• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Kapita Selekta Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Kapita Selekta Islam"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KAPITA SELEKTA ISLAM

PENGOBATAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah KSI Disusun oleh :

Debit Budi Pratama

Ety Supriyaningsih (1004015088) Ricki Crista Candra

Sidik Nurcahyo (1004015244) Syifa Nasriyah

Kelompok 7 Kelas 7A

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS PROF.DR.HAMKA

JAKARTA

2012

(2)

DAFTAR ISI

Cover (Halaman Judul) 1

Daftar Isi 2

Kata Pengantar 3

Bab I Pendahuluan 4

Bab II Pembahasan 6

II.1konsep dasar

II.2 ayat hadist yang terkait II.3 hukum dan tata cara berobat II.4 metode pengobatan nabi

II.5 analisis metode pengobatan modern dan tradisional dalam islam

Bab III Kesimpulan 20

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul pengobatan dalam pandangan islam. Shalawat serta salam juga tak lupa kami haturkan kepada junjungan Nabi besar kita, suri tauladan yang telah membawa zaman ini dari yang gelap gulita ke zaman yang terang benderang seperti sampai sekarang ini, juga kepada para sahabat dan keluarganya yang insya Allah selalu istiqamah hingga akhir zaman.

Makalah yang kami buat ini merupakan makalah yang akan melampirkan bab atau masalah mengenai pengobatan dalam pandangan islam. Materi khusus yang akan membahas mengenai konsep dasar, ayat hadist yang terkait , hukum dan tata cara berobat , metode pengobatan nabi dan analisis metode pengobatan modern dan tradisional dalam islam.

Makalah ini dibuat tidak hanya untuk kepentingan moril semata, melainkan ini juga ditujukan untuk seluruh pembaca terutama para mahasiswa yang perlu memahami materi ini dalam mata kuliahnya maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil tulisan kami ini tidak mungkin luput dari kekurangan. Dengan semangat amar makruf nahi munkar dan upaya peningkatan ilmu pengetahuan, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari kalian. Semoga Allah SWT meridhoi hasil tulisan kami ini. Amin ya rabbal „alamin.

Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 5 Desember 2012

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang kaya. Khazanahnya mencakup segenap aspek kehidupan manusia, termasuk di antaranya masalah kesehatan dan pengobatan. Ilmu pengobatan islam sebenarnya tidak kalah dengan ilmu pengobatan barat. Contohnya, Ibnu Sina seorang muslim yang menjadi pionir ilmu kedokteran modern. Ilmu pengobatan islam bertumpu pada cara-cara alami dan metode ilahiah. Yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi seorang muslim dalam menjaga kesehatan dan mengobati penyakitnya.

Sebagai khalifah di muka bumi, manusia dibekali akal oleh Allah SWT, di samping sebagai instink yang mendorong manusia untuk mencari segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melestarikan hidupnya seperti makan, minum dan tempat berlindung. Dalam mencari hal-hal tersebut, manusia akan mendapat pengalaman yang baik dan yang kurang baik maupun yang membahayakan. Maka akal-lah yang mengolah, meningkatkan serta mengembangkan pengalaman tersebut untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Karena itu, manusia selalu dalam proses mencari dan menyempurnakan hingga selalu progresif. Berbeda dengan binatang yang hanya dibekali dengan instink saja, hingga hidup mereka sudah terarah dan bersifat statis. Akal lah yang membentuk serta membina kebudayaan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya termasuk dalam bidang pengobatan.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Konsep dasar

Pengobatan adalah suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu hidup. Kebudayaan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi juga oleh kepercayaan dan keyakinan, karena manusia telah merasa di alam ini ada sesuatu yang lebih kuat dari dia, baik yang dapat dirasakan oleh pancaindera maupaun yang tidak dapat dirasakan dan bersifat ghaib. Pengobatan ini pun tidak lepas dari pengaruh kepercayaan atau agama yang dianut manusia.

Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan non medis. Para ahli berbeda pendapat tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara terminologis menjadi 3 pendapat, yaitu :

 Pendapat pertama

Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi tubuh manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya. Pendapat ini dnisbatkan oleh para dokter klasik dan Ibnu Rusyd Al-Hafidz.

 Pendapat kedua

Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi sakit.

 Pendapat ketiga

Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisi nya tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu sina.

Definisi-definisi tersebut walaupun kata-kata dan ungkapannya berbeda tetapi memiliki arti dan kandungan yang berdekatan, meskipun definisi ketiga lah yang memiliki keistimewaan karena bersifat komprehensif mencakup makna yang ditujukan oleh definisi pertama dan kedua. Sehingga istilah pengobatan medis dapat disimpulkan sebagai suatu kebudayaan untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang menggaggu hidup manusia didasarkan kepada ilmu yang diketahui dengan kondisi tubuh manusia, dari segi kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan, untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan

(6)

mengembalikannya ketika kondisi tidak sehat. Pengobatan medis sendiri dalam sejarah manusia merupakan hasil proses panjang yang diawali secara tradisional hingga menjadi modern seperti sekarang.

II.2 Ayat Hadist Yang Terkait

Banyak ayat Al-Qur‟an yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena Al-Qur‟an itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin.

“Dan kami menurunkan Al-Qur‟an sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang mukmin”.(QS Al-Isra‟: 82).

Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al-Qur‟an yaitu “Asysyifa” yang artinya secara terminologi adalah obat penyembuh.

“Hai manusia, telah datang kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhan mu dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.(QS Yunus:57)

Disamping Al-Qur‟an mengisyaratkan tentang pengobatan juga menceritakan tentang keindahan alam semesta yang dapat kita jadikan sumber dari pembuat obat-obatan.

“Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.(QS An-Nahl:11).

“Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhan-mu yang telah (dimudahkan bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir”.(QS An-Nahl:69)

(7)

II.3 Hukum Dan Tata Cara Berobat Setiap Penyakit Pasti Memiliki Obat..

Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta‟ala.” (Hadits Riwayat Muslim)

Menelusuri Ruqyah Syar’iyyah

Merunut sejarahnya, ruqyah merupakan salah satu metode pengobatan yang cukup tua di muka bumi ini. Dengan datangnya Islam, metode ini kemudian disesuaikan dengan nafas dan tata cara yang sesuai syariat.Ada akibat tentu dengan sebab. Yang demikian merupakan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang berlaku di jagad raya ini. Memang ini tidak mutlak terjadi pada seluruh perkara. Namun mayoritas urusan makhluk tak lepas dari hukum sebab dan akibat. Hukum ini merupakan hikmah Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang lengkap dengan kebaikan. Makhluk mana pun tak bisa menggapai keinginannya kecuali dengan hukum sebab dan akibat. Di alam nyata ini, tak ada sebab yang sempurna dan bisa melahirkan akibat dengan sendirinya kecuali kehendak Allah Subhanahu wa Ta‟ala.

Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam pernah memaparkan perihal berobat dalam beberapa haditsnya. Di antaranya:

1. Dari Ibnu Mas‟ud radhiallahu „anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta‟ala tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Al-Bushiri menshahihkan hadits ini dalam Zawa`id-nya. Lihat takhrij Al-Arnauth atas Zadul Ma‟ad, 4/12-13)

Beliau merinci hukum berobat menjadi beberapa keadaan, sebagai berikut:

1. Bila diketahui atau diduga kuat bahwa berobat sangat bermanfaat dan meninggalkannya akan berakibat kebinasaan, maka hukumnya wajib.

2. Bila diduga kuat bahwa berobat sangat bermanfaat, namun meninggalkannya tidak berakibat kebinasaan yang pasti, maka melakukannya lebih utama.

(8)

3. Bila dengan berobat diperkirakan kadar kemungkinan antara kesembuhan dan kebinasaannya sama, maka meninggalkannya lebih utama agar dia tidak melemparkan dirinya dalam kehancuran tanpa disadari. (Lihat Asy-Syarhul Mumti‟, 2/437)

Secara garis besar, berobat merupakan perkara yang disyariatkan selama tidak menggunakan sesuatu yang haram. Hal ini sebagaimana ditegaskan Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam dalam sabdanya:

“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, demikian pula Allah menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abud Darda` radhiallahu „anhu)

Definisi Ruqyah

Adapun makna ruqyah secara etimologi syariat adalah doa dan bacaan-bacaan yang mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala untuk mencegah atau mengangkat bala/penyakit. Terkadang doa atau bacaan itu disertai dengan sebuah tiupan dari mulut ke kedua telapak tangan atau anggota tubuh orang yang meruqyah atau yang diruqyah. (Lihat transkrip ceramah Asy-Syaikh Shalih bin „Abdul „Aziz Alus-Syaikh yang berjudul Ar-Ruqa wa Ahkamuha oleh Salim Al-Jaza`iri, hal. 4)

Tentunya ruqyah yang paling utama adalah doa dan bacaan yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. (Ibid, hal. 5)

Ruqyah di Masa Jahiliyyah

Setiap manusia yang mengerti kemaslahatan tentunya selalu ingin menjaga kesehatan tubuh dan jiwanya. Barangsiapa bisa memenuhi keinginan ini berarti karunia Allah Subhanahu wa Ta‟ala untuk dirinya cukup besar. Sehingga wajar jika pengobatan ruqyah telah dikenal secara luas di tengah masyarakat jahiliyyah.

Ruqyah adalah salah satu cara pengobatan yang mereka yakini dapat menyembuhkan penyakit dan menjaga kesehatan. Kala itu, ruqyah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti tersengat binatang berbisa, terkena sihir, kekuatan „ain (mata jahat), dan lainnya.

Namun yang disayangkan, ruqyah sering menjadi media untuk penyebarluasan berbagai kesyirikan di kalangan mereka. Pengobatan ruqyah yang dilakukan tak luput dari pelanggaran syariat. Di antaranya adalah pengakuan mengetahui perkara ghaib,

(9)

menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta‟ala, menyandarkan diri kepada selain Allah Subhanahu wa Ta‟ala, berlindung kepada jin, dan lain-lain.

Setelah Islam datang, seluruh ruqyah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam kecuali yang tidak mengandung kesyirikan. Islam mengajarkan kaum muslimin untuk berhati-hati dalam menggunakan ruqyah. Sehingga mereka tidak terjatuh ke dalam pengobatan ruqyah yang mengandung bid‟ah atau syirik.

Hukum Ruqyah

Ruqyah telah dikenal oleh masyarakat jahiliyyah sebelum Islam. Tetapi kebanyakan ruqyah mereka mengandung kesyirikan. Padahal Islam datang untuk mengenyahkan segala bentuk kesyirikan. Alasan inilah yang membuat Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam melarang para shahabat radhiallahu „anhum untuk melakukan ruqyah. Kemudian beliau membolehkannya selama tidak mengandung kesyirikan. Beberapa hadits telah menjelaskan kepada kita tentang fenomena di atas. Di antaranya:

1. Dari Abdullah bin Mas‟ud radhiallahu „anhu, bahwa beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya segala ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Asy-Syaikh Al-Albani juga menshahihkannya. Lihat Ash-Shahihah no. 331)

2. Dari „Auf bin Malik Al-Asyja‟i radhiallahu „anhu, bahwa beliau berkata:

Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab: “Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik.” (HR. Muslim no. 2200)

3. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu „anhu, bahwa beliau berkata:

Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam melarang dari segala ruqyah. Lalu keluarga „Amr bin Hazm datang kepada Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam. Mereka berkata: “Wahai

(10)

Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu memiliki ruqyah yang kami pakai untuk meruqyah karena (sengatan) kalajengking. Tetapi engkau telah melarang dari semua ruqyah.” Mereka lalu menunjukkan ruqyah itu kepada beliau. Beliau bersabda: “Tidak mengapa, barangsiapa di antara kalian yang mampu memberi kemanfaatan bagi saudaranya, maka hendaknya dia lakukan.” (HR. Muslim no. 2199)

Syarat-syarat Ruqyah

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Para ulama telah bersepakat tentang bolehnya ruqyah ketika terpenuhi tiga syarat:

1. Menggunakan Kalamullah atau nama-nama dan sifat-Nya.

2. Menggunakan lisan (bahasa) Arab atau yang selainnya, selama maknanya diketahui. 3. Meyakini bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, namun dengan sebab Dzat Dengan penjelasan di atas, berarti segala ruqyah yang tidak memenuhi tiga syarat itu tidak diperbolehkan. Jika kita rinci, ada tiga jenis ruqyah yang tidak diperbolehkan:

1. Ruqyah yang mengandung permohonan bantuan dan perlindungan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta‟ala.

2. Ruqyah dengan bahasa „ajam (non Arab) atau sesuatu yang tidak dipahami maknanya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala:

“Dan sesungguhnya para setan mewahyukan kepada wali-wali mereka untuk mendebat kalian.” (Al-An‟am: 121)

3. Ruqyah yang diyakini bahwa pelakunya bisa menyembuhkan dengan sendirinya tanpa kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta‟ala.

Di tangan-Nya seluruh kekuasaan langit dan bumi. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.” (Fathir: 2)

Sifat-sifat Peruqyah dan Pasiennya

Ruqyah merupakan perkara yang disyariatkan. Tentunya seorang peruqyah perlu memperhatikan rambu-rambu syariat dalam meruqyah. Sehingga dia tidak ngawur dan melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Hendaknya dia memiliki kriteria sebagai berikut:

(11)

a Ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Semestinya dia bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam seluruh ibadahnya tanpa sedikit pun berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Jika meruqyah, hendaknya mengikhlaskan permintaan tolong dan perlindungannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala untuk menggapai kemanfaatan dari ruqyah yang dia lakukan.

b Memiliki ilmu syar’i tentang ruqyahnya

Seharusnya dia mengetahui bahwa ruqyah yang digunakannya termasuk yang disyariatkan. Hendaknya dia mengambil ruqyahnya dari Al-Qur`an, As-Sunnah, dan doa-doa yang ma‟ruf. Jika dia tidak mengetahui ruqyahnya disyariatkan atau tidak, semestinya bertanya kepada orang yang berilmu. Bila dia seorang yang bodoh, bukan ahlul ilmi, dan tidak mampu untuk menelaah ruqyah yang digunakan atau ditinggalkannya, berarti ini merupakan tanda bahwa dia tidak bisa. Dia tidak diperbolehkan bahkan tidak pantas diberi kesempatan untuk meruqyah.

c. Bertujuan untuk memberi kemanfaatan kepada orang lain.

Sudah seharusnya dia bertujuan dengan ruqyahnya itu untuk memberi kemanfaatan kepada saudaranya yang membutuhkan. Ini adalah sifat yang mulia dan dianjurkan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu „anhu bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberi kemanfaatan bagi saudaranya maka hendaknya dia lakukan.”

d. Membuat orang yang diruqyah hanya bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Bila meruqyah, seharusnya dia tidak membuat orang yang diruqyah bergantung kepada dirinya. Jika dia telah sering meruqyah orang lain sampai sembuh, maka tidak perlu dia menceritakannya kepada yang akan diruqyah, sehingga tidak menimbulkan keyakinan yang salah terhadap dirinya. Sepantasnya dia menanamkan kepada orang yang akan diruqyah bahwa yang mampu menyembuhkan adalah Allah Subhanahu wa Ta‟ala semata. Adapun ruqyah adalah sebab, demikian pula dirinya bukan pencipta akibat. Namun sangat disayangkan, kebanyakan peruqyah membuat orang yang diruqyah merasa yakin terhadap dirinya seolah-olah dialah yang menyembuhkan. Dalam hal ini korban yang paling banyak adalah para wanita dan orang-orang yang bodoh.

(12)

Ini adalah kelanjutan dari pembahasan yang sebelumnya. Seharusnya dia tidak membesar-besarkan dirinya di hadapan orang yang akan diruqyah. Sebagaimana dia juga tidak merasa besar terhadap dirinya sendiri. Niatnya adalah memberi kemanfaatan kepada orang lain dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta‟ala, bukan untuk merasa besar dan membesar-besarkan diri. Sehingga dia tidak membuat manusia bergantung kepada dirinya, tetapi kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala dengan menggunakan dzikir dan wirid-wirid yang disyariatkan di dalam As-Sunnah.

f. Menghindarkan diri dari celah-celah dosa dan fitnah.

Seharusnya dia tidak mengikuti langkah-langkah setan yang bisa menggelincirkannya ke dalam kubangan dosa dengan alasan ruqyah. Terlebih lagi bila yang diruqyah adalah wanita. Seringkali setan menggunakan kesempatan ini untuk menjatuhkan peruqyah ke dalam dosa. Misalnya, setan menggodanya untuk berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang diruqyah padahal bukan mahramnya. Atau menggodanya untuk menyentuh bagian tubuh wanita itu dengan tangannya, dengan alasan agar ruqyahnya lebih manjur, dsb. Oleh karena itu, banyak dari kalangan peruqyah yang rusak agamanya setelah terlibat dalam dunia ruqyah. (Lihat transkrip ceramah Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus-Syaikh hal. 7-8)

Adapun orang yang diruqyah hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut:

a Memperbesar harapannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam meminta pertolongan dan perlindungan.

Karena Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:

“Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (Yunus: 107)

b. Meninggalkan rasa was-was.

Seharusnya dia tidak mengikuti rasa was-was yang muncul pada dirinya, karena hal itu berasal dari setan. Bila dia larut dalam rasa was-was itu, justru secara tidak langsung dia telah membantu setan untuk lebih menguasai dirinya. Karena itulah kita melihat kebanyakan orang yang tertimpa oleh penyakit was-was gampang dimasuki oleh jin atau terkena penyakit lainnya.

(13)

c. Mempelajari wirid, bacaan, dan doa-doa yang disyariatkan.

Seharusnya dia tidak selalu menggunakan orang lain dalam meruqyah dirinya. Hendaknya dia mulai menanamkan keyakinan bahwa dirinya mampu untuk meruqyah sendiri tanpa membutuhkan orang lain. Kemudian dia bersungguh-sungguh mempelajari wirid, bacaan, dan doa-doa yang disyariatkan untuk dipakai meruqyah dirinya sendiri. Ruqyah-ruqyah yang dipelajarinya itu sangat bermanfaat guna mengobati atau membentengi dirinya dari berbagai gangguan setan dan penyakit. Untuk meruqyah dirinya, dia bisa membaca seperti surat Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq, An-Naas, Ayat Kursi, dan yang lainnya. Dia bisa membaca ruqyah-ruqyah itu sebelum tidur, di pagi dan sore hari, setelah shalat wajib, atau waktu-waktu lain sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam. Wirid-wirid yang dibacanya itu ibarat baju atau besi yang dipakai untuk membentengi dari beragama bahaya. Wirid-wirid itu adalah sebab yang bermanfaat untuk melindungi dirinya. Sedangkan pemberi manfaat dan penolak bahaya yang sebenarnya adalah Allah Subhanahu wa Ta‟ala. (Ibid, hal.

Bacaan dan Tata Cara Ruqyah

Mengenai doa-doa yang kami maksud adalah sebagai berikut:

1. Dari Anas bin Malik radhiallahu „anhu bahwa beliau berkata kepada Tsabit Al-Bunani: “Maukah engkau aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam?” Tsabit menjawab: “Ya”. Maka Anas membaca:

“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, yang menghilangkan segala petaka, sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada yang bisa menyembuhkan kecuali Engkau, sebuah kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam riwayat lain dari „Aisyah radhiallahu „anha, beliau berkata: “Dahulu bila salah seorang dari kami mengeluhkan rasa sakit maka beliau Shallallahu „alaihi wa sallam mengusapnya dengan tangan kanan beliau dan membaca:

“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, hilangkanlah petakanya dan sembuhkanlah dia, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tak ada penyembuh kecuali penyembuhan-Mu, sebuah penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2. Dari „Aisyah radhiallahu „anha, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam meruqyah dengan membaca:

(14)

“Hapuslah petakanya, wahai Rabb sekalian manusia. Di tangan-Mu seluruh penyembuhan, tak ada yang menyingkap untuknya kecuali Engkau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3. Dari „Aisyah radhiallahu „anha, bahwa beliau berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bila meruqyah beliau membaca:

“Dengan nama Allah. Tanah bumi kami dan air ludah sebagian kami, semoga disembuhkan dengannya orang yang sakit di antara kami, dengan seizin Rabb kami.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4. Dari Abu Al-„Ash Ats-Tsaqafi radhiallahu „anhu, bahwa beliau mengeluhkan sakit yang dirasakannya di tubuhnya semenjak masuk Islam kepada Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda kepadanya:

“Letakkanlah tanganmu pada tempat yang sakit dari tubuhmu dan ucapkanlah, „Bismillah (Dengan nama Allah)‟ sebanyak tiga kali. Lalu ucapkanlah:

„Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan sesuatu yang kurasakan dan kuhindarkan,‟ sebanyak tujuh kali.” (HR. Muslim)

5. Dari „Abdullah bin „Abbas radhiallahu „anhuma, dari Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

“Barangsiapa mengunjungi orang sakit selama belum datang ajalnya, lalu dia bacakan di sisinya sebanyak tujuh kali:

„Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Pemilik „Arsy yang besar, semoga menyembuhkanmu,‟ niscaya Allah akan menyembuhkannya dari penyakit itu.” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Takhrij Al-Adzkar)

6. Dari Sa‟d bin Abi Waqqash radhiallahu „anhu, beliau berkata: “Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam mengunjungiku (ketika aku sakit) dan beliau membaca:

“Ya Allah, sembuhkanlah Sa‟d Ya Allah, sembuhkanlah Sa‟d. Ya Allah, sembuhkanlah Sa‟d.” (HR. Muslim)

(15)

Perkara lain yang demikian serius untuk diperhatikan oleh seorang peruqyah adalah tidak melakukan tatacara ruqyah yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam. Karena ruqyah adalah amal yang disyariatkan, maka hendaknya sesuai dengan ajaran yang mengemban syariat. Berikut ini beberapa tatacara ruqyah yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam:

1. Meniup dengan air ludah yang sangat sedikit, bukan meludah.

Inilah yang disebut dengan an-nafats. Sedangkan di atasnya adalah at-tafal, dan di atasnya adalah al-buzaq, yang disebut dalam bahasa kita dengan meludah. Yang disyariatkan ketika meruqyah adalah melakukan an-nafats dan at-tafal. Tatacara ini telah dijelaskan dalam hadits „Aisyah radhiallahu „anha yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Hadits ini menunjukkan bolehnya melakukan an-nafats dan at-tafal dalam meruqyah. Ini adalah pendapat sekumpulan shahabat dan jumhur para ulama.

2. Meruqyah tanpa an-nafats dan at-tafal.

Hal ini ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari sebagaimana telah disebutkan di atas. Demikian pula ruqyah yang dilakukan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Sa‟id Al-Khudri radhiallahu „anhu dan diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.

3. Meniup dengan air ludah yang sangat sedikit (an-nafats) pada jari telunjuk, lalu meletakkannya di tanah kemudian mengusapkannya pada tempat yang sakit ketika melakukan ruqyah.

4. Mengusap dengan tangan kanan pada tubuh setelah membaca ruqyah atau pada tempat yang sakit sebelum membaca ruqyah.

Hal ini ditunjukkan oleh hadits „Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan hadits „Utsman bin Abil „Ash yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.

5. Menyediakan air dalam sebuah bejana lalu membacakan ruqyah yang disyariatkan padanya, dan meniupkan padanya sedikit air ludah. Kemudian dimandikan atau diminumkan kepada orang yang sakit, atau diusapkan ke tempat yang sakit.

6. Menuliskan ayat-ayat Al-Qur`an pada selembar daun, atau yang sejenisnya, atau pada sebuah bejana lalu dihapus dengan air, kemudian air itu diminum atau dimandikan kepada orang yang sakit.

II.4 Metode Pengobatan Nabi

(16)

Rasulullah saw. suri tauladan seluruh aspek kehidupan mausia, termasuk dalam memelihara kesehatan, dan mengoabati penyakit. Allah swt. Berfirman, “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Azhab:21) Dalam era teknologi yang semakin canggih ini, ilmu pengobatan kian makin maju pesat. Tetapi masih saja dijumpai orang yang menderita sakit, bahkan jumlah penyakit semakin banyak. Inilah ketentuan Allah yang berlaku, dan tidak sesuatu pun yang mengubahnya. Ibnu Sina mengemukakan bahwa pengobatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu teori dan praktik. Pengobatan secara teoritis adalah bagian pengobatan yang hanya memberikan penjelasan dari segi ilmu-ilmu tentang pendapat berbagai ilmuwan tanpa langsung memberi pengaruh dalam bidang praktis. Sedangkan pengobatan secara praktik adalah pengobatan yang berhubungan dengan ilmu cara melakukan suatu tindakan pengobatann dan perawatan. Jenis pengobatan secara praktik dibagi menjadi dua:

 Ilmu kesehatan, yakni cara mempertahankan kesehatan atau menjaga tubuh selalu tetap sehat.

 Ilmu perawatan, yakni mengenai bagaimana mengembalikan kondisi tubuh dari keadaan sakit ke kondisi sehat.

1. B. Konsep Pengobatan

Dalam Sahih Al-Bukhari diriwayatkan dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw., “Kesembuhan itu ada tiga, dengan meminumkan madu (bisyurbata „asala), sayatan pisau

bekam (syurtotha mihjan), dan dengan besi panas (kayta naar) dan aku melarang umatku melakukan pengobatan dengan besi panas.”

“Gunakanlah dua penyembuh; al-Qur‟an dan madu” (HR. Ath-thabrani dari abu hurairah)

Masih banyak dalil sahih yang menjelaskan pengobatan Nabawi (pengobatan ala Nabi). Tetapi dari cuplikan dua hadis tersebut dapat diketahui bahwa pengobatan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Adalah al-Qur‟an, madu, dan bekam (sayatan pisau/bekam). Akan tetapi Rasulullah melarang dengan menggunaka besi panas.

(17)

Mengobati penyakit dengan al-Qur’an

Menurut Imam Ibnul Qayyim al Jauziyah dalam kitabnya at Thibun Nabawy bahwa penyakit itu digolongkan dua jenis, yakni penyakit batin dan penyakit lahir (fisik). Penyakit batin adalah penyakit yang berkaitan dengan jauhnya batin (hati) seseorang dari Allah swt. Penyakit ini menyerang unsur ruh manusia; seperti kesurupan. Pengobatan penyakit ini adalah dengan al-Qur‟an (ibadah, doa, ruqyah, syar‟iyah. Sedangkan yang kedua, adalah penyakit lahir (fisik). Penyakit ini obatnya adalah dengan obat-obatan yang sesuai dengan al-Qur‟an.

Mengobati dengan Madu

Allah swt. Berfirman, “Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam

warnanya. Di dalamnya terdapat obat yang dapat menyembuhkan bagi manusia. “ (QS.

An-Nahl (16):69).

Mengobati dengan MaduMadu merupakan makanan sekaligus obat yang disebutkan oleh Allah swt. dalam al-Qur‟an. Oleh karena itu, Rasulullah saw. Menyukai madu sebagai makanan atau sebagai penyembuh penyakit. Bahkan, beliau suka meminum madu di pagi hari dengan dicampur air dingin untuk menjaga atau menobati penyakit usus.

Pengobatan dengan bekam

Bekam nama lainnya adalah hijamah. 1. C. Prinsip-Prinsip Pengobatan

(18)

 Meyakin bahwa Allah swt yang menyembuhkan segala penyakit  Menggunakan obat yang halal dan baik

 Tidak menimbulkan mudharat

Pengobatan tidak menimbulkan TBC (tahayul, bid‟ah dan churafat)  Selalu ikhtiar dan tawakal

v Att-Tibb-an Nabawi (Pengobatan Ala Nabi Muhammad SAW)

Ibnu Qayyim mengatakan bahwa pengobatan ala Nabi Muhammad bersifat pasti, bernuansa ilahiah, berasal dari misykat nubuwah dan wahyu Allah swt serta kesempurnaan akal. Pengobatan selain berasal dari petunjuk Nabi Muhammad saw. Bersifat menduga-duga dan eksperimen.

Pengobatan ala Nabi hanya dapat dilakukan oleg orang-orang yang badannya bersih. Sebagaimana penyembuhan al-Qur‟an hanya sesuai untuk jiwa-jiwa yang bersih dan hidup. Manusia yang berpaling dari pengobatan ala Nabi sama saja ia berpaling dari pengobatan ala al-Qur‟an yang merupakan pengobatan yang sangat bermanfaat.

Ibnu Qayyim mengatakan, “jenis obat-obatan yang dapat menyembuhkan penyakit, yang tidak dikejar oleh ilmu analisis dan eksperimen adalah jenis obat hati, ruhani, kekuatan hati, penyandaran kepada Allah, kembali dan tawakal kepada-Nya, sedekah taubat,doa , istighfar, berbuat baik kepada makhluk, membantu orang yang kekurangan, den menghilangkan kesusahan orang lain.”

Nabi Muhammad saw. Telah menjelasakan dan memberi contoh kepada manusia cara-cara yang digunakan dalam pengobatan dengan seizin Allah. Cara yang beliau ajarkan mengandung fadilah dan hikmah yang ditemukan dalam metode pengobatan yang lain maupun ahli pengoatan yang lain.

v Cara-Cara Rasulullah saw. Melakukan Pengobatan

Rasulullah telah menganjurkan bagi orang yang menderita penyakit supaya berobat dengan obat-obat alam, obat-obat Ilahiah, kombinasi diantara kedua cara di atas dan bekam.

(19)

Ibnu Qayyim berkata, “Perhatian Nabi Muhammad saw. Yang paling besar adalah mengobati hati dan memberi petunjuk, sehingga mencapai puncak yang diinginkan, yaitu surga. Beliau juga memberikan arahan agar menjaga badan.”

Seterusnya Ibnul Qayyim mengemukakan, “Nabi Muhammad saw. memperingatkan kepada kita memperbaiki badan tanpa memperbaiki hati tidak akan memberi manfaat.”

1. Berobat Ketika Terkena Racun

Jabir mengisahkan, suatu hari ada seorang wanita Yahudi dari penduduk Khaibar memasukan racun ke dalam daging domba panggang. Rasulullah saw. Pun mengambil bagian kaki dan memakannya sebagian. Beberapa sahabat ikut memakannya. Namun tidak lama kemudian Rasulullah saw bersabda, “Lepaskan tangan kalian!”

Rasulullah saw. segera megirim utusan untuk mengambil wanita Yahudi itu. Rasulullah bersabda, “Rupanya kamu telah mercuni domba ini.”

Lantas wanita Yahudi itu bertanya, “siapa yang memberitahumu?”

Beliau menjawab, “ Bagian kaki domba inilah yang memberitahukan kepadaku.”

Selajutnya wania Yahudi itu berujar,” Memang aku telah meracuninya. Dalam hatiku berkata, kalau Nabi Muhammad itu seorang Nabi, maka racun itu tidak akan membahayakan dirinya. Akan tetapi jika ia tidak seorang nabi, maka kami dapat merasa tenang.”

Rasulullah saw. Memaafkan wanita Yahudi itu dan tidak memberikan hukuman kepadanya. Akan tetapi beberapa sahabat yang terlanjur memakan daging tersebut ada yang meniggal. Oleh karena itu Rasulullah pun ikut memakan daging tersebut, Rasulullah saw. segera melakukan pengobatan dengan bekam pada bagian pundaknya. Orang yang mengobati beliau adalah Abu Hindun, seorang budak milik Bani Bayadhah dari kalangan Anshar, dengan menggunakan tulang tanduk dan mata pisau.

Racun dapat diobati dengan cara mengeluarkannya menggunakan penangkal yang tepat untuk menetralkan efeknya. Jika tidak ada obat atau penangkalnya harus dikeluarkan racun secara menyeluruh dengan memuntahkan isi perutnya. Namun metode yang paling baik untuk

(20)

menghilangkan racun adalah bekam terutama bagi yang tinggal di daerah panas atau beriklim panas.

Contoh bekam dengan menggunakan tulang tanduk

Bekam yang sudah Modern

II.5 Analisis Metode Pengobatan Modern Dan Tradisional Dalam Islam

Ketika pertama kali mengetahui Ustadz Abu Umar menyusun buku ini, saya langsung penasaran ingin membelinya. Apalagi setelah membaca sekilas tentang isi buku ini. Alhamdulillah, akhirnya bisa beli secara online via toko-muslim.com, dapat diskon pula..:D.

Setelah membaca buku ini kita akan lebih banyak mengenal apa itu ath-thibbun nabawi. Ternyata ath-thibbun nabawi tidak sesempit menurut perkiraan banyak orang (terutama saya :D) selama ini.. Pengobatan nabi tidak hanya sekedar jinten hitam, madu, minyak zaitun dan bekam. Dan kalau selama ini banyak orang menganggap kedokteran modern dengan obat-obat kimiawi bertentangan dengan pengobat-obatan nabi, maka ternyata hal itu adalah suatu hal yang keliru. Di buku ini dijelaskan bahwa pengobatan nabi dan pengobatan medis modern memiliki relevansi.

(21)

Di topik yang pertama dijelaskan tentang Islam dan Pengobatan. Ada penjelasan perkembangan pengobatan islam dan fase-fase perkembangannya.

Pasal kedua menjelaskan tentang Pengobatan Klasik dan Modern.

Imam al Khatabi pernah menjelaskan, "Pengobatan ada dua jenis. Pertama pengobatan Yunani yang berdasarkan analogi, dan kedua pengobatan Arab dan India yang berdasarkan eksperimen." Ilmu pengobatan nabi menjadi jembatan atas jenis ilmu pengetahuan yang didasari pada analogi-analogi, dan ilmu pengobatan yang mengedepankan eksperimen pada obat dan penyakit, antara pengobatan tradisional yang ramah dan lebih aman dengan pengobatan modern yang lebih cermat dan canggih.

Pasal : Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Rosulullah Sholallohu 'alaihi wasalam) dalam telaah.

Pertama, Pegobatan nabi bukanlah 'Madu' dan 'Jintan Hitam'

Selama ini pada benak masyarakat secara tanpa sengaja terbetik kesimpulan bahwa thibbun nabawi tidak akan jauh dari madu dan jinten hitam. Orang akan dianggap telah mengimplementasikan sisi-sisi kedokteran nabi kalau ia sudah menggunakan madu dan jinten hitam dalam menyembuhkan penyakit. Kesimpulan itu selain terlalu sederhana juga berarti 'pelecehan' terhadap kedokteran nabi.

Kedua, Kedokteran nabi tidak anti terhadap terapi dan obat-obatan modern. Diantara beberapa hal yang membuktikan adalah :

1. Pengobatan nabi amat memerhatikan dosis obat.

2. Metode pengobatan islam amat menghargai metode diagnosa penyakit.

3. Pengobatan nabi sangat menghargai analisis dan penelitian terhadap jenis penyakit, penyebab munculnya penyakit dan obat-obatan yang diyakini mengandung khasiat menyembuhkan, mencegah atau mengurangi kadar penyakit tertentu pada pasien.

(22)

4. Nabi pernah menerima kehadiran ahli medis dari Persia, yang sengaja melakukan praktik pengobatan diantara para sahabat.

Ketiga, Pengakuan Kedokteran nabi terhadap pengobatan medis tradisional dan moderen. Ath Thibbun nabawi adalah metodologi yang kompleks. Munculnya ragam penyakit dan kecanggihan metode berfikir umat manusia dalam menemukan berbagai bentuk, jenis hingga teknik pengobatan dalam upaya mengatasi berbagai penyakit tersebut, termasuk dalam cakupan kedokteran nabi yang luas.

Keempat, Kekeliruan anggapan tentang superioritas 'Bekam' sebagai kedokteran nabi terbaik. Bekam adalah termasuk di antara jenis pengobatan terbaik. Jadi ia bukan mutlak satu-satunya sebagai bentuk pengobatan terbaik. Ada jenis penyakit termasuk kondisi tertentu dari si pasien, yang menyebabkan ia lebih cocok denga pengobatan tertentu, bukan yang lain. Maka bekam jelas bukan yang terbaik dalam setiap kondisi, untuk segala jenis penyakit dan untuk setiap kondisi yang dialami pasien.

Kelima, Pengobatan nabi tak terbatas pada penggunaan obat-obat yang pernah digunakan nabi saja.

Obat-obatan yang cocok untuk penduduk di suatu tempat, bisa saja tidak cocok untuk penduduk di tempat lain, bahkan bisa tidak berguna sama sekali. Obat-obatan yang digunakan dalam kedokteran nabi juga tidak terbatas hanya yang disebutkan dalam hadits, seperti madu, jintan hitam, zaitun, qisth, kurma, cuka, juice dan banyak lagi, namun juga mencakup segala bentuk komoditi makanan, minuman atau tumbuh-tumbuhan yang memenuhi 'standar kedokteran nabi' sebagai obat dari penyakit tertentu.

Keenam, Obat-obatan kimiawi, tidak selamanya 'dilarang' dalam konsep ath thibbun nabawi. Obat-obat kimiawi yang dihindari adalah yang diragukan kehalalannya dan obat-obatan yang hanya memberi efek penyembuhan sementara.

(23)

Pasal : Dasar-Dasar dan Kaidah Ath Thibbun Nabawi Pertama, Dasar kedokteran nabi adalah wahyu. Kedua, Tiga formula medis dalam kedokteran nabi 1. menjaga kesehatan tubuh

2. menjaga tubuh dari unsur-unsur berbahaya

3. mengeluarkan zat-zat berbahaya dari dalam tubuh

Ketiga, Dua model terapi : Preventif dan kuratif (penyembuhan)

Konsep dasar pencegahan penyakit adalah diet (menjaga makan), terutama makan yang sesuai dengan tuntunan Rosululloh sholallohu 'alaihi wasalam.

Pencegahan penyakit melalui kebersihan.

Keempat, Dua jenis terapi kenabian : penyembuhan substansi penyakit dan pembuangan zat-zat berbahaya dari dalam tubuh.

Kelima, Dua jenis terapi : terapi ilahiyyah (bermuatan ajaran wahyu murni) dan terapi obat-obatan.

(24)

BAB III KESIMPULAN

(25)

Daftar Pustaka

http://alhikmah.ac.id/2011/pengobatan-nabi/

http://keperawatanreligiondwiestyfathianoverina.wordpress.com/materi/ http://www.rss.indah.web.id/2011/03/tata-cara-pengobatan-rasulullah.html

Referensi

Dokumen terkait

Beraneka ragam ikan, kepiting (ketam) dan ran- jungan. Jenis rumput-rumputan laut yang dapat dimanfaatkan untuk kosmetik maupun obat- obatan. Di samping potensi lahan

Dari beberapa prinsip diatas yang berkorelasi dengan politik, menggambarkan umat islam dalam berpolitik tidak dapat lepas dari ketentan-ketentuan

Mengenai pendapat tentang keharaman menggunakan alkohol dalam pengobatan tersebut. Ibnu Baz ketika ditanya tentang obat- obatan yang sebagianya mengandung bahan

Jenis olahraga apa yang Anda lakukan untuk mencegah penyakit osteoporosis.. Apakah Anda juga mengkonsumsi vitamin/obat-obatan

Beraneka ragam ikan, kepiting (ketam) dan ran- jungan. Jenis rumput-rumputan laut yang dapat dimanfaatkan untuk kosmetik maupun obat- obatan. Di samping potensi lahan

Ibnu Katsir mengatakan, bahwa syirik digolongkan dosa besar, sebab perbuatan syirik menyamakan kedudukan Tuhan yang hanya dari dialah semua nikmat dengan

Dari beraneka ragam jenis tumbuhan yang ada di Sumatera Utara banyak juga yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber obat-obatan untuk mengobati berbagai macam penyakit

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, Secara Medis Pengobatan alternatif merupakan pengobatan yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan penyakit. Pengobatan alternatif dipiliih pasien untuk menyembuhkan penyakitnya karena harganya yang ekonomis, minim efek samping dan mudah ditemukan. Penerimaan diri yang baik dari pasien akan menjadikan pasien berusaha untuk mencari pengobatan yang baik untuk kesembuhannya. Pasien memilih dan menggunakan pengobatan alternatif dikarenakan pasien percaya bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan penyakitnya. Secara Islam selain sebagai petunjuk, juga di dalamnya mengandung pengobatan (syifâ’) dengan tujuan untuk mencegah dan mengobati penyakit, dari berbagai macam jenis penyakit, dengan berbagai metode, teknik, dan pendekatan tertentu diantarnya dengan bnacaan Alquran dan mendengarkannya (neurofisiologi Alquran), dzikir, istighfar, doa, dan ruqyah untuk menimbulkan ketenangan hati (طمأنينة النفس (dalam usaha penyembuhan berbagai penyakit, terutama dari penyakit hati yang dapat berpengaruh kepada penyakit jasmani. Praktik pengobatan demikian pada hakikatnya bersumber dari Alquran dan alSunnah sehingga manusia yang membutuhkan pengobatan tersebut menjadi sembuh (sehat), dan terhindar dari penyakit hati atau unsur-unsur kesyirikan. Tindakan pengobatan dalam perspektif hukum Islam dapat berupa ruqyah, al-hijâmah, meminum madu, dan