• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN AYAM KAMPUNG YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN AYAM KAMPUNG YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN AYAM KAMPUNG YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH UDANG PRODUK FERMENTASI

Vika Delfi Fitria*, Abun**, Rachmat Wiradimadja**

Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan UNPAD Tahun 2016

** Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang. Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21. Tlp. (022) 7798241 Fax. (022) 7798212 Jatinangor-Bandung-Sumedang 45363

e-mail :vikadelfi95@gmail.com

Abstrak

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Non Ruminansia, dan Industri Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang mulai tanggal 20 November 2015 sampai dengan 15 Januari 2016. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh dan mendapatkan tingkat penggunaan limbah udang produk fermentasi dalam ransum yang menghasilkan nilai imbangan efisiensi protein optimal pada ayam kampung. Penelitian menggunakan 125 ekor ayam kampung umur satu hari (DOC) dalam 25 unit kandang yang terdiri dari 5 ekor ayam yang dipelihara selama delapan minggu. Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 macam perlakuan yaitu R0

(ransum tanpa penggunaan limbah udang produk fermentasi), R1 (ransum mengandung 5%

limbah udang produk fermentasi), R2 (ransum mengandung 10% limbah udang produk

fermentasi), R3 (ransum mengandung 15% limbah udang produk fermentasi), dan R4 (ransum

mengandung 20% limbah udang produk fermentasi), setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, konsumsi protein, pertambahan bobot badan, dan imbangan efisiensi protein. Hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan 20% limbah udang produk fermentasi dalam ransum menghasilkan imbangan efisiensi protein yang optimal pada ayam kampung.

Kata Kunci: Limbah udang, fermentasi, imbangan efisiensi protein, ayam kampung

Abstract

A research was conducted at the Laboratory Nutrition of Poultry, Non Ruminants, and Livestock Food Industries, Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University, Sumedang on 20 November 2015 until 15 January 2016. This study was held to find out the effect and get level using shrimp waste fermentation products in ration on protein efficiency ratio optimal of native chicken. This research used 125 Day Old Chick (DOC) which were kept in 25 cage unit and each cage unit consists of five chicks for eight weeks. This research used an experimental method with Completely Randomized Design (CRD) with five treatment of ration which R0 (ration without shrimp waste fermentation products), R1 (ration with 5%

shrimp waste fermentation products), R2 (ration with 10% shrimp waste fermentation

products), R3 (ration with 15% shrimp waste fermentation products), and R4 (ration with 20%

shrimp waste fermentation products), each treatments five replication. The observed parameter were ration consumption, protein consumption, body weight gain, and protein efficiency ratio. The result of research show that using shrimp waste fermentation products at level 20% in ration to yield optimal native chicken protein efficiency ratio.

(2)

2

Pendahuluan

Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan. Hal ini disebabkan karena ayam kampung memiliki adaptasi yang baik terhadap lingkungan. Permintaan konsumen akan daging ayam kampung semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (2014), jumlah produksi daging ayam kampung tahun 2007 sampai dengan tahun 2014 mengalami peningkatan. Tahun 2007 dihasilkan daging sebanyak 294.889 ton dan tahun 2014 sebesar 332.095 ton. Melihat hal tersebut, peternak harus memperhatikan kecepatan umur panen dari ayam kampung agar dapat memenuhi permintaan yang dibutuhkan oleh pasar dengan memperhatikan keefisienan ransum yang digunakan dalam menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi.

Ayam kampung mengonsumsi ransum sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan protein dan energinya. Kandungan protein ransum sangat berpengaruh terhadap pencapaian bobot badan ayam kampung. Protein dalam ransum diperlukan untuk pertumbuhan jaringan, perbaikan jaringan, dan pengelolaan produksi serta bagian dari struktur enzim sehingga protein dikenal sebagai salah satu unsur pokok penyusun sel tubuh dan jaringan (Ahmad dan Herman, 1982). Hal ini menunjukkan bahwa protein berperan penting dalam pencapaian bobot karkas yang diinginkan.

Pemberian ransum dengan kualitas protein yang baik tentunya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan ayam kampung. Pertambahan bobot badan yang dihasilkan merupakan gambaran dari kualitas protein ransum yang diberikan. Kualitas protein tinggi akan mempengaruhi asupan protein ke dalam daging sehingga asam-asam amino tercukupi di dalam tubuhnya. Pertambahan bobot badan disebabkan secara langsung oleh ketersediaan asam amino pembentuk jaringan sehingga konsumsi protein ransum berhubungan langsung dengan proses pertumbuhan.

Kualitas protein ditentukan oleh bahan pakan penyusun ransum khususnya pada bahan pakan sumber protein yang biasa digunakan dan memiliki kandungan nutrien tinggi yaitu tepung ikan. Tepung ikan memiliki kandungan nutrien tinggi khususnya pada kandungan protein sebesar 58% yang dapat mempengaruhi kualitas protein dalam ransum ayam (Widodo, 2010). Namun, mengingat harga tepung ikan yang mahal, perlu dicari bahan pakan alternatif sumber protein yang harganya relatif murah, mudah didapat, dan memiliki kandungan protein cukup tinggi dan dapat menyamai kualitas ransum dari penggunaan tepung ikan yaitu limbah udang.

(3)

3 Limbah udang merupakan limbah perikanan yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ekspor udang. Usaha pengolahan udang di Indonesia mempunyai kapasitas produksi sekitar 500.000 ton per tahun, dari total produksi udang 80 - 90% yang diekspor dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan kulit. Bobot kepala dan kulit ini mencapai 60 - 70% dari bobot utuh (Direktorat Jenderal Budidaya Departemen Perikanan dan Kelautan, 2005). Volume limbah kepala dan kulit udang yang dihasilkan dapat mencapai 203.403 - 325.000 ton per tahun. Jumlah tersebut merupakan potensi besar untuk pemanfaatan limbah jika dapat diolah menjadi bahan pakan alternatif sumber protein untuk penyusun ransum unggas (Rosyidi dkk., 2009).

Keistimewaan limbah udang diantaranya mempunyai kandungan protein sebesar 42,65% yang hampir menyamai tepung ikan dan mempunyai harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan tepung ikan (Gernat, 2001). Kendala yang ada pada limbah udang yaitu adanya faktor pembatas berupa khitin yang berikatan dengan protein dan mineral pada ikatan kovalen glukosidik sehingga sulit dicerna oleh enzim pencernaan unggas. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kualitasnya agar dapat digunakan sebagai bahan pakan dalam penyusunan ransum unggas.

Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas bahan pakan adalah dengan pengolahan secara biologis melalui teknik fermentasi bertahap dengan menggunakan bakteri Bacillus licheniformis, Lactobacillus sp., dan ragi berupa Saccharomyces cereviseae. Bakteri Bacillus licheniformis menghasilkan enzim khitinase dan enzim protease dengan sifat deproteinasi yang akan membebaskan sebagian nitrogen atau protein dari ikatan khitin. Lactobacilus sp. berfungsi mengurai glukosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa sehingga terjadi endapan mineral. Saccharomyces cereviseae ialah ragi yang memproduksi enzim amilase, lipase, protease, dan enzim lain yang dapat membantu proses pencernaan zat makanan dalam organ pencernaan.

Teknologi fermentasi limbah udang merupakan salah satu alternatif yang praktis untuk meningkatkan nilai nutrien khususnya protein. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menilai kualitas protein ransum ialah dengan menghitung nilai imbangan efisiensi protein. Imbangan efisiensi protein (IEP) merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kualitas protein ransum yang diartikan sebagai pertambahan bobot badan dibagi protein yang dikonsumsi (Anggorodi, 1994). Imbangan efisiensi protein menentukan tingkat efisiensi seekor ternak dalam mengubah setiap gram protein menjadi sejumlah pertumbuhan bobot badan.

Berdasarkan kajian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang imbangan efisiensi protein ayam kampung yang diberi ransum mengandung limbah udang produk fermentasi.

(4)

4

Bahan dan Metode Penelitian

Penelitian menggunakan 125 ekor ayam kampung jenis sentul umur sehari (DOC) tanpa pemisahan jenis kelamin (straight run) yang diperoleh dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas, Jatiwangi, Majalengka. Bobot badan mempunyai rataan koefisien variasi 7,53%. Kandang yang digunakan berbentuk cage sebanyak 25 unit dengan ukuran panjang 0,7 m, lebar 0,5 m, dan tinggi 0,7 m. Setiap unit kandang terdiri atas 5 ekor anak ayam dan dilengkapi tempat pakan berbentuk round feeder dan tempat minum berbentuk round water yang terbuat dari bahan plastik, dan lampu pijar berdaya 15 watt. Pemeliharaan ayam dilakukan dari umur 1 hari sampai dengan 8 minggu, pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad-libitum.

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 macam perlakuan ransum dan diulang sebanyak 5 kali. Ransum perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0), ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi (R1), ransum mengandung

10% limbah udang fermentasi (R2), ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi (R3),

ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi (R4). Ransum dibuat berdasarkan

kandungan protein kasar 15% dan energi metabolis 2750 kkal/kg (Widodo, 2010).

Kandungan nutrien dan energi metabolis bahan pakan penyusun ransum disajikan pada Tabel 1. Susunan ransum percobaan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan susunan ransum tersebut didapatkan kandungan nutrien dan energi metabolis ransum percobaan seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 1. Kandungan Nutrien dan Energi Metabolis Bahan Pakan Penyusun Ransum

Bahan Pakan EM PK LK SK Ca P Lys Meth

(kkal/kg) ...%... LUF 2614 39,29 7,03 7,79 6,81 2,83 3,04 1,46 Dedak Padi 1630 12,00 13,00 12,00 0,12 0,21 0,71 0,27 Jagung Kuning 3370 8,60 3,90 2,00 0,02 0,10 0,20 0,18 Bungkil Kedelai 2240 44,00 0,90 6,00 0,32 0,29 2,90 0,65 Tepung Ikan 2970 58,00 9,00 1,00 7,70 3,90 6,50 1,80 Tepung Tulang 0 0 0 0 23,3 18,0 0 0 CaCO3 0 0 0 0 40,0 0 0 0 Sumber : Abun (2007)

Keterangan : LUF = Limbah Udang Fermentasi

EM : Energi Metabolis, PK : Protein Kasar, LK : Lemak Kasar, SK : Serat Kasar, Ca : Kalsium, P : Phospor, Lys : Lysin, Meth : Methionin.

(5)

5 Tabel 2. Susunan Ransum Percobaan

Bahan Pakan R0 R1 R2 R3 R4 ...%... LUF 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 Dedak Padi 28,00 26,75 24,75 23,00 18,00 Jagung Kuning 58,00 58,00 58,00 58,00 60,00 Bungkil Kedelai 4,75 2,50 2,25 1,50 0,00 Tepung Ikan 8,00 6,50 3,75 1,25 0,00 Tepung Tulang 0,75 0,75 0,75 0,75 1,00 CaCO3 0,50 0,50 0,50 0,50 1,00 Jumlah 100 100 100 100 100

Keterangan : Hasil perhitungan berdasarkan Tabel 1. LUF = Limbah Udang Fermentasi

R0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi

R1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi

R2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi

R3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi

R4 = Ransum mengandung 20% limbah udang fermentasi

Tabel 3. Kandungan Nutrien dan Energi Metabolis Ransum Percobaan

Nutrien R0 R1 R2 R3 R4 Kebutuhan*

Energi Metabolis (kkal/kg) 2755 2770 2781 2792 2838 2750 Protein Kasar (%) 15,08 15,03 15,05 15,03 15,18 15 Lemak Kasar (%) 6,66 6,70 6,54 6,43 6,09 4,0-7,0 Serat Kasar (%) 4,89 4,97 5,08 5,19 4,92 3,0-6,0 Kalsium (%) 1,05 1,27 1,39 1,54 2,03 0,9-1,1 Phospor (%) 0,58 0,65 0,68 0,72 0,84 0,7-0,9 Lysin (%) 0,97 0,95 0,90 0,86 0,86 0,8-1,0 Methionin (%) 0,35 0,38 0,40 0,42 0,45 0,38-0,42 *) Widodo (2010)

Keterangan : Hasil perhitungan berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2. LUF = Limbah Udang Fermentasi

R0 = Ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi

R1 = Ransum mengandung 5% limbah udang fermentasi

R2 = Ransum mengandung 10% limbah udang fermentasi

R3 = Ransum mengandung 15% limbah udang fermentasi

(6)

6 Peubah yang diamati meliputi:

1. Konsumsi ransum (gram) = Jumlah sisa akhir ransum penelitian - ransum yang disediakan pada awal pemeliharaan

2. Konsumsi protein (gram) = Konsumsi ransum (g) x Kadar PK ransum (%)

3. Pertambahan bobot badan (gram) = Bobot badan akhir (g) – Bobot badan awal (g) 4. Imbangan efisiensi protein (IEP) =

IEP = Pertambahan bobot badan (g) Konsumsi protein (g)

Hasil dan Pembahasan

Rataan hasil penelitian berupa konsumsi ransum, konsumsi protein, pertambahan bobot badan, dan imbangan efisiensi protein setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Hasil Penelitian

Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Konsumsi Ransum (g) 1700,76a 1858,89a 1682,24a 1602,32a 1566,86a Konsumsi Protein (g) 283,01a 304,86a 275,05a 277,68a 273,42a PBB (g) 448,97bc 475,60c 458,69c 414,50ab 398,17a IEP 1,59a 1,56a 1,67a 1,49a 1,46a

Keterangan: PBB = Pertambahan Bobot Badan IEP = Imbangan Efisiensi Protein

1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa kelima ransum perlakuan, baik yang tanpa penambahan limbah udang fermentasi maupun yang diberi limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Artinya, tingkat pemakaian tepung limbah udang fermentasi di dalam ransum ayam sampai dengan 20% ternyata tidak banyak mempengaruhi konsumsi ransum pada ayam kampung selama penelitian. Sesuai pendapat Djunaidi dkk. (2009), bahwa penggunaan berbagai tingkat limbah udang fermentasi dalam ransum tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan terhadap konsumsi ransum. Dinyatakan oleh Reddy dan Quddratullah (1996) dan Rosenfeld dkk. (1997), bahwa konsumsi ransum tidak berbeda nyata

(7)

7 pada ayam yang diberi tepung limbah udang fermentasi dalam campuran ransumnya. Hasil penelitian Filawati (2003) membuktikan bahwa pemanfaatan tepung limbah udang fermentasi dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap konsumsi ransum ayam. Tidak terdapatnya perbedaan konsumsi ransum secara nyata dari setiap perlakuan dapat dikarenakan persentase khitin dalam ransum yang masih dalam batas toleransi sehingga tidak mempengaruhi konsumsi ransum pada ayam selama penelitian. Sesuai pendapat Church dan Pond (1979), bahwa palatabilitas mempengaruhi banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh ayam.

Limbah udang yang diolah dengan cara fermentasi memperlihatkan peningkatan kualitas sehingga jumlah konsumsi ransum perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Sejalan dengan hasil penelitian

Rahayu dkk. (2004) dan Palupi dkk. (2008), bahwa pengolahan limbah udang menggunakan mikroorganisme Bacillus licheniformis dan ragi berupa Saccharomyces cereviseae membuat protein terlepas dari faktor pembatas berupa khitin sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kualitas nutrien yakni kandungan protein pada limbah udang dan meningkatkan palatabilitasnya, sehingga palatabilitas ransum sampai dengan perlakuan R4 (penambahan

limbah udang fermentasi 20%) tidak berbeda dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Selain itu, tidak berbeda nyatanya (P>0,05) perlakuan terhadap konsumsi

ransum juga disebabkan oleh kandungan energi dan protein ransum yang tidak berbeda sehingga ayam menyesuaikan konsumsi ransum berdasarkan kandungan energi dan protein dalam ransum (Wahju, 1997).

2. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein

Berdasarkan hasil analisis statistik kelima ransum perlakuan, yaitu ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi, ransum mengandung 5%, 10%, 15% dan 20% limbah udang fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap konsumsi protein. Tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) pada konsumsi protein sampai dengan tingkat penggunaan 20% limbah udang fermentasi dalam ransum karena dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Dengan kata lain, penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan rataan konsumsi ransum yang sama besar sehingga menyebabkan konsumsi protein pun memberikan hasil yang sama. Dinyatakan Parakkasi (1990), unggas akan mengonsumsi protein seiring kuantitas ransum yang dikonsumsi. Rataan konsumsi protein yang tidak signifikan (P>0,05) juga disebabkan karena tingkat energi dan protein pada kelima ransum perlakuan sama. Hal

(8)

8 tersebut menyebabkan konsumsi protein tidak berbeda nyata (P>0,05) karena konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi dan protein dalam ransum. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Tillman dkk. (1998), bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh kandungan energi metabolis dan protein ransum. Energi metabolis yang diberikan sama dalam ransum akan menghasilkan konsumsi ransum yang sama, dengan kata lain ransum mengandung protein yang sama sehingga konsumsi protein juga sama.

3. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa kelima ransum perlakuan yaitu ransum mengandung 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% limbah udang fermentasi memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Perlakuan yang memberikan pertambahan bobot badan paling tinggi adalah perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1= 475,60 g) dan memiliki pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)

dengan perlakuan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 15% (R3= 414,50 g)

dan ransum yang mengandung limbah udang fermentasi 20% (R4= 398,17 g) sedangkan

dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0= 448,97 g) dan ransum yang

mengandung limbah udang fermentasi 10% (R2= 458,69 g) tidak berbeda nyata (P>0,05).

Perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 20% memberikan pertambahan bobot badan paling rendah (R4= 398,17 g) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan

ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0= 448,97 g), ransum yang

mengandung limbah udang fermentasi 5% (R1= 475,60 g), dan ransum yang mengandung

limbah udang fermentasi 10% (R2= 458,69 g) sedangkan dengan perlakuan ransum yang

mengandung limbah udang fermentasi 15% (R3= 414,50 g) tidak berbeda nyata (P>0,05).

Terlihat bahwa perlakuan penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 10% dalam ransum tidak terjadi penurunan pertambahan bobot badan dan terjadinya penurunan mulai saat penggunaan 15% limbah udang fermentasi dalam ransum.

Tidak berbeda nyata (P>0,05) perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi 5% (R1) dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi

(R0) dan perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi 10% (R2) terhadap

pertambahan bobot badan menandakan bahwa keseimbangan asam amino methionin dan lysin pada perlakuan ransum sampai dengan tingkat penggunaan 10% limbah udang fermentasi berada dalam imbangan yang terbaik di dalam ransum, yaitu antara 0,36:1 dan 0,44:1 (Tabel 3) sehingga perlakuan ransum dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan

(9)

9 untuk pertumbuhan ayam percobaan. Sejalan dengan pendapat Iskandar dkk. (2001), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin yang paling baik dalam ransum dengan kadar protein 15 % dan energi metabolis 2800 kkal/kg pada ayam kampung umur 8 minggu ialah antara 0,3:1 dan 0,4:1. Didukung pula oleh pendapat Packham (1974) dan McDonald dkk. (1981), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin terbaik dalam ransum ayam berada dalam imbangan antara 0,39:1 dan 0,44:1. Menurut Anggorodi (1994) dan Murtidjo (1994), untuk memenuhi kebutuhan protein sesempurna mungkin maka asam-asam amino essensial harus disediakan dalam jumlah dan keseimbangan yang tepat dalam ransum untuk dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimal khusunya pada keseimbangan asam amino methionin dan lysin karena menurut Wahju (1997), asam amino methionin dan lysin sangat diperlukan untuk pertumbuhan ayam. Dapat dinyatakan bahwa penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 10% dalam ransum mampu memasok asam amino sesuai dengan kebutuhan asam amino ternak tersebut sehingga dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimal.

Keseimbangan asam amino yang baik serta diperolehnya pertambahan bobot badan yang optimal pada ransum perlakuan dengan penggunaan limbah udang fermentasi 5% (R1)

dan penggunaan limbah udang fermentasi 10% (R2) juga menggambarkan adanya perbaikan

kualitas protein ransum dengan dilakukannya teknik fermentasi pada limbah udang sehingga mempengaruhi kecepatan pertambahan bobot badan pada ayam kampung dan adanya perbaikan kualitas kecernaan yang disebabkan dari tepung limbah udang fermentasi yang digunakan mempunyai daya cerna yang optimal dari adanya perlakuan proses deproteinasi oleh mikroorganisme Bacillus licheniformis yang menghasilkan enzim khitinase dan enzim protease untuk mendegradasi ikatan β (1,4) glikosidik pada khitin dan akan membebaskan sebagian protein dalam bentuk monomer N-Asetil-D-glukosamina serta asetil amino (Rahayu dkk., 2004) sehingga dapat meningkatkan kecernaan protein kasar yang disebabkan oleh menurunnya sebagian kandungan khitin dalam limbah udang fermentasi, lalu Lactobacilus sp. yang berfungsi sebagai demineralisasi untuk mengurai glukosa, sukrosa, maltosa, dan laktosa menjadi asam laktat sehingga terjadi endapan mineral (Lee dan Tan, 2002), dan fermentasi dengan bantuan ragi Saccharomyces cereviseae yang memproduksi enzim amilase, lipase, protease, dan enzim lain yang dapat membantu proses pencernaan zat makanan dalam organ pencernaan (Wagstaff, 1989).

Terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara perlakuan ransum dengan penambahan 15% limbah udang fermentasi (R3) dan perlakuan ransum dengan penambahan 20% limbah

(10)

10 udang fermentasi 5% (R1) dan 10% (R2), ini menandakan bahwa adanya ketidakseimbangan

asam amino pada perlakuan ransum R3 dan R4 sehingga menyebabkan banyak protein yang

terbuang. Sebagai akibatnya, meskipun ditinjau dari kandungan protein kelima ransum perlakuan yang relatif sama, akan tetapi apabila ditinjau dari segi sintesis protein sel jaringannya akan berbeda. Hal ini disebabkan karena sintesis protein jaringan sangat ditentukan oleh kelengkapan dan tingkat asam amino yang datang atau ditransportasi ke dalam sel jaringan tersebut. Sesuai dengan pendapat Maynard dan Loosli (1978), bahwa proses sintesis yang mengambil tempat di dalam ribosom sangat tergantung dari kehadiran asam-asam amino yang dibutuhkan dan datang dijemput oleh DNA ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan ransum perlakuan dengan penambahan limbah udang fermentasi 15% (R3)

dan 20% (R4) menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih rendah daripada ransum

perlakuan dengan penambahan limbah udang fermentasi 5% (R1) dan 10% (R2) dan terlihat

bahwa perlakuan ransum dengan penggunaan limbah udang fermentasi mulai pada tingkat 15% terjadi penurunan pertambahan bobot badan yang signifikan.

4. Pengaruh Perlakuan terhadap Imbangan Efisiensi Protein

Berdasarkan analisis statistik dengan Uji Sidik Ragam menunjukkan bahwa kelima ransum perlakuan yaitu ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi, ransum mengandung 5%, 10%, 15%, dan 20% limbah udang fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0,05) terhadap imbangan efisiensi protein (IEP). Artinya, penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0) terhadap imbangan efisiensi protein. Hasil penelitian Abun (2008) menyatakan bahwa

penggunaan limbah udang produk fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi.

Tidak adanya pengaruh yang nyata (P>0,05) dari kelima perlakuan ransum terhadap imbangan efisiensi protein menandakan bahwa perlakuan ransum yang mengandung limbah udang udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% memiliki kualitas protein yang sama baik dengan perlakuan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0). Hal ini

membuktikan bahwa proses fermentasi pada limbah udang dengan bakteri Bacillus licheniformis, Lactobacillus sp., dan ragi berupa Saccharomyces cereviseae dapat memperbaiki kualitas protein ransum dengan meningkatnya kelengkapan dan keseimbangan asam amino esensial yang dikandung di dalamnya serta memiliki daya cerna yang optimal

(11)

11 sehingga protein pada limbah udang fermentasi dapat digunakan sebagai pengganti protein dari tepung ikan. Keseimbangan asam amino methionin dan lysin pada ransum perlakuan dengan tingkat penggunaan limbah udang fermentasi 15% (R3= 0,49:1) dan 20% (R4= 0,52:1)

masih dalam batas keseimbangan asam amino methionin dan lysin yang normal (Tabel 3). Sejalan dengan pendapat Widodo (2010), bahwa imbangan asam amino methionin dan lysin antara 0,48:1 dan 0,52:1 dalam ransum ayam masih dalam batas imbangan yang normal. Hal ini menjelaskan bahwa keseimbangan asam amino dari kelima ransum perlakuan masih berada dalam batas yang normal sehingga nilai imbangan efisiensi protein yang dihasilkan dari penggunaan limbah udang fermentasi sampai dengan tingkat 20% dalam ransum memberikan hasil yang sama baiknya dengan ransum tanpa penggunaan limbah udang fermentasi (R0).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan limbah udang produk fermentasi pada tingkat 20% dalam ransum menghasilkan imbangan efisiensi protein yang optimal pada ayam kampung.

Daftar Pustaka

Abun. 2007. Pengukuran Nilai Kecernaan Ransum yang Mengandung Limbah Udang Windu Produk Fermentasi pada Ayam Broiler. Makalah Ilmiah. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang.

. 2008. Biokonversi Limbah Udang Windu (Penaeus monodon) oleh Bacillus licheniformis dan Aspergillus niger serta Implementasinya terhadap Performans Broiler. Disertasi, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang.

Ahmad, B.H. dan R. Herman. 1982. Perbandingan Produksi Antara Ayam Kampung dan Ayam Petelur. Jurnal Media Peternakan. 7: 19-34.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Kelima. PT. Gramedia. Jakarta. Church, D.C. and W.G. Pond. 1979. Basic Animal Nutrition and Feeding. Oxford Press.

Oregon.

Direktorat Jenderal Budidaya Departemen Perikanan dan Kelautan. 2005. dalam Prasetyo, K. W. Pengolahan Limbah Cangkang Udang. Kompas 15 Mei 2006.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2014. Produksi Daging (ton), 2000 – 2014. Tersedia : http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1506. Diakses Tanggal 08 September 2015, Pukul 07.30 WIB.

(12)

12 Djunaidi, I., T. Yuwanta., Supadmo., dan M. Nurcahyanto. 2009. Pengaruh Penggunaan Limbah Udang Hasil Fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap Performan dan Bobot Organ Pencernaan Broiler. Jurnal Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Filawati. 2003. Pengolahan Limbah Udang Secara Fisikokimia dan Pengaruh Pemanfaatannya dalam Ransum terhadap Penampilan Produksi Ayam Petelur. Jurnal Peternakan, Universitas Andalas. Padang.

Gernat, A.G. 2001. The Effect of Using Different Levels of Shrimp Meal in Laying Hen Diets. Poult. Sci. 80: 633-636.

Iskandar, S., D. Zainuddin, S. Sastrodihardjo, T. Sartika, P. Setiadi, dan T. Susanti. 2001. Respon Pertumbuhan Ayam Kampung terhadap Ransum Berbeda Kandungan Protein. JITV 3(1): 8-14.

Lee, V and E. Tan. 2002. Enzymatic Hydrolisis of Prawn Shell Waste for the Purification of Chitin. Departement of Chemical Engineering, Loughborough University.

Maynard, L.E., and J.A. Loosli. 1978. Animal Nutrition. 6th ed. Mc.Grow-Hill Book Co. Inc.

New York, Toronto, London.

McDonald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Greenhalgh. 1981. Animal Nutrition. John Willey and Sons Inc., New York. p. 96−105.

Murtidjo, B.A. 1994. Pedoman Meramu Makanan Unggas. Edisi Keenam. Kanisius. Yogyakarta.

Packham, R.G. 1974. Feed Composition, Formulation, and Poultry Nutrition. Nutrition and Growth Manual. Australian Universities International Development Program (AUIDP). Melbourne.

Palupi, R., Afnur, I., dan Elisa N. 2008. Identifikasi Bakteri Penghasil Enzim Khitinase dan Pemanfaatannya dalam Fermentasi Limbah Udang sebagai Bahan Pakan Ternak. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya. Sumatera.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan Pertama. Angkasa. Bandung.

Rahayu, S., F. Tanuwidjaya, T. Rukayadi, A. Suwarto, M.T. Suhartono, J.K. Hwang, dan Y.R. Pyun. 2004. Study of Thermostable Chitinase Enzymes from Indonesian Bacillus K29-14. J. Microbiology. Biotechnology. 14(4): 647-652.

Reddy, V.R. and S. Quddratullah. 1996. Squilla: A novel animal protein, Can it be Used as a Complete Subtitute For Fish in Poultry Ration. Journal Feed International. No. 3 Vol. 17 : 18 - 20.

Rosenfeld, D. J., A. G. Gernat, J. D. Marcano, and J. A. Flores. 1997. The Effect of Using Different Levels of Shrimp Meal in Broiler Diets. Poult. Sci. 76:581-587.

(13)

13 Rosyidi, D., A. Susilo., dan R. Muhbianto. 2009. Pengaruh Penambahan Limbah Udang Terfermentasi Aspergillus niger pada Pakan terhadap Kualitas Fisik Daging Ayam Broiler. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Hal: 1-10.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wagstaff, R.K. 1989. Improved Digestibility of Feeds by Enzyme Addition. Kemin Industries, Inc. Des Moines. Lowa, USA.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Widodo, E. 2010. Teori dan Aplikasi Pembuatan Pakan Ternak Ayam dan Itik. Jurnal Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Gambar

Tabel 1. Kandungan Nutrien dan Energi Metabolis Bahan Pakan Penyusun Ransum
Tabel 3. Kandungan Nutrien dan Energi Metabolis Ransum Percobaan
Tabel 4. Rataan Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Karakter yang memiliki nilai koefisien keragaman dengan kriteria yang luas ialah tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter buah, lebar tajuk, lebar daun,

Reaksi kondensasi Claisen-Schmidt merupakan reaksi kondensasi aldol silang yang mereaksikan senyawa aldehid aromatik dan senyawa keton aromatik dengan menggunakan

Dari hasil yang diperoleh dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test terhadap senyawa klorocalkon dinyatakan bahwa dari masing-masing senyawa ini positif

Organisasi harus membuat kompensasi dan sepaket kesejahteran untuk para karyawan semenarik mungkin sehingga dapat menimbulkan hubungan pertukaran sosial yang saling

Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari kata guidance dan counseling dalam bahasa Inggris. Kalau istilah bimbingan dalam bahasa Indonesia akan muncul dua

Gerakan serikat buruh di Indonesia merupakan bagian dari perjuangan kebangsaan yang mana gerakan-gerakan serikat buruh tersebut senantiasa menjadi sasaran ideologi-ideologi

kedua ovarium dengan disertai beberapa hal sebagai berikut ini: kapsul robek, tumor terdapat pada permukaan ovarium, sel-sel ganas ditemukan dalam cairan asites

[r]