• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN

IRENE NUSANTI

Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta nuss.peace@yahoo.com

Abstrak

Dengan kepemimpinan pembelajaran, kepala sekolah dapat memberikan layanan prima sehingga potensi peserta didik berkembang secara maksimal. Artikel ini membahas konsep-konsep untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah, yaitu: konsep pengembangan karakter, thinking skill, leader, true learning, konsep move on, move up. Pembahasan pengembangan karakter menggambarkan bahwa karakter harus dikembangkan dengan prinsip seperti burung rajawali. Pembahasan thinking skill menggambarkan bahwa possibility thinking dan positive thinking perlu dikembangkan dalam pembelajaran. Pembahasan t konsep leader menggambarkan bahwa pemimpin harus memberikan pengaruh positif. Pembahasan konsep true learning menekankan adanya perubahan nyata dalam diri peserta didik. Sedangkan pembahasan konsep move on, move up menggambarkan bahwa peserta didik diarahkan untuk menunjukkan perbaikan kualitas hidup. Kesimpulannya, dengan mempelajari hal-hal yang dapat digunakan untuk mengembangkan kepemimpinan pembelajaran, kepala sekolah dapat menjadi pemimpin pembelajaran yang mampu membelajarkan setiap warga sekolah.

Kata Kunci: kepemimpinan pembelajaran, pengembangan karakter, thinking skill, leader, true learning, konsep move on, move up.

A. PENDAHULUAN

Disamping materi inti dari modul Kepemimpinan Pembelajaran yang diperuntukkan bagi diklat kepala sekolah, fasilitator juga mengembangkan materi dari sumber-sumber lain untuk memperkaya wawasan para kepala sekolah. Dengan penambahan materi yang diambilkan dari sumber-sumber lain, diharapkan sesi Kepemimpinan Pembelajaran semakin dapat membekali kepala sekolah dengan jiwa kepemimpinan yang menggelora, sehingga membuat suatu pembelajaran yang tidak mungkin menjadi mungkin untuk diwujudkan. Dengan senantiasa memiliki semangat untuk memikirkan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, maka seorang kepala sekolah akan selalu memiliki motivasi tinggi untuk dapat membuktikannya. Kedatangan kepala sekolah setiap harinya tidak lagi hanya sekedar datang pagi dan pulang sore saat pekerjaan sudah selesai. Atau kedatangan kepala sekolah tidak sekedar merupakan sebuah

(2)

2 perjalanan rutin dari rumah ke kantor, tetapi menjadi lebih dari itu, yaitu sebuah perjalanan untuk mencoba membuktikan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, sekecil apa pun itu. Dengan demikian, perjalanan kepala sekolah menjadi perjalanan yang mengasyikkan karena dipenuhi dengan keingintahuan akan hal-hal yang dicobakan untuk mendapatkan berbagai kemungkinan dari sesuatu yang tadinya dianggap tidak mungkin.

Pada tulisan berikut akan dijelaskan hal-hal terkait dengan beberapa point penting untuk meningkatkan kepemimpinan pembelajaran seorang kepala sekolah, yaitu:

1. Pengembangan Karakter 2. Pengembangan thinking skill 3. Konsep seorang leader. 4. Konsep true learning 5. Konsep move on, move up

Diharapkan dengan mempelajari lebih dalam terkait dengan kelima hal di atas dan kemudian mencoba untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, seorang kepala sekolah akan lebih memiliki pengalaman untuk dibagikan. Dengan pengalaman yang diperoleh melalui serangkaian keberhasilan dan kegagalan akan membuat kepala sekolah menjadi lebih berwibawa karena ia bisa menceritakan sesuatu, tidak hanya dari teori yang ada di buku-buku tetapi juga dari praktek langsung.

B. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN

Bagi seorang kepala sekolah, mempelajari teori kepemimpinan pembelajaran belum cukup untuk menjadikannya seorang pemimpin pembelajaran yang handal. Untuk itu, ada beberapa hal penting yang dapat menunjang keberhasilan seorang kepala sekolah dalam memainkan perannya sebagai seorang pemimpin pembelajaran.

1. Pengembangan Karakter

Dalam modul kepemimpinan pembelajaran disebutkan bahwa tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah agar seorang pemimpin dapat memberikan layanan prima kepada semua peserta didik sehingga mereka mampu mengembangkan potensi kualitas untuk menghadapi tantangan yang turbulen. Tantangan turbulen di sini menggambarkan suatu tantangan yang naik dan turunnya serba tidak menentu. Ketidakpastian ini sering menimbulkan perasaan khawatir yang berlebihan. Sebuah ketidakpastian harus dihadapi dengan suatu kepastian, yang ditunjukkan dengan karakter kuat, tidak mudah diombang-ambingkan oleh situasi, permasalahan, atau orang yang kurang bertanggungjawab. Seorang yang tidak mudah

(3)

3 diombang-ambingkan akan menemukan ketenangan dan ketenangan ini yang akan menimbulkan stabilitas dalam dirinya (Maxwell, 2010). Oleh karena itu, adalah kewajiban seorang kepala sekolah untuk mendukung kegiatan yang mengarah pada pengembangan karakter. Peserta didik perlu dilatih secara terus menerus dengan berbagai cara agar mereka memiliki karakter yang kuat, tidak mudah menyerah. Karakter yang dimaksud tidak hanya perlu diajarkan secara teori dalam suatu mata pelajaran tersendiri, melainkan setiap guru memiliki kewajiban untuk menanamkan karakter ini. Akan tetapi, sebelum seorang guru berpartisipasi dalam kegiatan penanaman karakter pada peserta didik, akan lebih berwibawa jika guru yang bersangkutan mempraktekkan terlebih dahulu. Dengan demikian, ada pengalaman pribadi yang dapat dibagikan, misalnya: bagaimana kesulitannya dan bagaimana bahagianya ketika berhasil mengatasi suatu permasalahan dengan mencoba mempraktekkan prinsip pantang menyerah. Untuk mengembangkan karakter, seorang kepala sekolah yang adalah leader, dapat menggunakan prinsip rajawali. Seperti diketahui, burung rajawali merupakan burung yang kuat dan mampu terbang tinggi dengan kemampuannya menembus badai. Kehebatan burung rajawali inilah yang dapat diambil sebagai pelajaran untuk menghadapi tantangan turbulen yang dapat terjadi pada siapa saja dan di mana saja, serta kapan saja. Adapun prinsip rajawali tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Prinsip 1

Rajawali menggambarkan orang yang tidak suka hidup sekedar bergerombol tanpa ada tujuan yang jelas. Hal ini disebabkan orang tersebut memiliki visi jelas yang harus dicapai dan visi ini tidak mungkin dicapai kalau cara hidup yang ditempuh adalah sekedar ikut arus, bergerombol ke sana kemari mengerjakan tugas ini dan itu, tanpa tahu secara pasti tujuan dari mengerjakan tugas-tugas tersebut. Bagi orang seperti rajawali, dia akan memilih mengambil keputusan untuk mengerjakan tugas-tugas yang dapat menunjang tercapainya visi yang sudah ditetapkan. Dia juga berani mengambil resiko untuk tidak bergaul dekat dengan orang-orang yang memang tidak memiliki visi yang tidak jelas atau visi yang jelas berbeda sama sekali dengan visinya. Dia akan memilih untuk berteman dekat dengan orang-orang yang memiliki visi sama. Hal ini ditempuh dengan suatu kesadaran bahwa dengan siapa seseorang bergaul itulah yang akan menentukan apakah visi tercapai atau tidak.

Prinsip 2

Seekor rajawali memiliki pandangan yang tajam. Hal ini menggambarkan seseorang dengan visi yang jelas. Visi jelas inilah yang membuatnya tetap teguh melangkah di jalur yang mengarah ke tercapainya visi, sekali pun banyak halangan. Dengan kata lain, halangan tidak

(4)

4 membuatnya berpaling dari visi tersebut. Karena fokus pada visi itulah yang akan menentukan keberhasilan.

Prinsip 3

Rajawali adalah burung yang tidak memakan bangkai. Hal ini menggambarkan output yang diharapkan harus sesuai dengan input yang diusahakan. Input yang tidak baik digambarkan sebagai bangkai. Jika seseorang selalu memasukkan input yang tidak baik, maka output yang dihasilkan juga tidak akan baik. Input ini dapat masuk melalui penglihatan dan telinga. Hal-hal apakah yang sering ditangkap oleh indera penglihatan: hal positif atau hal negatif. Demikian pula dengan pendengaran, hal-hal apakah yang sering didengarkan: hal yang membangun atau hal yang menghancurkan.

Prinsip 4

Rajawali senang dengan badai. Bagi rajawali, badai adalah hal yang dapat membawanya terbang tinggi. Dalam hal ini menggambarkan seseorang yang tidak mengeluh ketika tertimpa masalah, karena melalui masalah seseorang dapat mengalami hal-hal yang luar biasa jika yang bersangkutan tidak putus asa. Dengan kata lain, masalah tidak untuk dihindari tetapi untuk dihadapi. Kemampuan untuk mengatasi sebuah masalah itulah yang akan membawa seseorang naik ke level yang lebih tinggi.

Prinsip 5

Prinsip kelima menggambarkan seekor rajawali betina yang menguji rajawali jantan dengan menyuruh menangkap ranting-ranting yang dijatuhkan rajawali betina untuk melihat kesungguhan rajawali jantan. Gambaran ini memberikan pelajaran bahwa untuk menjalin hubungan kerjasama dengan orang lain, seseorang perlu menguji terlebih dahulu komitmen dari orang yang mau diajak kerjasama. Dengan kata lain, kerjasama tidak bisa dibangun hanya dengan mempercayai kata-kata manis yang diberikan.

Prinsip 6

Ketika tiba saatnya untuk bertelor, rajawali jantan dan betina akan bersama-sama mencari tempat yang cocok untuk bertelor. Setelah itu, rajawali jantan akan terbang mencari ranting, rumput dan duri untuk membuat sarang. Persiapan membuat sarang menggambarkan persiapan dan kesiapan seseorang dalam menghadapi perubahan agar jika perubahan benar-benar datang tidak menimbulkan kebingungan.

Prinsip 7

Ketika rajawali menjadi tua, dia akan mengasingkan diri sambil mencabuti bulu-bulunya yang sudah lapuk. Dia akan terus berada di tempat pengasingan sampai bulu-bulu barunya tumbuh kembali dan memperoleh kekuatan baru untuk terbang. Hal ini menggambarkan bahwa dalam

(5)

5 kehidupan ada saatnya orang harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan dan hal-hal yang tidak baik, atau bahkan pekerjaan-pekerjaan yang tidak tepat, karena hal tersebut tidak menunjang visi yang sudah ditetapkan. Misalnya ada jenis pekerjaan yang terlalu banyak menyita waktu, dimana waktu tersebut sebenarnya bisa digunakan untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih tepat karena lebih bisa untuk mencapai visi.

2. Mengembangkan thinking skill

Disamping pengembangan karakter, hal lain yang perlu dilatihkan adalah ‘thinking skill’. ‘Thinking skill’ di sini lebih difokuskan pada pengembangan possibility thinking, positive thinking, dan menghindari popular thinking. Thinking skill menjadi bagian dari materi ini karena kemampuan berpikir seseorang akan mempengaruhi keberhasilan seseorang, dalam hal ini peserta diklat. Serajin apapun seorang peserta diklat belajar kalau tidak disertai dengan cara berpikir yang benar, maka yang bersangkutan belum tentu akan berhasil. Sedangkan possibility thinking merupakan salah satu cara berpikir yang mengembangkan konsep bahwa segala sesuatu adalah mungkin. Dengan kata lain, jangan pernah mengatakan bahwa sesuatu tidak mungkin. Dengan mengatakan bahwa sesuatu tidak mungkin maka seseorang sebenarnya sedang menghalangi dirinya sendiri untuk tidak mengusahakan sesuatu yang memungkinkan sesuatu dapat terjadi. Sebaliknya, seorang peserta diklat dengan possibility thinking akan cenderung tidak gampang menyerah. Baginya, jika satu jalan tidak berhasil, pasti masih ada jalan lain. Dengan demikian, motivasi untuk mencari dan terus mencari selalu ada. Sesuatu yang kelihatannya mustahil bisa menjadi suatu kenyataan, sekalipun dalam tahap awal banyak orang yang menertawakan dan mungkin juga idenya dianggap tidak masuk akal. Maxwell (2009) dalam bukunya ‘How Successful People Think’ mengatakan bahwa orang dengan possibility thinking cenderung menjadi orang yang bahagia, karena baginya selalu ada jalan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Untuk dapat mengembangkan possibility thinking, seseorang dituntut untuk memiliki positive thinking terlebih dahulu. Sangat sulit bagi seorang negative thinker untuk dapat mengembangkan possibility thinking. Oleh karena itu, memiliki positive thinking sebagai lifestyle adalah dasar untuk dapat berhasil mengembangkan possibility thinking. Cara berpikir ketiga yang dibahas dalam artikel ini adalah popular thinking. Popular thinking merupakan salah satu jenis cara berpikir yang popular di kalangan masyarakat. Hal ini terjadi karena orang cenderung ingin menjadi popular. Oleh karena itu, apa yang sedang populer di masyarakat diikutinya, tanpa melihat terlebih dahulu apakah yang diikuti baik atau tidak baik. Maxwell (2009) mengindikasikan popular thinking sebagai cara berpikir yang tidak baik. Ada beberapa alasan mengapa orang memilih popular thinking, yaitu:

(6)

6 a. Ada rasa aman. Tidak semua orang mau mengambil resiko untuk berbeda karena berbeda berarti tidak memiliki banyak teman. Dari segi keamanan, orang yang tidak mengikuti popular thinking cenderung ‘kurang aman’.

b. Ringan, orang tidak perlu berpikir keras karena tinggal mengikuti pikiran orang yang sudah ada

c. Memiliki kekuatan. Orang yang mengikuti popular thinking cenderung hanya mengikuti arus yang banyak, karena menurutnya arus yang banyak memiliki kekuatan.

Dengan mengetahui konsep thinking skill, kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di bidang pembelajaran diharapkan dapat mengarahkan pendidik dan juga peserta didik untuk bisa memiliki kualitas berpikir seperti yang dimiliki oleh orang-orang sukses.

3. Konsep seorang leader

Sebagai seorang kepala sekolah, salah satu peran yang harus dilakukan adalah peran sebagai leader. Maxwell (2009) mendefinisikan leader sebagai pengaruh atau mempengaruhi, tidak kurang tidak lebih. Dalam hal ini, Maxwell berusaha untuk menekankan bahwa seorang leader, karena posisinya, dapat memberikan atau menimbulkan pengaruh kepada bawahannya atau orang-orang di sekitarnya. Akan tetapi dalam hal ini Maxwell ingin menegaskan bahwa karena begitu strategisnya posisi seorang leader, maka apa pun yang dikatakan dan diperbuat akan dengan cepat mempengaruhi orang lain. Jangan sampai yang terjadi adalah sebaliknya, seorang leader dipengaruhi oleh bawahan atau pun orang-orang di sekitarnya. Jika hal ini terjadi, maka pemimpin yang sedang menjalankan perannya sebagai seorang leader tidak akan mempunyai wibawa sama sekali, bahkan cenderung dipermainkan karena tidak memiliki integritas. Pemimpin yang baik diharapkan dapat menimbulkan pengaruh positif. Tapi pengaruh positif tidak akan terjadi apabila pemimpin hanya sekedar memperkatakan hal-hal positif tetapi tidak memiliki pengalaman nyata tentang hal tersebut karena tidak pernah melakukannya. Kepala sekolah sebagai seorang leader akan sangat memiliki pengaruh dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran. Paling tidak apakah dia juga bisa dilihat sebagai sosok yang senantiasa belajar? Belajar tidak selalu diartikan sebagai belajar formal di suatu sekolah. Belajar di sini lebih cenderung pada kemauan seseorang untuk senantiasa berubah dan memperbaiki diri. Jika ia dilihat sebagai sosok yang senantiasa belajar dan mau memperbaiki diri, maka secara tidak langsung ia sudah memimpin dalam arti menggiring orang lain untuk melakukan hal yang sama, yaitu senantiasa belajar.

(7)

7 Dalam sekolah pembelajar, etos belajar sangat dapat dirasakan sekali. Dalam hal ini, Tee (2005) mengatakan bahwa sekolah dengan konsep organisasi belajar mendorong setiap orang yang ada di sekolah untuk belajar. Jadi, yang belajar tidak hanya peserta didik saja, melainkan kepala sekolah, guru-guru dan segenap tenaga kependididkan juga ikut belajar sesuai dengan bidangnya masing-masing. Belajar di sini tidak selalu diartikan membaca buku, walaupun membaca buku menjadi salah satunya. Banyak orang yang menyatakan dirinya belajar tetapi sebenarnya mereka tidak mendasarkan pada konsep true learning, sehingga apa yang dipelajari tidak membawa pada suatu perbaikan. Belajar yang sesungguhnya adalah belajar yang membawa perubahan, dan perubahan yang ditimbulkan akan membuat seseorang ingin belajar lagi (Tee, 2005). Disamping kegiatan belajar harus diusahakan terus menerus, apa yang dipelajari haruslah yang mengandung ‘good value’ (Tee, 2005). Jika sebagai pendidik, atau dalam hal ini kepala sekolah, tidak mengimpartasikan nilai-nilai yang baik, maka pembelajaran yang dilaksanakan hanya menghasilkan sekumpulan orang-orang pintar tetapi bermasalah dan tidak memiliki integritas. Jadi, tidak semestinya sekolah hanya menginginkan supaya peserta didiknya mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang bagus, tetapi perlu juga untuk mendapatkan nilai-nilai hidup yang bagus. Tee sangat menekankan pada hal ini, terlebih di era sekarang ini, sebagai seorang pemimpin pembelajaran kepala sekolah harus benar-benar tahu nilai-nilai yang akan diperoleh peserta didik selama mereka belajar di sekolah. Untuk memperjelas konsep good value, Tee memberikan contoh berikut.

a. Organisasi teroris bisa jadi juga merupakan sebuah organisasi pembelajar karena orang-orangnya juga dapat belajar dengan baik dan cepat

b. Pengusaha yang suka menipu orang, bisa jadi mereka adalah orang yang cerdas dan memiliki banyak ilmu.

Dari kedua contoh, jelas bahwa sebagus apapun ilmu yang diperoleh seseorang kalau tidak didasari dengan good values tidak akan memberikan dampak positif bagi orang lain.

5. Konsep move on, move up.

Gambaran yang sering dilihat ketika kenaikan kelas adalah adanya perasaan senang, misalnya: peserta didik kelas satu yang naik ke kelas dua merasa senang, orang tua senang, guru pun juga senang. Tetapi pernahkah seorang kepala sekolah bertanya dalam hati tentang ada tidaknya suatu nilai yang telah tertanam dalam diri peserta didik yang kelak akan bermanfaat bagi kehidupannya di masa datang? Ataukah peserta didik tersebut sekedar naik kelas karena secara nilai dia menunjukkan nilai tertentu yang memungkinkannya untuk naik kelas? Apakah peserta didik hanya menerima suatu input yang dikemas dalam bentuk mata pelajaran dan kemudian

(8)

8 pada periode tertentu dilakukan penilaian? Gambaran ini menggambarkan kejadian yang hanya sekedar ‘move on’, berpindah dari kelas satu ke kelas dua. Kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran perlu menekankan pada penanaman nilai-nilai tertentu pada peserta didik untuk tidak bangga hanya dengan prestasi naik kelas, kalau tidak ada nilai tambah lain dalam diri setiap peserta didik yang diperoleh ketika mereka menduduki kelas tertentu. Nilai tambah di sini maksudnya adalah nilai-nilai yang membawa peserta didik pada perbaikan kualitas hidup sebagai seorang peserta didik, dalam hal ini adalah konsep move up. Banyak peserta didik yang mampu naik kelas dengan nilai yang tidak jelek tetapi tidak menunjukkan peningkatan kualitas hidup. Kalau dikembalikan kepada konsep belajar menurut Tee (2005), naik ke jejang pendidikan yang lebih tinggi tanpa disertai dengan peningkatan kualitas hidup berarti sebenarnya peserta didik tersebut tidak belajar. Karena seperti dijelaskan sebelumnya bahwa belajar menurut Tee (2005) akan mengakibatkan adanya perubahan dalam diri si pembelajar. Dan kemudian perubahan yang terjadi akibat belajar akan memotivasi si pembelajar untuk dapat belajar lebih lagi. Jadi, sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang kepala sekolah tidak boleh sekedar mengupayakan supaya kelulusan maksimal atau supaya tidak banyak peserta didik yang tidak naik kelas. Lebih dari itu, kepala sekolah harus memastikan bahwa kenaikan kelas/kelulusan diiringi dengan bertambahnya pemahaman peserta didik terhadap nilai-nilai seperti yang dimaksud dalam point sebelumnya.

C. PENUTUP

Begitu pentingnya peran kepala sekolah sebagai seorang pemimpin pembelajaran, maka pada diklat kepala sekolah materi kepemimpinan pembelajaran perlu dikembangkan lebih jauh agar kepala sekolah memiliki bekal yang cukup terkait dengan pengembangan karakter, pengembangan thinking skill, pemahaman tentang konsep kepemimpinan, konsep belajar yang sesungguhnya, dan konsep move on, move up. Dengan memahami hal-hal tersebut, seorang kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran tidak akan membatasi dirinya pada masalah rutinitas belajar di sekolah atau ritual ujian yang begitu menyita banyak waktu dan pikiran. Sebagai tambahannya, kepala sekolah akan memberikan waktu yang cukup untuk memikirkan tidak hanya tentang pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga nilai-nilai hidup apakah yang akan diperoleh peserta didik yang dapat dipakai sebagai bekal di kemudian hari?

REFERENSI

(9)

9

http://sharelife.wordpress.com/2007-principles-of-an-eagle-dr-myles-monroe,/downloaded March 2, 2011).

Maxwell, C. John. How Successful People Think. New York: Hatchet Book Group. Maxwell, C. John. Podcast: Success. Diakses dari

http://www.youtube.com/watch?v=yU8lUimI-Mk pada 15 Juli 2010 Meyer, Joyce. 2009. Never Give Up. New York: Faith Words

Meyer, Joyce. 2010. Power Thought. New York: Faith Words

Osteen, Joel. 2005. My Best Life Now: Steps to Live at Your Full Potential. USA Tee, Pak Ng. 2005. The Learning Organization. Singapore: Pearson Prentice Hall Tee, Pak Ng. 2005. Grow Me. Singapore: Pearson Prentice Hall.

BIODATA

Nama :IRENE NUSANTI NIP :196107151986032001 Pangkat/ Gol :Pembina Tk I/ IVb Jabatan :Widyaiswara Madya Unit Kerja : PPPPTK Seni Budaya

Referensi

Dokumen terkait

Pastikan nilai “Default Mark” adalah jumlah dari seluruh score “Exact” dan “Tolerant” (jika kedua metode digunakan) pada bagian “Blackbox Test Cases” + score maksimum dari

--- Pada hari ini Rabu tanggal Sepuluh Desember tahun Dua Ribu Empat Belas, bertempat di Kantor Kepala Desa Klari Kecamatan Klari Kabupaten Karawang, kami Badan

diperoleh dari uji hipotesis menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara penyesuaian diri dengan self-esteem sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien

Maka dapat disimpulkan, regangan (strain) adalah perubahan bentuk benda yang terjadi karena gaya yang diberikan pada masing-masing ujung benda dan arahnya menjauhi

Karena saat ini anak-anak lebih suka menonton televisi dibandingkan membaca buku atau melakukan kegiatan lainnya, maka tak dipungkiri anak-anak tersebut bisa

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (3), Pasal 19 ayat (3) dan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 3 Tahun 2013

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan melalui musik dalam peribadatan Anak Sekolah Minggu, tidak hanya menekankan pada penanaman nilai melalui

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui dan mengungkapkan latar belakang pentingnya komunikasi sibernetika dalam penerbangan, khususnya dalam rangka mewujudkan