BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rokok
2.1.1. Sejarah Rokok
Pada abad 600-900 SM, American Indians adalah manusia pertama yang mula menanam tembakau untuk kegunaan medis dan keagamaan. Penanaman tembakau untuk dijual dimulai di Amerika Utara pada tahun 1612. Pada tahun 1800, rata-rata konsumsi rokok adalah sebanyak 40 batang setahun. Kemudian, James Bonsack menciptakan satu mesin yang dapat memproduksi 120,000 rokok per hari. Merek rokok yang pertama di dunia adalah Duke of Durham dan perusahaan tembakau pertama adalah di Amerika Serikat dengan nama American Tobacco Company. Tembakau merupakan komponen utama rokok yang merujuk kepada daun tembakau kering yang dirajang (Jacobs, 1997).
2.1.2. Jenis Rokok
Terdapat tiga jenis sediaan tembakau, yaitu:
1. Gulungan tembakau (rolls of tobacco) yang dibakar dan dihisap (rokok). Contohnya adalah bidi, cigar, cigarette.
2. Pipa (pipes)
3. Sediaan oral (oral preparations) untuk digunakan dengan cara mengunyah dan didiamkan di dalam mulut atau ditempatkan di dalam hidung.
Contohnya adalah snuff, snus, betel quid.
Kretek dikenal juga dengan nama rokok cengkeh, karena mengandung 40% cengkeh dan 60% tembakau. Sediaan ini sangat terkenal di Indonesia. Suatu studi di Indonesia memperlihatkan bahwa perokok kretek mempunyai resiko 13 – 20 kali lebih besar untuk terjadinya kerusakan paru dibandingkan dengan bukan perokok (Gondodiputro, 2007).
Gambar 2.1: Produksi jenis-jenis rokok di Indonesia (Barber, S. et al. (2008). Tobacco Economics in Indonesia. International Against Tuberculosis and Lung Disease)
2.1.3. Kandungan Rokok
Terdapat 4000 bahan kimia di dalam rokok. 51 dari bahan kimia tersebut merupakan karsinogenik.
Karbon monoksida asap kenderaan Bahan kimia Terdapat dalam:
Nikotin racun serangga
Tar bahan untuk membuat jalan Arsenik racun tikus
Amoniak bahan pembersih Asam sianida (HCN) racun kamar gas Sianida sangat beracun Aseton penghapus cat kuku Butane cairan dalam korek api DDT racun serangga
Formaldehid mengawet mayat Asam sulfide (H₂S) bateri mobil
Kadmium untuk cas kembali bateri Freon merusakkan lapisan ozon bumi Asam geranik pewangi
Methoprene racun serangga
Maltitol pemanis yang tidak dibenarkan untuk digunakan dalam makanan di Amerika Serikat
Table 2.1: Bahan kimia yang terkandung dalam rokok (Jacobs, M. (1997). The First to the Last Ash: The History, Economics and Hazards of Tobacco)
Tiga zat yang paling dikenal dalam rokok: 1. Karbon Monoksida (CO)
Unsur ini dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari arang atau karbon.
Sebatang rokok dapat menhasilkan 3-6% gas CO. Gas ini mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin dan memepunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap hemoglobin dibandingkan dengan oksigen. Ini akan menyebabkan sel darah merah kekurangan oksigen dan terjadi spasme pembuluh darah. Bila proses ini berlangsung secara terus menerus, maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan).
2. Nikotin
Kandungan nikotin dalam rokok adalah sebanyak 0,5-3 nanogram. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. Pada paru – paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia dan mempunyai efek adiktif dan psikoaktif. Nikotin akan merangsang hormon kathelokamin(adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Ini akan menyebabkan tekanan darah meningkat dan menimbulkan hipertensi. Efek lain dari nikotin adalah menyebabkan
penggumpalan trombosit dan terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah yang sudah sempit akibat efek CO.
3. Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam. Tar merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru – paru. Kandungan tar dalam rokok adalah sebanyak 0,5-35 mg/batang dan dapat menyebabkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru karena tar merupakan suatu zat karsinogen (Gondodiputro, 2007).
2.1.4. Dampak Rokok
Seorang perokok berat mempunyai resiko tinggi untuk mengalami Peripheral Vascular Disease (PVD).Arteri yang menuju ke seluruh ekstremitas akan mengalami penyempitan sehingga darah yang kaya dengan oksigen tidak dapat menuju organ yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Jika tidak ada darah yang mencapai ke empat ekstremitas, maka akan terbentuk gangren. Bagian ekstremitas yang mengalami nekrosis harus diamputasi. Pria yang menderita PVD akan memiliki kemungkinan untuk mengalami disfungsi ereksi.
Zat-zat kimia yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan terjadinya arteriosklerosis yaitu terjadinya penebalan dan pengerasan pembuluh darah sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk menyalurkan darah dan ini akan menyebabakan peningkatan tekanan darah. Jika terjadi penyumbatan di pembuluh darah yang memperdarahi otot jantung, maka akan terjadi hipoksia pada otot-otot jantung dan hal ini jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Akibat proses aterosklerosis yaitu penyempitan dan penyumbatan aliran darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen dan ini akan mengakibatkan gangguan pada daya ingat manusia. Studi tentang hubungan tembakau dan daya ingat juga dilakukan baru – baru ini. Dari hasil analisis otak, peneliti dari Neuropsychiatric Institute University of California menemukan
bahwa jumlah dan tingkat kepadatan sel yang digunakan untuk berpikir pada orang yang merokok jauh lebih rendah daripada orang yang tidak merokok. Merokok juga meningkatkan resiko untuk menderita penyakit saluran pernafasan seperti bronkitis dan emfisema. Ketika mengalami bronkitis, rongga bronchial akan mengalami inflamasi (peradangan) dan memproduksi mukus yang berlebihan. Mukus ini akan menyumbat saluran tersebut dan menyebabkan batuk. Emfisema merupakan penyakit paru yang tidak dapat diobati. Orang yang mengalami penyakit ini akan menggunakan banyak energi untuk bernafas. Oleh itu akan menyebabkan kesulitan bernafas dan penderita emfisema mudah lelah. Pada pria dewasa, merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya impotensi.Hal ini karena adanya penyempitan pembuluh darah sehingga darah tidak dapat masuk ke penis. Pada wanita dapat memyebabkan osteoporosis. Perokok juga memiliki resiko mengalami ulkus lambung (Gondodiputro, 2007).
Perokok juga beresiko untuk mengalami katarak. Hal ini disebabkan oleh zat sianida yang terkandung dalam rokok yang menyebabkan terjadinya karbamilasi protein lensa sehingga akan terjadi Punctuate Type Cataract (PTC) (Yanoff, 2004).
Table 2.2: Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok (Jacobs, M. (1997). The First to the Last Ash: The History,
2.2. Parameter Hematologik 2.2.1. Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah 8% dari berat badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah (Ganong, 2010).
Gambar 2.2: Komposis darah (Anthony, L.M. (2010). Junqueira’s Basic Histology text and atlas. 12th ed. USA: McGraw Hill Companies)
2.2.2. Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa O2 pada eritrosit dan di bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Hemoglobin terdiri atas dua pasang rantai polipeptida (globin) dan setiap globin mengandung heme yaitu zat besi. Pada keadaan normal, hemoglobin terdiri dari 2 polipeptida yaitu rantai α yang mengandung 141 asam amino 2 polipeptida lain adalah rantai β yang mengandung 146 asam amino. Bukan semua hemoglobin adalah hemoglobin A pada keadaan normal tetapi sebanyak 2,5% adalah hemoglobin A2 yaitu rantai β diganti dengan rantai δ yang mempunyai 146 asam amino.(Ganong, 2010).
2.2.2.1. Fungsi Hemoglobin
Mengangkut O2 dari organ respirasi ke jaringan perifer dengan cara
membentuk oksihemoglobulin. Oksihemoglobin ini akan beredar ke seluruh jaringan tubuh. Jika kandungan O2 didalam tubuh lebih rendah dari jaringan paru-paru, maka ikatan oksihemoglobulin akan dibebaskan dan O2 tersebut akan digunakan dalam metebolisme sel.
Mengangkut karbon dioksida dari berbagai proton seperti ion Cl- dan ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat (H2CO3) dari jaringan perifer ke organ respirasi untuk diekskresi. Oleh karena itu, hemoglobin juga termasuk salah satusistem buffer atau penyangga untuk menjaga
keseimbangan pH ketika terjadi perubahan PCO2 dalam darah (Sherwood, 2001).
2.2.2.2. Kadar Normal Hemoglobin
Bayi baru lahir : 17 gram / dl
Anak : 12 gram / dl
Remaja : 13 gram / dl Pria dewasa : 16 (± 2) gram / dl Wanita dewasa : 13 (±2) gram / dl Wanita postmenopause : 14 (±2) gram / dl Wanita hamil : 12 (±2) gram / dl (Harrisons, 2012)
2.2.2.3. Proses Pembentukan Hemoglobin
Menurut Hillman, Ault dan Rinder (2005), proses sintesis hemoglobin yang normal memerlukan cadangan zat besi yang mencukupi dan produksi protoporphyrin dan globin yang normal. Proses sintesis protoporphyrin dimulai di dalam mitokondria dengan pembentukan delta aminolevulenic acid (δALA) daripada glycine dan succinyl-CoA yang berasal dari siklus asam sitrat. Seterusnya, terjadi pembentukan porphobilinogen, uroporphyrin dan coproporphyrin di sitoplasma sel. Dua molekul δALA bergabung membentuk porphobilinogen yang mengandung satu rantai pyrrole. Melalui proses deaminasi, empat prophobilinogen digabungkan menjadi hydroxymethyl bilane, yang kemudiannya dihidrolisis menjadi uroporphyrin. Uroporphyrin kemudiannya mengalami dekarboksilasi menjadi coporphyrin. Enzim coporphyrin oxidase mengoksidasi coporphyrin kepada protpoporphyrinogen. Protoporphyrinogen seterusnya dioksidaksikan membentuk protoporphyrin dan 2,3-DPG akan terlepas dari posisi asalnya yaitu di antara rantai β-globin lalu membuka molekul heme untuk menerima oksigen. Seterusnya, oksigen yang berikatan dengan salah satu kelompok heme akan meningkatkan afinitas kelompok heme yang lain kepada oksigen. Interaksi ini yang menyebabkan terjadinya bentuk ”sigmoid” pada kurva disosiasi oksigen. Proses terakhir adalah penggabungan rantai protoporphyrin dengan ion ferous, Fe2+lalu membentuk molekul heme. Proses ini berlaku di dalam mitokondria. Rantai globin pula digabungkan oleh ribosom sitoplasmik yang dikawal oleh dua kluster gene pada kromosom 11 dan 16. Hasil akhirnya adalah molekul globin yang tetramer yaitu dua rantai α-globin dan dua rantai non-α-globin. Penggabungan molekul hemoglobin ini berlaku di sitoplasma sel. Terdapat sebilangan kecil zat besi, protoporphyrin dan rantai globin bebas yang tersisa selepas proses sitesis hemoglobin selesai. Zat besi tersebut disimpan sebagai ferritin dan porphyrin dan diubah kepada zinc.
2.2.3. Proses Hematopoiesis
Gambar 2.3: Hematopoiesis normal (Rashidi, H.H. and Nguyen, J.C. (2012). Hematology Outlines, An Online Textbook & Atlas of Hematology. [Online] Available from
2.2.4. Eritrosit
Bentuk sel darah merah pada keadaan normal adalah dwicekung (biconcave discs) dengan diameter purata 7,8μm, ketebalan 2,5μm dan volume sekitar 90-95 kubik mikrometer. Tidak mempunyai nucleus, mitokondria dan retikulum endoplasma tetapi mempunyai enzim sitoplasma yang dapat memetabolisme glukosa dan membentuk ATP. Sel ini mempunyai masa hidup yang singkat yaitu selama rata-rata 120 hari. Struktur sel darah merah matang yang unik ini memberikan daya lenturan yang maksimal saat melewati pembuluh darah yang sempit (Guyton, 2011).
2.2.4.1. Kadar Normal Eritrosit
Eritrosit berjumlah paling banyak diantara sel-sel darah yang lain. Nilai normal eritrosit rata-rata pada pria adalah 5,4 juta /µL dan untuk wanita 4,8 juta /µL. Setiap sel darah merah mengandung 29 pg hemoglobin. Oleh itu, dalam sirkulasi darah manusia dewasa secara normal mempunyai 3x10¹³ sel darah merah dan 900g hemoglobin (Ganong, 2010).
2.2.4.2. Kelainan Morfologi Eritrosit
Kelainan ukuran eritrosit : 1. Mikrosit
Sel ini berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal seperti pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik dan dapat juga terjadi pada anemia defisiensi besi.
2. Makrosit
Makrosit adalah eritrosit yang berukuran lebih dari 8 um dan sel ini terdapat pada anemia megaloblastik.
Anisositosis tidak menunjukkan kelainan hematologik yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan hapusan darah tepi. Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi (Arjatmo Tjokronegoro et al., 1996).
Kelainan bentuk eritrosit : 1. Ovalosit
Ovalosit adalah eritrosit yang berbentuk lonjong. 2. Sperosit
Eritrosit yang berbentuk lebih bulat, lebih kecil dan lebih tebal dari eritrosit normal.
3. Schitosit atau fragmentosit Sel ini merupakan pecahan eritrosit. 4. Sel target atau leptosit atau sel sasaran
Eritrosit yang mempunyai masa kemerahan di bagian tengahnya disebut juga sebagai sel sasaran.
5. Sel sabit atau sickle cell
Sel seperti ini didapatkan pada penyakit sel sabit yang homozigot (SS).Untuk mendapatkan eritrosit yang berbentuk sabit, eritrosit diinkubasi terlebih dahulu dalam keadaan anoksia dengan menggunakan zat reduktor (Na2S2O5 atau Na2S2O3).Hal ini terutama dilakukan pada penyakit sel sabit heterozigot.
6. Krenasi
Sel seperti ini merupakan artefak yang dapat dijumpai dalam sediaan hapusan darah tepi yang telah disimpan 1 malam pada suhu 200 ºC atau eritrosit yang berasal dari “washed packed cell”.
7. Sel Burr
Sel ini adalah eritrosit yang kecil atau fragmentosit yang mempunyai duri satu atau lebih pada permukaan eritrosit.
Sel ini disebabkan oleh metabolisme fosfolipid dari membran eritrosit. Pada keadaan ini tepi eritrosit mempunyai tonjolan-tonjolan berupa duri.
9. Tear drop cells
Eritrosit yang mempunyai bentuk seperti tetesan air mata. 10. Poiklositosis
Poiklositosis adalah istilah yang menunjukkan bentuk eritrosit yang bermacam-macam dalam sediaan hapusan darah tepi.
11. Rouleaux atau auto aglutinasi
Rouleaux tersusun dari 3-5 eritrosit yang membentuk barisan sedangkan auto aglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit bergumpal (Arjatmo Tjokronegoro et al., 1996).
Kelainan warna eritrosit 1. Hipokrom
Eritrosit yang tampak pucat. Hal ini disebabkan olehkadar hemoglobin dalam eritrosit berkurang.
2. Polikrom
Eritrosit yang lebih besar dan lebih biru dari eritrosit normal.Polikromasi suatu keadaan yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada preparat sediaan hapusam darah tepi. Keadaan ini berkaitan dengan retikulositosis (Arjatmo Tjokronegoro et al., 1996).
2.2.5. Leukosit
Leukosit adalah sel darah putih yang mengandung inti, bening, tidak berwarna, dan ukurnnya lebih besar dari eritrosit. Leukosit terbagi menjadi dua golongan utama yaitu agranular dan granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen dan intinya berbentuk bulat dan dapat dijumpai di darah perifer. Leukosit granular mengandung granula spesifik dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang bentuknya bervariasi.Terdapat tiga jenis leukosit granular yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil, dan dua jenis leukosit agranular yaitu limfosit dan monosit. Kadar normal leukosit rata-rata 4000-11,000 sel per
mikroliter (Ganong, 2010). Masa hidup leukosit granular adalah 4-8 jam dalam sirkulasi darah dan 4-5 hari dalam jaringan (Guyton, 2011).
2.2.5.1. Neutrofil
Neutrofil berfungsi untuk membunuh bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh manusia. Sel-sel ini tertarik ke tempat infeksi oleh substansi kimiawi yang dilepaskan sel yang cedera, kemotaksis. Sel-sel ini menembus dinding kapiler di daerah radang dengan cara diapedesis kemudian mereka memfagositosis dan membunuh kuman. Satu neutrofil dapat memfagosit 3-20 bakteri sebelum mati. Setelah beberapa hari, akan terbentuk pus yang mengandung jaringan yang nekrosis, neutrofil dan makrofag yang mati dan cairan (Guyton, 2011). Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak mencapai 50-70 persen dari jumlah sel darah putih. Kadar normal neutrofil adalah 3000-6000 sel per mikroliter (Ganong, 2010).
2.2.5.2. Eosinofil
Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang banyak jika tubuh terkena infeksi parasit. Pada keadaan umum, ukuran parasit lebih besar berbanding eosinofil. Oleh itu, akan melengket pada parasit tersebut dan melepaskan substansi kimia untuk membunuh parasit tersebut (Guyton, 2011). Eosinofil dalam darah mencapai 1-4 persen dari jumlah sel darah putih, rata-rata 150-300 sel per mikroliter (Ganong, 2010).
2.2.5.3. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu 0.4 persen (Ganong, 2010). Kadar normal basofil 0-100 sel per mikroliter. Memiliki fungsi menyerupai sel mast. Basofil berperan dalam reaksi alergi karena IgE merupakan antibodi yang menyebabkan reaksi alergi tersebut dan melekat pada basofil. Setelah pelekatan antigen antibodi pada sel mast dan basofil, akan terjadi pelepasan histamine, bradikinin dan serotonin dari basofil dan sel mast. Basofil
juga mengandung heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah intravaskular (Guyton, 2011).
2.2.5.4. Limfosit
Kadar limfosit pada keadaan normal adalah 1500-40000 sel per mikroliter yaitu sebanyak 20-40 persen dari jumlah sel darah putih. .Limfosit berfungsi dalam reaksi imunitas. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan immunoglobulin (Ganong, 2010).
2.2.5.5. Monosit
Monosit mencapai 2-8 persen dari jumlah sel darah putih yaitu rata-rata 300-600 sel per mikroliter (Ganong, 2010). Masa hidup monosit adalah 10-20 jam dalam darah sebelum ke jaringan. Setelah di jaringan, monosit mengembang menjdi makrofag jaringan dan dapat hidup selama beberapa bulan (Guyton, 2011).
2.2.6. Trombosit
Trombosit juga dikenali sebagai platelet yang tidak berinti dan diameter 2-4 mikrometer. Kadar normal trombosit dalam darah adalah sebanyak 150,000-300,000 sel per mikroliter. Diproduksi di sumsum tulang dari megakariosit dan kemudian mejadi fragmen-fragmen kecil yang disebut platelet. Masa hidup trombosit adalah 8-12 hari dan setelah itu akan dieliminasi dari sirkulasi darah oleh makrofag yang terdapat di limpa (Guyton, 2011).
2.2.6.1. Struktur Trombosit
Dengan mikroskop elektron, trombosit dapat dibagi menjadi 4 zon dengan masing-masing zon mempunyai fungsi khusus. Keempat zon trombosit adalah zone perifer yang berguna untuk adhesi dan agregasi, zon sol gel menunjang struktur dan mekanisme kontraksi, zon organel yang berperan dalam pengeluaran
isi trombosit serta zon membran yang keluar dari isi granola saat pelepasan (Sherwood, 2001).
2.2.6.2. Fungsi Trombosit
Trombosit berperan dalam pembentukan sumbatan mekanis selama respon hemostatik normal terhadap luka vaskular. Apabila menemu pembuluh darah yang luka, platelet akan membengkak dan menjadi irregular. Protein akan konstriksi dan terjadi pelepasan granul yang mengandung faktor aktivasi. Ini akan menyebabkan platelet melengket pada kolagen jaringan dan protein yang dikenali sebagai von Willebrand factors. Kemudian terjadi sekresi ADP dan tromboksan A2 yang banyak. ADP dan tromboksan A2 menyebabkan trombosit yang ada beragregasi pada tempat luka pembuluh darah tersebut (Guyton, 2011).
2.3. Hubungan Parameter Hematologik Dengan Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar hemoglobin, eritrosit dan leukosit akibat merokok. Peningkatan kadar hemoglobin dan eritrosit adalah disebabkan oleh karbon monoksida (CO) yang diproduksi dari hasil pembakaran karbon yang tidak sempurna bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin (COHb). Akibatnya jaringan akan mengalami hipoksia oleh kerana kekurangan oksigen. Oleh itu akan terjadi peningkatan sekresi eritropoietin dan meningkatnya proses eritropoesis. Selain itu, CO dari rokok mempunyai afinitas terhadap hemoglobin sebanyak 245 kali lebih dari oxygen. Kadar normal COHb pada bukan perokok adalah <1,5% tetapi pada perokok diantara 3-15% (Ashish, G. et al., 2010)
Peningkatan kadar leukosit terjadi karena nikotin yang terdapat dalam rokok akan menstimulasi katekolamin untuk meningkatkan produksi hormon – hormon seperti epinefrin dan kortisol. Hormon ini akan menyebabkan peningkatan produksi leukosit. Selain itu, partikel-partikel iritan yang terdapat dalam asap rokok akan memicu respon inflamasi akut atau kronik dan ini akan meningkatkan jumlah leukosit dalam darah (Kapoor, D. dan Jones, T.H., 2005). Peningkatan
kadar leukosit sebanyak 10% dapat menyebabkan meningkatnya 6,3% resiko untuk terjadi batuk kronik dan 8,9% untuk terjadi bronkitis kronik. Manakala, 9-25% penurunan kadar leukosit darah dapat menurunkan 14% resiko untuk terjadinya kematian akibat penyakit kardiovaskular (Grimm et al., 1985).
Terdapat beberapa penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar trombosit darah akibat merokok (Asif, M. et al., 2013). Hanya satu penelitian menyatakan bahwa peningkatan kadar trombosit adalah disebabkan oleh peningkatan epinefrin akibat nikotin yang terkandung dalam rokok. Ini menyebabkan terjadinya kontraksi pada limpa dan terlepas platelet ke dalam sirkulasi darah. Oleh itu, terjadi peningkatan kadar trombosit (Aghaji, M. et al., 1990).
Peningkatan jumlah sel darah dalam darah perokok dapat menyebabkan viskositas darah meningkat. Peredaran darah akan menjadi kurang efisien dan akan menyebabkan terbentuknya thrombus. Ini akan meningkatkan resiko terjadinya stroke, infark miokardial, thrombosis pada vena dan emboli paru (Asif, M. et al., 2013).