
Rakyat (Maret 2005).
http://ekonomirakyat.org/edisi Maret2005/artikel 4.htm (02/5/2016). Soegijoko. Budhy Tjahjati et al. 1997. Bunga
Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Sibarani, Robert. 2012. Pendekatan
Antropolinguistik Dalam Menggali Kearifan Lokal Sebagai Identitas
Bangsa. Prosiding The 5th
International Conference on
Indonesian Studies: “Ethnicity and Globalization”. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Yulianto, T. 2005. Fenomena
Program-Program Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Klaten (Studi Kasus Desa Jotangan Kecamatan Bayat). Tesis Program Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang. Tidak Dipublikasikan.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas