1
Audiometer Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535 Dilengkapi Audiogram denganInterface PC.
Ilham Mushthofa1, I Dewa Gede Hari Wisana2 , M.Ridha Mak’ruf3
ABSTRAK
Audiometri merupakan metode untuk menguji kemampuan seseorang untuk mendengar frekuensi suara yang diperlukan untuk berbicara. Tes ini dilakukan oleh seorang spesialis yang terlatih disebut audiolog dengan alat yang disebut Audiometer. Audiometer merupakan alat elektronika pembangkit bunyi yang dipergunakan untuk mengukur derajat ketulian dan hasilnya dalam bentuk audiogram. Audiogram adalah ploting hasil diagnosis dari derajat ketulian. Dengan alasan ini peneliti mengembangkan audiometer yang dilengkapi audiogram.
Penelitian dan pembuatan modul ini menggunakan jenis penelitian pre eksperimental dengan rancangan penelitian one group pre post test design, karena pada alat ini peneliti melakukan pengukuran frekuensi dan dB menggunakan osiloskop dan sound level meter, yang selanjutnya peneliti melakukan perlakuan dengan menambahkan audiogram di audiometer dan diukur kembali.
Pada penelitian ini meliliki rata-rata persentase kesalahan dari intensitas yang dimiliki audiometer ini adalah sebesar 0 sampai 52,775 % pada intensitas tertentu. Namun, ada beberapa intensitas yang terjadi error yang tidak diketahui nilainya. Seperti di frekuensi 4000 Hz dan 8000 Hz. Hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya alat ukur yang dapat mendeteksi intensitas tersebut. Pada gelombang sinus di rangkaian osilator terdapat error 0 % pada perhitungan dan error terbesar 2,35 % pada pengukuran menggunakan osiloskop.
Kata Kunci: Frekuensi, Desibel, Sound Level Meter, Osiloskop
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Audiometer merupakan alat
elektronika pembangkit bunyi yang
dipergunakan untuk mengukur derajat ketulian. Alat elektronik ini dapat membangkitkan bunyi pada berbagai frekuensi dan dihubungkan
dengan earphone. Pemeriksa menekan knop
frekuensi tertentu sedangkan pasien
mengacungkan tangan tanda mendengar
frekuensi tersebut (Gabriel, J. F. 1996).
Frekuensi yang dibangkitkan dari alat
audiometer adalah 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, dan 8000 Hz dan hasilnya dinyatakan oleh audiogram (Rukmina, Sri, 2000). Audiogram adalah grafik yang menunjukkan hasil tes pendengaran nada murni.
Dengan tes pendengaran ini, maka pemeriksa dapat menentukan jenis, derajat, dan lokasi
gangguan pendengaran (America
Speech-Language-Hearing Association, 1997).
Bunyi merupakan vibrasi atau getaran dari molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain. Banyak sekali fenomena
menghasilkan bunyi, misalnya instrument
musik, gerakan dahan, pohon dan daun. Bahkan ruang mulut dan ruang hidung manusia
merupakan struktur resonansi untuk
menghasilkan vibrasi melalui pita suara. Bunyi terbagi menjadi tiga daerah frekuensi, yaitu infrasonik (0-20 Hz), sonik (20-20.000 Hz) dan ultrasonik (lebih dari 20.000 Hz) (Gabriel, J. F, 1996).
2
Manusia memiliki berbagai macam organ yang dapat membantu dalam beraktivitas
sehari-hari. Salah satunya adalah organ
pendengaran dan keseimbangan, yaitu organ telinga. Telinga memiliki fungsi pendengaran yang dapat mendengar bunyi dengan frekuensi 20 sampai 20.000 Hz (Syaifudidin, Haji, 2011).
Bunyi tersebut masuk melalui oval window
menghasilkan gelombang bunyi yang bergerigi
mencapai membran basiler pada ductus
cochlearis. Pada tahap ini, gelombang tersebut
diubah menjadi gelombang sinyal listrik dan diteruskan ke otak lewat syaraf pendengaran.
Pendengaran manusia dapat
terganggu karena berberapa faktor, salah satunya adalah kebisingan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini di teliti oleh Proffesor Phoan Way On (Singapura 1975) yang mengatakan bahwa di Negara industri Amerika Serikat, peningkatan kebisingan setiap tahunnya
diperkirakan 1 dB. Pada tahun 1990
diperkirakan tingkat kebisingan akan mencapai 100 kali lebih besar dari pada tahun 1975. Hal
inilah yang mendasari tes pendengaran
menggunakan audiometer. Alat ini pernah
dilakukan penelitian oleh Syevana Dita
Musvika pada tahun 2012 berupa pembuatan audiometer berbasis mikrokontroller ATmega 8535 tanpa audiogram.
Berdasarkan identifikasi masalah
diatas, maka peneliti mengembangkan alat Audiometer Berbasis Mikrokontroler ATmega
8535 Dilengkapi Audiogram dengan Interface
PC.
1.2 Batasan Masalah
1.2.1 Menggunakan IC Mikrokontroller
ATmega 8535.
1.2.2 Frekuensi yang digunakan adalah
frekuensi bertingkat yaitu mulai dari
frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1kHz, 2kHz, 4kHz, dan 8kHz.
1.2.3 Kenaikan amplitudo (intensitas) pada
setiap frekuensi adalah sebesar 10 dB dengan faktor koreksi sebesar 2dB setelah interupsi pertama.
1.2.4 Hasil diagnosis hanya sampai tuli sedang
dengan nilai 41 - 60 dB.
1.2.5 Hasil yang keluar pada display adalah
tingkat ketulian dari seseorang
berdasarkan hantaran udara (air
conductivity).
1.2.6 Menggunakan Interface ke PC sebagai
tampilan data (display).
1.2.7 Menggunakan Delphi 7 Sebagai
audiogram.
1.2.8 Menggunakan USB PL2303HX untuk
interface ke PC.
1.2.9 Hasil yang ditampilkan pada audiogram
berupa diagnosa telinga kanan atau kiri.
1.3 Rumusan Masalah
“Dapatkah dikembangkan audiometer berbasis Mikrokontroler ATmega 8535
dilengkapi audiogram dengan interface ke
PC ?”
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Dikembangkannya Audiometer
Berbasis Mikrokontroller ATmega 8535
Dilengkapi Audiogram dengan Interface PC.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1Membuat rangkaian osilator gelombang
sinus yaitu 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1 KHz, 2 KHz, 4 KHz, 8 KHz.
1.4.2.2 Mengukur setiap intensitas suara (dB)
dengan sound level meter.
1.4.2.3 Membuat software audiogram pada
Delphi 7.
1.4.2.4 Mengukur setiap frekuensi dari
rangkaian osilator gelombang sinus yaitu 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1 KHz, 2 KHz, 4 KHz, 8 KHz dengan osiloskop.
1.4.2.5 Melakukan uji kelayakan.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan di bidang alat diagnostik, terutama pengaplikasian cara mendesain, merangkai alat audiometer berbasis mikrokontroller AVR ATmega 8535 yang dilengkapi audiogram
dengan interface PC dan dapat menjadi
3
1.5.2 Manfaat Praktis1.5.2.1 Memudahkan audiolog (pemeriksa)
dalam mendiagnosa ambang
pendegaran telinga seseorang, sehingga
bisa melakukan analisis tentang
kondisi pasien.
1.5.2.2 Memudahkan audiolog (pemeriksa)
untuk membuat plot hasil pendengaran telinga seseorang.
2. Teori Penunjang 2.1 Audiogram
Audiogram adalah grafik yang
menunjukkan hasil tes pendengaran nada murni. Dengan tes pendengaran ini, maka pemeriksa dapat menentukan jenis, derajat, dan lokasi gangguan pendengaran (America
Speech-Language-Hearing Association,
1997). Dalam menentukan diagnosa
pendengaran manusia, seorang audiolog menambahkan Ambang Dengar(AD) di setiap frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan 4000 Hz lalu dibagi 4. Hasilnya akan berupa nilai Ambang Dengar(AD) dengan satuan dB. Frekuensi tersebut merupakan
audiometri nada murni/Pure Tune
Audiometry (PTA) (Andini Afliani Putri on
March 24, 2013).
2.2 Derajat Tuli
Derajat ketulian dan nilai ambang
pendengaran menurut ISO 1964 (Acceptable
audiometric hearing levels) dan ANSI 1969
(Standard Reference Threshold Sound-Pressure
Levels for Audiometers) pada frekuensi audio:
a. Jika peningkatan ambang dengar antara
0 - 25 dB, disebut normal
b. Jika peningkatan ambang dengar antara
26 - 40 dB, disebut tuli ringan
c. Jika peningkatan ambang dengar antara
41 - 60 dB, disebut tuli sedang
d. Jika peningkatan ambang dengar antara
61 - 90 dB, disebut tuli berat
e. Jika peningkatan ambang dengar antara
> 90 dB, disebut tuli sangat berat (Soepardi, 1998).
2.3 AVR ATmega 8535
AVR termasuk kedalam jenis
mikrokontroler RISC (Reduced Instruction Set
Computing) 8 bit. Berbeda dengan
mikrokontroler keluarga MCS-51 yang
berteknologi CISC (Complex Instruction Set
Computing). Pada mikrokontroler dengan
teknologi RISC semua instruksi dikemas dalam kode 16 bit (16 bits words) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 clock, sedangkan
pada teknologi CISC seperti yang diterapkan
pada mikrokontroler MCS-51, untuk
menjalankan sebuah instruksi dibutuhkan waktu sebanyak 12 siklus clock.
Gambar 2.1IC Mikrokontroler
ATMEGA8535
2.4 PL2303HX
USB PL2303HX merupakan salah satu
perangkat komunikasi serial pada
mikrokontroler. Pada USB PL2303HX memiliki 5 outputan, yaitu tegangan 5,5 V, 3,3 V, RX, TX dan GND.
Gambar 2.2 Modul PL2303HX
3. Metodologi
3.1 Diagram Blok Sistem
4
3.2 Diagram Mekanik Sistem KeseluruhanGambar 3.2Diagram Mekanik Sistem
Keseluruhan
Saat tombol power ditekan, maka akan menyalakan seluruh blok sistem yang ada pada alat audiometer. Pada blok osilator gelombang sinus akan membangkitkan 7(Tujuh) gelombang sinus dengan frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz dan 8000 Hz. 7(Tujuh) frekuensi tersebut di
inputkan pada rangkaian multiplexer.
Multiplexer berfungsi untuk mengeluarkan 1(Satu) frekuensi dari 7(Tujuh) frekuensi tersebut. Multiplexer akan memilih frekuensi yang harus dikeluarkan sesuai dengan program pada mikrokontroler. Mikrokontroler juga
mengatur DAC(Digital to Analog Converter).
Blok ini dapat mengubah data digital dari mikrokontroler ke tegangan analog. Tegangan
tersebut berfungsi untuk mengatur taraf
intensitas atau dB pada blok DC Volume
Control.
Blok DC Volume Control berfungsi untuk
membangkitkan suara menuju headphone. Suara tersebut memiliki frekuensi yang berasal dari output multiplexer.
Selain itu mikrokontoler akan
mendapat perintah dari tombol interupsi sebagai pesan bahwa pasien mendengar suara tersebut, tombol telinga kanan untuk mendiagnosis telinga kanan, tombol telinga kiri untuk
mendiagnosis telinga kiri, tombol start untuk
memulai pemeriksaan, dan tombol reset untuk mengulang pemeriksaan. Hasil yang diolah oleh
mikrokontroler akan di kirim ke PC(Personal
Computer) melalui komunikasi serial
menggunakan modul PL2303HX. PC(Personal
Computer) akan mengolah data dari
mikrokontroler untuk diubah menjadi
audiogram. Hasil audiogram tersebut dapat disimpan dan dicetak menggunakan printer.
3.3 Diagram Alir Sistem
A. Diagram Alir Program pada Mikrokontroler
Pada awalnya mikrokontroler atau audiometer ini harus di koneksikan ke
PC(Personal Computer) untuk memantau nilai
dB dan frekuensi yang sedang dikirim.
Selanjutnya operator memilih diagnosis telinga kanan atau telinga kiri dan menekan tombol
start. Saat proses diagnosis sedang berlangsung,
pasien akan mendengarkan suara melalui
headphone dengan frekuensi awal 125 Hz dan
20 dB. Jika pasien mendengar suara 20 dB dari
headphone, maka pasien akan menekan tombol
interupsi 1(Satu) yang secara otomatis akan mengurangi nilai dB sebesar 8 dB dan penambahan dengan kelipatan 2 dB. Jika pasien mendengar setiap kelipatan 2 dB, maka pasien akan menekan tombol interupsi 2(Dua). Data interupsi 2(Dua) akan menjadi data yang diolah
mikrokontroler dan mengganti frekuensi
menjadi 250 Hz dengan proses yang sama di frekuensi 125 Hz.
START
KONEKSI KE PC
PEMILIHAN DIAGNOSA TELINGA KANAN/KIRI
TOMBOL START
OUTPUT FREKUENSI & TARAF INTENSITAS (dB) HEADPHONE
ADA INTERUPSI 1?? INTERUPSI 1(-10 dB)
++2 dB SIMPAN DIAGNOSA PASIEN ?? TIDAK YA YA WAKTU TUNDA 5s WAKTU TUNDA 5s ++10 dB dB==60 dB??
GANTI FREKUENSI ADA INTERUPSI 2??
FREK. MAX 8 KHz
AUDIOGRAM DELPHI 7 ??
HASIL DIAGNOSA DELPHI 7
DATA BASE DELPHI 7 YA TOMBOL RESET END TIDAK TIDAK YA TIDAK YA YA TIDAK TIDAK YA
5
Pada saat pasien tidak menekan tombol interupsi 1(Satu) di frekuensi 125 Hz dan 20 dB, maka mikrokontroler akan memberi waktu tunda 5(Lima) detik untuk menambahkan intensitas suara dengan kelipatan 10 dB. Penambahan 10 dB akan berakhir hingga nilai 60 dB. Jika hingga 60 dB pasien tidak menekan tombol interupsi 1(Satu), maka frekuensi akan diganti secara bertingkat hingga 8000 Hz.
Proses pengiriman data serial dari
mikrokontroler ke PC(Personal Computer)
menggunakan modul PL2303HX.
B. Diagram Alir Program pada PC(Personal
Computer
Gambar 3.3 Diagram Alir Program
pada PC(Personal Computer)
Data akan diterima oleh PC
(Personal Computer) yang terhubung dengan
software delphi. Delphi akan menerima setiap
data yang dikirim dari mikrokontroler dan akan berhenti jika frekuensi telah mencapai 8 KHz. Jika data telah mencapai 8 KHz, maka data tersebut dapat diplot ke audiogram untuk mengetahui hasil diagnosis pasien. Hasil diagnosis tersebut akan di tampilkan ke delphi 7. Jika data hasil diagnosis ingin disimpan, maka audiolog (pemeriksa) menekan tombol
simpan pada software audiogram. Jika audiolog
(pemeriksa) tidak menakan tombol simpan,
maka audiolog (pemeriksa) diharapkan
menekan tombol reset untuk mengulangi pemeriksaan. Jika ingin di cetak maka audiolog
(pemeriksa) dapat menekan tombok insert to
print dan print preview. Jika ingin melakukan
pemeriksaan ulang pada pasien, tekan tombol reset pada mikrokontroler (audiometer).
3.4 Urutan Kegiatan
I. Pengajuan proposal
II. Ujian Proposal dan Revisi
III. Pembuatan modul
IV. PKL
V. Uji kelayakan
VI. Seminar awal
VII. Ujian sidang KTI dan revisi
VIII.Pengesahan dan pengumpulan Karya Tulis
Ilmiah
3.5 Jadwal Kegiatan
Tabel 3.1 Jadwal kegiatan pembuatan modul
4.1 Pembuatan, Pengujian, dan Pembahasan Proses Pembuatan
4.1.1 Rangkaian Osilator Gelombang Sinus
Rangkaian osilator pada penelitian terdapat 7 rangkaian yaitu 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, dan 8000 Hz. Penentuan besar frekuensi yang dihasilkan bergantung pada besar R (Resistor) dan C (Kapasitor). Pada rangkaian ini nilai kapasitor dibuat tetap yaitu sebesar 100 nF di rangkaian frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 10 nF di rangkaian 4000 Hz, 8000 Hz. Pada rangkaian ini terdapat resistor tetap dengan nilai 4,7 KOhm di frekuensi 125 Hz,
6
250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan nilai 1 KOhm di frekuensi 4000 Hz, 8000 Hz. Untuk menghasilkan nilai frekuensi tertentu hanya nilai hambatan resistor variabel yang diubah-ubah pada satu rangakain osilator. Pada
penelitian ini menggunakan IC LM741.
Rangkaian osilator gelombang sinus dengan menggunakan IC LM741 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.1 Gambar Rangkaian osilator Gambar 5.1 Rangkaian Osilator Gelombang
Sinus
Langkah-langkah pengaturan/pengujian yaitu:
1. Pasang Osiloskop pada output kaki 6 pada
IC LM 741.
2. Atur multiturn dan lihat output gelombang
pada osiloskop. Pengaturan multiturn selesai jika, gelombang sudah membentuk sinus dan nilai frekuensi telah tercapai.
3. Mengukur nilai amplitudo dan frekuensi
dengan menggunakan osiloskop.
4. Mengukur nilai resistansi pada variable
resistor dengan menggunakan multimeter.
5. Membandingkan hasil pengukuran dan
perhitungan.
4.1.2. Modul Multiplexer
Pada penelitian ini, rangkaian
switching frekuensi digunakan sebagai pemilih
frekuensi yang akan dikeluarkan setelah
mendapat perintah dari mikrokontroler.
Komponen pada penelitian ini menggunakan
multiplexer IC 4051. Inputan IC X0 sampai X6 berasal dari 7 rangkaian osilator yang mempunyai nilai frekuensi tertentu. Untuk mengatur keluaran frekuensi yang dinginkan,
dapat menggunakan angka biner yang
diinputkan di kaki nomor IC 9,10, dan 11. Output frekuensi terdapat di kaki IC nomor 3 yang akan di umpankan ke rangkaian DC
volume control.
Gambar 4.2 Rangkaian Multiplexer
Langkah-langkah pengaturan/pengujian yaitu:
1. Memberikan inputan gelombang sinus dan
mengecek outputannya
Gambar 4.3 Hasil Gelombang Input dan Gelombang Output
4.1.3. Modul Rangkaian DAC(Digital to Analog Converter)
Rangkaian ini berfungsi untuk
mengubah data digital menjadi tegangan analog. Pada rangkaian ini menggunakan IC DAC 0808 dan IC TL 071. Penambahan IC TL 071 pada
rangkaian ini digunakan sebagai off set pada bit
PC6 PC7 OSI LAT OR U1? 4051 13 14 15 12 1 5 2 4 6 11 10 9 8 7 16 3 X0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 INH A B C VSS VEE VD D X -1 2 J10 1 2 J9 CON8 1 2 3 4 5 6 7 8 PC5 +1 2 J4 TP3 1 2 -12 a J5 POWER SUPPLY 1 2 3 R5 4k7 C1 100nF -+ U1 LM741 3 2 6 71 45 R2 103 -12 C2 100nF J2 TP2 12 J3 TP1 1 2 +12 R1 103 +12 R3 103 PC6 PC7 OSI LAT OR U1? 4051 13 14 15 12 1 5 2 4 6 11 10 9 8 7 16 3 X0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 INH A B C VSS VEE VD D X -1 2 J10 12 J9 CON8 1 2 3 4 5 6 7 8 PC5 +1 2
7
0, sehingga diharapkan saat rangkaian DAC mengeluarkan tegangan keluaran 0 Volt menunjukkan tepat pada nilai tersebut.
Gambar 4.6 Rangkaian DAC Langkah-langkah pengaturan/pengujian :
1. Memberikan data digital dan
mengukurnya dengan avometer
4.1.4 Modul Rangkaian DC Volume Control
Rangkaian ini berfungsi sebagai
pengatur besarnya taraf intensitas yang
dikeluarkan oleh audiometer. Rangkaian ini
merupakan penguat tegangan yang
penguatannya diatur melalui perubahan
tegangan DC yang diberikan oleh keluaran
DAC. Rangkaian ini menggunakan IC
LM13600, yang didalamnya terdapat 2(dua) Op-amp, namun pada rangkaian ini hanya memanfaatkan 1 Op-amp pada IC LM13600.
Rangkaian DC volume control sebagai pengatur
taraf intensitas pada audiometer dapat dilihat dibawah ini.
4.2. Pengujian Sistem
4.2.1. Teknik Pengujian dan Pengukuran
Teknik pengujian dan pengukuran dilakukan dengan cara membandingkan output suara dari headphone dengan sound level meter merk TES 1353H dan aplikasi sound meter pro di android merk smartfren AD683G. Agar keakuratan
desibel yang diperoleh baik, maka kondisi ruangan harus berada dibawah desibel yang ingin diketahui. Sedangkan untuk uji frekuensi osilator menggunakan osiloskop.
4.2.2. Hasil Pengukuran
4.2.2.1 Pengukuran di input dan output pada osilator dan multiplexer
Tabel 4.1 Hasil Output Frekuensi dari Rangkaian Osilator
Tabel 4.2 Hasil Output Frekuensi dari Rangkaian Multiplexer
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kinerja Sistem Keseluruhan
(menjelaskan kinerja sistem modul dengan melihat angka-angka hasil analisis)
4.2.2 Kelemahan/Kekurangan Sistem
Pada modul ini memiliki kelebihan/ keunggulan yaitu:
1. Nilai dB lebih spesifik, karena diukur
ditiap titiknya yang sebelumnya pada
audiometer milik Syevana Dita
Musvika menggunakan perhitungan yang nilai desibelnya belum tentu nilai yang diinginkan.
2. Sudah terdapat fasilitas audiogram,
penyimpanan diagnosis pasien, dan pencetakan hasil diagnosis pasien.
3. Nilai frekuensi yang dihasilkan sudah
sesuai. 0,1uf CAP NP R21,5K C8 10uF R5 1M PA2 PA5 +12 J7 TP1 1 U2 DAC0808 12 11 10 9 8 7 6 5 14 15 3 4 2 16 13 A8 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 VR+ VR- V-IOUT IOUT1 COMP V+ -12 PA6 TO LM13600 PA4 PA0 PA3 PA1 -+ U3 TL071 3 2 6 71 45 VCC R6 100k R8
1M agar bisa 12 keatas R7 5k1 J8 ENABLE 1 2 -12 DAC PA7 +12 R12 30K R10 13K J15 ps 1 2 3 J12 enable 12 head R13 30K U10 LM13600 3 4 13 14 1 16 7 10 15 2 6 11 5 12 8 9 IN1+ IN1- IN2-IN2+ AMPBIN1 AMPBIN2 BUFIN1 BUFIN2 DB2 DB1 VCC-VCC+ OUT1 OUT2 BUFOUT1 BUFOUT2 R15 5K OS ILA TOR J17 enable 12 DAC R11 30K R14 5k1 -12 J13 CON3 1 2 3 +12
8
Pada modul ini juga memiliki
kekurangan/kelemahan yaitu:
1. Pada nilai 12 sampai 38 desibel
difrekuensi 4000 Hz dan 8000 Hz, nilai desibel tidak bisa dideteksi oleh android maupun sound level meter.
2. Pengiriman desibel dan frekuensi pada
mikrokontroler akan error jika
penekanan tombol interupsi tidak sesua prosedur.
3. Rangkaian pembangkit osilator masih
menggunakan IC LM741, sehingga membutuhkan 7 (Tujuh) buah IC untuk pembangkit gelombang sinusnya.
4. Diagnosis hanya sampai tuli sedang
5. Modul audiometer dan audiogram
masih terlalu besar, sehingga tidak praktis untuk dibawa kemana-mana.
6. IC LM13600 hanya bisa
membangkitkan intensitas suara
maksimal sebesar 60 dB.
5.1 Kesimpulan
Secara menyeluruh penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa:
Secara menyeluruh penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa:
6.1.1Telah dapat dibuat audiometer berbasis
mikrokontroler AVR ATmega 8535, dapat ditampilkan diagnosis pasien dan audiogram di delphi 7.
6.1.2Audiometer ini mampu menghasilkan
besar taraf intensitas suara hingga 60 dB.
6.1.3Rata-rata persentase kesalahan dari
intensitas suara yang dimiliki audiometer ini adalah sebesar 0 % (tabel 4.52) sampai 52,775 % (tabel 4.45) pada intensitas suara tertentu. Namun, ada beberapa intensitas suara yang terjadi error yang tidak diketahui nilainya.
Seperti di frekuensi 4000 dB dan 8000 Hz. Hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya alat ukur yang dapat mendeteksi intensitas suara tersebut.
6.1.4Software audiogram dapat bekerja sesuai
tujuan yaitu dapat menyimpan sekaligus mencetak hasil diagnosis pasien.
6.1.5Pada gelombang sinus di rangkaian
osilator terdapat error terbesar 0 % (tabel 4.66) pada perhitungan dan error terbesar 2,35 % (tabel 4.44) pada pengukuran menggunakan osiloskop,
sehingga dapat disimpulkan untuk
audiometer pada alat ini sudah
memenuhi standart karena kurang dari ketentuan toleransi error sebesar 10%.
6.1.6Pengukuran frekuensi yang paling efektif
dan memiliki nilai error yang kecil adalah pada pengukuran tanggal 15 Mei 2015 jam 20.00 WIB, karena faktor alat kalibrator dan tegangan yang stabil.
6.1.7Pengukuran intensitas suara yang paling
efektif dan memiliki nilai error yang kecil adalah pada pengukuran tanggal 16 Mei 2015 jam 21.00 WIB, karena kondisi lingkungan yang sunyi.
5.2. SARAN
6.2.1Sebaiknya ada IC yang dapat
menggantikan LM13600 agar intensitas suara yang dihasilkan melebihi 60 dB.
6.2.2Mengganti pembangkit osilator dengan
mikrokontroler, agar lebih praktis.
6.2.3Dapat ditambahkan diagnosis tuli berat
dan tuli sangat berat.
6.2.4Dapat dikembangkan alat audiometer ini
dengan sistem android.
6.2.5Kondisi waktu dan lingkungan
9
intensitas suara dan frekuensi, sehingga
diharapkan saat pengambilan data
kondisi waktu dan lingkungan harus mendukung (lingkungan yang tenang dan tidak bising).
DAFTAR PUSTAKA
Ajicahpramuka (2012). Gelombang Bunyi.
Sabtu, 27 September 2014
http://cintaifisika18.wordpress.
com/2012/06/01/rpp-gelombang-bunyi/
American Speech–Language-Hearing
Association (1997) .Jumat, 3 Oktober
2014 http://www.asha.
Org/public/hearing/audiogram/
Anatomi Fisiologi Telinga (2012). Anatomi Fisiologi Telinga. Sabtu, 27 September 2014 http://hanya
sekedarblogg.blogspot.com/2013/06/anat omi-fisiologi-telinga.html
Andini Afliani Putri (2012). Audiometri Nada
Murni. Selasa, 21 Oktober 2014
https://id.scribd.com
/doc/132078795/Audiometri-Nada-Murni-Pure-Tone Audiometry.
Aswan (2009). Osilator Satu Op-amp
Pembangkit Gelombang Sinus. Jumat, 3
Oktober 2014
http://henrytoruan.blogspot.com/2009/09 /osilator-satu-op-amp pembangkit.html
Buchari (2012). Kebisingan industry dan
Hearing Conservation Program. USU
Repository 2007.
Fisika Sma Smk (2011). Gelombang Bunyi.
Sabtu, 27 September 2014
http://fisikasmasmk.Blogspot .com/2011/10/gelombang-bunyi.html
Gabriel, J. F (1996). Fisika kedokteran. EGC.
Jakarta.
Koentjaraningrat (2006).
Metode-Metode Penelitian Masyarakat.
Gramedia. Jakarta.
Heryanto, M.Ary, Adi P, Wisnu (2008).
Pemerograman bahasa C untuk
mikrokontroler AT MEGA 8535, Andi,
Yogyakarta.
Kasoem Hearing (2015). Materi II OFF THE JOB TRAINING. Sabtu, 2 Mei 2015 http://hearing.
kasoem.co.id/
Krismadies Rizal (2012). Keselamatan dan kesehatan kerja. Minggu, 19 Oktober
2014 http:// k3 pilihan
ku.blogspot.com/2012/03/evaluasi-hasil audiometri.html
Lifya (2012). Mengenal Tes Pendengaran Audio Meter. Selasa, 30 September 2014 http://edukasi.
kompasiana.com/2012/11/18/mengenal-tes-pen
dengaran-audio-meter-504118.html
Lucente, Frank E (2011). Ilmu THT esensial.
EGC. Jakarta.
Rizka Isti Qomarya (2014). Tinjauan Pustaka. Selasa, 21 Oktober 2014 https://www.
Academia .edu /
4377667/TINJAUANPUSAKA
Rosa Citra Parintan (2014)
BAB-III-AUDIOMETRI. Rabu, 22 Oktober 2014 https://id.scribd.com/
doc/218774977/BAB-III-AUDIOMETRI-docx
Rukmini, Sri (2000). Teknik pemeriksaan
telinga, hidung dan tenggorok. EGC.
10
Rumus Hitung.Com (2013). Gelombang Bunyi Dan Rumusnya. Minggu, 28 September 2014
http://rumushitung.com/2014/03/22/gelo mbang-bunyi-dan-rumusnya/
Specialis HealthSense Dr. YT Pang (2011). Tinnitus. Senin, 20 Oktober 2014 http://www.tht-dokter.com/faq/tinitus/
Syaifudidin, Haji (2011). Anatomi fisiologi.
EGC. Jakarta.
Syarah Smanda Sugiartoputri (2011).
Headphone vs earphone Simak baik buruknya. Selasa, 30 September 2014
http:// www. fimela.com / read
/2011/07/12/headphone-vs-earphone-simak-baik-buruknya
Syevana Dita Musvika, (2013). Audiometer
Berbasis Mikrokontroller AVR
ATmega8535. Jurnal Teknokes Vol 8
No. 1 Edisi Maret 2013
Tipler, P.A (1998). Fisika untuk Sains dan
Teknik Jilid I. Erlangga. Jakarta.
BIODATA PENULIS Nama : Ilham Mushthofa
TTL : Tuban, 29 Desember 1994
Alamat : Ds. Montong Sekar Kec. Montong Kab. Tuban