• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM INTERNASIONAL. A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM INTERNASIONAL. A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak

Sebuah catatan yang penting untuk diingat, anak-anak baru diakui memiliki hak asasi setelah sekian banyak anak-anak menjadi korban dari ketidak-pedulian orang dewasa. Pengakuannya pun tidak terjadi serta merta pada saat korban berjatuhan, tetapi melalui sebuah proses perjuangan panjang dan tanpa henti.

Perhatian serius secara internasional terhadap kehidupan anak-anak baru diberikan pada tahun 1919, setelah Perang Dunia I berakhir. Dikarenakan perang telah membuat anak-anak menderita kelaparan dan terserang penyakit, seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jebb19 mengarahkan mata dunia untuk melihat situasi anak-anak tersebut. Dia menggalang dana dari seluruh dunia untuk membantu anak-anak. Tindakannya inilah yang mengawali gerakan kemanusiaan internasional yang secara khusus memberi perhatian kepada kehidupan anak-anak.

19

Eglantyne Jebb, Penggagas Hak-hak anak

Hak-hak anak adalah hak asasi yang wajib dimiliki setiap anak yang ada di dunia. Ide untuk memperjuangkan hak-hak anak berawal dari keprihatinan seorang guru sekolah dasar di Malborough, Wiltshire, Inggris, Eglantyne Jebb (1876-1928). Saat itu, Eglantyne merasa anak-anak korban Perang Dunia I harus dibantu. Maka, pada 1919, dibentuklah yayasan Save the

Children Fund (SCF) dalam

http://yunior.ampl.or.id/?tp=tahukah&menu=on&view=detail&path=123&kode=125&ktg=4&se lect=1

(2)

Pada tahun 1923, Mrs.Eglantyne Jebb membuat 10 pernyataan Hak-hak anak dan mengubah gerakannya menjadi perjuangan Hak-hak anak:20

1. Bermain;

2. Mendapatkan nama sebagai identitas;

3. Mendapatkan makanan;

4. Mendapatkan kewarganegaraan sebagai status kebangsaan;

5. Mendapatkan persamaan;

6. Mendapatkan pendidikan;

7. Mendapatkan perlindungan;

8. Mendapatkan sarana rekreasi;

9. Mendapatkan akses kesehatan;

10. Mendapatkan kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Tidak lagi sekedar berdasarkan kemanusiaan tetapi juga Hak Asasi.

Pada tahun 1924, pernyataan ini diadopsi dan disahkan sebagai pernyataan Hak-hak anak oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sementara itu, pada tahun 1939-1945, Perang Dunia II berlangsung dan anak-anak kembali menjadi salah satu korbannya.

Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa Bangsa mengumumkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang di dalamnya mencantumkan hak-hak anak.

Pada tahun 1959, tepatnya tanggal 1 Juni PBB mengumumkan pernyataan Hak-Hak-hak anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia.

20

M. Jodi Santoso, Rausya dan Agenda Perlindumgam Anak diakses pada tanggal 11 April 2011 dari laman web: http://jodisantoso.blogspot.com/2007/09/raisya-dan-agenda-perlindungan-hak-anak.html

(3)

Kemudian, pada tahun 1979 diputuskan sebagai Tahun Anak dan ditetapkan 20 November sebagai hari anak internasional.

Setelah sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1989, Konvensi Hak-hak anak disahkan oleh PBB. Inilah pengakuan khusus secara internasional atas hak asasi yang dimiliki anak-anak.

Sekarang, telah dibentuk sangat banyak sekali tim yang ditugaskan untuk memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak yang tertuang di dalam Konvensi Hak-hak anak. Hal ini menunjukkan telah tumbuh dan tengah berkembangnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan kasih sayang di antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.

B. Instrumen Penting Hukum Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak

Ada beberapa instrumen penting hukum internasional dalam perlindungan hak-hak anak, dimana yang terutama di antaranya :

1. United Nations Standard Minimun Rules for the Administration of Juvenile Justice (Peraturan-peraturan minimum standar PBB mengenai administrasi peradilan bagi remaja) “Beijing Rules” (Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/33 tanggal 29 November 1985).

Menurut “Beijing Rules”, remaja adalah seorang anak atau seorang muda yang menurut sistem hukum masing-masing, dapat diperlakukan atas suatu

(4)

pelanggaran hukum dengan cara yang berbeda dari perlakuan terhadap orang dewasa. (Rule 2.2 huruf c).

Mengacu pada peraturan tersebut di atas, terlihat, bahwa penentuan umur bagi seorang anak/remaja ditentukan berdasarkan sistem hukum masing-masing negara. “Beijing Rules” hanya memberikan rambu-rambu agar penentuan batas usia anak jangan ditetapkan dalam usia yang terlalu rendah. Hal ini akan berkaitan dengan masalah emosional, mental dan intelektual. Artinya, “Beijing Rules” menganggap bahwa pada usia yang terlalu rendah, seorang belum dapat dikatakan dewasa secara emosional, dewasa secara mental, dan dewasa secara intelektual, sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.21

Menurut “Beijing Rules”, tujuan peradilan bagi remaja adalah:22

Pertama, memajukan kesejahteraan remaja, merupakan fokus utama bagi

sistem hukum yang menangani kasus-kasus kejahatan remaja. “Beijing Rules” menghendaki agar kasus-kasus kejahatan remaja ditangani oleh peradilan keluarga. Kemudian, apabila terpaksa harus ditangani oleh peradilan kriminal, maka faktor kesejahteraan anak harus menjadi perhatian yang pertama.

Kedua, adalah “prinsip kesepadanan”. Prinsip ini terkenal sebagai suatu

instrumen untuk mengekang sanksi-sanksi yang menghukum kebanyakan dinyatakan dalam batasan-batasan ganjaran yang setimpal dengan berat pelanggaran hukum tetapi juga pada pertimbangan keadaan-keadaan pribadinya.

21

Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm.41-42.

22

(5)

Dengan menggunakan bahasa yang sederhana, visi yang hendak dicapai dalam peradilan anak menurut “Beijing Rules” adalah: (1) Untuk mencapai kesejahteraan anak; (2) Penjatuhan pidanan bagi anak, tidak harus bersifat menghukum; (3) Dalam menjatuhkan hukuman terhadap anak, harus mendasarkakn prinsip-prinsip: a. tidak mendasarkan pada berat atau ringannya kejahatan yang telah dilakukan, b. penjatuhan pidana hendaknya memperhatikan kondisi yang menyebabkan seorang anak melakukan kejahatan, c. dimungkinkannya pemberian ganti kerugian sebagai pengganti hukuman, dan d. rasa penyesalan anak yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan untuk kembali ke jalan yang benar dimungkinkan menjadi alasan pemaaf untuk tidak dijatuhinya hukuman.23

2. United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty (Peraturan-peraturan PBB bagi perlindungan remaja yang kehilangan kebebasannya) (Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/133 tanggal 14 November 1990).

Ada beberapa hal pokok dalam peraturan ini, diantaranya:24

a. Sistem peradilan bagi remaja harus menjujung tinggi hak-hak dan keselamatan serta memajukan kesejahteraan fisik dan mental remaja.

Berbicara sistem peradilan, akan mencakup keseluruhan komponen dan proses berjalannya hukum seperti substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Ini berarti, apabila PBB menghendaki kesejahteraan sebagai akhir dari sitem peradilan, maka substansi hukum, struktur hukum dan

23

Ibid, hlm. 45-46

24

(6)

kultur hukum yang berkaitan dengan peradilan anak harus memounyai visi dan misi yang sama, yaitu mengusahakan kesejahteraan anak.

b. Penjara harus menjadi alternatif terakhir, karena membiarkan seorang anak memasuki Lembaga Pemasyarakatan berarti memberikan pendidikan negatif kepada anak, sebab apabila di dalam LP penghuninya adalah mereka yang diidentifikasikan sebagai yang jahat, maka anak tersebut akan mengimitasi tingkah laku yang jahat. Sebab, perilaku kriminal dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi.

c. Peraturan bagi anak/remaja tidak boleh membedakan ras, warna kulit, usia, bahasa, agama, kebangsaan, pandangan politik, kepercayaannya, atau praktek-praktek budaya, kepemilikan, kelahiran atau status keluarga, asal-usul etnis atau sosial, cacat jasmani, agama serta konsep moral yang bersangkutan harus dihormati.

d. Para remaja yang belum diadili, harus dianggap tidak bersalah. Remaja yang masih dalam proses hukum, harus dipisahkan dari remaja yang telah dijatuhi hukuman. Terhadap remaja yang belum diadili dalam proses hukum, ia berhak:

(1) Didampingi penasehat hukum dengan cuma-cuma. (2) Disediakan kesempatan bekerja dengan menerima upah. (3) Melanjutkan pendidikan.

(4) Memiliki dan tetap menyimpan barang yang menjadi hiburannya. e. Data yang berkaitan dengan remaja bersifat rahasia.

(7)

Data yang harus dirahasiakan tentunya tidak hanya menyangkut penyingkatan nama, akan tetapi mencakup segala aspek yang berkaitan dengan kondisi sosial anak, seperti data pribadi maupun data keluarga baik secara kauntitatif maupun kualitatif.

f. Anak/remaja yang ditahan berhak untuk memperoleh: (1) Pendidikan;

(2) Latihan keterampilan dan latihan kerja; (3) Rekreasi;

(4) Memeluk agama;

(5) Mendapat perawatan kesehatan; (6) Pemberitahuan tentang kesehatan; (7) Berhubungan dengan masyarakat luas.

3. United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Deliquency (Pedoman PBB dalam rangka pencegahan tindak pidana anak dan remaja) “Riyadh Guidelines” (Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/112 tanggal 14 Desember 1990).

Ketiga instrumen di atas merupakan instrumen hukum internasional dalam menangani kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh anak. Ketiga instrumen di atas sangat penting karena perlunya memperbaiki sistem administrasi peradilan anak untuk menghindari penyiksaan anak di lembaga pemasyarakatan anak. Hal ini penting karena sistem administrasi peradilan anak, mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, persidangan, dan pemenjaraan diduga kuat banyak melanggar hak-hak-hak anak. Salah satu kasus yang menjadi sorotan PBB adalah

(8)

masih terjadinya penyiksaan di LP Anak Kutoarjo, Jawa Tengah, seperti yang dilaporkan oleh Manfred Nowak (pelapor khusus PBB untuk masalah penyiksaan) yang disampaikan kepada Committee Against Torture (CAT).25

Selain ketiga instrumen di atas, terdapat banyak lagi pedoman dalam hukum internasional sebagai instrumen hukum perlindungan anak, antara lain: 1. Resolusi MU-PBB 41/85 tanggal 3 Desember 1986 mengenai “Declaration on

Social and Legal Principles relating to the Protection and Welfare of Children, with Special Reference to Foster Placement and Adoption Nationally and Internationally”.

2. Resolusi 43/121 tanggal 8 Desember 1988 mengenai “The Use of Children in the Illicit Traffic in Narcotic Drugs”.

3. Resolusi MU-PBB 44/25tanggal 20 Nopember 1989 mengenai “Convention of the Rights of the Child”.

4. Resolusi ECOSOC 1990/33 tanggal 24 Mei 1990 mengenai “The Prevention of Drug Consumption Young Persons”.

5. Resolusi MU-PBB 45/115 tanggal 14 Desember 1990 mengenai “The Instrumental Use of Children in Criminal Activities”.

6. Resolusi Komisi HAM PBB (Commision on Human Rights) 1993/80 tanggal 10 Maret 1993 mengenai “The Application of International Standards Concerning The Human Rights of Detained Juveniles”.

25

Fachruddin Muchtar dalam Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 131

(9)

7. Resolusi Komisi HAM 1994/90 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The need to adopt effective international measures for the prevention and eradition of the sale of children, child prostitution and child pornography”.

8. Resolusi Komisi HAM 1994/92 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “Special Rapporteur on the sale of children, child prostitution, and child pornography”. 9. Resolusi Komisi HAM 1994/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The Plight

of Street Child”.

10. Resolusi Komisi HAM 1994/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The effects of Armed Conflicts on Children’s Lives”.

11. Dalam Kongres PBB ke IX tahun 1995 mengenai “The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders”, diajukan dua “draft resolution” mengenai” a. Application of United Nations Standards and Norms in Juvenile Justice

(Dokumen A/CONF.196/L.5).

b. Elimination of Violence againts Children (Dokumen A/CON.169/L.11) 12. International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic 1904,

International Convention for the Suppression of the White Slave Traffic 1910, International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children, dan International Covention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age 1933 yang kemudian keempatnya mengalami perubahan mendasar dan kemudian menjadi Convention for the Suppression of the Traffic in Person and the Exploitation of the Prostitution of Others.

(10)

C. Convention on the Right of Child Sebagai Acuan Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak

Konvensi Hak-hak anak ditetapkan oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi No. 44/25 tertanggal 20 November 1989.

Peristiwa ini merupakan akhir dari suatu proses yang telah dimulai dengan persiapan bagi Hari Anak Internasional 1979. Pada tahun tersebut dimulailah diskusi tentang rancangan konvensi yang disampaikan oleh Pemerintah Polandia.

Sebelumnya, masalah tentang anak-anak telah didiskusikan oleh masyarakat internasional. Deklarasi tentang hak-hak anak telah ditetapkan baik oleh Liga Bangsa-Bangsa (1924) maupun oleh PBB (1959). Juga, ketentuan khusus mengenai anak-anak telah dimasukkan ke dalam sejumlah perjanjian tentang hak asasi manusia dan hukum humaniter. Walaupun demikian, beberapa Negara menyatakan bahwa dibutuhkan adanya pernyataan yang menyeluruh mengenai anak-anak, yang akan mempunyai kekuatan mengikat di bawah hukum internasional.

Pandangan ini dipengaruhi oleh laporan tentang ketidakadilan yang serius yang diderita oleh anak-anak: tingginya tingkat kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Ditemukan pula berbagai kasus yang mencemaskan mengenai anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai pekerja seksual atau dalam pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan, mengenai anak-anak dalam penjara atau dalam keadaan yang lain, serta mengenai anak-anak sebagai pengungsi dan korban konflik bersenjata.

(11)

Perancangan Konvensi berlangsung dalam suatu Kelompok Kerja yang didirikan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB. Wakil-wakil Pemerintah membentuk inti kelompok perancang ini, akan tetapi perwakilan badan-badan PBB dan badan-badan khususnya, termasuk Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Bantuan bagi Anak-Anak PBB (UNICEF) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagaimana juga sejumlah organisasi non-pemerintah, mengambil bagian dalam perbincangan mengenai hal ini. Rancangan pertama yang disampaikan oleh Pemerintah Polandia kemudian diubah dan diperluas secara ekstensif melalui diskusi yang panjang.

Penetapan Konvensi secara aklamasi oleh Majelis Umum telah membuka jalan pada tahap berikutnya: ratifikasi oleh Negara-negara dan pembentukan komite pengawasan. Dalam waktu kurang dari satu tahun, pada September 1990, telah ada 20 Negara yang secara sah telah menandatangani Konvensi ini, dan kemudian memberlakukannya.

Pada bulan yang sama, Pertemuan Puncak Dunia mengenai Anak diselenggarakan di New York atas inisiatif UNICEF dan enam negara (Kanada, Mesir, Mali, Meksiko, Pakistan dan Swedia). Pertemuan ini menghimbau Negara-negara untuk meratifikasi Konvensi tersebut. Pada akhir 1990, terdapat 57 Negara yang telah melakukan ratifikasi, sehingga mereka menjadi Negara-negara Pihak. Pada 1993, Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan di Wina, menyatakan bahwa tujuannya adalah meratifikasi Konvensi ini secara universal pada akhir 1995. Pada 31 Desember 1995, tidak kurang dari 185 Negara

(12)

telah meratifikasi Konvensi ini. Jumlah seperti ini belum pernah tercapai sebelumnya di bidang hak asasi manusia. Sampai saat ini sudah 193 negara meratifikasi Konvensi Hak-hak anak ini.

Konvensi Hak-hak anak memiliki makna yang sama bagi semua orang di semua belahan dunia. Selain meletakkan standar yang sama, Konvensi ini juga memperhatikan realita adanya perbedaan budaya, sosial, ekonomi dan politik dari setiap Negara, sehingga setiap Negara dapat menemukan caranya masing-masing untuk menerapkan hak-hak yang sama pada semua orang.

Dalam Konvensi ini terdapat empat prinsip umum yang dimuliakan. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk membentuk interpretasi atas Konvensi ini secara keseluruhan, dan dengan demikian memberikan arahan bagi program penerapan dalam lingkup nasional. Keempat prinsip ini khususnya dirumuskan dalam Pasal 2, 3, 6 dan 12.

1. Non-diskriminasi (Pasal 2):

Negara-negara Pihak harus memastikan bahwa semua anak dalam wilayahnya menikmati hak-hak mereka. Tidak seorang anak pun akan menderita/mengalami diskriminasi. Hal ini berlaku untuk semua anak, “tanpa

memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain dari orang tua atau wali yang sah dari anak tersebut.”

Pesan penting Pasal ini adalah persamaan kesempatan. Anak perempuan harus diberikan kesempatan yang sama seperti halnya anak laki-laki. Pengungsi anak,

(13)

anak-anak yang berasal dari negara lain, anak-anak kelompok penduduk asli atau kelompok minoritas, harus memperoleh kesempatan yang sama untuk menikmati standar kehidupan yang memadai.

2. Kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 3):

Apabila penguasa suatu Negara mengambil keputusan yang mempengaruhi anak-anak, pertimbangan pertama haruslah didasarkan pada kepentingan yang terbaik bagi anak. Prinsip ini berkenaan dengan keputusan pengadilan, pejabat administratif, badan legislatif dan juga lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta. Hal ini tentu saja merupakan pesan mendasar dari Konvensi ini, dan penerapan prinsip ini merupakan suatu tantangan yang besar. 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan mengembangkan diri (Pasal 6)

Pasal mengenai hak untuk hidup mencakup rumusan mengenai hak untuk bertahan dan hak untuk mengembangkan diri, yang harus dijamin “semaksimal mungkin”. Istilah “mengembangkan diri” dalam konteks ini harus ditafsirkan dalam arti luas, dengan menambahkan dimensi kualitatif: bukan hanya dimaksudkan untuk perkembangan kesehatan jasmani, akan tetapi juga perkembangan mental, emosional, kognitif, sosial dan budaya.

4. Pandangan anak (Pasal 12)

Anak-anak harus dibebaskan untuk mempunyai pendapat tentang semua hal yang bersangkutan dengan diri mereka, dan pandangan ini harus diperhatikan “sesuai dengan usia dan kematangan si anak”. Ide yang mendasar adalah bahwa anak-anak mempunyai hak untuk didengar dan hak agar pendapatnya

(14)

diperhatikan dengan serius, termasuk prosedur hukum atau administratif yang bersangkutan dengan diri mereka.

Secara umum, Hak-hak anak dibagi dalam 4 (empat) bagian besar, yaitu : 1. Hak Hidup (Kelangsungan Hidup)

Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Untuk mencapainya, negara harus menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6).

Negara juga berkewajiban untuk menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau, dan melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer (Pasal 24).

Dalam penerapannya, negara berkewajiban untuk melaksanakan program-program:

a. melaksanakan upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, b. menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan,

c. memberantas penyakit dan kekurangan gizi,

d. menyediakan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibu,

e. memperoleh imformasi dan akses pada pendidikan dan mendapat dukungan pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi,

f. mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang tua, serta penyuluhan keluarga berencana, dan,

(15)

g. mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan.

Terkait dengan itu, hak-hak anak akan kelangsungan hidup dapat berupa: (1) hak-hak anak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan semenjak

dilahirkan (Pasal 7),

(2) hak untuk memperoleh perlindungan dan memulihkan kembali aspek dasar jati diri anak (nama, kewargnegaraan dan ikatan keluarga) (Pasal 8),

(3) hak-hak anak untuk hidup bersama (Pasal 9), dan hak-hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala bentuk salah perlakuan (abuse) yang dilakukan orang tua atau orang lain yang bertangung jawab atas pengasuhan (Pasal 19),

(4) hak untuk mmemperoleh perlindungan khusus bagi anak- anak yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya anak (Pasal 20),

(5) adopsi anak hanya dibolehkan dan dilakukan dem kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 21),

(6) hak-hak-hak anak penyandang cacat (disabled) untuk memperoleh pengasuhan, pendidikan dan latihan khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Pasal 23),

(16)

(7) hak-hak anak menikmati standar kehidupan yang memadaidan hak atas pendidikan (Pasal 27 dan 28).

2. Hak Perlindungan

Hak perlindungan adalah hak setiap anak untuk mendapatkan perlindungan dari semua hal yang dapat melukai dan menghambat hidup dan tumbuh kembangnya secara sempurna. Hak ini melindungi anak dari terjadinya diskriminasi, kekerasan fisik, kekerasan seksual, perdagangan manusia, pekerja anak, keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi, dan lain-lain.

Hak perlindungan dari diskriminasi, termasuk :

a. perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan, perwatan dan latihan khusus, dan

b. hak-hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli dalam kehidupan masyarakat negara.

Perlindungan dari ekploitasi, meliputi :

a. perlindungan dari gangguan kehidupan pribadi,

b. perlindungan dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan dan perkembangan anak,

c. perlindungan dari penyalahgunaan obat bius dan narkoba, perlindungan dari upaya penganiayaan seksual, prostitusi, dan pornografi,

(17)

e. perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan pelanggaran hukum.

3. Hak Tumbuh Kembang

Pertumbuhan diartikan sebagai peningkatan secara bertahap dari organ dan jaringan tubuh. Berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.

Hak Tumbuh Kembang adalah hak yang dimiliki setiap anak untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara sempurna menjadi manusia dewasa. Hak tumbuh berkembang meliputi segala bentuk pendidikan (formal maupun non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.

Hak-hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28 Konvensi Hak-hak anak menyebutkan, negara :

a. menjamin kewajiban pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-cuma,

b. mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan mudah dijangkau oleh setiap anak,

(18)

c. membuat imformasi dan bimbingan pendidikan dana ketrampilan bagi anak, dan

d. mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.

Hak tumbuh kembang juga meliputi : 1. hak untuk memperoleh informasi, 2. hak untuk bermain dan rekreasi,

3. hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya, 4. hak untuk kebebasan berpikir dan beragama, 5. hak untuk mengembangkan kepribadian, 6. hak untuk memperoleh identitas,

7. hak untuk didengar pendapatnya, dan

8. hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan dan fisik. 4. Hak Partisipasi

Hak partisipasi adalah hak-hak anak untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan yang mempengaruhi kehidupannya. Hak yang terkait dengan itu meliputi:

a. hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya, b. hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk

mengekpresikan,

c. hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung, dan

d. hak untuk memperoleh informasi yang layak dan terlindungi dari informasi yang tidak sehat.

(19)

Terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana, penangkapan dan penahanan anak harus sesuai dengan hukum yang ada, yang digunakan hanya sebagai upaya terakhir. Anak yang dicabut kebebasannya harus memperoleh akses bantuan hukum, dan hak melawan keabsahan pencabutan kebebasan.

Perlu diingat, bahwa semua hak-hak tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Semua hak-hak tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Satu tindakan yang melukai salah satu hak akan mengakibatkan terlukainya hak yang lain juga. Kegagalan pemenuhan salah satu hak akan mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam pertumbuh-kembangan anak.

Misalnya, kegagalan dalam pemenuhan hak-hak anak untuk mendapatkan asupan makanan yang bergizi akan mempengaruhi hak hidup dan tumbuh-kembangnya. Gangguan terhadap tumbuh kembangnya akan mengurangi tingkat kecerdasan anak dan sekaligus mengurangi kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam kehidupan.

Referensi

Dokumen terkait

Ansietas merupakan salah satu emosi yang subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu

Pemilihan sampel kontrol sebaiknya mengambil pasien dengan riwayat asupan serat tinggi, lemak rendah, dan kalsium tinggi, sehingga dapat melihat pengaruh asupan serat,

Kariadi Semarang, didapatkan data dimana pada 66 pasien karsinoma kolorektal didapatkan 5 pasien (7,6%) memiliki IMT > 30 dimana kategori tersebut digolongkan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat 22 leksia yang mempresentasikan diskriminasi perempuan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk..

Bahwa besok harinya pada tanggal 3 Mei 2010 pada saat apel pagi anggota Pos Arso-2 Sattis Pamtas-A yang diambil oleh Wadanpos (Sertu Al Imran), Terdakwa tidak hadir

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang ada, yaitu analisis keberadaan asam lemak bebas pada minyak goreng jenis curah berdasarkan waktu

Hal ini ditunjukkan adanya pergeseran bato- chromic pada penambahan A lCl 3 / HCl, tetapi inti tersebut tidak menun- jukkan adanya gugus o -dihidroksi pada cincin B, karena

Pada tulisan ini akan diuraikan tentang definisi dan transformasi wavelet, bagaimana wavelet digunakan sebagai alat analisis (tools) dalam terapan matematika, serta ranah