TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Elektro
Disusun oleh:
MARSEL B. HALA BOLI
NIM : 005114074
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Electrical Engineering Study Program
Presented by:
MARSEL B. HALA BOLI
005114074
ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain,
kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,
sebagaimana layaknya karya ilmiah.”
Yogyakarta, 27 Juli 2007
Penulis
kepada :
kepada :
kepada :
kepada :
IESU
IESU
IESU
IESU ---- CRISTE
CRISTE
CRISTE
CRISTE ’IL SALVATORE
IL SALVATORE
IL SALVATORE’
IL SALVATORE
Un
Un
Un
Un
Bunda
Bunda
Bunda
Bunda Maria, atas pertolongan dan
Maria, atas pertolongan dan
Maria, atas pertolongan dan
Maria, atas pertolongan dan
perantaraannya
perantaraannya
perantaraannya
perantaraannya selama ini
selama ini
selama ini
selama ini
Papa dan Mama, kedua saudariku Tercinta Therry dan Osy
Atas semangat, doa, serta dukungan
secara moril maupun materiil
My Old Brother Don’ Marco
Anak2 Teknik Elektro angkatan 2000, Suryo, Sigit BoSS, Freddy,
Nico, Roy
Atas semangatnya berjuang sampai saat-saat terakhir...
Anak2 AC Anilop, My Soccer Team
Thanks to share joy, happiness, cherry, and
enthusiasm during the time.
Forza BiancoRosso Ale…Ale…Ale.. Anilop
Campione
My Best Friend Ever
Fhery en Imel, Bang Syl, Andri, Koko, Benny en Boss Jimmy, Dedi en Amel,
Mbak atri en Mbak Krisna, Doni, Cilef, Kim en Noer, en Ivone juga Balang
VÉÅx âÇàÉ `x? tÄÄ çx à{tà ÄtuÉâÜ tÇw tÜx {xtäç ÄtwxÇ?
VÉÅx âÇàÉ `x? tÄÄ çx à{tà ÄtuÉâÜ tÇw tÜx {xtäç ÄtwxÇ?
VÉÅx âÇàÉ `x? tÄÄ çx à{tà ÄtuÉâÜ tÇw tÜx {xtäç ÄtwxÇ?
VÉÅx âÇàÉ `x? tÄÄ çx à{tà ÄtuÉâÜ tÇw tÜx {xtäç ÄtwxÇ?
tÇw \ ã|ÄÄ z|äx çÉâ ÜxáàA `tàà{xã DDMEKA
tÇw \ ã|ÄÄ z|äx çÉâ ÜxáàA `tàà{xã DDMEKA
tÇw \ ã|ÄÄ z|äx çÉâ ÜxáàA `tàà{xã DDMEKA
tÇw \ ã|ÄÄ z|äx çÉâ ÜxáàA `tàà{xã DDMEKA
““““Th
Th
The biggest fear in life is not Death but Hopelessness.
Th
e biggest fear in life is not Death but Hopelessness.
e biggest fear in life is not Death but Hopelessness.
e biggest fear in life is not Death but Hopelessness.
The biggest Miracle in life is to find Hope from Hopelessness.
The biggest Miracle in life is to find Hope from Hopelessness.
The biggest Miracle in life is to find Hope from Hopelessness.
The biggest Miracle in life is to find Hope from Hopelessness.““““
Marsel B. Hala Boli
005114074
INTISARI
Simulasi perhitungan unjuk kerja radio link system merupakan suatu program
yang berfungsi sebagai program bantu yang memungkinkan kita untuk merancang sebuah
radio link yang memenuhi standar. Simulasi unjuk kerja ini mempunyai banyak
kegunaan, diantaranya mempermudah user dalam memahami lebih dalam tentang radio
link, serta sebagai referensi pemilihan hardware yang akan digunakan.
Simulasi perhitungan unjuk kerja ini dibuat dengan menggunakan bahasa
pemrograman C++, untuk membentuk layoutnya digunakan C++Builder. Inti dari
program ini adalah input-input yang harus diisi untuk mendapatkan output. Output yang
dihasilkan merupakan hasil kalkulasi, dari input koordinat yang digunakan untuk
mengetahui jarak, elevasi untuk mengetahui tinggi antena, serta gain dan losses.
Hasil dari simulasi ini adalah margin total dari radio link system yang
disimulasikan. Margin total inilah yang akan digunakan sebagai parameter baik tidaknya
unjuk kerja sebuah rancangan.
By :
Marsel B. Hala Boli
005114074
ABSTRACT
Simulation of performance calculation on radio link system is represent
functioning program as conducive assistive program to make us possible to design a radio
link fulfilling standard.This program have so many useful, like make easy way for user to
understanding into deep many of think on radio link system, also it useful as reference for
user on make decision choose which one hardware will be used.
Simulation of performance calculation on radio link system was made by using
C++ programming, to build layout form, used by C++Builder. The most importand issues
from this program is input which must be filled to get the output. Output yielded
represent result of calculation, from co-ordinate input used to know the distance,
elevation to know high of antenna, and also gain and losses
Result from this simulation is total margin from radio of link system which was
simulated. This total margin will be used as a parameter good or not the perfomance from
that design.
karena atas berkat dan perlindungan-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan baik dan lancar.
Dalam proses penulisan tugas akhir ini penulis menyadari bahwa ada begitu
banyak pihak yang telah memberikan perhatian dan bantuan dengan caranya
masing-masing sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih antara lain kepada :
1.
Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan-Nya dan Bunda Maria yang menjadi perantara
doa kepada Putera-Nya.
2.
Bapak Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku dekan fakultas
teknik.
3.
Bapak Bayu Primawan, S.T., M.Eng., selaku pembimbing I atas ide-ide yang
berguna, bimbingan, dukungan, saran dan kesabaran bagi penulis dari awal sampai
tugas akhir ini bisa selesai.
4.
Ibu Wiwien Widyastuti, ST, MT, Bapak Pius Yozy Merucahyo, ST, MT, selaku
penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran.
5.
Seluruh dosen teknik elektro atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menimba
ilmu di Universitas Sanata Dharma.
6.
Bapak dan Ibu tercinta atas semangat, doa serta dukungan secara moril maupun
materiil.
7.
Kedua saudariku, Therry dan Osy serta saudaraku Don’Marco atas cinta, dukungan
dan rasa persaudaraan yang tetap hangat walaupun kita saling berjauhan.
Donie, Kampret, Felic, Dedi, Amel, Balang, Ivonne, Khem, Noer, mBak Atri, mBak
Trisna. Terima kasih atas persahabatannya. Kalian selalu ada dan mau berbagi di saat
aku membutuhkan kalian.
10.
Teman-teman AC Anilop : Pram, Heru, Lilik, Nico, Guzzur, Martin, Boedi, LastRow,
Ahock, Yuli, Hasto, McDee, Lijun, Robert, Ulis, Yuris, Pace Ronald, Teddy, Agus,
Etvan, Bent, Atenk, Anest, serta pemain-pemain lainnya yang selalu berbagi
kebahagian dan kecerian di lapangan hijau.
11.
Teman-teman relawan dari ikatan karyawan sanata dharma: Samuel, Mas Agus, Mas
Trie, Mas Darto, Bos Belle, Mas Yusuf, Boe Hartini. Terima kasih atas
pengajarannya tentang peduli akan sesama. Kalian telah membuat hidupku penuh
warna.
12.
Dan seluruh pihak yang telah ambil bagian dalam proses penulisan tugas akhir ini
yang terlalu banyak jika disebutkan satu-persatu.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu berbagai kritik dan saran untuk perbaikan tugas akhir ini sangat
diharapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Terima kasih.
HALAMAN PERSETUJUAN ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...
vi
HALAMAN MOTTO ... vii
INTISARI ... viii
ABSTRACT ...
ix
KATA PENGANTAR ...
x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ...xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Judul ...
1
1.2. Latar Belakang ...
1
1.3. Perumusan Masalah ...
2
1.4. Batasan Masalah ...
3
1.5. Tujuan Penelitian ...3
1.6. Manfaat Penelitian ...
4
1.7. Sistematika Penulisan ...
4
BAB II DASAR TEORI
2.1. WaveLAN Radio Link System ...
7
2.1.1. Frekuensi ...
8
2.1.2. Koordinat Latitute dan Longitude ...
9
2.2. Elemen WaveLAN Radio Link Budget ...
13
2.2.1. Transmitting Side ...
14
2.2.1.1. Transmit Power ...
14
2.2.2.1. Free Space Loss ...
27
2.2.2.2. Zona Fresnel ...28
2.2.2.3. Refleksi ... 33
2.2.2.4. Refraksi ...
33
2.2.2.5. Defraksi ... 34
2.2.2.6. Efek Geografis ...
35
2.2.3. Receiver Side ... 40
2.2.3.1. Antenna Gain Pada Penerima ...
40
2.2.3.2. Receiver Sensitivity ...
40
2.2.2.3. Signal to Noise Ratio ...
40
2.2.4. Fade Margin System ...
41
BAB III RANCANGAN PENELITIAN
3.1. Perancangan Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja ...
43
3.1.1.
Perancangan Input Program ...
44
3.1.1.1. Input program pada sisi pemancar ...
44
3.1.1.2.
Input program pada Propagasi Path Loss ...44
3.1.1.3. Input program pada sisi penerima ...
48
3.1.1.3. Input program pada sisi obstacle ...
48
3.1.2.
Perancangan Output Program ...
49
3.1.2.1. Path Distance ...
49
3.1.2.2.
Tx – Obstacle Distance ...50
3.1.2.3. Tinggi antena Tx dan Rx ...
51
3.1.2.4. Radius Fresnel Zone ...
53
3.1.2.5. Radius bebas obstacle ...
54
3.1.2.6.
Free Space Loss ...
54
3.1.2.7. EIRP ...
55
3.2. Layout Program ... 58
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Penjelasan Interface Program ...
62
4.1.1. User Login ... 62
4.1.2. Input Program ...63
4.1.3. Kalkulasi dan Output Program ...
64
4.1.4. Database ... 65
4.2. Cara Kerja Program ... 66
4.2.1. Cara kerja panel input ...
68
4.2.2. Cara kerja panel output ...
70
4.3. Pengujian Program ...……
71
4.3.1.
Pengujian kalkulasi dengan program sejenis ...
72
4.3.2.
Pengujian kalkulasi dengan perhitungan manual ...
75
4.4. Implementasi Program ... 79
4.4.1.
Implementasi perancangan tanpa obstacle ...
79
4.4.1.1. Perancangan dengan panel antenna ...
81
4.4.1.2.
Perancangan dengan parabolic antenna ... 86
4.4.2.
Implementasi perancangan dengan obstacle ...
90
4.4.2.1. Perancangan dengan omni antenna ...
93
4.4.2.2.
Perancangan dengan yagi antenna ...
100
4.4.2.2.
Perancangan dengan sector antenna ...
106
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ...114
5.2. Saran... 115
DAFTAR PUSTAKA... 116
Tabel 2.1 Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi ……... 9
Tabel 2.2 Nilai normal losses pada kabel ... 24
Tabel 2.3 Free Space loss untuk jarak dan frekuensi tertentu ... 28
Tabel 2.4 Diameter zona fresnel dan free space loss ... 30
Tabel 2.5 Path Loss Exponent untuk kondisi lingkungan yang berbeda ... 36
Tabel 2.6 Terrain path loss menurut kondisi - Lenkurt (1970) ... 37
Tabel 2.7 Humidity Factor Loss menurut kondisi - Lenkurt (1970) ... 37
Tabel 2.8 Climate factor loss menurut kondisi - Lenkurt (1970) ... 38
Tabel 2.9 Hasil Pengukuran Intensitas hujan R0.01 di Indonesia ... 39
Tabel 2.10 Median loss dan Standard Deviasi Topologi lingkungan ... 39
Tabel 3.1 Technical Notes dan penjelasan elemen kalkulasi ... 59
Tabel 4.1 Sumber input berdasarkan group box ... 70
Tabel 4.2 Margin total hasil simulasi menggunakan Metode 1 ... 112
Gambar 2.2
Antena Yagi ... 16
Gambar 2.3
Pola radiasi dari antena Yagi ... 17
Gambar 2.4
Antena Parabolik ... 17
Gambar 2.5
Pola radiasi dari antena Parabolik ... 17
Gambar 2.6
Antena Sektoral ... 18
Gambar 2.7
Pola radiasi dari antena Sektoral ... 18
Gambar 2.8
Antena Omni ... 19
Gambar 2.9
Pola radiasi dari antena Omni ... 19
Gambar 2.10 Tinggi Antena Kedua Site dengan asumsi pertama ... 21
Gambar 2.11 Tinggi Antena Kedua Site dengan asumsi kedua ... 22
Gambar 2.12 Kabel Koaksial ... 23
Gambar 2.13 Konektor Kabel Koaksial ... 26
Gambar 2.14 Fresnel Zone ... 32
Gambar 2.15 Tingkatan lapisan pada fresnel zone ... 32
Gambar 2.16 Peristiwa diffraction atau pembelokan ... 34
Gambar 2.17 Pembelokan oleh obstacle atau halangan ... 35
Gambar 3.1
Blok rancangan program secara umum ... 43
Gambar 3.2
Flowchart dari perhitungan Environmental Path Loss ... 45
Gambar 3.3
Flowchart perhitungan path distance ... 50
Gambar 3.8
Flowchart perhitungan output margin total ... 57
Gambar 3.9
Layout program Perhitungan unjuk kerja Radio Link System ... 58
Gambar 3.10 Flowchart perhitungan unjuk kerja Radio Link System ... 60
Gambar 4.1
Tampilan User Login ... 63
Gambar 4.2
Input pada kolom ”Site Tx” ... 64
Gambar 4.3
Output-output pada program ... 64
Gambar 4.4
Penyimpan hasil simulasi ke database ... 65
Gambar 4.5
Load data dari database ... 66
Gambar 4.6
Tampilan program utama ... 67
Gambar 4.7
Panel input dengan memilih kondisi ... 68
Gambar 4.8
Group box “Any Obstacle” checked ... 69
Gambar 4.9
Group box “Any Obstacle” unchecked ... 69
Gambar 4.10 Group box “Radio Link Information” ... 71
Gambar 4.11 Hasil kalkulasi path distance yang dihasilkan program ... 72
Gambar 4.11 Hasil kalkulasi path distance WaveRider v.2.00 ... 73
Gambar 4.13 Nilai obstacle free radius yang diperoleh program ... 74
Gambar 4.14 Nilai obstacle free radius ZYTRAX Wireless Calculator ... 74
Gambar 4.15 Nilai free space loss hasil kalkulasi program ... 75
Gambar 4.16 Nilai free space loss ZYTRAX Wireless Calculator ... 75
Gambar 4.21 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari site Tx ... 80
Gambar 4.22 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari Site Rx ... 81
Gambar 4.23 AirEther™ PA21 Panel Antenna ... 82
Gambar 4.24 Simulasi tanpa obstacle antena panel high gain …... 83
Gambar 4.25 VP 9/24 Panel Antenna ... 84
Gambar 4.26 Simulasi tanpa obstacle antena panel low gain ... 85
Gambar 4.27 TIL-TEK TA-2448 GRID PARABOLIC ... 86
Gambar 4.28 Simulasi tanpa obstacle antena parabola high gain ... 87
Gambar 4.29 D2412 PARABOLIC DISH ANTENNA ... 88
Gambar 4.30 Simulasi tanpa obstacle antena parabola low gain ... 89
Gambar 4.31 Site map dari perancangan dengan obstacle ... 90
Gambar 4.32 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari site Tx ... 91
Gambar 4.33 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari site obstacle ... 92
Gambar 4.34 Data Koordinat, elevasi, dan tinggi antena dari site Rx ... 93
Gambar 4.35 AirEther™ OA21 Omni Antenna ... 94
Gambar 4.36 Simulasi obstacle metode 1 antena omni high gain ... 95
Gambar 4.37 Simulasi obstacle metode 2 antena omni high gain ... 96
Gambar 4.38 VO6/24 Omni Antenna ... 97
Gambar 4.39 Simulasi obstacle metode 1 antena omni low gain ... 98
Gambar 4.44 AYG-2406 Yagi Antenna ... 103
Gambar 4.45 Simulasi obstacle metode 1 antena yagi low gain ... 104
Gambar 4.46 Simulasi obstacle metode 2 antena yagi low gain ... 105
Gambar 4.47 TIL-TEK TA-2304-4-45-ISM SECTOR ... 106
Gambar 4.48 Simulasi obstacle metode 1 antena sector high gain ... 107
Gambar 4.49 Simulasi obstacle metode 2 antena sector high gain ... 108
Gambar 4.50 ASC-2412 Sector Antenna ... 109
Gambar 4.51 Simulasi obstacle metode 1 antena sector low gain ... 110
1.1 Judul
Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja Radio Link System menggunakan program C++.
1.2 Latar Belakang
Dewasa ini teknologi komunikasi berkembang pesat, dan semakin mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dengan kemajuan komunikasi yang ada, sebuah daerah dapat terhubung dengan daerah lain. Hal ini tidak lepas dari tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, baik dalam kehidupan sehari-hari, bidang penelitian ilmu pengetahuan, bidang pemerintahan maupun dalam bidang industri.
Salah satu teknologi komunikasi yang ada adalah Radio Link System. Dengan menggunakan teknologi ini sebuah daerah dapat berhubungan dengan daerah lain melalui stasiun pemancar di daerah yang satu dan stasiun penerima di daerah yang lainnya. Seperti yang kita ketahui, besarnya manfaat yang dapat diperoleh dari komunikasi radio link system, maka besar pula tuntutan untuk mendapatkan hasil maksimal dari komunikasi radio link system yang dirancang. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan ketepatan dalam menghitung unjuk kerja dari suatu perancangan radio link system.
Oleh karena itu penulis berinisiatif untuk membuat sebuah simulasi yang dapat menghitung besarnya nilai unjuk kerja dari sebuah perancangan radio link system, sehingga dapat diperoleh besar Fade Margin yang maksimal.
1.3 Perumusan Masalah
Dalam penelitian tugas akhir ini yang menjadi ide dasar adalah simulasi perhitungan unjuk kerja dari radio link yang dihasilkan dari 2 titik lokasi, Tx dan Rx. Hasil akhir perhitungan merupakan System Operating Margin atau Fade Margin, yang nantinya disimpan di database berupa salinan dari perhitungan yang tersimpan dalam satu notepad.
Simulasi perhitungan unjuk kerja ini diawali dengan memasukan koordinat dari titik pemancar (Transmitter Side) dan titik penerima atau (Receiver Side). Kemudian dari perhitungan selisih koordinat kedua titik didapat jarak yang juga merupakan nilai dari Line Of Sight (LOS). Seterusnya memasukkan besarnya frekuensi yang digunakan, nilai daya efektif pemancar (Effective Transmit Power), dan daya efektif penerima (Effective Receive Power), serta nilai dari Free Space Loss (FSL) yang dapat ditemukan dalam propagasi, dalam hal ini yang dipakai adalah propagasi fresnel zone dan propagsi difraksi. Selain itu didapat juga besarnya nilai tinggi antena yang dibutuhkan jika terdapat penghalang. Juga ditampilkan besarnya nilai total gain atau penguatan serta total losses atau rugi-rugi.
1.4 Batasan Masalah
Pada pelaksanaan dan penyusunan tugas akhir ini, penulis membatasi permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:
1. Elemen dasar dan karakteristik hardware dari Radio Link System. a. Jenis dari hadware,
b. Nilai gain dan losses dari hadware. 2. Simulasi dilakukan untuk:
a. Perhitungan jarak atau path distance, b. Free Space Loss (FSL),
c. Nilai total gain atau penguatan, d. Nilai total losses atau rugi-rugi, dan. e. Besarnya Fade Margin dari Radio Link.
1.5 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan tugas akhir ini tujuan yang akan dicapai oleh penulis adalah:
1. Untuk memperkenalkan semua elemen dan unsur-unsur yang diperlukan untuk mengkalkulasi fade margin dari sebuah Radio Link System.
2. Menghasilkan program simulasi untuk mengkalkulasi fade margin dari sebuah Radio Link System.
3. Menghasilkan program bantu yang memungkinkan kita untuk mengevaluasi hasil yang diperoleh sehingga dekat dengan kenyataan. 4. Menghasilkan program bantu yang dapat membatu kita untuk memperkirakan performa dan mengevaluasi desain jaringan yang dirancang.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam melakukan penelitian ini adalah:
1. Mempermudah kalangan akademisi dalam pemahaman kalkulasi fade margin Radio Link System.
2. Sebagai langkah awal untuk dapat meningkatkan kualitas dari Radio Link System yang dirancang.
3. Hasil dari kalkulasi dapat digunakan sebagai referensi dalam pemilihan hadware yang akan digunakan agar mendapatkan unjuk kerja sistem yang ideal.
1.7 Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan laporan tugas akhir mengenai “Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja Radio Link System” menggunakan program C++ adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Bab II berisi teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain tentang.
BAB III PERANCANGAN SOFTWARE
Bab ini menjelaskan tentang diagram alir atau flow chart yang digunakan dalam perancangan “Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja Radio Link System”.
BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN
Bab ini berisi pengamatan, pengujian, pengambilan data dan pembahasan dari perhitungan unjuk kerja Radio Link System. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran mengenai “Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja Radio Link System”.
BAB II
DASAR TEORI
Teknologi WaveLAN
WaveLAN menggunakan teknologi terbaru dalam transmisi data menggunakan media radio. Teknologi tersebut dikenal sebagai Code Division Multiple Access (CDMA) yang bertumpu pada teknologi Direct Squence Spread Spectrum (DS-SS) yang diturunkan dari teknologi militer Amerika Serikat untuk transmisi data yang tidak mudah dilacak maupun tidak mengganggu transmisi yang ada. Ada dua buah frekwensi yang saat ini yang digunakan oleh WaveLAN yaitu 915 Mhz dan 2.4 Ghz.
Penggunaan WaveLAN di berbagai negara di luar negeri tidak memerlukan ijin frekuensi. Hal ini dimungkinkan karena WaveLAN menggunakan teknologi Direct Sequence Spread Spectrum, yang memungkinkannya tidak terdeteksi (apalagi mengganggu) pemancar serta penerima radio pada frekwensi yang sama. WaveLAN ini beroperasi pada band frekuensi ISM (Industrial , Scientific & Medical)-Band, yaitu 915 Megahertz dan 2.4 Gigahertz - peralatan yang menggunakan frekuensi ISM-Band sebetulnya dapat dioperasikan tanpa perlu meminta ijin frekuensi (terutama di negara maju).
Dengan menggunakan sebuah kode yang unik, sinyal informasi dipancarkan tersebar di beberapa frekwensi secara bersamaan. Karena disebar, maka daya sinyal di tiap frekwensi tersebut menjadi sangat kecil. Sehingga hampir tak bisa dibedakan dengan noise atau derau. Sinyal informasi yang seperti
ini hanya bisa dideteksi oleh penerima yang memiliki kode penyebar yang sama pula. Dengan demikian, sinyal informasi ini tahan terhadap berbagai macam gangguan atau interferensi sinyal lainnya. Dengan menggunakan teknik ini, WaveLAN merupakan alat komunikasi yang andal serta terlindungi dari penyadapan.
Kemampuan, Jarak jangkau, dan Kecepatan
Radio Spread Spectrum Wireless memiliki kecepatan transmisi yang beragam, dari mulai 19 Kbps hingga 2 Mbps. Misalnya WaveLAN buatan Karlnet Inc. (KarlBridge) dengan kecepatan 2 Mbps. Jarak jangkau antara 2 WaveLAN ini bisa mencapai 30 mil. Selain menjadi alat komunikasi point to point , beberapa produk WaveLAN juga bisa digunakan untuk komunikasi Point to Multipoint. Hal ini dilakukan dengan menggunakan satu WaveLAN dengan daya yang lebih besar berfungsi sebagai Base Station.
2.1 WaveLAN Radio Link System
WaveLAN Radio Link System untuk komunikasi radio point-to-point bertujuan menguraikan dengan jelas semua gain atau penguatan dan losses atau rugi-rugi dari radio transmitter (sumber dari sinyal radio), kabel, konektor dan udara bebas yang dilalui sinyal radio menuju receiver. Kalkulasi dari nilai daya pada masing-masing alat dari komunikasi radio sangat diperlukan, karena akan memungkinkan untuk membuat perancangan yang baik.
Selain hal-hal diatas yang dibutuhkan, ada juga elemen-elemen lain yang perlu diperhatikan. Berikut ini penjelasan tentang elemen-elemen yang mempengaruhi WaveLAN Radio Link System.
2.1.1 Frekuensi
Frekuensi yang biasa digunakan pada WaveLAN Radio Link System adalah 2,4 GHz. Hal ini disebabkan oleh umumnya digunakan IEEE 802.11b/g yang memang bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. Sedangkan untuk IEEE 802.11a frekuensi yang digunakan adalah 5.8 GHz.
Frekuensi yang berbeda mengalami derajat atenuasi yang berbeda hingga penghalang (dinding, pohon) dan di atmosfir (berdasarkan ketinggian dan kelembaban). Bidang Frekuensi dibutuhkan dalam mempertimbangkan faktor ini.
Ketika Frekuensi dari sinyal yang dipancarkan meningkat dimana kekuatan sinyal akan direduksi oleh penghalang. Panjang gelombang dan frekuensi berhubungan dengan kecepatan cahaya,
F c =
λ ... (2.1) di mana :
λ = Panjang gelombang dalam meter. c = Kecepatan cahaya dalam m/s F = Frekuensi dalam hertz).
Tabel 2.1 Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi.
Frequency Application Wavelength
(Meters) Wavelength (Feet) Number of Wavelengths for 1-foot Penetration 800 MHz Cell Phone Communication 0.37 1.23 0.81 2.4 GHz 802.11b/g 0.12 0.41 2.43
5.8 GHz 802.11a and WiMAX 0.5 0.17 5.88
45 GHz Point-to-Point Microwave 0.01 0.02 50.00
Hubungan keduanya dapat dilihat dari tabel di atas bahwa penetrasi dari 1 inci penghalang memerlukan lebih siklus sinyal pada frekuensi yang lebih tinggi. Pada frekuensi yang lebih tinggi,gelombang elektromagnetis diperlukan untuk interaksi yang banyak dengan suatu penghalang dibandingkan pada frekwensi yang lebih rendah.
2.1.2 Koordinat Latitude dan Longitude
Koordinat dibutuhkan untuk mengetahui besarnya path distance antara site A sebagai transmiter dan site B sebagai penerima. Titik koordinat bumi terbagi atas utara, selatan, timur, dan barat. Berdasarkan bagian belahan bumi tersebut kita temukan apa yang disebut Garis Bujur dan Garis Lintang. Ada 4 macam garis koordinat bumi,
2. Lintang Selatan (LS) 3. Bujur Timur (BT) 4. Bujur Barat (BB)
Dari pembagian koordinat bumi diatas kita dapat memperlakukan garis lintang utara dan garis bujur barat sebagai sisi positif, sebaliknya arah lintang selatan dan garis bujur timur sebagai sisi negatif. Sisi dari koordinat ini dapat dibalik, jika memang diinginkan, tetapi harus dipastikan untuk menjadi konsisten dengan koordinat titik yang lainnya.
Dalam format penulisan koordinat, ada tiga satuan yang terdapat didalamnya, derajat, menit, detik atau sekon. Misalnya kota Frankfurt di Jerman mempunyai koordinat 50° 06' 44" N / 008° 40' 55 E dibaca 50 derajat, 06 menit and 44 detik north atau utara dan 8 derajat, 40 menit dan 55 detik east atau timur. Untuk mengkonversi koordinat diatas kedalam jarak menggunakan persamaan berikut,
Konversi derajat, menit dan second dalam nilai desimal:
Latitute 1 : b° c' d" north → a
Longitude 1 : f° g' h" east → e
Latitute 2 : x° y' z" north → v
Longitude 2 : s° t' u" east → r
long/lat → desimal : V Konversi ke desimal :
Va = b + (c / 60) + (d / 3600) ... (2.2)
Versi A dari kalkulasi jika simulasi menggunakan program atau software yang hanya dapat menghitung menghitung sudut dengan fungsi radian :
Konversi koordinat dalam nilai radian:
Latitute 1 : b° c' d" north → a
Longitude 1 : f° g' h" east → e
Latitute 2 : x° y' z" north → v
Longitude 2 : s° t' u" east → r
maka dipakai persamaan sebagai berikut,
π × = 180 1 1 lat lat V Q ………...…… (2.3) dimana, = 1 lat Q Nilai radian = 1 lat
V Nilai konversi long/lat → desimal
Persamaan 2.3 dipakai juga untuk mencari Qlat2,Qlong1,Qlong2.
Mengunakan perumusan jarak pada sphere atau lapisan:
S = COS-1[ SIN (Qlat1) × SIN(Qlat2) + COS(Qlat1) × COS(Qlat2) × COS(Qlong2 –
Qlong1) ] ... (2.4)
dimana,
S = Jarak pada sphere
Sehingga untuk mencari jarak kedua titik lokasi adalah,
dimana,
D = Distance atau jarak dalam mil atau Km S = Jarak pada sphare
R = Radius dari katulistiwa, jika dalam mil = 3963,191 dalam Km = 6378,137 Versi B dari kalkulasi untuk kebanyakan program atau software modern yang dapat melakukan perhitungan sudut tanpa fungsi radian :
π α= × 180 S ... (2.6) dimana,
α
= SudutS = Jarak pada sphare
Sehingga untuk mencari jarak kedua titik lokasi adalah,
D =
α
. R ………. (2.7)dimana,
D = Distance atau jarak dalam mil atau Km
α = Sudut
2.2 Elemen WaveLAN Radio Link System
Elemen-elemen yang terdapat pada WaveLAN Radio Link System dapat dikelompokan dalam 3 bagian :
1. Transmitting side, dengan daya pancar yang efektif.
2. Propagasi, dengan rugi-rugi yang diakibatkan oleh propagasi. 3. Receiving side, dengan sensirivitas penerima yang baik.
WaveLAN Radio Link System yang lengkap adalah meliputi total dari semua elemen diatas (dalam dB). Nilai positif adalah gain atau penguatan dan nilai negatif adalah losses atau rugi-rugi. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
Transmitter power [dBm] - Cable TX loss [dB] + Antenna TX gain [dBi] - Free Space
Path Loss [dB] + Antenna RX gain [dBi]- Cable RX loss [dB] = Margin - Receiver
Sensitivity [dBm] ………... (2.12)
Dalam perancangan WaveLAN Radio Link System yang nantinya akan menghasilkan unjuk kerja yang maksimal, dibutuhkan semua kondisi Free Space Loss (FSL) dimana pada kondisi ini daya pancar dari pemancar (Tx) diterima oleh penerima (Rx) tidak menemui obstacle atau halangan, misalnya gedung, pepohonan, gunung. Sehingga dibutuhkan keadaan yang benar-benar bebas dari halangan seperti digambarkan dibawah ini,
Gambar 2.1 Alur lengkap transmisi sinyal dari transmiter ke receiver.
2.2.1 Transmitting Side 2.2.1.1 Transmit Power
Transmit power atau daya pancar adalah daya output dari Antena Pemancar. Daya output dari sebuah antena biasanya dapat ditemukan pada data spesifikasi teknis yang dikeluarkan oleh vendor. Perlu diingat bahwa spesifikasi teknis yang diberikan merupakan nilai yang dihasilkan di laboratorium, sehingga sewaktu di tangan konsumen nilainya dapat berubah-ubah, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, semisal temperatur dan tegangan.
2.2.1.2 Daya Radiasi
Pengaturan yang dilakukan oleh FCC harus memenuhi ketentuan dari besarnya daya yang keluar dari antena. Daya ini diukur berdasarkan dua cara : Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
dimana,
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power [dBm] Pin = Daya di input antena [dBm]
G = Relatif antena gain [dBi]
Effective Radiated Power (ERP)
ERP = Pin + G ……… (2.14)
dimana,
ERP = Effective Radiated Power [dBm] Pin = Daya di input antena [dBm] G = Relatif antena gain [dBi] Effective Radiated Power (ERP)
2.2.1.3 Antena
Dalam sistem komunikasi radio, antena digunakan untuk mengkonversi gelombang elektronik menjadi gelombang elektromagnetik. Besarnya energi dari antena dapat memacu pengiriman sinyal dan sinyal yang diterima disebut antena Gain.
Antena gain memiliki besaran :
• dBi - digunakan pada isotropic radiator
• dBd - digunakan pada dipole radiator
0 dBd = 2.15 dBi ………. (2.15) Pada kebanyakan kasus, dBi lebih sering digunakan sebagai besaran antena gain.
2.2.1.3.1 Jenis Antena
Jenis antena yang akan dipasang harus sesuai dengan sistem yang akan kita bangun, juga disesuaikan dengan kebutuhan penyebaran sinyalnya. Ada dua jenis antena secara umum :
A. Antena Directional
Antena jenis ini merupakan jenis antena dengan narrow beamwidth, yaitu punya sudut pemancaran yang kecil dengan daya lebih terarah, jaraknya jauh dan tidak bisa menjangkau area yang luas, contohnya : antena Yagi, Panel, Sektoral dan antena Parabolik.
Antena Yagi
– Sangat cocok untuk jarak pendek.
– Gain-nya rendah biasanya antara 7
sampai 15 dBi.
Gambar 2.3 Pola radiasi dari antena Yagi. Antena Parabolik
– Dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh. – Gain-nya bisa antara 18 sampai 28 dBi.
Gambar 2.4 Antena Parabolik.
Antena Sektoral
– Pada dasarnya adalah antena directional,
hanya bisa diatur antara 450 sampai 1800. – Gain-nya antara 10 sampai 19 dBi.
Gambar 2.6 Antena Sektoral.
Gambar 2.7 Pola radiasi dari antena Sektoral. B. Antena Omni Directional
Antena ini mempunyai sudut pancaran yang besar (wide beamwidth) yaitu 3600; dengan daya lebih meluas, jarak yang lebih pendek tetapi dapat melayani area yang luas.
0 90 180 270 0 -3 -6 -10 -15 -20 -30 dB 0 90 180 270 0 -3 -6 -10 -15 -20 -30 dB
Omni antena tidak dianjurkan pemakaian-nya, karena sifatnya yang terlalu luas se-hingga ada kemungkinan mengumpulkan sinyal lain yang akan menyebabkan inter-ferensi.
Gambar 2.8 Antena Omni.
Gambar 2.9 Pola radiasi dari antena Omni.
2.2.1.3.2 Tinggi Antena
Berapa nilai tinggi antena di kedua site sangat diperhatikan dalam perancangan WaveLAN Radio Link System. Hal ini dapat terjadi, karena dengan mengetahui tinggi antena kita dapat mendapatkan besarnya nilai rugi-rugi pada kabel. Selain itu juga kita dapat juga mengatasi halangan yang terdapat pada Line of Sight (LoS).
Pada perancangan WaveLAN Radio Link System terdapat beberapa skenario dalam merancang tinggi antena. Skenario tersebut dijelaskan dibawah ini,
Tinggi antena tidak diketahui, tetapi jarak antara kedua site diketahui.
Kondisi ini menjadi skenario yang paling umum. Karena jarak ditentukan, maka harus mengkalkulasi ketinggian antena yang diperlukan dan gain yang diperlukan untuk memancarkan sinyal antara kedua site. Ketinggian kedua antena sama-sama dihitung.
Salah satu tinggi antena diketahui, jarak antara kedua site diketahui. Di dalam skenario ini yang diketahui adalah salah satu tinggi antena diantara kedua site disebabkan salah satunya mempunyai tinggi yang lebih. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi struktur dari halangan yang terdapat diantara kedua site. Karena jarak ditentukan, maka harus mengkalkulasi tinggi dari antena lain dan penguatan yang diperlukan untuk memancarkan sinyal antara kedua site.
Kedua tinggi antena diketahui, tetapi jarak tidak diketahui.
Di dalam skenario ini diketahui bahwa dua antena akan dipasang pada masing-masing ketinggian yang telah ditentukan. Kita harus mengkalkulasi seberapa jauh terpisah kedua antena dan penguatan yang diperlukan untuk memancarkan sinyal antara kedua site.
Proses perhitungan tinggi antena kedua site dapat digunakan dua asumsi sesuai dengan ketinggian di atas permukaan laut (dpl) yang ada pada data
masukan, untuk memperjelas perhitungan digunakan angka pemisalan sebagai pembantu. Kedua asumsi dapat dijelaskan sebagai berikut,
1. Asumsi kondisi yang pertama
Gambar 2.10 Tinggi Antena Kedua Site dengan asumsi pertama. Dari gambar di atas maka di dapat rumusan sebagai berikut :
2 2 D e x= + ... (2.8) D x D e 1 1 sin sin − − = = β α
Jadi antara sudut α dan β saling berhadapan, seharusnya memiliki besar sudut yang sama. Dari denah lokasi dapat dihitung juga panjang jari-jari lintasan fresnel zonenya.
Supaya antena pemancar dapat LoS terhadap antena penerima tanpa melalui penghalang maka,
ha2 = R (radius fresnel zone)
ha1 = dpl site a + h gedung a ... (2.9) ha2 = hb
ha = ha1 + ha2 ... (2.10) dimana,
ha = tinggi antena pada site a hb = tinggi antena pada site b
Asumsi ini tidak mementingkan tinggi antena, sehinnga besarnya losses atau rugi-rugi yang dihasilkan akibat tingginya antena bukan prioritas utama, tapi prioritas utamanya adalah mendapatkan LoS.
2. Asumsi kondisi yang kedua
Gambar 2.11 Tinggi Antena Kedua Site dengan asumsi kedua.
Asumsi ke dua ini digunakan untuk menanggulangi tinggi antena penerima supaya tidak terlalu tinggi, karena semakin tinggi antena akan menyebabkan noise dan losses yang besar juga.
Jika hb ditinggikan setinggi e maka akan ada perubahan pada ha supaya dapat saling memandang antar 2 antena (LoS)
hb = R + e z = e + hb
2 2 D z x= + ... (2.11) x D x z 1 1 sin sin − − = = β α 2.2.1.4 Cable Loss
Kabel yang biasa digunakan dalam komunikasi radio link system adalah kabel koaksial. Kabel koaksial mempunyai pengalir tembaga di tengah. Lapisan plastik yang mengelilingi tembaga berfungsi sebagai pemisah antara tembaga dan "metal shielded". Lapisan metal berfungsi untuk menghalang macam-macam gangguan luar. Walapun kabel koaksial sukar di pasang, tetapi ia mempunyai rintangan yang tinggi terhadap ganguan elektromagnet. Kabel ini juga mempunyai jarak maksimal yang lebih daripada kabel "twisted pair". Ada dua jenis kabel koaksial :
1. Thick Coaxial 2. Thin Coaxial
Rugi-rugi dalam pengiriman sinyal akan terdapat pada kabel yang mana digunakan untuk menghubungkan pemancar dan penerima ke antena. Rugi-rugi pada kabel tergantung pada jenis dari kabel dan frekuensi yang akan dioperasikan dan biasanya dinyatakan dalam satuan dB/m atau dB/ft.
Pada umumnya, tak peduli seberapa bagusnya sebuah kabel, tetap saja selalu menyebabkan rugi-rugi. Oleh karena itu, usahakan panjang kabel yang dipakai pada antena sependek mungkin. Pada umumnya rugi-rugi pada kabel adalah 0.1 dB/m – 1 dB/m. Selain itu rugi-rugi pada kabel juga sangat dipengaruhi oleh besarnya frekuensi yang akan digunakan.
Tabel 2.2 Nilai normal losses pada kabel dalamdB/ 100 ft (dB/ 100 m).
Cable Type 144 MHz 220 MHz 450 MHz 915 MHz 1.2 GHz 2.4 GHz 5.8 GHz RG-58 6.2 (20.3) 7.4 (24.3) 10.6 (34.8) 16.5 (54.1) 21.1 (69.2) 32.2 (105.6) 51.6 (169.2) RG-8X 4.7 (15.4) 6.0 (19.7) 8.6 (28.2) 12.8 (42.0) 15.9 (52.8) 23.1 (75.8) 40.9 (134.2) LMR-240 3.0 (9.8) 3.7 (12.1) 5.3 (17.4) 7.6 (24.9) 9.2 (30.2) 12.9 (42.3) 20.4 (66.9) RG-213/214 2.8 (9.2) 3.5 (11.5) 5.2 (17.1) 8.0 (26.2) 10.1 (33.1) 15.2 (49.9) 28.6 (93.8)
Cable Type 144 MHz 220 MHz 450 MHz 915 MHz 1.2 GHz 2.4 GHz 5.8 GHz 9913 1.6 (5.2) 1.9 (6.2) 2.8 (9.2) 4.2 (13.8) 5.2 (17.1) 7.7 (25.3) 13.8 (45.3) LMR-400 1.5 (4.9) 1.8 (5.9) 2.7 (8.9) 3.9 (12.8) 4.8 (15.7) 6.8 (22.3) 10.8 (35.4) 3/8" LDF 1.3 (4.3) 1.6 (5.2) 2.3 (7.5) 3.4 (11.2) 4.2 (13.8) 5.9 (19.4) 8.1 (26.6) LMR-600 0.96 (3.1) 1.2 (3.9) 1.7 (5.6) 2.5 (8.2) 3.1 (10.2) 4.4 (14.4) 7.3 (23.9) 1/2" LDF 0.85 (2.8) 1.1 (3.6) 1.5 (4.9) 2.2 (7.2) 2.7 (8.9) 3.9 (12.8) 6.6 (21.6) 7/8" LDF 0.46 (1.5) 0.56 (2.1) 0.83 (2.7) 1.2 (3.9) 1.5 (4.9) 2.3 (7.5) 3.8 (12.5) 1 1/4" LDF 0.34 (1.1) 0.42 (1.4) 0.62 (2.0) 0.91 (3.0) 1.1 (3.6) 1.7 (5.6) 2.8 (9.2) 1 5/8" LDF 0.28 (0.92) 0.35 (1.1) 0.52 (1.7) 0.77 (2.5) 0.96 (3.1) 1.4 (4.6) 2.5 (8.2)
2.2.1.5 Connectors Loss
Besarnya rugi-rugi yang dibolehkan pada setiap konektor yang dipakai pada kabel adalah 0.25 dB. Nilai ini ditetapkan untuk mencegah konektor mempunyai rugi-rugi yang besar akibat peninstalan yang buruk. Data sheet digunakan untuk mengetahui tingkat frekuensi dan tipe dari konektor.
Gambar 2.13 Konektor Kabel Koaksial.
Jika panjang kabel digunakan, rugi-rugi pada konektor biasanya
dimasukan dalam perhitungan rugi-rugi pada kabel. Tetapi untuk amannya, selalu diasumsikan rugi-rugi konektor adalah sebesar 0.3 dB sampai 0.5 dB per
konektor.
2.2.2 Propagation Losses
Propagation losses atau rugi-rugi propagasi berhubungan dengan semua atenuasi dari sinyal yang sudah dipancarkan oleh antena pemancar sampai sinyal tersebut mencapai antena penerima.
2.2.2.1 Free Space Loss
Pada umumnya daya dari sinyal akan hilang di udara bebas. Free Space Loss (FSL) akan mengalami rugi-rugi daya di udara bebas meskipun tanpa ada terdapat halangan. Sinyal melemah di udara bebas akibat pemuaian didalam permukaan spherical.
FSL sebanding dengan hasil perkalian dari jarak dan juga sebanding dengan hasil perkalian dari frekuensi sinyal. Dalam dB, persamaannya adalah sebagai berikut :
FSL(dB) = 20log10(d) + 20log10(f) + K ……… (2.16) Dimana,
d = distance atau jarak (Km atau Miles) f = frequency
K = konstanta yang tergantung pada unit yang dipakai pada d, besarnya 32.45 jika dalam Km
Jika d satuannya dalam meter, f dalam Hz dan radio link menggunakan isotropic antennas, maka persamaannya adalah:
FSL(dB) = 20log10(d) + 20log10(f) - 147.5 ………. (2.17) Sebagai ketetapan, pada frekuensi 2,4 GHz wireless network, 100 dB hilang pada 1 Km pertama dan sinyal tereduksi 6 dB setiap kali jaraknya berlipat. Sehingga pada jarak 2 Km link telah mengalami rugi-rugi 106 dB dan pada kondisi 4 Km rugi-ruginya 112 dB dan seterusnya.
Tabel 2.3 Free Space Loss (FSL) dalam dB untuk jarak dan frekuensi tertentu.
Jarak (Km) 915 MHz 2.4 GHz 5.8 GHz
1 92 dB 100 dB 108 dB
10 112 dB 120 dB 128 dB
100 132 dB 140 dB 148 dB
Nilai pada tabel merupakan nilai secara teori dan dapat berbeda jauh dari ukuran kita. Disebut kondisi ”free space”, sebenarnya tidak sepenuhnya ”free”, dan rugi-rugi dapat sewaktu-waktu besar akibat dari pengaruh daerah dan kondisi iklim.
2.2.2.2 Zona Fresnel
Line of Sight
Menerapkan Line of Sight (LOS) antara antena radio pengirim dan penerima merupakan hal paling penting.
Ada dua jenis LOS yang kita harus perhatikan :
Optical LOS - kemampuan untuk saling melihat antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Radio LOS - kemampuan radio penerima untuk ‘melihat’ sinyal yang dipancarkan.
Untuk menentukan Line of Sight, teori Zona Fresnel harus diterapkan. Zona fresnel adalah bentuk ellips tiga dimensi yang berada diantara dua titik yang membentuk jalur sinyal RF.
Radio Link masih dapat bekerja pada kondisi Line of Sight minimal 60% dari zona fresnel pertama ditambah 3 meter yang bebas dari gangguan atau halangan.
Untuk menentukan zona fresnel, RF Line of Sight (RF LOS) harus ditetukan lebih dulu, yang mana berupa garis lurus antara antena pemancar dan penerima. Sehingga di sekitar RF LOS disebut Fresnel Zone atau Zona Fresnel.
RF LOS berbeda dengan Visual LOS. Pada visual LOS digambarkan jika kita berada pada salah satu antenna dan meneropong ke antena yang satunya, tidak terdapat penghalang. RF LOS tidak hanya membutuhkan visual sight line antara 2 antena tetapi juga membutuhkan ruang ellipsoid di area antara dua antenna tadi serta bebas dari penghalang.
Sebuah penghalang yang masuk zona fresnel akan mengakibatkan daya pancar dari lin berkurang atau mengalami peredaman.Penghalang bisa berupa bangunan, pohon, permukaan tanah, dan lain-lain. Sehingga untuk membebaskan zona fresnel dari penghalang, bila perlu menaikan tinggi antena. Untuk menjaga zona fresnel jauh dari permukaan, tinggi antena bersama-sama dinaikkan melebihi diameter dari zona fresnel pada jarak tertentu.
Tabel 2.4 Diameter zona fresnel dan free space loss pada frekuensi 900 MHz dan 2.4 GHz, pada jarak tertentu.
900 MHz 2.4 GHz Distance between antennas Fresnel zone diameter Freespace loss (dB) Fresnel zone diameter Freespace loss (dB) 1000 ft (300 m) 16 ft (7 m) 81 11 ft (5.4 m) 90 1 Mile (1.6 km) 32 ft (12 m) 96 21 ft (8.4 m) 104 5 miles (8 km) 68 ft (23 m) 110 43 ft (15.2 m) 118 10 miles (16 km) 95 ft (31 m) 116 59 ft (20 m) 124 20 miles (32 km) 138 ft (42 m) 122 87 ft (27 m) 130 40 miles (64 km) 192 ft (59 m) 128 118 ft (36 m) 136
Berikut gambar persamaan dan zona fresnel yang digunakan untuk mencari jari-jari dari zona fresnel.
Jika jarak antara penerima dan obstacle sama dengan jarak antara pemancar dan obstacle (d1=d2),
f d r 4 32 . 17 × = ... (2.18) dimana, r = radius (meter)
D = jarak total (kilometer)
f = frekuensi yang dipancarkan (GHz)
f d r 4 05 . 72 × = ………..………….……... (2.19) dimana, r = radius (feet)
D = jarak total (mile)
f = frekuensi yang dipancarkan (GHz)
Jika jarak antara pemancar dan obstacle berbeda dengan jarak antara penerima dan obstacle (d1≠d2),
Dalam Km f d d d r × × × =17.32 1 2 ... (2.20)
Dalam Mil f d d d r × × × =72.05 1 2 ... (2.21)
d1 = Jarak antara obstacle dan pemancar
d2 = Jarak antara obstacle dan penerima
Gambar 2.14 Fresnel Zone.
Gambar 2.15 Tingkatan lapisan pada fresnel zone.
Batas yang ditetapkan untuk obstacle menghalangi elips dari zona fresnel adalah 40% dari lapisan pertama zona fresnel, jika lebih dari 40 % maka sinyal yang dikirim adalah 6 dB.
2.2.2.3 Refleksi
Reflection atau pemantulan cahaya merupakan peristiwa sehari-hari. Gelombang radio juga sering dipantulkan oleh beberapa permukaan. Ketika terjadi pemantulan, pantulan dapat dilihat dari sudut yang timbul sama dengan sudut pemantulan. Banyak variasi permukaan yang dapat memantulkan sinyal radio. Untuk komunikasi jarak jauh, permukaan laut merupakan salah satu permukaan terbaik untuk memantulkan sinyal. Daerah gurun memiliki tingkat pemantulan yang rendah, dan pantulan pada pemukaan dengan kondisi yang lain berkisar pada dua kondisi tersebut.
Sedang pada komunikasi yang relatif lebih dekat, beberapa bangunan, khusunya bangunan yang mempuyai permukaan metal merupakan pemantul siynal radio yamg baik.
2.2.2.4 Refraksi
Pembiasan juga memungkinkan gelombang elektromagnetik untuk dibiaskan. Gelombang elektromagnetik dibuat sedemikian rupa dalam arah yang sama. Hal ini akan membuat ditemukan bahwa arah dari pembiasan gelombang elektromagnetik berubah sama seperti gelombang elektromagnetik berpindah dari satu indek area pembiasan ke yang lainnya. Sudut yang ditimbulkan dan sudut pembiasan dihubungkan oleh persamaan berikut:
Untuk sinyal radio terdapat beberapa kesamaan cara perpindahan satu indek pembiasan ke indek pembiasan yang lain.
2.2.2.5 Defraksi
Ketikan halangan terdapat antara transmitter dan receiver beberapa energi masih bisa menembus halangan tersebut. Hal ini disebabkan oleh peristiwa Difraction atau pembelokan yang terjadi di puncak dari halangan itu sendiri. Peristiwa pembelokan ini dapat dilihat pada gambar berikut,
Gambar 2.16 Peristiwa diffraction atau pembelokan. Diffraction parameter (v) + = 2 1 1 1 2 d d h v m λ ……… (2.23) dimana, m
h = tinggi obstacle (meter)
λ = panjang gelombang
1
d = Jarak transmiter ke obstacle
2
Gambar 2.17 Pembelokan yang disebabkan oleh obstacle atau halangan.
Diffraction Loss
( )
Ld………... (2.24)
2.2.2.6 Efek Geografis
Letak geografis lokasi dimana sisi pemancar dan sisi penerima berada serta daerah yang dilalui sinyal atau LOS akan mengalami losses yang disebabkan efek geografis. Efek-efek geografis tersebut adalah,
A. Environmental Path Loss
Path loss akibat pengaruh untuk kondisi lingkungan yang berbeda dapat dicari mengunakan persamaan,
( )
n od
d
d
PL
=
……… (2.25) L v v v v v d = + − < < + > 6 9 1 2 7 0 2 4 1 3 2 0 2 4 2 . . lo g .dimana,
( )
dPL = Path loss akibat pengaruh untuk kondisi lingkungan yang berbeda (dB)
d = Jarak antara transmiter dengan obstacle (meter)
o
d = Jarak antara receiver dengan obstacle
n = Path loss exponent
Tabel 2.5 Path Loss Exponent untuk kondisi lingkungan yang berbeda. Environment Path Loss Exponent, n Free space 2
Urban area cellular radio 2.7 to 3.5 Shadowed urban cellular radio 3 to 5
In building line-of-sight 1.6 to 1.8 Obstructed in building 4 to 6 Obstructed in factories 2 to 3
B. Terrain Factor
Terrain factor atau faktor permukaan bumi yang dilalui sinyal radio link berdasarkan kuantitas hutan atau pepohonan.
Tabel 2.6 Terrain path loss menurut kondisi - Lenkurt (1970).
Terrain Fade Terrain Path Loss (dB)
Very smooth terrain, including over water 4 Average terrain, with some roughness 1 Mountainous, very rough, or very dry areas 0.25
C. Humidity Factor
Humidity factor atau faktor kelembaban merupakan rugi-rugi yang disebabkan kondisi tingkat kelembaban dari daerah yang dilewati sinyal dari pemancar ke penerima.
Tabel 2.7 Humidity Factor Loss menurut kondisi - Lenkurt (1970). Humidity Factor Humidity Factor Loss(dB)
coastal humid areas 2
average or temperate areas 1
dry areas 0.5
D. Climate Factor
Climate factor atau faktor cuaca dapat menimbulkan gangguan dalam penerimaan sinyal yang dikirimkan. Dalam faktor cuaca yang diperhatikan adalah tingkat temperatur dari daerah yang dilalui oleh sinyal.
Tabel 2.8 Climate factor loss menurut kondisi - Lenkurt (1970).
Climate Factor Climate Factor Loss(dB)
Gulf coast or similar hot, humid 0.5 Normal interior temperate or northern areas 0.25
Mountainous or very dry areas 0.125
E. Rain Fade Loss
Indonesia oleh International Telecommunications Union - ITU digolongkan sebagai region P, di mana intensitas hujannya termasuk sangat tinggi. Intensitas hujan yang mengakibatkan link-komunikasi putus sebesar 0.01% per tahun di Indonesia adalah sebesar 145 mm/ h, demikian versi ITU. Dengan intensitas hujan yang demikian dapat menimbulkan redaman hujan pada radio link yang bekerja pada frekuensi 14 GHz. sebesar 26 dB, cukup besar. Redaman sebesar ini harus dikompensasi dengan perangkat RF yang besar di sisi pemancar.
Frekwensi yang kurang dari 10GHz tidak berpengaruh terhadap hujan besar atau kabut.
Pada 2,4 GHz, redamannya 0.01 dB/Km untuk keadaan hujan 50mm/hr.
Tabel 2.9 Hasil Pengukuran Intensitas hujan R0.01 di Indonesia.
F. Building Loss
Pada outdoor propagation, sinyal lebih dipengaruhi dengan populasi atau keadaan geografis yang lewati oleh sinyal pancaran. Kepadatan populasi menyebabkan banyaknya penggunakan alat-alat komunikasi yang dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan sinyal tersebut.
Tabel 2.10 Median loss dan Standard Deviasi berdasarkan Topologi lingkungan.
2.2.3 Receiver Side
2.2.3.1 Antenna Gain pada Sisi Penerima
Pada dasarnya gain antena baik pada pemancar maupun penerima adalah sama, karena penggunaan jenis antena yang sama, sehingga dapat dilihat pada penjelasan sebelumnya.
2.2.3.2 Receiver Sensitivity
Sensitivitas dari sebuah penerima adalah parameter yang patut diperhatikan, karena ini mengindikasikan nilai minimun daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan decode dari ”logical bits” dan bit rate yang pasti.
Pada umumnya -82 dBm untuk 11 Mbps dan -94 dBm untuk 1 Mbps. Perbedaan 10 dB (biasanya ditemukan pada jenis card yang berbeda) disini penting sebagai penguatan sebesar 10 dB yang mungkin bisa diraih dengan mengunakan amplifier atau memakai antenna yang lebih besar.
2.2.3.3 Signal to Noise Ratio
Disebabkan oleh sinyal yang diterima lebih besar dari sensitvitas penerima, maka dibutuhkan juga margin antara noise dan sinyal to mendapat data bit rate yang baik. Hubungan antara noise dengan sinyal dinyatakan dalam Signal to Noise Ratio atau SNR. Pada umumnya nilai SNR yang dianjurkan adalah 16 dB untuk 11Mbps dan 4 dB untuk 1Mbps kebawah.
= Pn Ps Log SnR 10 10 ... (2.31)
dimana,
Snr = Signal to Noise Ratio (dB) Ps = Daya Signal (Watt)
Pn = Daya Noise (Watt)
Pada kondisi normal tanpa adanya source yang lain, frekuensi 2.4 GHz dan tanpa noise dari industri, level noise sekitar -100 dBm.
2.2.4 Fade Margin Sistem
Pada perhitungan fade margin digunakan rumus berikut untuk mendapatkan hasil transmitter power output,
r t r t p t r P L G G L L P = − + + − − ... (2.32) Pt = transmitter power output (dBm or dBW, same units as Pr)
Lp = free space path loss between isotropic antennas (dB) Gt = transmit antenna gain (dBi)
Gr = receive antenna gain (dBi)
Lt = transmission line loss between transmitter and transmit antenna (dB) Lr = transmission line loss between receive antenna and receiver input (dB)
Merupakan satuan yang menunjukan perbedaan antara Receive Signal Level (RSL), dan Rx Threshold atau referensi lainnya.
Untuk jarak kurang dari 16km, Fade Margin minimum yang dianjurkan adalah 10dB
Dengan asumsi, kita memiliki RSL–60dB dan Rx Threshold –84dB, maka kita akan mempunyai fade Margin 24 dB
Maka nilai Fade Margin nya adalah :
Fade margin = Pr – Psr ... (2.33) Dari data diatas dikatakan bahwa minimum Fade Margin supaya sistem dapat berfungsi dengan baik adalah 21 dB sedangkan pada perhitungan nilai Fade Margin mencapai 24,3294 dB jadi dapat dikatakan perancangan dapat melakukan komunikasi data dan berhasil dapat dipakai.
3.1
Perancangan Simulasi Perhitungan Unjuk Kerja
Untuk perancangan program simulasi perhitungan unjuk kerja sebuah Radio
Link System, dibagi dalam dua perancangan,
1.
Perancangan input program
2.
Perancangan output program
Untuk mempermudah perancangan dan pembuatan program maka disajikan diagram
blok rancangan program pada perhitungan fade margin dalam radio link system
secara umum yang berisi elemen-elemen dasar suatu radio link system seperti
gambar 3.1.
Gambar 3.1 Blok rancangan program secara umum
Transmitter
Side
Propagasi
Path Loss
Receiver
Side
Gain LossFrekuensi
Gain Loss Environ. Path LossTerrain Path Loss Climate Factor
Building Loss
Rain Fade Loss Humidity Factor