• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS PETA TANAH SEMI DETAIL YANG DIDELINEASI MENGGUNAKAN MODEL ELEVASI DIGITAL (MED) (STUDI KASUS DI DAERAH CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUALITAS PETA TANAH SEMI DETAIL YANG DIDELINEASI MENGGUNAKAN MODEL ELEVASI DIGITAL (MED) (STUDI KASUS DI DAERAH CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

ISSN 1411-0067 Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus. No. 1 2007. Hlm 11-20 11

KUALITAS PETA TANAH SEMI DETAIL YANG DIDELINEASI

MENGGUNAKAN MODEL ELEVASI DIGITAL (MED)

(STUDI KASUS DI DAERAH CIGUDEG, KABUPATEN BOGOR)

QUALITY OF SEMI DETAILED SOIL MAP WAS DELINEATED OF DIGITAL

ELEVATION MODEL (CASE STUDY IN CIDUGED, BOGOR DISTRICT)

Sukarman

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Jl. Ir. H. Juanda 98, Bogor 16123

sukarmandr@yahoo.co.id ABSTRACT

Objective of the research is to find out capabilty of Digital Elevation Model (DEM) in assisting delineation of soil map unit of semi detailed especially in Cigudeg, Bogor District. Soil mapping applied with landforms approach of the result of DEM analysis. The DEM is made of topographic map, scale of 1:25.000 with resolution of 30 metres. Digitally analysis of landforms utilized element of slope, gradien, relief, elvation and parent matrerials. Every landforms units, it is ditermine is soil composition in the field. Results of landforms delineation is assumed same with soil mapping units. The results showed that every landforms has different soil unit composition. The purity of 37 soil mapping units showed that only 34 soil mapping units have purity more than 85%. Generally, the DEM is useful for assisting semi detailed soil mapping delineation and the results of soil maps have a high quality.

Key words: Digital elevation model, soil mapping, semi detailed soil map, quality

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan Model Elevasi Digital (MED) dalam membantu delineasi satuan peta tanah semi detail khususnya di daerah Cigudeg Kabupaten Bogor. Pemetaan tanah dilaksanakan melalui pendekatan landform hasil analisis dari MED. MED dibuat dari peta topografi, skala 1:25.000 dengan resolusi 30 meter. Landform dianalisis secara digital menggunakan unsur kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian tempat dan bahan induk. Pada setiap satuan landform yang terbentuk, ditentukan isi dan komposisi tanahnya di lapangan. Hasil delineasi satuan landform diasumsikan berimpit dengan batas satuan peta tanahnya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa setiap satuan landform yang terbentuk mempunyai komposisi satuan tanah yang berbeda. Hasil penilaian kemurnian menunjukkan bahwa dari 37 satuan peta tanah, 34 satuan peta tanah diantaranya mempunyai kemurnian lebih dari 85% dengan rata-rata kemurnian 95%. Secara umum penggunaan MED untuk pemetaan tanah sangat membantu delineasi satuan peta tanah dan menghasilkan peta tanah berkualitas tinggi.

Kata kunci : Model elevasi digital, peta tanah semi detail, kualitas

PENDAHULUAN

Peta tanah semi detail (skala 1 :50.000) merupakan sumber data yang digunakan sebagai dasar dalam proses evaluasi lahan. Oleh karena

itu kualitas hasil evaluasi lahan sangat tergantung dari kualitas peta tanahnya. Salah satu faktor yang menentukan kualitas peta tanah adalah metode delineasi satuan peta tanah yang digunakan. Menurut Beckett (1968) peta tanah berkualitas

(4)

Sukarman

baik adalah peta tanah yang mempunyai ketelitian serta ketepatan tinggi tentang informasi mengenai satuan tanah dan lingkungannya pada setiap satuan peta tanah. Sementara Notohadiprawiro (1992) menyatakan bahwa ketepatan memprakirakan sifat- sifat tanah ditentukan oleh kemurnian satuan peta tanah. Penetapan tingkat kemurnian satuan peta tanah dapat dilakukan berdasarkan sidik ragam keruangan sifat-sifat tanah terpenting atau sidik ragam profil tanah. Oleh karena itu kemurnian satuan peta tanah menjadi pengendali pokok mutu suatu peta tanah.

Penelitian mengenai kemurnian satuan peta hasil pemetaan tanah tingkat medium telah dilakukan oleh Mc Cormack dan Wilding (1969) di Ohio Amerika Serikat. Hasil penelitian tersebut mendapatkan bahwa klasifikasi tanah yang sesuai dengan legenda pada tingkat seri dan famili sebesar 17%, pada tingkat sub group sebesar 22 %, pada tingkat great group sebesar 44% dan pada tingkat ordo sebesar 74%. Penelitian yang dilakukan Notohadiprawiro (1992) pada Peta Tanah Semi Detail (skala 1 : 50.000) daerah Seruyan Kalimantan Tengah mendapatkan bahwa kemurnian setiap satuan peta bervariasi dari 80 sampai 100 %. Dari 13 satuan peta tanah yang diteliti ternyata hanya 2 satuan peta yang mempunyai kemurnian kurang dari 85%.

Sementara itu Sukarman (1990) mendapatkan bahwa penggunaan metode pemetaan tanah tergantung dari keadaan bentuk wilayah suatu daerah. Hasil ini didasarkan kepada perhitungan kemurnian setiap satuan peta detail (skala 1 : 10.000) daerah Cimulang Bogor yang dipetakan dengan tiga metode, yaitu metode grid, metode interptretasi potret udara dan metode taktis (bebas). Di daerah datar dan berombak metode yang sesuai adalah metode grid dan metode bebas, sedangkan di daerah bergelombang dan berbukit metode yang sesuai adalah metode interpretasi potret udara dan metode bebas.

Penelitian mengenai prediksi antara sifat tanah dengan atribut landform yang dianalisis dari MED telah dilakukan oleh Odeha et al. (1994) di Australia, Lark (1999) di Inggris, de Bruin dan Stein (1998) di Spanyol dan King et al. (1999) di Perancis. Secara umum hasilnya menunjukkan bahwa MED dapat digunakan untuk analisis atribut landform dan dapat digunakan untuk analisis atribut landform dan dapat digunakan untuk

JIPI 12 mempelajari penyebaran tanahnya. Di Indonesia, hasil penelitian Sukarman et al. (2004) mendapatkan bahwa peta satuan landform yang diturunkan dari MED di daerah volkanik Cisarua Bogor secara umum berkualitas baik. Sebagian satuan landform mempunyai hubungan yang nyata dengan komposisi satuan tanahnya pada kategori famili dan sub group.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan MED dalam membantu delineasi satuan peta tanah semi detail (skala 1 : 50.000), dengan mengambil studi kasus di daerah Cigudeg dan sekitarnya, Kabupaten Bogor.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di sebagian Kecamatan Cigudeg, Ciampea dan Nanggung, Kabupaten Bogor seluas 18.470 ha yang tercakup dalam Peta Rupabumi lembar Cigudeg (Lembar 1209-133). Pembuatan dan analisis MED dilaksanakan di Laboratorium Inderaja Balai Penelitian Tanah dan analisis tanah di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah. Waktu penelitian dari bulan Februari sampai Oktober 2004.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:(1). Peta Geologi Teknik daerah Bogor-Jakarta, skala 1 : 50.000 (Direktorat Geologi Indonesia, 1970); (2). Peta topografi lembar Cigudeg (1209-133) skala 1 : 25.000 (Bakosurtanal, 1998) dalam bentuk digital format Arc/Info dengan interval kontur 12,5 meter.

Pembuatan MED dan Analisis Landform Pembuatan MED

MED dibuat dari peta topografi digital skala 1 : 25.000 dengan interval kontur 12,5 meter (Bakosurtanal, 1998), mempunyai resolusi 30 meter menggunakan perangkat lunak Arc View versi 3.3 . Data MED yang dihasilkan dalam format grid, kemudian dirubah ke dalam format ER Mapper (ers) untuk bahan analisis relief dan landform.

Analisis Landform dari MED

Unsur-unsur yang digunakan dalam menyusun landform adalah kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian tempat dan bahan induk/litologi. Klasifikasi landform, kemiringan

(5)

Kualitas peta tanah semi detail

lereng dan bahan induk/litologi mengacu kepada panduan yang dikemukakan oleh Marsoedi et al. (1998). Peta kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian tempat (skala 1 : 25.000) diturunkan dari MED menggunakan perangkat lunak ER Mapper versi 6.2, sedangkan peta bahan induk/litologi dibuat dari peta geologi teknik Jakarta-Bogor skala 1 : 50.000 (Direktorat Geologi Indonesia, 1970).

Pembuatan peta landform dilakukan secara digital, masing-masing peta atribut landform (kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian tempat dan bahan induk/litologi) ditumpang tepatkan dan dianalisis menggunakan perangkat lunak Arcview versi 3.3 dengan teknik klasifikasi ISODATA (Iteration Self-Organizing Data Analysis Technique) unsupervised (tak terbimbing). Penamaan hasil klasifikasi landform dibantu berdasarkan MED dalam bentuk tiga dimensi.

Hasil analisis landform digunakan sebagai dasar untuk menentukan tempat pengamatan tanah di lapangan. Pengamatan lapang juga ditujukan untuk mencari hubungan antara penyebaran tanah dengan atribut landform. Pengukuran lereng dan pengamatan atribut lainnya dilakukan pada setiap landform yang terbentuk. Setiap site tempat pengamatan dilakukan di tiga tempat sebagai ulangan dengan jarak antara pengamatan 30 meter.

Pengamatan lapang

Pengamatan tanah dan lingkungannya ditujukan untuk mencari hubungan antara pola penyebaran tanah dengan atribut landform. Koordinat setiap lokasi pengamatan ditetapkan dengan menggunakan alat Geographic Positioning System (GPS). Pengamatan sifat-sifat tanah dilakukan melalui pemboran atau minipit dan profil tanah mengikuti prosedur dan kriteria dalam Soil Survey Manual (Soil Survey Staff, 1993). Analisis tanah mengacu pada Soil Survey Investigation Report No.1 (Soil Conservation Service, 1972). Klasifikasi tanah yang digunakan adalah sistem klasifikasi Taksonomi Tanah sampai tingkat famili (Soil Survey Staff, 2003).

JIPI 13

Interpretasi Data

Setiap satuan landform yang terbentuk ditentukan susunan dan komposisi satuan tanahnya berdasarkan hasil pengamatan lapang. Berdasarkan hal tersebut maka dapat ditentukan jenis satuan peta yang terbentuk apakah konsosiasi, asosiasi atau kompleks, Selain itu dilakukan perbaikan klasifikasi tanah berdasarkan hasil analisis tanah laboratorium. Klasifikasi tanah dilakukan berdasarkan klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2003) sampai kategori famili.

Evaluasi Hasil

Tahap ini dilakukan untuk melihat kualitas peta tanah yang dihasilkan dengan metode pemetaan bantuan analisis MED.

Metode Perhitungan Ketepatan

Salah satu parameter yang digunakan untuk menilai kualitas peta adalah ketepatan satuan peta yang didasarkan kepada kemurnian satuan peta. Kemurnian satuan peta merupakan salah satu indikator ketepatan identifikasi isi satuan peta. Perhitungan kemurnian peta didasarkan kepada kemurnian setiap satuan peta. Kemurnian setiap satuan peta dihitung berdasarkan persentase antara luasan isi suatu satuan peta berdasarkan keadaan sebenarnya di lapangan (acuan) dibandingkan dengan luasan isi suatu satuan peta yang ditunjukkan dalam legenda peta tanah hasil analisis MED.

Kriteria ketepatan peta berdasarkan kelas yang dikemukakan oleh Forbes, Rossiter dan Van Wambeke (1983) yang dimodifikasi, yaitu :(1). Ketepatan tinggi apabila mempunyai kemurnian > 85%; (2). Ketepatan sedang apabila mempunyai kemurnian > 50 dan < 85%; (3). Ketepatan rendah apabila mempunyai kemurnian < 50%.

Metode Penilaian Karakteristik Peta Tanah Karakteristik peta tanah merupakan salah satu penciri ketelitian dan ketepatan delineasi satuan peta. Bentuk dan ukuran hasil delineasi disebut tekstur peta (Eswaran et al., 1981). Parameter yang diukur meliputi luasan terkecil hasil delineasi (MSD), luasan rata-rata hasil delineasi (ASD), indeks reduksi pengecilan maksimum (IMR). Metode penetapan MSD, ASD dan IMR mengikuti cara yang dikemukakan dalam Eswaran et al. (1981).

(6)

Sukarman

Nilai MSD diperoleh dari tabel atribut semua poligon setiap peta tanah hasil suatu metode, sedangkan nilai ASD diperoleh dengan merata-ratakan seluruh ukuran poligon yang terbentuk pada setiap peta tanah. Tabel atribut setiap poligon dapat dimunculkan dalam program Arcview 3.3. Nilai IMR dihitung berdasarkan formula:

Index of maximum reduction (IMR) =

)

(cm

M SD

)

(cm

ASD

2 2

Kelas tekstur peta didasarkan kepada kriteria dari Eswaran et al. (1981), yaitu : (1). Sangat halus, apabila IMR < 2; (2). Halus, apabila 2 < IMR < 4; (3). Sedang, apabila 4 < IMR < 6; (4). Kasar, apabila 6 < IMR < 10; (5). Sangat kasar, apabila IMR > 10. Tekstur peta menunjukkan ukuran dan distribusi hasil delineasi suatu peta. Semakin halus tekstur suatu peta tanah menunjukkan bahwa peta mempunyai ukuran poligon semakin kecil atau ukuran poligon semakin seragam.

Karakteristik peta atau tekstur peta digunakan untuk mempelajari dan menganalisis penyebab baik buruknya kualitas peta yang dihasilkan dari suatu metode. Tekstur peta akan memberikan pertimbangan apakah kualitas peta yang rendah atau sedang hasil suatu metode masih memungkinkan untuk diperbaiki atau tidak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tampilan MED

Gambar 1 adalah peta topografi skala 1 : 25.0000 lembar Cigudeg dengan interval kontur 12,5 meter yang dipakai untuk membuat MED. Sedangkan Gambar 2 memperlihatkan MED dalam tampilan dua dimensi beresolusi 30 meter yang dibuat dari peta kontur tersebut di atas. Warna yang berbeda menunjukkan perbedaan ketinggian tempat. Warna coklat (gelap) memperlihatkan kelas ketinggian yang paling rendah di daerah tersebut dan warna biru muda menunjukkan kelas ketinggian tempat yang paling tinggi. Tampilan MED tiga dimensi seperti disajikan dalam Gambar 3 dapat dipakai untuk membantu dalam penamaan setiap satuan landform hasil analisis digital. Dari tampilan tiga dimensi tersebut lebih memperjelas bentuk dan pola bentang alam yang dapat digunakan untuk penamaan setiap satuan landform. Analisis secara digital dilakukan secara otomatis sehingga diperoleh hasil yang lebih detail dan lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional.

JIPI 14

Gambar 1. Peta kontur yang digunakan untuk membuat MED

Gambar 2. MED daerah Cigudeg dalam tampilan dua dimensi

Gambar 3. MED daerah Cigudeg dalam tampilan tiga dimensi

Hasil Analisis Landform dari MED

Gambar 4 menyajikan Peta landform hasil analisis MED dan legendanya disajikan dalam Tabel 1. Daerah Cigudeg terbagi menjadi : Grup Aluvial (A), Grup Karst (K), Grup Volkanik (V), Grup Tektonik dan Struktural (T).

(7)

Kualitas peta tanah semi detail JIPI 15

Tabel 1. Satuan landform hasil analisis MED di daerah Cigudeg

No. Simbol Landform U r a i a n

Grup Aluvial

1. A1.5 Jalur aliran

2. A2.2.3 Lereng Koluvial

3. A2.3 Dataran antar perbukitan

Grup Karst

4. K3 Perbukitan Karst

Grup Volkanik

5. V3.1.1 Perbukitan volkan tidak tertoreh

6. V3.1.2 Perbukitan volkan tertoreh

7. V3.2.2 Pegunungan volkan tertoreh

8. V3.3 Kaki perbukitan

9. V3.5.3.1 Lereng volkan tua bagian bawah tidak tertoreh

10. V3.5.3.2 Lereng volkan tua bagian bawah tertoreh

11. V3.5.4.1 Lereng volkan tua bagian atas tidak tertoreh

12. V3.5.4.2 Lereng volkan tua bagian atas tertoreh

13. V4.1 Intrusi andesit

Grup Tektonik dan Struktural

14 T2.1 Punggung meza

15. T2.2 Gawir

16. T10.1 Peneplain datar

17. T10.2 Peneplain berombak

18. T10.3 Peneplain bergelombang

19. T12.1 Perbukitan tektonik tidak tertoreh

Grup aluvial yang dijumpai terdiri atas tiga satuan landform yaitu: Teras sungai (A1.5), Lereng koluvial (A2.2.3) dan Dataran antar perbukitan (A2.3). Grup Karst merupakan landform yang didominasi oleh bahan batugamping masif (limestone). Grup karst yang ada di daerah h Cigudeg terdapat di sebelah utara Jembatan Sadang dan mempunyai relief berbukit. Oleh karena itu pada kategori Subgrup landformnya dikategorikan sebagai Perbukitan Karst (K3). Landform volkanik terbentuk karena proses aktivitas volkanik atau gunung berapi. Menurut Direktorat Geologi Indonesia (1970) dan Effendi et al. (1998) batuan yang menyusun landform volkanik di lokasi Cigudeg terdiri dari batuan gunung api tua dan intrusi. Pada kategori subgrup landform ini termasuk ke dalam landform Volkan tua (V3) dan Intrusi (V4). Satuan landform yang dijumpai terdiri dari Perbukitan volkan (V3.1), Pegunungan volkan (V3.2), Kaki Perbukitan (V3.3), Lereng volkan tua (V3.5).

Grup tektonik dan struktural di daerah Cigudeg terdiri dari Punggung Meza (T2.1), Gawir (T2.2), Peneplain berombak (T10.2), Peneplain bergelombang (T10.3), dan Perbukitan tektonik (T12.1).

Klasifikasi Tanah

Berdasarkan sifat-sifat morfologi dan hasil analisis tanah di laboratorium, tanah di daerah penelitian menurut klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2003) terdiri dari 3 Ordo (Inceptisol, Ultisol, dan Oxisol). Ordo Inceptisol digolongkan kedalam 2 Sub Ordo, yaitu Aquept dan Udept. Kedua Sub Ordo tersebut menurunkan 6 Subgrup yaitu Fluvaquentic Endoaquept, Aeric Epiaquept, Oxyaquic Dystrudept, Andic Dystrudept, Typic Dystrudept, dan Typic Eutrudept. Keenam subgrup tersebut menurunkan 8 famili tanah. Ordo Ultisol terdiri dari Sub Ordo Udult dan menurunkan 3 Subgrup yaitu Aquic Hapludult, Typic Hapludult dan Typic Kandiudult.

(8)

Sukarman JIPI 16

Tabel 2. Tanah di daerah penelitian berdasarkan sistem klasifikasi Taksonomi Tanah (2003).

Ordo Subordo Great grup Subgrup Famili

Inceptisol Aquept Endoaquept Fluvaquentic Fluvaquentic Endoaquept, halus, campuran, isohipertermik Endoaquept Fluvaquentic Endoaquept, berlempung diatas fragmenal,

campuran, isohipertermik

Epiaquept Aeric Epiaquept Aeric Epiaquept, halus, campuran, isohipertermik Udept Dystrudept Oxyaquic Oxyaquic Dystrudept, halus, campuran, isohipertermik

Dystrudept

Andic Dystrudept Andic Dystrudept, halus, campuran, isohipertermik. Typic Dystrudept Typic Dystrudept, halus, campuran, isohipertermik Eutrudept Typic Eutrudept Typic Eutrudept, halus, campuran, isohipertermik.

Typic Eutrudept, berliat skeletal, montmorilonitik,

isohipertermik

Ultisol Udult Hapludult Typic Hapludult Typic Hapludult, halus, kaolinitik, isohipertermik Aquic Hapludult Aquic Hapludult, halus, kaolinitik, isohipertermik. Kandiudult Typic Kandiudult Typic Kandiudult, sangat halus, kaolinitik, isohipertermik. Oxisol Udox Hapludox Rhodic Hapludox Rhodic Hapludox, sangat halus, kaolinitik, isohipertermik.

Typic Hapludox Typic Hapludox, halus, kaolinitik, isohipertermik.

Kedua subgrup tersebut menurunkan 3 famili tanah. Ordo Oxisol menurunkan Sub Ordo Udox dan menurunkan 2 Subgrup yaitu: Rhodic Hapludox dan Typic Hapludox. Kedua subgrup menurunkan 2 famili tanah. Hasil pengklasifi-kasian selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.

Penyebaran Satuan Tanah

Penyebaran tanah di lokasi penelitian ditentukan oleh unsur landform, lereng, bahan induk dan ketinggian tempat baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri.. Tanah-tanah dari Ordo Inceptisol umumnya berkembang bahan induk yang berumur ralatif muda yaitu dari bahan aluvium, koluvium dan volkan.. Ordo Ultisol dan Oxisol berkembang dari bahan induk relatif lebih tua. Ultisol yang dijumpai berkembang dari jenis bahan bahan induk batuliat dan batupasir atau campurannnya, sedangkan Oxisol berkembang dari batuanpasir bertufa.

Tanah Inceptisol yang terletak pada landform Jalur aliran sungai dan Lereng koluvial yang mempunyai kemiringan kurang dari 8 persen, tanahnya memperlihat adanya sifat aquic yang disebabkan pengaruh genangan air. Oleh karena itu klasifikasi tanahnya pada kategori sub grup dikelompokkan kedalam Fluvaquentic Endoaquept dan Aeric Epiaquept. Bahan induk batugamping dengan landform karst menghasilkan tanah yang berbeda. Sifat eutric menjadi salah satu penciri klasifikasi tanahnya. Adanya sifat eutric ini ditunjukkan oleh nilai kejenuhan basa lebih dari 50 persen. Dengan demikian klasifikasi tanah pada

kategori great grup dikelompokkan kedalam Eutrudept.

Pengaruh bahan induk dan ketinggian tempat juga menentukan penyebaran tanahnya. Tanah-tanah yang terbentuk dari bahan volkan dan terletak pada ketinggian antara 600 – 900 meter di atas permukaan laut memperlihatkan sifat andik, yang menunjukkan bahwa tanah di daerah ini mengandung bahan-bahan alofan yang relatif lebih tinggi dari pada di daerah lainnnya. Tanah demikian pada kategori subgrup digolongkan kedalam Andic Dystrudepts. Sedangkan tanah serupa tetapi terletak pada ketinggian kurang dari 600 meter tidak menunjukkan sifat andik, klasifikasinya digolongkan kedalam Typic Dystrudept.

Bahan induk sedimen (batuliat, batupasir dan batupasir bertufa) yang berumur tersier menghasilkan tanah-tanah yang berkembang lanjut, yaitu Ultisol dan Oxisol. Namun berdasarkan posisinya dalam landform, Oxisol yang terletak pada lereng atas mempunyai warna merah dan diklasifikasikan sebagai Rhodic Hapludox, sedangkan yang berada pada lereng tengah dan bawah diklasifikasikan kedalam Typic Hapludox. Ultisol yang berkembang dari batupasir bertufa dan berada pada lereng atas diklasifikasikan sebagai Typic Kandiudult, sedangkan tanah yang berkembang dari batuliat dan batupasir serta berada pada lereng tengah dan lereng bawah diklasifikasikan kedalam Typic Hapludult.

(9)

Kualitas peta tanah semi detail JIPI 17

(10)

Sukarman

Peta Tanah

Peta tanah semi detail daerah penelitian disajikan dalam Peta 1. Peta tanah tersebut mempunyai 37 satuan peta. Setiap satuan peta tanah terdiri dari satu sampai tiga satuan tanah pada kategori famili, bentuk satuan peta tanah berupa konsosiasi, asosiasi atau kompleks. Jumlah satuan peta hasil analisis MED lebih sedikit dibandingkan dengan peta acuan. Jumlah satuan peta tanah dengan bantuan MED hanya berjumlah 37 satuan peta, sedangkan berdasarkan peta acuan berjumlah 44. Hal ini dapat dimaklumi karena peta tanah tanah acuan lebih rinci. Penyebabnya adalah karena data dukung yang digunakan lebih banyak serta pengamatan lapangan yang lebih intensif.

JIPI 18

Ketepatan peta

Pengujian ketepatan satuan tanah setiap satuan peta tanah dan rata-ratanya disajikan dalam Tabel 3. Rata-rata kemurnian satuan peta tanah adalah 95 persen. Peta yang demikian digolongkan sebagai peta yang berkualitas tinggi karena mempunyai kemurnian lebih dari 85 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa pemetaan tanah dengan bantuan analisis MED memberikan hasil yang baik dalam menggambarkan penyebaran satuan tanah.

Ketepatan satuan tanah yang paling rendah hasil analisis MED adalah pada SPT 6 dengan kemurnian 51 persen. Rendahnya ketepatan ini karena landform hasil analisis MED mencakup landform peneplain bergelombang yang mempunyai satuan tanah berbeda dengan satuan tanah pada landform karst.

Tabel 3. Hasil uji kemurnian satuan tanah pada setiap satuan peta tanah di daerah penelitian

No. SPT Kemurnian No. SPT Kemurnian

...% ... ...%... 1. 100 20. 98 2. 100 21. 88 3. 100 22. 87 4. 98 23. 98 5. 100 24. 99 6. 51 25. 85 7. 98 26. 85 8. 100 27. 90 9. 100 28. 100 10. 98 29. 98 11. 99 30. 98 12. 98 31. 95 13. 100 32. 90 14. 100 33. 93 15. 99 34. 90 16. 100 35. 95 17. 100 36. 90 18. 98 37. 100 19. 99 _______________________________________________________________________________ Rata- rata 95 _______________________________________________________________________________

(11)

Kualitas peta tanah semi detail

Karakteristik Peta Tanah

Karakteristik peta merupakan salah satu penciri ketepatan dan ketelitian hasil delineasi suatu peta. Parameter yang digunakan dalam menilai karakteristik peta berupa luasan terkecil hasil delineasi atau minimum size delineation (MSD), luasan rata-rata hasil delineasi atau average size delineation (ASD), indeks pengecilan maksimum peta atau index maximum reduction (IMR). Peta tanah hasil di daerah penelitian mempunyai nilai MSD lebih dari 0,40 cm2 (Tabel 3). Menurut Eswaran et al. (1981) MSD yang digunakan dalam pemetaan tanah adalah ¼ x ¼ inch2 atau 1/16 inch2 atau 0,403 cm2. Berdasarkan hal tersebut maka ukuran satuan peta yang tergambar dalam peta hasil tiga metode analisis di tiga lokasi penelitian tidak terlalu kecil, sehingga masih terlihat untuk dibaca dan dapat digunakan untuk meletakkan simbol-simbol peta.

Peta yang mempunyai tekstur halus dihasilkan dari analisis MED dengan IMR 2,90 (Tabel 4). Peta yang bertekstur halus menunjukkan bahwa poligon hasil delineasi mempunyai ukuran yang relatif seragam.

Tabel 4. Karakteristik peta tanah hasil analisis MED di daerah penelitian

Parameter Cigudeg MSD (cm2) 0,41 ASD (cm2) 3,37 IMR 2,90

KESIMPULAN

Model elevasi didital (MED) yang diturunkan dari petra topografi skala 1 : 25.0000, dapat dipakai untuk menganalisis atribut landform yang berkaitan erat dengan pola-pola penyebaran tanah pada tingkat semi detail.

JIPI 19

Hasil analisis landform dari MED berhubungan erat dengan penyebaran tanahnya pada kategori famili.

Kualitas peta tanah semi detail di daerah Cigudeg yang dipetakan dengan bantuan MED mempunyai kualitas tinggi dengan nilai kemurnian 95%.

Karakteristik peta tanah semi detail daerah Cigudeg secara kartrografis mempunyai kualitas baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bakosurtanal. 1998. Peta Rupabumi digital Lembar Cigudeg (No. 1209-133), skala 1 : 25.000. Bakosurtanal.

Beckett, P.H.T. 1968. Methods and scale of land resources surveys, in relation to precision and cost. In. Stewart G.A (eds). Land Evaluation Papers of CSIRO Symposium Organized in Cooperation with Unesco. Mc Millan of Australia.

de Bruin, S. and A. Stein. 1998. Soil-landscape modelling using fuzzy c-means clustering of attribute data derived from Digital Elevation Model (DEM). Geoderma 83:17-33.

Direktorat Geologi Indonesia. 1970. Peta Geologi Teknik Daerah Bogor-Jakarta. Skala 1 : 50.000. Departemen Pertambangan.

Effendi, A.C., Kusnama, dan B. Hermanto. 1998. Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa, Skala 1 : 100.000. Edisi kedua. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Eswaran, H., T.R. Forbes, and M.C. Laker. 1981. Soil parameter and clasification. In Soil Resources Inventories and Development Planning. Proceeding of Workshops at Cornell University 1977-1978. Technical Monograph No. 1. Soil Management Support Services, Washington D.C. pp:351-366. Forbes. T., D. Rossiter and A. Van Wambeke.

1983. Guidelines for Evaluating the Adequacy of Soil Resources Inventories. Soil Management Support Services. Technical Monograph No. 4.

King, D., H. Bourennane, M. Isambert and J. J. Macaire. 1999. Relationship of the presence of a non-calcareous clay-loam horizon to DEM attributes in gently sloping area. Geoderma 89: 95-111.

(12)

Sukarman

Lark, R.M. 1999. Soil-landform relationships at within-field scales: an investigation using continous classification. Geoderma 92:141-165.

Marsoedi, D. S., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul S.W.P., S. Hardjowigeno dan E.R. Jordens. 1998. Pedoman Klasifikasi Landform. Technical Report No.5, Versi 3. Proyek LREP II. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Mc Cormack, D.E. and L.P. Wilding. 1969. Variation of soil properties within mapping units of soils with contrasting substrata in Nortwestern Ohio. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 33:587-593.

Notohadiprawiro, T. 1992. Quality control of soil survey. Prosiding Pertemuan Teknis Pembakuan Sistem Klasifikasi dan Metode Survei Tanah. Cibinong, 29-31 Agustus 1988. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal 1–28.

Odeha, I.O.A., A.B. Mc Bratney, and D.J. Chittleborough. 1994. Spatial prediction of soil properties from landform attributes derived from digital elevation model. Geoderma 63:197-214.

JIPI 20

Soil Conservation Service. 1972. Soil Survey Laboratory Methods and Procedures for Collecting Soil Samples. Soil Survey Investigation Report No.1. Soil Conserv. Service.USDA, Washington D.C.

Soil Survey Staff. 1993. Soil Survey Manual. USDA Handbook No. 18, Washington D.C. Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy.

Ninth Edition. Natural Resources Conservation Service. United States Dapartment of Agricultural.

Sukarman. 1990. Keragaman tanah pada satuan peta tanah detil hasil pemetaan dengan tiga cara delineasi pada suatu wilayah di daerah Cimulang Bogor. Thesis Magister Sains. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sukarman, S. Hardjowigeno, Sudarsono, B. Mulyanto, M. Ardiansyah dan A, Hidayat. 2004. Model elevasi digital untuk analisis landform volkanik dan hubungannya dengan satuan tanah di daerah Cisarua, Bogor. Timur. Jurnal Tanah dan Iklim. No. 22/2004: 50-62.

Gambar

Gambar  1  adalah  peta  topografi  skala  1  :  25.0000  lembar  Cigudeg  dengan  interval  kontur  12,5  meter  yang  dipakai  untuk  membuat  MED
Tabel 1.   Satuan landform hasil analisis MED di daerah Cigudeg
Gambar 3.    Peta landform hasil analisis MED di daerah Cigudeg, Kabupaten Bogor
Tabel  3.  Hasil uji kemurnian satuan tanah pada setiap satuan peta tanah di daerah penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini mengevaluasi pembentukan galur mandul jantan baru GMJ4A dan GMJ5A sampai menurunkan hibrida unggul pada uji observasi hasil dan uji ketahanan terhadap penyakit hawar

Berdasarkan hasil tabel tersebut sejumlah pernyataan kuesioner yang telah diisi pada variabel independen Stres Kerja (X1) mendapatkan hasil yang valid karena nilai lebih dari 0.5

Namun secara individu masa kerja tidak ada hubungan dengan stres kerja yang artinya masa kerja tidak mempengaruhi stres kerja, sedangkan kebisingan dan Shift kerja

Hasil pengamatan kematian cacing pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kesum memiliki daya antelmintik dan semakin tinggi konsentrasi ekstrak

Jurusrn'feknrli Sipil - Telakrsiitasi Jurusan Telorik Industri -'lerakr€ditasi Junrran.let-nik Mesin - l erat-reditasi Jurusin Teknik I'lleLtro - I'erakredilasi Jurusan

Deskripsi : Mata Kuliah Aljabar Linier dan Matriks merupakan mata kuliah wajib Program Studi S-1 Teknik Infomatika dimana matakuliah ini membahas tentang Vektor, Vektor

Pinang Mas 5 Kelurahan Utama Kecamatan Cimahi Selatan atas permintaan saksi Hanafi terdakwa bersama saksi Anhar Yulianto dan saksi Ade Jumara merubah rekapitulasi

Akan tetapi, bagi mahasiswa yang menganggap ada nilai yang tidak akurat, maka diperbolehkan untuk menghubungi dosen pengasuh mata kuliah dengan menyertakan alasan dalam waktu