• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Tepung Limbah Udang dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma viridae pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Tepung Limbah Udang dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma viridae pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG DENGAN PENGOLAHAN

FILTRAT AIR ABU SEKAM, FERMENTASI EM-4 DAN KAPANG

Trichoderma viridae PADA RANSUM TERHADAP

PERTUMBUHAN AYAM BROILER

SUSI SUSANTI KABAN 090306035

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG DENGAN PENGOLAHAN

FILTRAT AIR ABU SEKAM, FERMENTASI EM-4 DAN KAPANG

Trichoderma viridae PADA RANSUM TERHADAP

PERTUMBUHAN AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh :

SUSI SUSANTI KABAN 090306035

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG DENGAN PENGOLAHAN

FILTRAT AIR ABU SEKAM, FERMENTASI EM-4 DAN KAPANG

Trichoderma viridae PADA RANSUM TERHADAP

PERTUMBUHAN AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh :

SUSI SUSANTI KABAN 090306035/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul Skripsi : Penggunaan Tepung Limbah Udang dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma viridae pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler

Nama : Susi Susanti Kaban

NIM : 090306035

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(5)

ABSTRAK

SUSI SUSANTI KABAN, 2014 : “Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 Dan Kapang Trichoderma viridae Pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler”. Dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan HASNUDI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM-4 dan kapang

Trichoderma viridae dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum ayam broiler. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan selanjutnya dianalisis dengan pembanding ortogonal kontras. Perlakuan terdiri P0a, P0b ,P1, P2, P3, P4, P5, P6. Parameter

yang diteliti adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.

Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi (gr/ekor/hari) P0a:90,85, P0b:80,22,

P1:80,63, P2:80,02, P3:81,13, P4: 77,15, P5:78,54 dan P6:78,87. Rataan pertambahan bobot

badan (gr/ekor/hari) P0a:52,34, P0b:42,09, P1:41,52, P2:41,61, P3: 42,17, P4:38,90, P5:39,91

dan P6:40,33. Rataan konversi ransum P0a:1,74, P0b:1,91, P1:1,94, P2:1,93, P3:1,92, P4:1,99,

P5:1,97 dan P6:1,96. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ransum komersil belum dapat

digantikan oleh ransum buatan, penggunaan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM4 dan kapang Tricoderma viridae dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan memperbaiki konversi ransum pada level pemakaian 5% dalam menggantikan tepung ikan dibandingkan level penggunaan 10%.

(6)

ABSTRACT

SUSI SUSANTI KABAN, 2014: "The use of flour filtrate Waste Treatment Water Shrimp With Rice Husk Ash, fermentation EM-4 and Fungus Trichoderma Viridae In Broiler Rations To Growth". Under supervisied by R. EDHY MIRWANDHONO and HASNUDI.

This research aimed to determine the extent of the use of shrimp waste powder with water filtrate husk ash processing , fermentation EM- 4 and Trichoderma viridae in the ration of increase body weight, feed consumption and feed conversion broiler chickens . The research had been conducted in the Laboratory of Animal Biology Livestock Studies Program in The University of North Sumatra from December 2013 until January 2014 using the 120 heads of DOC . Plan adopted in this study is completely randomized design with 8 treatments and 3 replications further analyzed by orthogonal contrasts Checklists . Treatments consisted P0a : commercial feed , P0b : diet, formulated with the use of 10 % fish

meal and shrimp waste without flour , P1 diet, formulated with the use of fish meal 5 % and 5

% powdered shrimp processing waste water filtrate husk ash , P2 : diet, formulated with the

use of fish meal 5 % and 5 % powdered fermented shrimp waste EM- 4 , P3 : diet, formulated

with the use of fish meal 5 % and 5 % fermented shrimp waste powder mold Trichoderma viridae , P4 : diet, formulated without the use of fish meal and shrimp waste powder 10 %

filtrate water treatment husk ash , P5 : diet, formulated without the use of fish meal and 10 %

flour fermented shrimp waste EM- 4 , P6 : diet, formulated without the use of fish meal and

10 % flour fermented shrimp waste mold Trichoderma viridae . The parameters studied are feed consumption , increased body weight and feed conversion.

The results showed the average consumption (g / head / day) P0a: 90.85, P0b: 80.22,

P1: 80.63, P2: 80.02, P3: 81.13, P4: 77.15, P5: P6 :78.54 and: 78.87. Mean body weight gain

(g / bird / day) P0a: 52.34, Pob: 42.09, P1: 41.52, P2: 41.61, P3: 42.17, P4: 38.90, P5: 39 , 91

and P6: 40.33. Mean feed conversion Poa: 1.74, Pob: 1.91, P1: 1.94, P2: 1.93, P3: 1.92, P4:

1.99, P5: 1.97 and P6: 1.96 . The conclusion of this study is the use of starch waste water

shrimp with rice husk ash filtrate processing, fermentation EM-4 and fermenting fungi Trichoderma Viridae on rations can replace fish meal in the ration to 100%, but have not been able to offset the use of commercial feed Charoen pokphan.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sugihen pada tanggal 10 Oktober 1989 dari Ayah Sukatno

Kaban dan Ibu Sistina br Ginting. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Medan dan pada tahun yang sama

masuk ke Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis

Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa

Peternakan (IMAPET), anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), anggota

Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Mbuah Page. Penulis juga aktif sebagai asisten di

Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Sipiso-piso Desa

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan

Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 dan

Kapang Trichoderma viridae Pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua dan

abang-abang penulis yang telah mendidik, memberi semangat dan dukungan moril selama

ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si

dan Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang

telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf pengajar dan

pegawai di program Studi Peternakan, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat

(9)

DAFTAR ISI

Kebutuhan Nutrisi Broiler... ... 12

Ransum Broiler ... 13

Konsumsi Ransum ... 14

Pertumbuhan Dan Pertambahan Berat Badan ... 15

Konversi Ransum ... 16

Pelaksanaan Penelitian... ... 22

Persiapan Kandang dan Peralatannya.... ... 22

Random DOC (Day Old Chick)... ... 23

Penyusunan Ransum... ... 23

Pemeliharaan Broiler.... ... 24

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum... 26

Pertambahan Bobot Badan... 31

Konversi Ransum... 35

Rekapitulasi Hasil Penelitian... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 40

Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA... 41

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Performans Broiler... 12

2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Fase Starter dan Finisher... 13 3. Rataan konsumsi ransum selama penelitian... 25

4. Pembandingan uji ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum ayam broiler

selama penelitian... 26

5. Rataan pertambahan bobot badan selama penelitian... 31

6. Pembandingan uji ortogonal kontras terhadap pertambahan bobot badan

ayam broiler selama penelitian... 32

7. Rataan konversi ransum ayam broiler selama penelitian... 34

8. Pembandingan uji ortogonal kontras terhadap konversi ransum ayam

broiler selama penelitian... 35

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Proses Pembuatan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu

Sekam (FAAS)... 45

2. Proses Pembuatan Tepung Limbah Udang Dengan Fermentasi EM-4... 46

3. Proses Pembuatan Tepung Limbah Udang Dengan Fermentas Kapang Trichoderma viridae... 47

4. Susunan Ransum Starter... 48

5. Susunan Ransum Finisher... 49

6. Analisis ragam konsumsi selama penelitian... 50

7. Pembandingan ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum... 50

8. Analisis ragam pertumbuhan bobot badan selama penelitian... 51

9. Pembandingan ortogonal kontras terhadap pertambahan bobot badan... 51

10. Analisis ragam konversi ransum selama penelitian... 52

(13)

ABSTRAK

SUSI SUSANTI KABAN, 2014 : “Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4 Dan Kapang Trichoderma viridae Pada Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler”. Dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan HASNUDI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM-4 dan kapang

Trichoderma viridae dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum ayam broiler. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan selanjutnya dianalisis dengan pembanding ortogonal kontras. Perlakuan terdiri P0a, P0b ,P1, P2, P3, P4, P5, P6. Parameter

yang diteliti adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.

Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi (gr/ekor/hari) P0a:90,85, P0b:80,22,

P1:80,63, P2:80,02, P3:81,13, P4: 77,15, P5:78,54 dan P6:78,87. Rataan pertambahan bobot

badan (gr/ekor/hari) P0a:52,34, P0b:42,09, P1:41,52, P2:41,61, P3: 42,17, P4:38,90, P5:39,91

dan P6:40,33. Rataan konversi ransum P0a:1,74, P0b:1,91, P1:1,94, P2:1,93, P3:1,92, P4:1,99,

P5:1,97 dan P6:1,96. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ransum komersil belum dapat

digantikan oleh ransum buatan, penggunaan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM4 dan kapang Tricoderma viridae dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan memperbaiki konversi ransum pada level pemakaian 5% dalam menggantikan tepung ikan dibandingkan level penggunaan 10%.

(14)

ABSTRACT

SUSI SUSANTI KABAN, 2014: "The use of flour filtrate Waste Treatment Water Shrimp With Rice Husk Ash, fermentation EM-4 and Fungus Trichoderma Viridae In Broiler Rations To Growth". Under supervisied by R. EDHY MIRWANDHONO and HASNUDI.

This research aimed to determine the extent of the use of shrimp waste powder with water filtrate husk ash processing , fermentation EM- 4 and Trichoderma viridae in the ration of increase body weight, feed consumption and feed conversion broiler chickens . The research had been conducted in the Laboratory of Animal Biology Livestock Studies Program in The University of North Sumatra from December 2013 until January 2014 using the 120 heads of DOC . Plan adopted in this study is completely randomized design with 8 treatments and 3 replications further analyzed by orthogonal contrasts Checklists . Treatments consisted P0a : commercial feed , P0b : diet, formulated with the use of 10 % fish

meal and shrimp waste without flour , P1 diet, formulated with the use of fish meal 5 % and 5

% powdered shrimp processing waste water filtrate husk ash , P2 : diet, formulated with the

use of fish meal 5 % and 5 % powdered fermented shrimp waste EM- 4 , P3 : diet, formulated

with the use of fish meal 5 % and 5 % fermented shrimp waste powder mold Trichoderma viridae , P4 : diet, formulated without the use of fish meal and shrimp waste powder 10 %

filtrate water treatment husk ash , P5 : diet, formulated without the use of fish meal and 10 %

flour fermented shrimp waste EM- 4 , P6 : diet, formulated without the use of fish meal and

10 % flour fermented shrimp waste mold Trichoderma viridae . The parameters studied are feed consumption , increased body weight and feed conversion.

The results showed the average consumption (g / head / day) P0a: 90.85, P0b: 80.22,

P1: 80.63, P2: 80.02, P3: 81.13, P4: 77.15, P5: P6 :78.54 and: 78.87. Mean body weight gain

(g / bird / day) P0a: 52.34, Pob: 42.09, P1: 41.52, P2: 41.61, P3: 42.17, P4: 38.90, P5: 39 , 91

and P6: 40.33. Mean feed conversion Poa: 1.74, Pob: 1.91, P1: 1.94, P2: 1.93, P3: 1.92, P4:

1.99, P5: 1.97 and P6: 1.96 . The conclusion of this study is the use of starch waste water

shrimp with rice husk ash filtrate processing, fermentation EM-4 and fermenting fungi Trichoderma Viridae on rations can replace fish meal in the ration to 100%, but have not been able to offset the use of commercial feed Charoen pokphan.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tepung ikan merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang sangat baik

untuk ayam. Secara umum bahan ini mengandung protein yang tinggi antara 50 – 70%.

Tepung ikan adalah bahan baku pakan yang menyebabkan mahalnya harga ransum, karena

tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, sehingga lebih dari setengah, yaitu 200

ribu ton/tahun kebutuhan tepung ikan Indonesia disuplai dari impor. Oleh sebab itu untuk

memenuhi kebutuhan peternak skala kecil dan menengah perlu bahan pakan alternatif

sebagai pengganti tepung ikan ini. Salah satu bahan pakan alternatif adalah limbah udang

(shrimp head waste).

Menurut Susana Widjaja (1993), salah satu pilihan sumber protein adalah tepung

limbah udang. Tepung limbah udang (TLU) merupakan limbah industri pengolahan udang

yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara

30-40% dari bobot udang segar. Faktor positif bagi tepung limbah udang adalah karena

produk ini merupakan limbah, kesinambungan penyediaannya terjamin sehingga harganya

akan cukup stabil dan kandungan nutrisinya pun bersaing dengan bahan baku lainnya.

Industri pengolahan udang beku Indonesia berkembang sangat pesat pada beberapa tahun

terakhir ini, sejalan dengan meningkatnya produksi udang. Indonesia termasuk negara

pengekspor udang terbesar di dunia. Data Pokok Kelautan Dan Perikanan tahun 2010

menunjukkan produksi udang Indonesia sebesar 380.972 ton dan produksi ini meningkat

sebesar 14 % per tahun. Apabila udang segar ini diolah menjadi udang beku, maka sebesar

35% – 70% dari bobot utuh akan menjadi limbah udang, kualitasnya bervariasi tergantung

(16)

Menurut beberapa penelitian, limbah udang mengandung protein kasar yang cukup

tinggi yaitu sebesar 45 – 55%, namun protein yang tinggi ini tidak dapat dimanfaatkan secara

optimal terhadap ternak unggas karena terdapatnya faktor pembatas yaitu kandungan khitin

yang tinggi pada limbah udang. Kandungan khitin limbah udang ini mencapai 30% dari

bahan kering limbah udang (Purwaningsih, 2000). Khitin ini tidak dapat dicerna oleh unggas.

Khitin merupakan senyawa polisakarida struktural (seperti selulosa) yang mengandung

nitrogen dalam bentuk N-Aceylated-glucosaminpolysacharida. Protein atau nitrogen yang

ada pada limbah udang ini berikatan erat dengan khitin dan kalsium karbonat dalam bentuk

komplek ikatan senyawa protein-khitin-kalsium karbonat. Adanya khitin ini mengakibatkan

adanya keterbatasan atau faktor pembatas dalam penggunaan limbah udang untuk dijadikan

bahan penyusun ransum ternak unggas jika digunakan secara langsung tanpa dilakukan

pengolahan.

Untuk mengurangi faktor pembatas berupa khitin yang terikat dalam serat kasar

limbah udang harus dilakukan pengolahan terhadap limbah udang tersebut. Salah satu cara

pengolahan adalah dengan cara pengukusan, dimana sebelum dilakukan pengukusan limbah

udang direndam terlebih dahulu dalam filtrat air abu sekam (FAAS) 10% selama 48 jam

untuk meregangkan ikatan khitin pada limbah udang tersebut (Meizwarni, 1995). Menurut

Resmi (2000) pengolahan limbah udang dengan cara pengukusan menghasilkan kandungan

protein kasar tertinggi dan kadar khitin terendah dibandingkan dengan cara direbus dan

disangrai.

Pengolahan dengan menggunakan kultur campuran EM-4 dapat meningkatkan

kandungan nilai gizi dan kualitas nutrisi tepung limbah udang. Inokulum EM-4, yaitu bakteri

fermentasi yang berisi kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi

(17)

fotosintetik, Actinomycetes sp, Sreptomyces sp, jamur pengurai selulosa dan ragi yang berfungsi menguraikan selulosa atau khitin pada limbah udang ( Harnentis, 2004).

Degradasi komplek senyawa protein-khitin-kalsium karbonat dengan sempurna baru

akan terjadi bila limbah udang diperlakukan dengan enzim yang dihasilkan oleh kapang

melalui proses fermentasi. Salah satu caranya adalah menggunakan jasa kapang dari

mikroorganisme penghasil enzim khitinase. Terdapat beberapa jenis kapang yang dapat

menghasilkan enzim khitinase, salah satunya kapang Trichoderma viridae (Yurnaliza, 2002; Volk, 2004) yang dapat mendegradasi khitin pada limbah udang. Penggunakan kapang

Trichoderma viridae dalam proses pengolahan bahan pakan memiliki kelebihan antara lain, protein enzim yang dihasilkan oleh kapang tersebut kualitas yang sangat baik jika

dibandingkan dengan jenis kapang lainnya (Palupi et al, 2008).

Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan melakukan penelitian mengenai

penggunaan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM-4

dan kapang Trichoderma viridae pada ransum terhadap pertumbuhan ayam broiler.

Tujuan penelitian

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan tepung limbah udang dengan

pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM-4 dan kapang Trichoderma viridae dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum ayam

broiler.

Kegunaan penelitian

Sebagai bahan informasi bagi peternak, peneliti dan masyarakat mengenai

penggunaan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM-4

(18)

juga sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh

ujian sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hipotesis Penelitian

Penggunaan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam,

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Limbah Udang

Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam, yaitu (1)

produk yang terdiri dari bagian badan dan kepala secara utuh , (2) badan tanpa kepala

dan (3) dagingnya saja. Pengolahan produksi udang berdasarkan ketiga macam produk

tersebut, menyebabkan terdapat bagian-bagian udang yang terbuang seperti kepala, ekor dan

kulitnya. Bagian tersebut merupakan limbah industri pengolahan udang beku yang disebut

limbah udang (Mudjima,1986 dalam Abun 2009).

Kepala udang merupakan limbah dari industri pengolahan udang beku untuk diekspor

atau pengolahan udang segar di pasar. Limbah udang di Indonesia umumnya terdiri atas

bagian kepala, ekor dan kulit udang serta udang yang rusak dan afkir (Mirzah, 1990, 1997).

Limbah ini sangat potensial dijadikan bahan pakan sumber protein hewani karena

ketersediaannya cukup banyak dan mengandung zat-zat gizi yang tinggi, terutama protein

dan mineralnya (Okaye et al., 2005; Khempaka et al., 2006).

Limbah udang terdiri dari bagian kepala, ekor dan kulit serta udang-udang kecil.

Wanasuria (1990), melaporkan bahwa tidak seluruh komoditi udang diekspor dalam bentuk

udang segar, sebahagian besar diekspor dalam bentuk olahan, yaitu diolah untuk membuang

kepala dan kulit udang.

Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan ternak berdasarkan pada dua hal, yaitu

jumlah dan mutunya. Seiring dengan maraknya ekspor udang beku kebeberapa negara,

seperti Jepang, Taiwan, Amerika Serikat maka limbah yang dihasilkan akan bertambah pula.

Limbah udang tersebut pada umumnya terdiri dari bagian kepala, kulit ekor dan udang

(20)

Tepung limbah udang (TLU) terbuat dari limbah udang sisa hasil pengolahan udang

setelah diambil bagian dagingnya, sehingga yang tersisa adalah bagian kepala, cangkang,

ekor dan udang kecil utuh dalam jumlah sedikit. Kualitas dan kandungan nutrien limbah

udang sangat tergantung pada proporsi bagian kepala dan cangkang udang

(Djunaidi. et al., 2009).

Pemanfaatan limbah udang sebagai salah satu bahan penyusun ransum ternak unggas

dapat dilakukan, disebabkan limbah tersebut mempunyai kandungan zat-zat makanan yang

cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya Kandungan protein limbah udang yang cukup

tinggi merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan. Disamping itu, limbah udang juga

mengandung serat kasar yang tinggi, yaitu berupa khitin. Purwaningsih (2000), menyatakan

bahwa limbah udang terdiri dari 30% khitin dari bahan keringnya. Adanya khitin ini

mengakibatkan adanya keterbatasan atau faktor pembatas dalam penggunaan limbah udang

untuk dijadikan bahan penyusun ransum ternak unggas.

Tingginya kandungan serat kasar yang berasal dari khitin dan mineral terutama

kalsium, yang berikatan erat dalam bentuk ikatan khitin-protein-kalsium karbonat merupakan

kendala dalam pemanfaatan limbah udang ini. Kandungan protein yang terikat dalam khitin

tersebut bisa mencapai 50-95% dan kalsium karbonatnya sampai 15-30%. Adanya ikatan

khitinprotein- kalsium karbonat yang kuat akan menurunkan daya cerna protein limbah

udang ini, sehingga pemanfaatannya belum optimal dibanding dengan potensi nilai gizinya.

(Foster dan Webber, 1960; Walton dan Blackwell, 1973).

Peningkatan kualitas dan pemanfaatan limbah udang secara maksimal dalam ransum

memerlukan pengolahan yang tepat sebelum diberikan pada ternak untuk dapat

meningkatkan kecernaan dan menurunkan kandungan khitinnya. Penggunaan limbah udang

(21)

karena bahan ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu serat kasar tinggi, dan memiliki

kecernaan protein yang rendah karena mengandung zat anti nutrisi khitin

(Hartadi et al., 1997).

Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam

Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan dekomposisi kitin limbah udang

melalui pengolahan di antaranya secara kimia, yaitu melalui perendaman dengan larutan basa

atau asam (Mirzah, 1990; Wahyuni & Budiastuti, 1991). Namun dengan perendaman dengan

bahan kimia, sisa-sisa bahan kimia yang ada pada bahan juga berpengaruh pada ternak dan

limbah bahan kimia proses pengolahan juga dapat mencemari lingkungan.

Penggunaan bahan kimia sebenarnya dapat dihindari dengan menggunakan larutan

filtrat air abu sekam (alkali) yang tidak bersifat polutan. Hasil penelitian Mirzah (2006),

menunjukkan bahwa perendaman limbah udang dalam larutan filtrat air abu sekam (FAAS)

10% selama 48 jam dan dikukus selama 45 menit dapat menurunkan kitin dari 15,2%

menjadi 9,87% dan meningkatkan kecernaan protein kasar dari 50% menjadi 70,50%,

sedangkan kandungan zat-zat makanan lain tidak banyak berubah, yaitu bahan keringnya

86,40%, protein kasar 38,98%, lemak 4,12%.

Salah satu cara pengolahan limbah udang adalah dengan cara pengukusan, dimana

sebelum dilakukan pengukusan limbah udang direndam terlebih dahulu dalam air abu sekam

10% selama 48 jam untuk meregangkan ikatan khitin pada limbah udang tersebut. Hasil

penelitian Meizwarni (1995), dedak yang diberi praperlakuan hidrolisis air abu sekam 10%

memperlihatkan peningkatan kualitas dedak yang dihasilkan. Sedangkan Resmi (2000)

menyatakan bahwa pengolahan limbah udang dengan cara pengukusan menghasilkan

kandungan protein kasar tertinggi dan kadar khitin terendah dibandingkan dengan cara

(22)

Pengolahan limbah udang digunakan filtrat air abu sekam (FAAS) 10%. Filtrat air

abu sekam sebagai larutan untuk perendam dibuat dengan cara sekam padi yang telah

diabukan secara sempurna dilarutkan dalam air bersih. Larutan abu sekam padi 10%

diperoleh dengan melarutkan 100 gr abu sekam padi dalam 1 liter air bersih. Larutan ini

dibiarkan selama 24 jam, lalu disaring untuk memperoleh filtratnya dan siap digunakan.

Setelah direndam selama 48 jam selanjutnya limbah udang dikukus selama 45 menit, dan

dikeringkan dengan cahaya matahari dan akhirnya digiling.

Fermentasi EM-4

Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam

amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino dapat difermentasi oleh

beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz, 1992).

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap

bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana.

Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga

dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi

peningkatan kadar protein (Winarno, 1986).

Menurut hasil penelitian Nwanna ( 2003), untuk pengolahan limbah udang secara

fermentasi dapat menggunakan inokulum Lactobacillus sp sebagai fermentor untuk pembuatan silase limbah udang, yaitu dalam waktu 14 hari. Selain Lactobacillus sp, juga dapat digunakan inokulum EM-4, yaitu bakteri fermentasi yang berisi kultur campuran dari

mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi ternak, sebagian besar

(23)

jamur pengurai selulosa dan ragi yang berfungsi menguraikan selulosa atau khitin pada

limbah udang ( Harnentis, 2004).

Pengolahan dengan menggunakan kultur campuran EM-4 dapat meningkatkan

kandungan nilai gizi dan kualitas nutrisi tepung limbah udang dibandingkan tepung limbah

udang hasil preparasi dengan FAAS saja. Penggunaan inokulum dengan kultur campuran

(EM-4) lebih baik dibandingkan inokulum dengan mono kultur (Lactobacillus sp). Produk tepung limbah udang olahan terbaik diperoleh pada pengolahan dengan menggunakan EM-4

dengan dosis 20 ml/100 gram substrat dengan lama fermentasi 11 hari (Harnentis, 2004).

Kapang Trichoderma viridae

Degradasi komplek senyawa protein-khitin-kalsium karbonat dengan sempurna baru

akan terjadi bila limbah udang diperlakukan dengan enzim yang dihasilkan oleh kapang

melalui proses fermentasi. Salah satu caranya adalah menggunakan jasa kapang dari

mikroorganisme penghasil enzim khitinase. Terdapat beberapa jenis kapang yang dapat

menghasilkan enzim khitinase, salah satunya kapang Trichoderma viridae (Yurnaliza, 2002; Volk, 2004) yang dapat mendegrasi khitin pada limbah udang.

Penggunakan kapang Trichoderma viridae dalam proses pengolahan bahan pakan memiliki kelebihan antara lain, protein enzim yang dihasilkan oleh kapang tersebut kualitas

yang sangat baik jika dibandingkan dengan jenis kapang lainnya Enzim khitinase yang

dihasilkan mikroorganisme tersebut merupakan enzim yang mampu merombak polimer

khitin menjadi unit monomer N-asetil glokosamin (Palupi et al., 2008).

Menurut Poesponegoro (1976) bahwa kapang Trichoderma viridae mempunyai kemampuan meningkatkan protein bahan pakan dan pada bahan berselulosa dapat

merangsang dikeluarkannya enzim selulase. Hal tersebut disebabkan karena kapang

(24)

untuk dirombak serta mengkonversikannya menjadi peningkatan pada kandungan protein

substrat tepung limbah udang.

Menurut Winarno (1993), bahwa selama fermentasi kapang membutuhkan waktu

untuk perkembangbiakan dan pertumbuhan miselia dan memanfaatkan bahan organik untuk

proses degradasi. Literatur pendukung lainnya bahwa peningkatan jumlah massa mikroba

akan menyebabkan meningkatkan kandungan produk fermentasi, dimana kandungan protein

merupakan refleksi dari jumlah massa sel (Nurhayani, 2000). Dimana dalam proses

fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa-senyawa

kompleks menjadi lebih sederhana, dan mikroba juga akan mensintesis protein yang

merupakan proses proteinenrichment yaitu pengkayaan protein bahan.

Miselium Trichoderma dapat menghasilkan suatu enzim yang bermacam-macam, termasuk enzim selulase (pendegradasi selulosa) dan khitinase (pendegradasi khitin). Oleh

karena adanya enzim selulase, Trichoderma dapat tumbuh secara langsung di atas kayu yang terdiri atas selulosa sebagai polimer dari glukosa. Oleh karena adanya khitinase, Trichoderma

dapat bersifat sebagai penghambat bagi jamur yang tidak menguntungkan (Volk, 2004).

Semakin lama waktu fermentasi semakin menurunkan kandungan protein kasar,

dimana waktu yang optimal adalah 72 jam kemudian pada hari berikutnya ada yang

mengalami penurunan (fase kematian) dan ada yang mengalami titik kestabilan (fase

stationer), dimana ditinjau dari peningkatan jumlah mikroba dan bakteri pada variabel

perbedaan penambahan sumber nitrogen pada waktu yang optimal fermentasi substrat limbah

udang dan dedak padi. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa tahapan-tahapan pertumbuhan

mikroba yang utama ada 4 yaitu: lag phase (fase adaptasi), dimana pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung mikroba beradaptasi menyesuaikan lingkungan yang

(25)

/fase dimana kematian seimbang dengan pertumbuhan); death phase (fase kematian), kematian lebih besar daripada pertumbuhan (Dwidjoseputro, 1985).

Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya pemenuhan

kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan dan bobot badan yang

sangat cepat, efisiensi pakan cukup tinggi, ukuran badan besar dengan bentuk dada lebar dan

padat dan berisi sehingga sangat efisien diproduksi dalam jangka waktu 5-6 minggu ayam

broiler tersebut dapat mencapai bobot hidup 1,4 – 1,6 kg. Secara umum broiler dapat

memenuhi selera konsumen atau masyarakat, selain dari pada itu broiler lebih dapat

terjangkau masyarakat karena harganya relatif murah (Rasyaf, 1997).

Hardjoswara dan Rukminasih (2000) menyatakan bahwa ayam broiler dapat digolongkan kedalam kelompok unggas penghasil daging artinya dipelihara khusus untuk

menghasilkan daging. Umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : kerangka tubuh besar,

pertumbuhan badan cepat, pertumbuhan bulu yang cepat, lebih efisien dalam mengubah

(26)

Kebutuhan Nutrisi Broiler

Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan sejumlah nutrisi

yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas, energi yang

mengandung karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997). Kartadisastra (1994)

menyatakan bahwa jumlah ransum yang diberikan sangat bergantung dari jenis ayam yang

dipelihara, sistem pemeliharaan dan tujuan produksi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang berkaitan dengan genetik dan lingkungan tempat ternak itu dipelihara.

Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan nutrien

hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan kebutuhan nutrien yang lain

hanya disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala defisiensi maka perlu ditambahkan

suplemen terutama vitamin dan mineral. Tingkat kandungan energi ransum harus disesuaikan

dengan kandungan proteinnya, karena protein sangat penting untuk pembentukan jaringan

tubuh dan produksi. Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju

pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan

keseimbangan antara tingkat energi dan protein sehingga penggunaan ransum menjadi efisien

(Suprijatna et al., 2005).

Perbedaan ransum yang diberikan tergantung pada kebutuhan broiler pada fase

pertumbuhannya. Kebutuhan zat makanan broiler pada fase yang berbeda dapat dilihat pada

Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Fase Starter dan Finisher.

Sumber : NRC (1994) Ransum Broiler

Zat Nutrisi Starter Finisher

(27)

Ransum merupakan salah satu faktor yang harus dipenuhi untuk keberhasilan dalam

usaha pemeliharaan ayam. Ransum adalah campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi

kebutuhan akan zat-zat pakan yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat

makanan itu tidak berkelebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan haruslah

mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997).

Fungsi makanan yang diberikan ke ayam pada prinsipnya memenuhi kebutuhan

pokok untuk hidup, membentuk sel-sel dan jaringan tubuh, serta menggantikan

bagian-bagian yang merupakan zat-zat yang diperlukan ayam adalah karbohidrat, lemak dan protein

akan membentuk energi sebagai hasil pembakarannya (Sudaryani dan Santoso, 1995).

Air sangat penting untuk mengatur temperatur tubuh. Bila ayam hanya diberi air dan

tidak diberi makan dapat hidup lebih lama. Kekurangan air hanya untuk satu hari saja dapat

menyebabkan perubahan fisiologis dan sangat menurunkan kecepatan pertumbuhan broiler

(Wahju, 1997).

Konsumsi ransum

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada

dalam ransum tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi makanan untuk proses

hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi asam

amino dari tubuh. Hal ini menunjukkan ternak ayam dalam mengkonsumsi makanannya

digunakan untuk kebutuhan ternak tersebut (Wahju, 1985).

Pertumbuhan broiler yang cepat ada kalanya didukung oleh konsumsi ransum yang

lebih banyak pula. Masalah konsumsi ransum memang harus disadari bahwa broiler ini

(28)

Tingkat protein dan energi metabolisme yang berbeda berpengaruh terhadap

konsumsi pakan, selisih kandungan energi metabolisme pada setiap pakan perlakuan tidak

jauh berbeda, sehingga ayam pada tiap perlakuan cenderung mengkonsumsi pakan yang sama

(Wahju, 1988).

Pertambahan bobot badan broiler

Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi ransum dan

energi yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut

terjadi secara alami. Variasi energi yang disuplai pada ternak akan digambarkan pada laju

pertumbuhannya (Donald et al., 1995).

Anggorodi (1990), pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal

yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai

dewasanya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari jaringan seperti berat daging, tulang,

jantung, otak dan jaringan lainnya, diartikan sebagai pertumbuhan.

Pertambahan berat badan kerap kali digunakan sebagai pegangan berproduksi bagi

peternak dan para ahli. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ada bibit ayam yang memang

pertambahan berat badanya hebat, tetapi hebat pula makanannya. Padahal biaya untuk

ransum adalah yang terbesar bagi suatu peternakan ayam. Oleh karena itu, pertambahan berat

badan haruslah pula dikaitkan dengan ransumnya (Rasyaf, 1993).

Pertumbuhan biasanya perlahan-lahan kemudian berlangsung cepat dan akhirnya

perlahan-lahan lagi atau sama sekali terhenti. Pola seperti ini menghasilkan kurva sigmoid

(S). Tahap cepat pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai

(Anggorodi, 1990).

Pertumbuhan broiler biasanya dipengaruhi oleh ransum, bangsa dan lingkungan.

(29)

tingkat dewasa kelamin, setelah ini pertumbuhan berangsur-angsur turun dan sampai periode

tertentu akan terhenti. Pertumbuhan ini adalah juga pertambahan dalam bentuk dan bobot

jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan lainnya

(Anggorodi, 1995).

Kartadisastra (1994), menyatakan bahwa bobot badan ayam (tergantung strainnya)

akan menentukan jumlah konsumsi ransumnya. Semakin besar bobot badan ayam, semakin

banyak jumlah konsumsi ransumnya. Disamping strain, jenis dan tipe ayam juga

menentukan.

Siregar dan Sibarani (1990) menyatakan bahwa serat kasar yang berlebihan dapat

mengurangi efisiensi penggunaan nutrien lain, sebaliknya apabila serat kasar ransum terlalu

rendah, mengakibatkan ransum tidak dapat dicerna dengan baik. Wahju (1992) menyatakan

bahwa serat kasar yang tidak tercerna dapat membawa nutrien lain yang keluar bersama

ekskreta.

Konversi Ransum

Rasyaf (1997) menjelaskan bahwa, konversi pakan adalah jumlah ransum yang

dikonsumsi seekor ayam dalam waktu tertentu untuk membentuk daging atau berat badan.

Faktor yang mempengaruhi tingkat konversi pakan antara lain strain, kualitas pakan, keadaan

kandang dan jenis kelamin.

Semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi

maka makin buruklah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan oleh

berbagai faktor diantaranya mutu ransum, temperatur, lingkungan dan tujuan

pemeliharaannya serta genetik (Tillman et al., 1986).

Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula konversi ransumnya. Baik tidaknya

(30)

oleh tubuh ayam. Ransum yang kekurangan salah satu unsur gizi akan mengakibatkan ayam

akan memakan ransumnya secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang

(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan November 2013 sampai bulan Januari 2014.

Bahan dan Alat Penelitiaan Bahan

Day old chick (DOC) yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak 120 ekor

strain Cobb – LH 500. Bahan penyusun ransum terdiri atas tepung jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, tepung limbah udang dengan fermentasi EM-4, tepung limbah udang dengan fermentasi

Trichoderma viridae, minyak nabati, dan top mix. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh diberikan secara ad libitum. Air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi. Rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan baik tempat pakan maupun tempat minum. Vaksin ND 5 Ma Clone®, IBD® dan ND Lasota® untuk memberikan

kekebalan tubuh broiler. Formalin 40% untuk fumigasi kandang. Vitamin seperti vitachick® sebagai suplemen tambahan.

Alat

Alat yang digunakan adalah kandang baterai berukuran 100cm x 100cm x 50cm, jumlah kandang sebanyak 24 unit dan tiap unit di isi 5 ekor DOC, peralatan kandang terdiri dari 24 unit tempat minum dan 24 unit tempat pakan, timbangan salter dengan kapasitas 5kg dengan kesetaraan 1g untuk menimbang pertambahan bobot badan ayam, alat penerangan dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt sebanyak 24 buah, Thermometer, alat pembersih kandang, pisau, plastik, ember, alat tulis, buku data dan kalkulator. Terpal dengan ukuran 3 x 6 sebanyak 4 buah sebagai penutup dinding ruangan.

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 8 perlakuan dan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 ekor broiler. Perlakuan pada penelitian yaitu :

P0a = Pakan komersil Charoen pokphand

P0b = Ransum formulasi dengan tepung ikan 10% dan tanpa TLU

P1 = Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU FAAS 5%

P2 = Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU fermentasi EM-4

5%

P3 = Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU fermentasi kapang

Trichoderma viridae 5%

P4 = Ransum formulasi dengan 10% TLU FAAS

P5 = Ransum formulasi dengan 10% TLU fermentasi EM-4

(32)

Model matematik percobaan yang digunakan adalah :

Yij = µ + σi + ij Dimana :

i = 1,2,3,.... i = perlakuan j = 1,2,3, j = ulangan

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan k-i, ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

σi = pengaruh perlakuan ke-i

€ij = efek j galat pada perlakuan k-i, ulangan ke-j

Analisis Data

Data yang diperoleh selama penelitian dari setiap perlakuan dianalisis dengan perbandingan linier ortogonal kontras sehingga diperoleh informasi perlakuan yang terbaik. Dari 8 perlakuan dapat disusun 7 pembandingan linier ortogonal kontras sebagai berikut.

Perlakuan Keterangan

P0a vs P0bP1P2P3P4P5P6 Ransum komersil dibandingkan dengan ransum buatan

sendiri.

P0b vs P1P2P3P4P5P6 Ransum dengan 10% tepung ikan dibandingkan dengan

tepung limbah udang pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM-4, kapang Trichoderma viridae 5% dan tepung limbah udang pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM-4 dan kapang Trichoderma viridae 10 % P1P2P3 vs P4P5P6 Ransum dengan tepung limbah udang pengolahan filtrat air

abu sekam, fermentasi EM-4, kapang Trichoderma viridae

5% dibandingan dengan tepung limbah udang pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM-4 dan kapang

Trichoderma viridae 10 %

P1 vs P2P3 Ransum dengan tepung limbah udang pengolahan filtrat air

abu sekam 5% dibandingan dengan tepung limbah udang fermentasi EM-4, kapang Trichoderma viridae 5%

P2 vs P3 Ransum dengan tepung limbah udang fermentasi EM-4 5%

dibandingkan dengan tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viridae 5%.

P4 vs P5P6 Ransum dengan tepung limbah udang pengolahan filtrat air

abu sekam 10% dibandingan dengan tepung limbah udang fermentasi EM-4, kapang Trichoderma viridae 10%

P5 vs P6 Ransum dengan tepung limbah udang fermentasi EM-4 10%

dibandingkan dengan tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viridae 10%.

Pembanding linier ortogonal kontras menggunakan persyaratan sebagai berikut : 1. Jumlah koefisien pembanding sama dengan nol (∑ki=0)

2. Jumlah perkalian koefisien dua pembanding sama dengan nol (∑ki ki=0)

3. Jumlah kuadrat = Qi²

r x ∑k²

Qi = Jumlah perkalian koefisien pembanding dengan total tiap perlakuan R = Ulangan

(33)

SK Db JK KT Fhit F 5% F1%

- Bila F hit < F 0,05 : perlakuan tidak berbeda nyata (terima H0/tolak H1) - Bila F hit ≥ F 0,05 : perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1)

- Bila F hit ≥ F 0,01 : perlakuan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H1). Parameter Penelitian

Konsumsi Ransum (g)

Konsumsi ransum dihitung berdasarkan selisih antara jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum yang sisa.

Konsumsi ransum = Ransum yang diberikan – Ransum sisa

Pertambahan Bobot Badan (g)

Pertambahan bobot badan yang diperoleh dengan menghitung selisih bobot badan akhir dengan selisih bobot badan awal. Penimbangan dilakukan setiap seminggu sekali.

Pertambahan bobot badan = Bobot Badan Akhir – Bobot Badan Awal

Konversi Ransum (FCR)

Konversi ransum merupakan ratio antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan.

FCR = banyaknya ransum yang dihabiskan

berat badan yang di dapat/dicapai

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang dipersiapkan selama 2 minggu sebelum Day old chick di kandangkan, dimana seluruh instalasi penerangan/pemanas telah dipasang. Sebelumnya kandang didesinfektan dengan rodalon. Kandang difumigasi dengan formalin dan biocid yang

dibiarkan selama 1 minggu dan seluruh ruangan ditutupi dengan terpal untuk memastikan gas dari formalin dan KMNO4 sepenuhnya berada di dalam ruangan yang bertujuan untuk

membasmi jamur dan bakteri yag masih menempel di kandang. Seminggu setelah fumigasi, tempat ransum dan tempat minum yang telah di cuci dengan rodalon ditempatkan pada masing-masing plot kandang serta dialasi koran dan atal sebagai litter. Kemudian satu hari sebelum Day old chick tiba/dikandangkan, alat penerangan sudah dihidupkan

untukmenstabilkan suhu di dalam ruangan/kandang sesuai dengan suhu Day old chick. 2. RandomDay Old Chick

(34)

dihomogenkan bobot badannya dengan menggunakan rumus ẍ ± 2 sd untuk ditempatkan ke masing-masing unit kandang sebanyak 5 ekor per unit kandang.

3. Penyusunan Ransum

Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari tepung jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan , tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, tepung limbah udang dengan fermentasi EM-4, tepung limbah udang dengan fermentasi

Trichoderma viridae, minyak nabati, kapur dan top mix. Bahan penyusun ransum yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi tiap perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara manual dan ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ransum.

4. Pemeliharaan Broiler

1. Sesaat Day old chick dikandangkan, langsung diberi air gula dan pada pemberian air minum selanjutnya diberikan air minum yang ditambahkan dengan vitachick® atau

sejenisnya.

2. Pemanas atau induk buatan sebagai penghangat Day old chick dihidupkn 24 jam penuh sampai Day old chick berumur 1 minggu dan setelah Day old chick

berumur 2 minggu pemanas dihidupkan hanya pada malam hari saja tergantung

kondisi cuaca.

3. Pemberian ransum pertama kali sesuai dengan perlakuan yang diberikan dan setelah

48 jam semua ayam diberikan ransum secara ad bilitum. Untuk pemberian air minum dilakukan secara ad bilitum yakni pada pagi hari dan sore hari. Dimana tempat minum dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan pada broiler.

4. Pemberian vaksin pertama kali pada umur 4 hari, yakni dengan vaksin ND Ma

Clone® melalui tetes mata. Pada umur 14 hari, vaksin yang digunakan adalah vaksin

IBD® melalui air minum dan pada umur 18 hari vaksin yang digunakan adalah ND

Lasota® juga melalui air minum. Program vaksin ini tidak baku, tergantung situasi di

(35)

5. Obat-obatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ayam. Obat yang seperti

Doxyfet®, Therapy® dan Vitabro® diberikan setelah terlihat adanya tanda-tanda

penyakit pada ayam tersebut.

6. Sisa feses atau kotoran ayam dibersihkan setiap 3 hari sekali disertai dengan

penyemprotan rodalon disekitar alas kandang untuk menghindari hinggapan lalat

yang membawa bibit penyakit.

5. Pengambilan Data

Dilakukan pencatatan data setiap harinya untuk konsumsi ransum dan pengambilan

data untuk pertambahan bobot badan dilakukan setiap minggu.

(36)

Hasil penelitian diperoleh dari konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan

konversi ransum yang diperoleh selama peneliian.

Konsumsi ransum

Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah pakan yanag

diberikan kepada ternak. Konsumsi ransum dihitung berdasarkan selisih antara jumlah pakan

yang diberikan dengan jumlah sisa ransum. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

diperoleh rataan konsumsi ransum ayam broiler selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3

berikut ini.

Tabel 3. Rataan konsumsi ransum selama penelitian (gr/ekor/hari)

Ulangan

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum ayam broiler selama

penelitian adalah 80,92 gr/ekor/hari. Angka tersebut lebih rendah daripada pemeliharaan

ayam menurut Charoen Pokphand (2006) yaitu 83,2 gr/ekor/hari. Konsumsi ransum tertinggi

terdapat pada perlakuan P0a (ransum dengan perlakuan pakan komersil) yaitu sebesar 90,85

gr/ekor/hari, sedangkan konsumsi ransum terendah terdapat pada perlakuan P4 (ransum

dengan perlakuan 0% tepung ikan dan 10% TLU FAAS).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa ransum

(37)

berbeda dalam level yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata

terhadap tingkat konsumsi ransum ayam broiler, hal ini disebabkan bahwa ternyata dari

pemberian tepung limbah udang dengan pengolahan dan fermentasi yang berbeda dalam

level yang berbeda mempengaruhi nilai palatabilitas ternak.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah udang pengolahan FAAS,

fermentasi EM4 dan Trichoderma viridae pada setiap perlakuan terhadap konsumsi ransum ayam broiler maka dilakukan uji ortogonal kontras yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Pembandingan uji ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum ayam

broiler selama penelitian.

Ket : ** : menunjukkan perbedaan yang sangat nyata tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

Dari Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan P0a (ransum dengan perlakuan pakan komersil)

memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dalam meningkatkan konsumsi ransum

dibandingkan dengan perlakuan P0b, P1, P2, P3, P4, P5 dan P6.

Perlakuan P0b yaitu ransum dengan 10% tepung ikan dan tanpa tepung limbah udang

memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 (ransum dengan

perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU FAAS), P2 (ransum dengan perlakuan 5% tepung

(38)

perlakuan 10% TLU EM4) dan P6 (ransum dengan perlakuan 10% TLU Trichoderma viridae), yang berarti bahwa tepung limbah udang dapat menggantikan tepung ikan komersil . Pada perlakuan P1 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU FAAS),

P2 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU EM4), P3 (ransum dengan

perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU Trichoderma viridae) memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dibandingkan dengan P4 (ransum dengan perlakuan 10% TLU FAAS),

P5 (ransum dengan perlakuan 10% TLU EM4) , P6 (ransum dengan perlakuan 10% TLU

Trichoderma viridae). Perlakuan P1 yaitu ransum dengan 5% TLU FAAS memberikan

pengaruh yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan P2 (ransum dengan perlakuan 5%

EM4) dan P3 (ransum dengan perlakuan 5% Trichoderma viridae). Pada perlakuan P4 yaitu

ransum dengan 10% TLU FAAS memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

dibandingkan dengan P5 (ransum dengan perlakuan 10% TLU EM4) dan P6 (ransum dengan

perlakuan 10% TLU Trichoderma viridae).

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa konsumsi ransum broiler pada setiap

perlakuan semakin menurun dimana pada peningkatan penggunaan tepung limbah udang

pada ransum menjadikan konsumsi ransumnya semakin menurun. Dimana konsumsi ransum

tertinggi terdapat pada P0a (ransum dengan perlakuan pakan komersil) dan konsumsi pakan

terendah terdapat pada P4 (ransum dengan perlakuan 10% TLU FAAS).. Hal ini dapat

disebabkan oleh tingginya kandungan serat kasar pada tepung limbah udang dalam bentuk

kitin menyebabkan ransum bersifat amba (volumenous), sehingga akan menurunkan

konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Tepung limbah udang yang bersifat amba

(volumenous) menyebabkan ayam broiler cepat merasa kenyang dan tidak mau makan lagi,

sehingga menurunkan konsumsi ransum. Namun sebenarnya ayam broiler masih lapar secara

(39)

nutrisi dan metabolismenya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Razdan dan Pettterson (1994)

yang menyatakan bahwa kadar kitin diatas 5% dalam ransum ayam broiler akan menekan

konsumsi ransum dan pertumbuhan ayam broiler.

Tingkat konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dan faktor lainnya

seperti pengolahan dan palatabilitas yang merupakan sifat performans yang dicerminkan oleh

organoleptik seperti kenampakan, bau, rasa dan tekstur. Selain itu konsumsi ransum juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis

kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Piliang (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum,

bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase

pertumbuhan.

Pada perlakuan P0b dibandingkan dengan P1, P2, P3, P4, P5 dan P6 menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konsumsi ransum ayam broiler selama 5

minggu. Peningkatan pemakaian tepung limbah udang dengan pengolahan FAAS ,fermentasi

EM4 dan fermentasi kapang Trchoderma viridae sampai pada tingkat 100% sebagai pengganti tepung ikan ternyata tidak banyak mempengaruhi konsumsi ransum selama

penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyuni dan Budiastuti (1991); Reddy et al

(1996); Rosenfield et al (1997) dab Ramadhan (2005), bahwa konsumsi ransum tidak berbeda nyata pada ayam broiler yang diberi tepung limbah udang olahan dalam ransumnya.

Begitu juga Filawati (2003) melaporkan bahwa pemanfaatan tepung limbah udang olahan

dengan cara fisiko-kimia pada ransum ayam petelur memberikan pengaruh tidak berbeda

(40)

Selain itu, tidak berbeda nyatanya konsumsi ransum juga disebabkan oleh ransum

yang mempunyai palatabilitas yang baik, karena tepung limbah udang olahan tidak berbau

busuk dan amis, sehingga ternak ayam broiler menyukai ransum tersebut. Bahan pakan yang

diolah dengan cara fermentasi biasa akan meningkatkan kualitas dan palatabilitasnya. Hal ini

terjadi karena dalam pengolahan bahan makanan ternak dengan tekanan uap (dikukus) dapat

mengubah struktur kimia dan ikatan zat makanan dengan faktor pembatas (Sundstol, 1988),

sedangkan proses fermentasi akan meningkatkan kualitas dan palatabilitas serta daya simpan

bahaan makanan (Winarno, 1980), sehingga palatabilitas ransum P1, P2, P3, P4, P5, P6 tidak

berbeda nyata dengan ransum kontrol (P0b).

Tidak berbeda nyatanya perlakuan terhadap konsumsi ransum juga disebabkan oleh

kandungan energi dan protein ransum yang sama, sehingga ayam menyesuaikan konsumsi

ransum berdasarkan kandungan energi dan protein dalam ransum (Wahju, 1978).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan selisih antara

penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal per satuan waktu

dalam satuan gram/ekor/hari. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil rataan

bobot badan ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Rataan pertambahan bobot badan ayam broiler selama penelitian (gr/ekor/hari)

(41)

Perlakuan 1 2 3 Total Rataan±sd

Dari Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa rataan pertambahan bobot badan ayam broiler

selama penelitian adalah 42,36 gr/ekor/hari. Angka tersebut lebih rendah daripada

pemeliharaan ayam menurut Charoen Pokphand (2006) yaitu 50,17 gr/ekor/hari.

Pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P0a (ransum dengan perlakuan

pakan komersil), sedangkan pertambahan bobot badan terendah terdapat pada perlakuan P4

(ransum dengan perlakuan 0% tepung ikan dan 10% TLU FAAS).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa ransum

perlakuan dengan pemberian tepung limbah udang dengan pengolahan dan fermentasi yang

berbeda dalam level yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata

terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler, hal ini disebabkan bahwa ternyata dari

pemberian tepung limbah udang dengan pengolahan dan fermentasi yang berbeda dalam

level yang berbeda mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah udang pengolahan FAAS,

fermentasi EM4 dan Trichoderma viridae pada setiap perlakuan terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler maka dilakukan uji ortogonal kontras yang tertera pada Tabel 6.

(42)

Sumber Variansi Db JK KT Fhit Ftabel

Ket : ** : menunjukkan perbedaan yang sangat nyata tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

Dari Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan P0a (ransum dengan perlakuan pakan komersil)

memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dalam meningkatkan pertambahan bobot

badan ayam broiler dibandingkan dengan perlakuan P0b, P1, P2, P3, P4, P5, dan P6.

Perlakuan P0b yaitu ransum dengan 10% tepung ikan dan tanpa tepung limbah udang

memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan ayan

broiler dibandingkan dengan perlakuan P1 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5%

TLU FAAS), P2 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU EM4), P3 (ransum

dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU Trichoderma viridae), P4 (ransum dengan

perlakuan 10% TLU FAAS), P5 (ransum dengan perlakuan 10% TLU EM4) dan P6 (ransum

dengan perlakuan 10% TLU Trichoderma viridae), yang berarti bahwa tepung limbah udang dapat menggantikan tepung ikan komersil .

Pada perlakuan P1 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU FAAS),

P2 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU EM4), P3 (ransum dengan

perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU Trichoderma viridae) memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dibandingkan dengan P4 (ransum dengan perlakuan 10% TLU FAAS),

(43)

Trichoderma viridae). Perlakuan P1 yaitu ransum dengan 5% TLU FAAS memberikan

pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler

dibandingkan dengan P2 (ransum dengan perlakuan 5% EM4) dan P3 (ransum dengan

perlakuan 5% Trichoderma viridae). Pada perlakuan P4 yaitu ransum dengan 10% TLU

FAAS memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan

dibandingkan dengan P5 (ransum dengan perlakuan 10% TLU EM4) dan P6 (ransum dengan

perlakuan 10% TLU Trichoderma viridae).

Pada perlakuan P0b dibandingakn dengan perlakuan P1, P2, P3, P4, P5 dan P6 yang

tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan disebabkan oleh konsumsi ransum

yang sama pada setiap perlakuan, sehingga dihasilkan pertambahan bobot badan yang sama

pula pada akhir penelitian. Hal ini erat kaitannya dengan konsumsi, dimana konsumsi

berbanding lurus dengan pertambahan bobot badan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kartadisastra (1997) yang menyatakan bahwa bobot badan tubuh ternak senantiasa

berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakan ,makin tinggi bobot tubuhnya makin tinggi

pula konsumsi pakan. Selain itu, dari uji analisa pakan tepung limbah udang yang diolah

dengan FAAS, fermentasi EM4 dan fermentasi kapang Trichoderma viridae dapat meningkatkan kandungan nutrisi tepung limbah udang tersebut, seperti meningkatkan

kandungan proteinnya sehingga memepengaruhi pertumbuhan ternak ayam broiler

tersebut.Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahju (1998) yang menyatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, jenis kelamin, eneergi metabolisme,

kandungan protein dan suhu lingkungan.

Adanya peningkatan kualitas dari tepung limbah udang olahan akan berpengaruh

dalam ransum, sehingga dapat digunakan lebih banyak sebagai pengganti protein tepung ikan

(44)

perlakuan P4, P5, P6 disebabkan oleh semakin menurunnya konsumsi ransum pada P4, P5, P6

akibat penggunaan tepung limbah udang yang tinggi, walaupun secara statistik tidak berbeda,

namun penurunan tersebut sudah berpengaruh terhadap keseimbangan zat-zat makanan

ransum tersebut, sehingga menurunkan pertumbuhan bobot badan ayam broiler.

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa penggunaan tepung limbah udang yang

diolah dengan pengolahan filtrat air abu sekam (FAAS), fermentasi EM4, dan fermentasi

kapang Trichoderma viridae dapat digunakan dalam ransum ayam broiler sebagai pengganti protein tepung ikan sebesar 100% penggunaan tepung ikan dalam ransum.

Konversi Ransum

Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang

dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggu berdasarkan

pengukuran di kandang dan nilai yang diperoleh. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

diperoleh hasil rataan konversi ransum ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Rataan konversi ransum ayam broiler selama penelitian.

Ulangan

Dari Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum ayam broiler selama

penelitian adalah 1,92. Angka tersebut lebih tinggi daripada pemeliharaan ayam menurut

(45)

(ransum dengan perlakuan pakan komersil), sedangkan konversi ransum tertinggi terdapat

pada perlakuan P4 (ransum dengan perlakuan 0% tepung ikan dan 10% TLU FAAS).

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah udang pengolahan FAAS,

fermentasi EM4 dan Trichoderma viridae pada setiap perlakuan terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler maka dilakukan uji ortogonal kontras yang tertera pada Tabel 8 berikut

ini.

Tabel 8. Pembandingan uji ortogonal kontras terhadap konversi ransum ayam

broiler selama penelitian

Ket : ** : menunjukkan perbedaan yang sangat nyata tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

Dari Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan P0a (ransum dengan perlakuan pakan komersil)

memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata dalam menurunkan konversi ransum ayam

broiler dibandingkan dengan perlakuan P0b, P1 P2, P3, P4, P5, dan P6.

Perlakuan P0b yaitu ransum dengan 10% tepung ikan dan tanpa tepung limbah udang

memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konversi ransum ayam broiler

dibandingkan dengan perlakuan P1 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU

FAAS), P2 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU EM4), P3 (ransum

(46)

perlakuan 10% TLU FAAS), P5 (ransum dengan perlakuan 10% TLU EM4) dan P6 (ransum

dengan perlakuan 10% TLU Trichoderma viridae).

Pada perlakuan P1 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU FAAS),

P2 (ransum dengan perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU EM4), P3 (ransum dengan

perlakuan 5% tepung ikan dan 5% TLU Trichoderma viridae) memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dibandingkan dengan P4 (ransum dengan perlakuan 10% TLU FAAS), P5

(ransum dengan perlakuan 10% TLU EM4) , P6 (ransum dengan perlakuan 10% TLU

Trichoderma viridae).

Perlakuan P1 yaitu ransum dengan 5% TLU FAAS memberikan pengaruh yang tidak

berbeda nyata terhadap konversi ransum ayam broiler dibandingkan dengan P2 (ransum

dengan perlakuan 5% EM4) dan P3 (ransum dengan perlakuan 5% Trichoderma viridae).

Pada perlakuan P4 yaitu ransum dengan 10% TLU FAAS memberikan pengaruh yang tidak

berbeda nyata terhadap konversi ransum dibandingkan dengan P5 (ransum dengan perlakuan

10% TLU EM4) dan P6 (ransum dengan perlakuan 10% TLU Trichoderma viridae).

Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi

dengan pertambahan berat badan ayam. Angka konversi ransum menunjukkan suatu prestasi

penggunaan ransum seekor ayam, dimana semakin rendah nilai konversi ransum semakin

efisien penggunaan ransum tersebut oleh ternak ayam.

Pada perlakuan P0b dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, P3, P4, P5 dan P6

memperlihatkan perbedaan yang tidak berbeda nyata terhadap konversi ransum ayam broiler.

Hal ini disebabkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan sampai taraf pemakaian

10% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, sehingga perbandingan antara konsumsi

ransum dan pertambahan bobot badan menunjukkan hasil yang tidak berbeda pula. Hal ini

(47)

nilai perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan

ayam broiler, dan angka konversi ransum memperlihatkan suatu prestasi penggunaan ransum

oleh seekor ayam broiler. Semakin rendah nilai konversi ransum semakin efisien penggunaan

ransum tersebut oleh ayam broiler.

Konversi ransum yang menggunakan tepung limbah udang olahan sampai 10% dalam

ransum, yaitu P4, P5, P6 menghasilkan angka konversi yang tidak berbeda nyata dengan P1,

P2, P3. Hal ini disebabkan perlakuan P4, P5, P6 menunjukkan penurunan bobot badan yang

sejalan dengan penurunan pada konsumsi ransumnya, sehingga diperoleh konversi ransum

sebanding dengan perlakuan lain. Karena konversi ransum adalah perbandingan antara

konsumsi dengan pertambahan bobot badan. Sesuai dengan hasil penelitian Mirzah (1997),

bahwa tepung limbah udang olahan dengan tekanan uap panas 3kg/cm2 selama 20 menit

dapat digunakan untuk menggantikan protein tepung ikan sampai 100% dalam ransum dan

menghasilkan konversi ransum yang sama ransum kontrol b (P0b).

(48)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan selama 5 minggu terhadap konsumsi

ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam broiler maka dilakukan

rekapitulasi yang dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Konsumsi Ransum (gr/ekor/hari)

Pertambahan Bobot Badan

(gr/ekor/hari)

Konversi Ransum

P0a 90,85±0,20 52,34±1,06 1,74±0,03

P0b 80,22±1,01 42,09±1,07 1,91±0,05

P1 80,63±1,01 41,52±0,73 1,94±0,01

P2 80,02±1,18 41,61±1,66 1,93±0,09

P3 81,13±0,70 42,17±1,08 1,92±0,04

P4 77,15±0,99 38,90±1,68 1,99±0,09

P5 78,54±2,15 39,91±1,47 1,97±0,02

P6 78,87±0,76 40,33±0,49 1,96±0,02

Pada Tabel 9 diatas menunjukkan masing-masing peubah penelitian setiap perlakuan.

Rekapitulasi penelitian ini menunjukkan perlakuan P0a terbaik pada konsumsi, pertambahan

bobot badan dan konversi ransum, kemudian ikuti dengan perlakuan P3 terbaik pada

meningkatkan konsumsi, pertambahan bobot badan dan memperbaiki konversi ransum

didalam menggantikan tepung ikan didalam ransum ayam broiler.

(49)

Kesimpulan

Penggunaan ransum komersil belum dapat digantikan oleh ransum buatan.

Penggunaan tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, fermentasi EM4

dan kapang Tricoderma viridae dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan memperbaiki konversi ransum pada level pemakaian 5% dalam menggantikan

tepung ikan dibandingkan level penggunaan 10%.

Saran

Disarankan kepada peternak agar didalam menggantikan tepung ikan dengan tepung

limbah udang dengan pengolahan FAAS, fermentasi EM4, dan fermentasi kapang

Trichoderma viridae pada level 5% sampai dengan 10% dan batas pemberian tepung limbah udang olahan tersebut sebaiknya tidak melebihi 10% karena dapat menurunkan palatabilitas

ayam broiler dan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan. Disarankan juga agar dicari cara

pengolahan tepung limbah udang yang lain yang diharapkan dapat lebih meningkatkan

Gambar

Tabel 1. Performans Broiler
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Fase Starter dan Finisher.
Tabel 3. Rataan konsumsi ransum selama penelitian (gr/ekor/hari)
Tabel  4. Pembandingan uji ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum ayam
+5

Referensi

Dokumen terkait

DDL adalah komponen bahasa DBMS yang digunakan untuk mendefinisikan struktur data antara lain perintah untuk membuat tabel baru (CREATE) dimana

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar Akhlaq materi Adab berpakaian dan

Intraco Adhitama Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang kontraktor telah melakukan upaya untuk meningkatkan kepuasan serta kinerja karyawannya dalam usahanya

SKRIPSI HUBUNGAN SIKAP TERHADAP PERAN GANDA DENGAN .... Elisa

Skripsi PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA ..... ADLN Perpustakaan

Pemberian motivasi sangat penting untuk dilakukan agar karyawan dalam berkerja dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan yang secara langsung akan dampak pula terhadap

Snimljeno je i nekoliko kratkih ''kžltžrnih'' flmova, međž kojima se isticao Barok u Hrvatskoj (1942.) te prvi cjelovečernji zvžčni igrani flm Lisinski (1944.) oba ž