• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Lada Daerah Asal dan Persebaran di Indonesia Ciri Botani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Lada Daerah Asal dan Persebaran di Indonesia Ciri Botani"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Lada Daerah Asal dan Persebaran di Indonesia

Tanaman lada (Piper nigrum) berasal dari pantai barat Ghats, Malabar, India. Lada dibawa oleh para pendatang Hindu ke Pulau Jawa antara tahun 100 SM dan 600 M. Daerah awal pemasukan tanaman lada di Indonesia tidak diketahui dengan jelas, namun diperkirakan bahwa tanaman lada pertama kali ditanam di daerah Karesidenan Banten (Wahid 1996a).

Penyebaran tanaman lada dari daerah Banten mula-mula mengarah ke timur Pulau Jawa. Di daerah Banten, Jakarta, Cirebon, Jepara, Surakarta dan Yogyakarta, lada pada mulanya diusahakan dalam bentuk perkebunan sampai dengan abad ke-18. Bersamaan dengan itu pengusahaannya dalam bentuk perkebunan rakyat dimulai di Sumatera (Aceh, Bengkulu, Bangka, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Timur, dan Jambi) serta ke Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, dan Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah) (Wahid 1996a).

Daerah pengembangan lada saat ini adalah Lampung yang terkenal dengan lada hitamnya (Lampong black pepper), dan Bangka yang lebih dikenal dengan lada putihnya (Muntok white pepper). Selain itu, banyak pengembangan pertanaman lada baru di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, serta Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (Manohara et al. 2005).

Ciri Botani

Tanaman lada merupakan tanaman tahunan yang memanjat dan memiliki batang yang berbuku-buku dan silindris. tinggi tanaman dapat mencapai 10 m dan tajuk dapat mencapai diameter 1,5 m bila dibudidayakan dengan baik. Tanaman lada berakar tunggang dengan akar utama dapat melakukan penetrasi pada tanah sampai kedalaman 1-2 m. Akar yang tumbuh dari buku di atas tanah tidak memanjang dan hanya digunakan untuk menempel pada tiang pemanjat. Batang lada berbentuk sulur dan dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sulur gantung, sulur panjat, sulur buah, dan sulur tanah. Daun lada duduk tunggal berseling dan tumbuh pada setiap buku. Daun tua berwarna hijau mengkilat pada

(2)

permukaan atas, sedangkan daun muda bervariasi (hijau muda, ungu, cokelat muda), bergelombang atau rata. Bunga-bunga terdapat pada cabang plagiotrophic yang tersusun dalam bulir (spica) atau untai (amentum). Buah lada temasuk buah buni atau buah batu. Buah berbentuk bulat dan pada waktu masak berwarna merah. Biji lada memiliki permukaan yang licin dan berwarna putih cokelat (Wahid 1996b).

Lingkungan Tumbuh

Lada merupakan tanaman memanjat dari keluarga Piperaceae yang dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Batang tanaman lada berbuku-buku dan berbentuk sulur. Sulur panjat tumbuh lebih baik dalam keadaan nisbi udara kurang cahaya (fototrof negatif) sedangkan sulur buah dalam keadaan cukup cahaya (fototrof positif). Intensitas cahaya yang dibutuhkan berkisar dari 50% sampai 75%. Lada dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian 0-500 m dpl. Curah hujan yang paling baik untuk tanaman lada adalah 2000 - 3000 mm/tahun dengan hari hujan 110-170 hari, dan musim kemarau 2-3 bulan/tahun. Kelembapan nisbi udara yang sesuai dari 70% sampai 90% dengan kisaran suhu 25-35 0C. Tanaman lada dapat tumbuh pada semua jenis tanah, terutama tanah berpasir dan gembur dengan unsur hara yang cukup. Tingkat kemasaman tanah (pH) yang sesuai berkisar 5-6.5 (Balittri 2007).

Penggunaan tiang panjat hidup (tajar) dalam budi daya lada akan membantu mengurangi intensitas cahaya yang berlebihan dan akan membuat tanaman berumur lebih panjang karena tanaman tidak didorong berproduksi lebih sementara input yang diberikan terbatas. Penanaman tanaman penutup tanah akan mengurangi cekaman kekeringan akibat kemarau dan menghambat penyebaran Phytophthora capsici selama musim hujan. Pembuatan saluran drainase yang cukup dan terasering yang disesuaikan dengan kondisi lahan diperlukan untuk menghindari genangan air selama musim hujan (Wahyuno 2009).

Penyakit Busuk Pangkal Batang (Phytophthora capsici L.)

Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Phytophthora capsici pertama kali dilaporkan terjadi di pertanaman lada di Sumatera Selatan

(3)

pada tahun 1885. Sejak saat itu dilaporkan penyebaran semakin meluas ke berbagai daerah pertanaman lada, yaitu Lampung, Bangka, Aceh, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Pulau Laut (Manohara 2000). Kerusakan akibat penyakit tersebut di Lampung pada tahun 1970 diperkirakan mencapai 52%. Kasim (1990) memperkirakan kerusakan tanaman lada akibat penyakit BPB di Indonesia setiap tahunnya berkisar dari 10% sampai 15% dari total tanaman lada. Saat ini serangan penyakit BPB terus meluas hingga tidak hanya ditemukan di sentra produksi lada, yaitu Bangka dan Lampung, tetapi telah tersebar hampir di semua pertanaman lada di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi (Manohara et al. 2005).

Cendawan P. capsici dapat menyerang semua fase pertumbuhan tanaman, mulai pembibitan sampai tanaman produktif. Gejala kelayuan mendadak terjadi apabila terjadi serangan patogen pada pangkal batang. Pangkal batang yang terserang menjadi berwarna hitam dan pada keadaan lembap akan tampak lendir yang berwarna kebiruan. Serangan pada akar menyebabkan tanaman layu dan daun-daun menjadi berwarna kuning. Serangan pada daun menyebabkan gejala bercak daun pada bagian tengah atau tepi daun. Bercak berwarna hitam dengan tepi bergerigi seperti renda yang akan tampak jelas apabila daun diarahkan ke cahaya. Serangan pada buah menyebabkan buah berwarna hitam dan busuk; gejala ini biasanya banyak ditemukan pada buah yang letaknya dekat permukaan tanah (Manohara & Kasim 1996).

Penyebaran cendawan P. capsici selain oleh air dan angin pada saat hujan, juga dapat terbawa oleh ternak peliharaan, siput/keong, manusia, alat pertanian bekas dipakai pada tanaman sakit, dan dapat terbawa pada bibit lada sehingga menjadi sumber inokulum bagi daerah pengembangan lada yang baru (Mulya et a.l 1986 dalam Manohara et al. 2005).

Pada dasarnya cendawan P. capsici merupakan patogen yang sulit dikendalikan, tetapi kerugian akibat penyakit ini dapat ditekan dengan melakukan budi daya lada yang tepat dan benar. Pengendalian terpadu penyakit BPB meliputi pengendalian secara kimia, kultur teknis dan hayati. Wahyuno (2009) menyatakan bahwa hanya Lampung Daun Kecil dan Chunuk yang merupakan varietas toleran terhadap BPB dan sampai saat ini belum ada varietas yang tahan BPB.

(4)

Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif sistemik cenderung lebih efektif dan banyak digunakan oleh petani, khususnya saat harga lada tinggi (Manohara et al. 2005). Fungisida sistemik berbahan aktif aluminium fosetil 80%, asam fosfit 400g/l, atau menaburkan mefenoksam ke tanah sekeliling bawah tajuk tanaman dapat mencegah terjadinya penularan penyakit (Manohara & Kasim 1996). Namun, pemakaian fungisida hendaknya merupakan pilihan terakhir. Selain karena permintaan produk yang bebas residu juga harga lada yang relatif tidak stabil, fungisida menjadi input yang mahal bagi petani (Wahyuno 2009).

Pengendalian secara kultur teknis meliputi penggunaan bibit yang sehat, penanaman tanaman penutup tanah, penggunaan tiang panjat hidup, pemupukan yang berimbang, pembuatan drainase dan parit keliling, pemangkasan tajar, pembuangan sulur cacing dan sulur gantung, penyiangan terbatas, serta pemangkasan cabang lada yang ada di bagian bawah. Penanaman tanaman kelompok Liliaceae dilaporkan akan menekan terjadinya gejala BPB karena eksudat akar tanaman tersebut dapat menghambat perkecambahan zoospora P. capsici (Wahyuno 2009).

Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan sisa tanaman seperti padi, palawija, dan serasah tajar yang dibenamkan ke dalam tanah. Pengaplikasian bahan organik berupa alang-alang, jagung atau Arachis yang telah diinfestasi Trichoderma diketahui dapat menurunkan serangan P. capsici (Wahyuno 2009).

Bahan Uji Gambir

Gambir merupakan ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir Roxb. (Rubiaceae). Gambir telah sejak lama digunakan sebagai pelengkap menyirih yang dikunyah dan dipercaya dapat menguatkan gigi (Lucida et al. 2007). Tanaman gambir merupakan tanaman perdu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, yaitu ekstrak (getah) daun dan ranting mengandung asam kateku tanat (tanin), katekin, pirokatekol, florisinlilin, dan lemak (Dhalimi 2006). Selain itu,

(5)

gambir juga mengandung sedikit kuarsetin yaitu bahan pewarna kuning (Hayani 2003).

Pambayun et al. (2006) melaporkan bahwa kandungan fenol dari ekstrak etil asetat gambir menunjukkan sifat antibakteri pada bakteri gram positif, yaitu Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Bacillus subtilis. Selain itu, Idris (2007) melaporkan bahwa formulasi gambir 30% cukup efektif menekan perkembangan diameter koloni cendawan Fusarium sp. penyebab penyakit bercak daun serai wangi sebesar 41,02% dan keparahan penyakit sebesar 28,81% pada pengujian di rumah kaca. Pada penelian lain, Kresnawaty & Zainuddin (2009) menyatakan bahwa terdapat aktivitas antioksidan dan antibakteri dari derivate metil ekstrak etanol daun gambir.

Pinang

Tanaman pinang (Areca catechu, Palmaceae) merupakan tanaman penting di Asia yang dimanfaatkan sebagai obat herbal dan bahan campuran menyirih. Biji pinang mengandung alkaloid, tanin, polifenol, gula, dan lemak. Alkaloid utama pinang yaitu arekolina sedangkan arekeidina, guvasina, guvakolina, dan arekolidina sebagai alkaloid minor (Awang 1986). Biji pinang memiliki sifat anticacing, antifungi, antibekteri, antiinflamasi, dan antioksidan (Wetwitayaklung et al. 2006).

Nonaka (1989) melaporkan bahwa biji buah pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tanin terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid. Proantocyanidin merupakan senyawa fenol spesifik yang terkandung di dalam biji pinang dan memiliki struktur seperti katekin dan epikatekin. Proantosianidin mempunyai efek antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, antiinflamasi, antialergi, dan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) (Fine 2000).

Sirih

Tanaman sirih (Piper betle, Piperaceae) telah lama dikenal masyarakat sebagai tumbuhan obat tradisional. Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah daun, akar, dan biji. Daun sirih banyak dimanfaatkan untuk menghentikan

(6)

pendarahan, mengobati sariawan, gatal-gatal, obat batuk, dan antijamur pada kulit (Parwata et al. 2009). Sari & Isadiartuti (2006) dalam penelitiannya melaporkan bahwa ekstrak daun sirih memiliki aktivitas antiseptik yang dapat menghilangkan mikroorganisme pada tangan.

Daun sirih mengandung minyak atsiri dengan aroma yang khas. Minyak atsiri sirih mengandung kavibetol yang membentuk karakter dalam komponen-komponen minyak atsiri. Selain itu juga terkandung eugenol, kavikol, eugenol metil eter, kineole, kariophilen, dan kadinen. Sirih banyak dimanfaatkan sebagai bahan karminatif, stimulan, anticacing, ekspektoran, antiseptik, mengobati dyspepsia, demam, kembung, dan filiriasis. Minyak atsiri memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan yang efektif (Daniel 2006).

Minyak atsiri daun sirih dengan dosis optimum 2,5 µL/ cawan dilaporkan memberikan hambatan pertumbuhan terhadap cendawan Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes dengan diameter penghambatan sebesar 15,3 dan 21 mm (Adnan et al. 2003).

Kapur Sirih

Kapur berasal dari kulit kerang laut atau cangkang dari kerang yang telah dibakar. Kapur sirih biasa ditemukan berwarna putih baik dalam bentuk kering dan basah. Saat kering kapur sirih berumus molekul CaO, sedangkan saat basah/larutan berumus molekul Ca(OH)2 (Bayani 2009). Kapur sirih (Ca(OH)2) yang dilarutkan dalam air akan terionisasi membentuk ion OH- yang bersifat basa dan dapat menetralkan suasana asam (Ismadi 1993).

Barthel et al. (2002) melaporkan bahwa pasta Ca(OH)2 efektif menghambat pertumbuhan koloni bakteri Enterococcus faecalis hingga 100% setelah 1 dan 2 minggu masa inkubasi. Selain itu, Ravinshanker & Subba (2009) juga melaporkan bahwa pasta Vitapex yang mengandung 30% Ca(OH)2 cukup efektif menghambat pertumbuhan koloni E. faecalis secara in vitro.

Referensi

Dokumen terkait

Biasa digunakan dalam bentuk dosis aerosol, karena berefek pesat dan mempunyai efek samping yang ringan dibanding dengan dosis

Pemahaman tersebut penting dalam upaya mencermati aspek psikologis pada bentuk- bentuk komunikasi yang terjadi pada diri manusia, terutama meliputi komunikasi

Untuk itu sekolah harus memiliki kewenangan (otonomi) tidak saja dalam pengambilan keputusan, akan tetapi justru dalam mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut

Geger Lintang, rantai jangkar yang sedang di-heave up berkali-kali tertahan di lubang kotak jangkar atau chain locker sehingga proses heave up memakan waktu yang

Nilai gizinya yang tinggi juga menyebabkan susu menjadi media yang sangat cocok bagi mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dalam waktu yang

Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang diperoleh melalui pengukuran secara langsung menggunakan Sound Level Meter di area kerja digital

Dalam proses pembuatannya, mesin penyangrai kopi memiliki beberapa komponen penting yang harus dibuat diantaranya adalah rangka mesin berfungsi untuk menempatkan seluruh

Berdasarkan prestasi yang telah dicapai siswa kelas VIII MTs Negeri Cawas dalam bidang studi al-Qur’an dan Hadits dan prestasi tilawah al-Qur’an tersebut di atas, serta