• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN ESTIMASI GURU SEKOLAH DASAR DALAM OPERASI HITUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMAMPUAN ESTIMASI GURU SEKOLAH DASAR DALAM OPERASI HITUNG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

69

KEMAMPUAN ESTIMASI GURU SEKOLAH DASAR

DALAM OPERASI HITUNG

Tatag Yuli Eko Siswono1) dan Muh. Rizal2) 1)

Universitas Negeri Surabaya, Kampus Ketintang Surabaya, 2) Universitas Tadulako, Kampus Tadulako, Tondo, Palu Email: tatagyes@gmail.com dan Ijiranarizal@yahoo.co.id

Abstract: Estimation ability of Elementary School Teachers in Counting Operation. Estimation is one topic of mathematics which is mainly for elementary school level. This topic is useful not only for advanced mathematics but also for solving problems in daily life. Teachers seldom thought this topic because either it is often skipped or it is not discussed well in the text book. This paper reports the elementary teachers’ abilities in making estimation and the relationship of computation abilities. This research was conducted to 15 teachers of elementary school. The performance on computation was 18 point higher than on estimation. It indicated that they solve the computation task mechanically rather than meaningfully.

Abstrak: Kemampuan Estimasi Guru Sekolah Dasar (SD) dalam Operasi Hitung. Estimasi adalah salah satu topik matematika, terutama untuk SD. Topik ini berguna tidak hanya untuk matematika canggih tetapi untuk memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari. Guru jarang mengajarkan topik ini karena mereka hanya melewatkan materi ini atau materi ini tidak dibahas dengan baik oleh penulis. Penelitian ini melaporkan kemampuan guru SD dalam membuat estimasi dan hubungan antara kemampuan komputasi. Penelitian deskriptif ini dilakukan terhadap 15 guru SD. Kemampuan pada penghitungan adalah 18 poin lebih tinggi daripada estimasi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memecahkan tugas komputasi secara mekanis ketimbang secara bermakna.

Kata kunci: estimasi, kemampuan estimasi, penghitungan

Estimasi merupakan bagian materi dari pelajaran matematika yang jarang dikaji dan diperhatikan oleh guru maupun peneliti. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) pada Standar Isi untuk mata pelajaran matematika SD kompentesi yang berkaitan dengan estimasi (menaksir) hanya terdapat di kelas IV dan V semester 1 dengan porsi yang sangat terbatas. Hal tersebut berbeda dengan kurikulum matematika untuk SD di negara lain. Misalnya

National Council of Supervisors of Mathematics

(NCSM, 1978) telah mendaftar estimasi sebagai salah satu dari 10 kemampuan dasar dan

National Council of Teacher of Mathematics

(NCTM,1980) telah memberikan perhatian terhadap materi estimasi di dalam salah satu kegiatannya (Post, 1992). Sementara itu pada Education Council (1991), Curriculum Council (1998), NCTM (2000), estimasi dianggap topik penting dalam matematika untuk dipelajari di sekolah dasar, sehingga ditetapkan di dalam kurikulum(Bana and Dolma, 2004).

Perhatian terhadap materi estimasi yang rendah dapat pula ditunjukkan pada buku-buku pelajaran yang beredar, termasuk buku elektronik yang kajiannya lebih menekankan pada perhitungan-perhitungan formal, tidak mengawali atau menyelipkan kemampuan estimasi (menaksir) jawaban. Padahal kemampuan itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tanpa mengurangi pentingnya kemampuan formal dalam perhitungan matematika. Masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan estimasi banyak dijumpai. Pada masalah tersebut tidak meminta suatu jawaban eksak, tetapi suatu perkiraan yang disertai alasan logis. Misalnya, ketika seseorang ingin membeli pensil yang harganya Rp. 2.400 dan ia mempunyai uang Rp 6.000. Apakah uang itu cukup untuk membeli 2 atau 3 batang pensil? Apabila dilakukan estimasi dengan membulatkan 2400 menjadi 2000, maka uang anda cukup untuk membeli 3 batang pensil. Jika dilakukan estimasi dengan membulatkan 2.400 menjadi 3000, maka uang itu hanya cukup

(2)

untuk membeli 2 batang pensil. Dalam kondisi seperti ini sangat diperlukan suatu estimasi yang logis, sebab apabila selalu dibulatkan ke bawah karena ingin mendapatkan pensil yang banyak, maka uang yang ditetapkan itu tidak akan mencukupi. Apabila dibulatkan ke atas, maka uang tersebut cukup untuk membeli pensil.

Dalam kasus seperti ini estimasi sangat penting, khususnya kalau uang yang ingin dibelanjakan sudah ditentukan. Contoh lain pada penggunaan kalkulator yang banyak digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, utamanya masyarakat pedagang yang menginginkan hasil yang tepat dan akurat dalam waktu singkat. Hasil perhitungan dengan menggunakan kalkulator tidak tertutup kemungkinan mengalami kesalahan akibat baterainya lemah atau kekeliruan dalam memasukkan unsur-unsur yang dihitung (salah tekan tombol digit pada kalkulator). Misal, dalam perkalian 328.000 x 2 = 456.000, seseorang yang telah memiliki kemampuan estimasi dengan cepat mengetahui bahwa jawaban tersebut salah tanpa melakukan perhitungan kembali. Hal ini didasarkan pada kelogisan jawaban (300.000 x 2 saja sudah menghasilkan 600.000 sedangkan 328.000 lebih besar dari 300.000 maka hasilnya pasti lebih besar dari 600.000), sehingga tidak menimbulkan kerugian pada masyarakat akibat penggunaan kalkulator tersebut. Post (1992) menyatakan bahwa estimasi berhitung merupakan salah satu cara berhitung cepat selain kalkulator, berhitung mental dan algoritma yang menggunakan pensil dan kertas.

Estimasi juga banyak digunakan oleh pembuat keputusan yang menginginkan waktu singkat, katakanlah seorang yang memiliki pengalaman yang luas dalam membuat program

database. Seorang rekanan memesan untuk

dibuatkan program, lalu bertanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat program tersebut. Setelah mempelajari rancangan program selama 5 menit, programmer yang mempunyai pengetahuan estimasi yang baik dengan cepat dapat memberikan keputusan, tetapi orang yang tidak memiliki pengetahuan estimasi tidak akan bisa memberikan keputusan yang cepat sebab mempunyai resiko yang besar. Hasil penelitian Carlton dan Fitzgerald (Post, 1992) melaporkan bahwa lebih dari 80% dari keseluruhan aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari menggunakan estimasi bukan perhitungan yang eksak.

Selain penerapannya estimasi banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana diuraikan di atas juga pengetahuan estimasi juga sangat penting dalam pembelajaran matematika. Reys (dalam Post,1992:275) menyatakan bahwa estimasi merupakan salah satu jalan aleternatif untuk membangun pemahaman siswa pada konsep pecahan. Misalnya, kapan suatu pecahan bernilai dekat dengan 0,

2 1

atau 1. Dengan pengetahuan estimasi dapat diketahui dengan segera bahwa pecahan bernilai mendekati 0 apabila penyebutnya jauh lebih besar dari pembilangnya, misalnya

100 1

, dan bernilai mendekati

2 1

apabila penyebutnya mendekati 2 kali dari pembilangnya, serta mendekati 1 apabila pembilang dan penyebut mendekati sama. Uraian ini memberi gambaran atau membantu siswa membangun pengetahuannya tentang pecahan yang bernilai lebih besar atau lebih kecil. Misalnya pecahan yang bernilai lebih besar atau lebih kecil dari

2 1

atau 1.

Pengetahuan estimasi juga dapat digunakan untuk mengontrol kebenaran suatu jawaban dan terjadinya miskonsepsi berdasarkan kelogisan, dan mengarahkan seseorang dalam menemukan jawaban dan mempersingkat prosedur dalam mendapatkan jawaban. Alasan bahwa kemampuan estimasi dapat mengontrol kebenaran suatu jawaban dan terjadinya miskonsepsi, misal dalam penjumlahan pecahan yang dikemukakan oleh Silver (dalam Hiebert, 1986), 5 2 3 1 2 1

bahwa kesalahan umum yang terjadi adalah menjumlahkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Hal ini terjadi karena kesalahan dalam menggunakan konsep yang mereka ketahui sebelumnya, tetapi dengan pengetahuan estimasi miskonsepsi seperti ini tidak akan terjadi karena berdasarkan kelogisan dengan cepat diketahui bahwa jawaban tersebut salah (

3 1 2 1

lebih besar dari

2 1

, sehingga jawabannya tidak mungkin

5 2

karena ini lebih kecil dari

2 1

).

Hal ini sesuai yang diungkapkan di dalam

Whole Number Arithmetic Online

Documentation(http://www.sssoftware.com/doc

(3)

bahwa siswa dapat juga menaksir untuk memeriksa jawaban atas suatu soal.

Pengetahuan estimasi dapat mengarahkan dan mempersingkat waktu dalam mendapatkan suatu jawaban, misalnya soal dari National Assessment of Educational Progress (dalam Hiebert, 1986). Siswa diminta untuk mengestimasi jawaban dari

8 7 13 12

dan diberi pilihan 1, 2 19, 21 dan “saya tidak tahu” jawaban yang paling sering adalah 19 dan 21. Ini merupakan suatu jawaban yang tidak masuk akal. Padahal kalau siswa mempunyai kemampuan estimasi maka siswa akan memilih 2, karena 13 12 dan 8 7 masing-masing sekitar 1, dengan demikian langkah prosedur dalam mendapatkan jawaban menjadi lebih singkat.

O'Daffer dalam The Value Of Estimation (2008) menjelaskan bahwa penaksiran itu dapat membantu siswa mengembangkan sikap positif pada matematika dan dapat memotivasi untuk pemecahan masalah, karena mereka dapat menaksir atas jawabannya sendiri sehingga akhirnya dapat menuntun mereka menemukan jawaban yang eksak.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa estimasi sangat penting diketahui di dalam pembelajaran matematika karena selain dapat mengantar membangun memahami suatu konsep juga dapat mengontrol terjadinya kesalahan yang dibuat oleh siswa.

Estimasi dapat diibaratkan sebagai penembakan sebuah titik tertentu dengan panah. Sudah pasti akan sering tidak mengenai titik itu. Kebanyakan dari panah itu akan berserak di sekitar titik tadi, ada yang tidak sampai, ada yang terlalu jauh, ada yang terlalu ke kiri ada pula yang terlalu ke kanan dan sangat sulit untuk tepat sekali mengenainya. Oleh karena itu, seseorang hanya berusaha agar nilai yang digunakan untuk mengestimasi tidak terlalu jauh menyimpang dari nilai yang diestimasi. Uraian tersebut menunjukkan bahwa mengestimasi hasil tidak ditujukan kepada satu jawaban eksak. Walle (1994) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengindikasikan bahwa estimasi tidak ditujukan kepada satu jawaban benar adalah dengan meminta siswa untuk menentukan apakah hasil suatu perhitungan lebih atau kurang dari nilai tertentu. Misalnya apakah hasil dari 347 + 129 lebih atau kurang dari 500.

Chaplin (dalam Kartono, 2008) menyatakan bahwa estimasi adalah suatu nilai yang diperoleh dengan pertimbangan subjektif,

biasanya sesudah dilakukan pemeriksaan hati-hati mengenai data yang mendasari perkiraan tersebut. Owens (1993) menyatakan

computational estimation and mental

computation are two ways of approaching number sense. Ditinjau dari kerumitannya,

estimasi berada pada posisi antara berhitung mental dan number sense. Siswa harus menguasai berhitung mentalnya, baru kemudian dapat berhitung dengan baik. Bila keduanya telah dikuasai dengan baik oleh siswa, maka pada tahap terakhir siswa dapat menguasai

number sense dengan baik pula. Soedjadi (2000)

menjelaskan bahwa number sense meliputi hitung menghitung dan penggunaan bilangan yang tidak perlu melibatkan operasi (jumlah, kurangi dan sebagainya). Number sense pada web (www.learnnc.org) diartikan “An intuitive

understanding of numbers, their magnitude, relationships, and how they are affected by operations” (suatu pemahaman intuitif terhadap

bilangan-bilangan, besarnya, hubungan, dan bagaimana semuanya dipengaruhi oleh operasi-operasi). Bobis pada web (http://nrich.maths.org) mengatakan "a well organised conceptual

framework of number information that enables a person to understand numbers and number relationships and to solve mathematical problems that are not bound by traditional algorithms" (Suatu kerangka konseptual yang

terorganisasi dengan baik dari informasi bilangan yang memungkinkan seseorang untuk memahami bilangan-bilangan dan hubungannya serta untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak dibatasi oleh algoritma tradisional). Berdasar pendapat itu dapat diartikan bahwa number sense merupakan suatu kepekaan (pemahaman intuitif) terhadap bilangan-bilangan dan hubungannya yang berguna untuk memecahkan masalah tanpa perhitungan atau melakukan operasi yang formal. Number sense tidak lepas dari estimasi, karena untuk sampai pada kemampuan ini memerlukan kemampuan berhitung mental dan kemampuan estimasi, sebagaimana dijelaskan Owens (1993).

Dalam kehidupan sehari-hari estimasi dibedakan menjadi estimasi berhitung, estimasi numerasi, dan estimasi pengukuran. Estimasi berhitung, yaitu perkiraan yang mendekati hasil perhitungan atau gambaran hasil perhitungan dengan menggunakan alasan dan metode informal yaitu metode yang tidak terkait dengan algoritma, tetapi dengan pemahaman intuitif dan refleksibel (tidak terikat dengan satu metode). Rubenstein (dalam Grows, 1992)

(4)

mengemukakan bahwa estimasi berhitung meliputi: (1) menetapkan apakah jawaban suatu perhitungan itu logis; (2) menentukan apakah bilangan yang diketahui lebih atau kurang dari jawaban eksak; (3) menentukan apakah jawaban yang diberikan lebih atau kurang dari bilangan-bilangan acuan yang diberikan; dan (4) menentukan apakah suatu estimasi berada pada urutan besar bilangan yang betul.

Estimasi numerasi adalah estimasi yang mejawab pertanyaan ”berapa banyak”. Misalkan, seseorang sering mengestimasi berapa banyak orang yang ada di dalam ruang pertemuan ini, berapa banyak mobil yang ada di lapangan parkir, dan sebagainya. Estimasi pengukuran, merupakan suatu proses untuk sampai kepada pengukuran tanpa menggunakan alat ukur. Salah satu contoh yang terkait dengan estimasi yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah berapa tinggi pohon itu?, atau berapa jauh jarak kota A ke kota B

Agar siswa dapat melakukan estimasi dengan baik, maka siswa harus menguasai konsep, mempunyai keterampilan dalam berhitung serta mengetahui strategi estimasi. Grouws (1992:327) mengatakan bahwa seseorang akan dapat mengestimasi dengan baik apabila menguasai dengan baik fakta-fakta, nilai tempat, sifat aritmetika, mempunyai keterampilan berhitung mental, percaya diri, peka terhadap kesalahan perhitungan, dapat menguasai strategi estimasi. Menurut Post (1992) ada lima strategi estimasi yang sering digunakan yaitu sebagai berikut.

Front-End strategy, merupakan strategi

estimasi yang menfokuskan pada bilangan paling kiri. Hal ini disebabkan bilangan ini merupakan bilangan yang sangat signifikan. Pada penjumlahan 4,19 + 0,86 + 1,39 + 0,29 + 2,14 + 0,23 bilangan paling kiri berturut-turut 4, 0, 1, 0, 2 dan 0 junlahnya adalah 7 sedangkan bilangan setelah koma hasilnya sekitar 2 (0,86 dan 0,19 menghasilkan sekitar 1 dan total yang lainnya juga sekitar 1) sehingga total akhir sekitar 9.

Clustering Strategy, sering ditemukan

pada pengalaman sehari-hari dimana sekelompok bilangan mendekati suatu bilangan yang sama. Misalnya jumlah pengunjung ke suatu tempat dari hari senin sampai sabtu adalah 72.250; 63.819; 67.490; 73.180; 74.918; 68.490. Dari data ini dapat diperkirakan bahwa rata-rata pengunjung adalah 70.000 orang, kemudian rata-rata pengunjung itu di kalikan dengan banyak hari sehingga diperoleh 6 x 70.000 = 420.000.

Rounding strategy, memuat bilangan yang

dibulatkan, kemudian dihitung dengan bilangan yang dibulatkan itu. Misalnya untuk hasil kali 23 dan 78, hasil dari beberapa pembulatan dapat diperoleh (1) 20 x 80 atau 1.600, (2) 25 x 80 atau 2.000, (3) lebih dari 20 x 70 atau lebih dari 1.400 dan beberapa pembulatan lainnya.

Compatible number strategy, pembulatan

dilakukan sehingga hasil pembulatan itu dapat dihitung dengan mudah. Strategi ini khususnya efektif untuk estimasi masalah-masalah pembagian. Pembagian 4.936 : 48 dapat diestimasikan dengan menggunakan strategi compatible number menjadi 4.800 : 48 sehingga dapat dengan mudah hasilnya yaitu 100.

Special strategy, Bilangan-bilangan khusus meliputi pangkat 10 dari suatu bilangan atau pecahan dan desimal yang umum, 9,84% dari 816 dapat diestimasikan dengan menggunakan bantuan 10% karena 9,84% mendekati 10% sehingga 10% dari 816 = 81,6%. Demikian juga hasilnya dengan 103,96 x 14,8 dapat diestimasikan dengan menggunakan bantuan 100 karena 103,96 mendekati 100 sehingga 100 x 14,8 = 14.800. Contoh-contoh ini memiliki bilangan spesial sehingga dapat diestimasikan dengan mudah. Untuk contoh 9,845% mendekati nilai spesial 10%, 103,96% mendekati nilai spesial 100.

Grouws (1992:373) menjelaskan ada 3 proses kunci estimasi yang digunakan seseorang untuk dapat mengestimasi dengan baik yaitu sebagai berikut:

Reformulation, yaitu proses mengubah

bentuk ke suatu bentuk lain yang lebih mudah ditangani dengan mental tanpa mengubah struktur masalah. Contohnya (6 x 347) : 43 diubah menjadi (6 x 350) : 42.

Translation, yaitu mengubah struktur

masalah matematika menjadi bentuk yang lebih mudah dilakukan perhitungan secara mental, misalnya mengubah 8.946 + 7.212 + 7.814 menjadi 8.000 x 3 dan mengubah (347x 6):43 menjadi 347 x (6:43) dan selanjutnya 350: 7.

Compensation, yaitu penyesuaian yang

dibuat untuk merefleksikan variabel numerik yang diperoleh dari hasil translasi atau reformulasi. Misalnya untuk masalah 21.319.908 :26 diperoleh dengan membagi 26.000.000 dengan 26 yang menghasilkan 1.000.000, kemudian dikompensasikan ke bawah menjadi 850.000.

Seorang siswa akan memiliki kemampuan estimasi, bila guru telah memberikan atau mengajarkan keterampilan itu dengan tepat,

(5)

siswa mempunyai pengetahuan awal yang baik, serta lingkungan atau sarana prasarana yang mendukung. Guru akan mengajar dengan baik, jika didukung dengan kemampuan atau penguasaan terhadap estimasi tersebut. Permasalahannya apakah guru telah memiliki kemampuan itu, sebab pada kurikulum atau buku-buku yang biasa digunakan sebagai sumber belajar jarang ditekankan masalah estimasi.

Berdasarkan hal tersebut penulis terdorong untuk mengetahui kemampuan guru sekolah dasar dalam melakukan estimasi terhadap operasi berhitung, dan hubungannya dengan kemampuan perhitungan biasa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat eksploratif untuk menggali informasi mengenai kemampuan guru sekolah dasar dalam estimasi. Subjek penelitian adalah 15 orang guru sekolah dasar yang terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Surabaya program S1 PGSD pada tahun pelajaran 2008/2009 dan mereka sudah mempunyai pengalaman sebagai guru SD kurang lebih 3-5 tahun, serta pendidikannya SMA atau D3 PGSD di tu kabupaten wilayah barat Jawa Timur. Instrumen penelitian ini terdiri dari 15 nomor soal yang terbagi atas 5 butir soal yang berkaitan dengan operasi bilangan bulat, yakni penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, 6 butir soal yang berhubungan dengan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pada bilangan desimal, serta 4 nomor soal yang berhubungan dengan operasi penjumlahan, pengurangan dan perkalian pada pecahan. Soal yang dikembangkan untuk estimasi adalah soal yang berbentuk pilihan ganda disertai alasan memilih alternatif jawaban, sedangkan soal yang dikerjakan dengan perhitungan biasa adalah soal yang sama namun berbentuk esai. Instrumen ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Bana dan Dolma (2004). Prosedur penelitian adalah subjek diberikan soal berhitung berbentuk pilihan ganda yang disertai alasan memilih alternatif jawaban. Alasan pemilihan jawaban diminta untuk menggunakan estimasi. Pelaksanaan tes berlangsung 30 menit, setelah beristirahat diberikan soal yang sama tapi diminta untuk mengerjakan dengan perhitungan biasa dengan

waktu 30 menit. Selama berlangsungnya tes, baik pada tes pertama maupun kedua, semua peserta tidak diperkenankan menggunakan kalkulator dan sejenisnya. Pemberian skor hasil tes ditempuh langkah sebagai berikut.

Soal yang dikerjakan dengan estimasi : (1) apabila menjawab benar dan memberikan alasan yang benar maka diberikan nilai 2, (2) apabila menjawab benar dan alasan salah maka diberikan nilai 1, dan (3) apabila memberikan jawaban dan alasan salah atau tidak memberikan jawaban sama sekali diberikan nilai 0. Skor perolehan adalah total nilai yang telah dikonversi keskala 0-100.

Soal yang dikerjakan dengan perhitungan biasa dilakukan: (1) apabila menjawab dengan benar maka diberikan nilai 2, (2) apabila menjawab sebagian saja yang benar maka diberikan nilai 1, dan (3) apabila jawaban yang diberikan salah semua maka diberikan nilai 0. Skor perolehan adalah total nilai yang telah dikonversi ke-skala 0-100.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tes tentang materi berhitung yang dikerjakan dengan cara estimasi dan perhitungan biasa, secara rinci disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Skor hasil tes guru-guru tentang berhitung menggunakan estimasi dan perhitungannya (N = 15)

No. Skor hasil

Estimasi Skor Hasil Perhitungan 1. 27 80 2. 33 40 3. 40 63 4. 20 73 5. 20 40 6. 53 60 7. 47 50 8. 47 50 9. 47 97 10. 20 43 11. 67 70 12. 47 47 13. 33 40 14. 47 67 15. 40 43 Rata-rata 39,20 57,53

(6)

Tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa rata-rata kemampuan yang dimiliki guru pada kedua perhitungan tersebut, yaitu rata-rata berturut-turut 39,20 dan 57,53 (skala 0-100). Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan perhitungan

biasa lebih baik daripada kemampuan estimasi, meskipun skor rata-rata masih termasuk rendah. Secara rinci, kemampuan guru pada estimasi berhitung maupun pada perhitungan biasa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jawaban benar berdasarkan Estimasi dan perhitungan (N=15)

Materi dan soal Estimasi Perhitungan

Bilangan Bulat Penjumlahan 1) 9965 + 8972+8138+8090 80 80 Pengurangan 2) 312 – 119 7 80 Perkalian 3) 18 x 19 33 100 4) 51 x 48 53 80 Pembagian 5) 598 : 9 20 80 Bilangan Desimal Penjumlahan 6) 590,43 + 312,5 7 93 7) 96,7 + 147,4 + 62,75 + 36,8 13 80 Pengurangan 8) 0,72 – 0,009 80 87 Perkalian 9) 0,5 x 840 73 100 10) 87 x 0,09 7 80 Pembagian 11) 54:0,09 0 87 Pecahan Penjumlahan 12) 2 1 4 3 86 80 Pengurangan 13) 4 3 8 7 60 87 Perkalian 14) 4 1 dari 798 47 67 15) 8 5 dari 512 0 87 Rata-rata Skor 38 84

(7)

Tabel 2 tersebut memperlihatkan bahwa dari beberapa aspek materi yang diperhatikan ternyata aspek paling sulit diestimasi oleh guru adalah pada aspek pengurangan bilangan bulat; penjumlahan, perkalian dan pembagian bilangan desimal serta perkalian pecahan dengan tingkat persentase terkerjakan dengan benar dari aspek tersebut adalah antara 0 – 7%. Sementara kemampuan guru dalam melakukan perhitungan biasa pada aspek tersebut sangat baik dengan persentase terkerjakan dengan benar berkisar antara 80--87%.

Uraian tersebut memberi gambaran bahwa kemampuan guru sekolah dasar pada estimasi berhitung masih sangat rendah utamanya pengurangan bilangan bulat, penjumlahan, perkalian dan pembagian bilangan desimal serta perkalian pecahan. Selain itu, hal ini juga memberi indikasi bahwa guru sekolah dasar masih lebih banyak memberikan perhatian pada penggunaan proses perhitungan biasa dalam mendapatkan suatu jawaban dibanding menggunakan proses estimasi berhitung. Padahal dalam memilih jawaban pada soal yang berbentuk pilihan ganda, proses estimasi kadang jauh lebih efektif dan efisien digunakan dari pada proses perhitungan biasa. Sebab kalau seseorang mengerjakan soal pilihan ganda sebagaimana soal esei, maka waktu yang disediakan tidak akan mencukupi.

Tabel 2 tersebut juga memperlihatkan bahwa terdapat beberapa soal yang tingkat terkerjakannya sangat tinggi, baik dengan cara estimasi maupun dengan cara perhitungan biasa. Misalnya soal nomor 1, 8 dan 12.

Soal nomor 1, persentase tingkat terjawabnya dengan benar baik yang dikerjakan dengan menggunakan cara estimasi maupun dengan cara perhitungan biasa cukup tinggi yakni masing-masing sebesar 80%. Samanya persentase yang menjawab dengan cara estimasi dan cara perhitungan biasa disebabkan proses estimasi tidak dilakukan di saat disuruh mengerjakan dengan cara estimasi, tetapi mereka juga melakukan cara perhitungan biasa. Hasil yang diperoleh dengan perhitungan biasa dibandingkan dengan alternatif jawaban yang ada, alternatif jawaban yang paling dekat dengan hasil perhitungan, itu yang dijadikan sebagai jawaban dari soal tersebut. Hal ini diketahui dari hasil coret-coretan (buram) mereka yang menyatakan bahwa sebenarnya jawabannya adalah 35.165, sedangkan jawaban

yang paling dekat dari bilangan tersebut adalah 35.000, sehingga alternatif jawaban yang dipilih adalah C. Secara rinci disajikan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Persentase alternatif jawaban menggunakan estimasi soal nomor 1 yakni, 9965 + 8972+8138+8090

Alternatif pilihan Banyak yang memilih (%)

A. 34.000 0

B. 34.500 0

C. 35.000* 86

D. 35.500 14

Keterangan: * pilihan yang benar

Tabel 3. Memperlihatkan alternatif jawaban yang diberikan guru saat tes dilaksanakan baik menggunakan estimasi maupun perhitungan biasa. Demikian pula soal nomor 8 dan 12, persentase tingkat terkerjanya dengan benar dari kedua cara perhitungan tersebut tergolong tinggi dan hampir sama yakni pada soal nomor 8 tingkat terkerjakannya dengan cara estimasi sebesar 80%, sedangkan dengan cara perhitungan biasa sebesar 87%. Pada soal nomor 12 tingkat terkerjakannya dengan cara estimasi sebesar 86%, sedangkan dengan cara perhitungan biasa sebesar 80%.

Persentase terkerjakan dengan benar kedua soal ini hampir sama, hal ini disebabkan suruhan mengerjakan proses estimasi tidak dilakukan, tetapi dikerjakan dengan proses perhitungan biasa seperti halnya yang dikerjakan pada soal nomor 1 di atas. Alternatif jawaban yang paling dekat dengan hasil perhitungan yang mereka peroleh, dipilih sebagai jawaban dari soal tersebut. Pernyataan ini diperkuat dari hasil coretan-coretan mereka yang menyatakan bahwa untuk soal nomor 8 jawaban sebenarnya adalah 0,711 dan yang paling dekat dengan hasil perhitungan tersebut adalah alternatif jawaban D yakni 0,7. Sedangkan untuk soal nomor 12 mereka menyatakan bahwa hasil sebenarnya 1

4 1

, jawaban yang paling dekat dari bilangan tersebut adalah 1, sehingga mereka memilih alternatif jawaban A.

Uraian di atas memberi gambaran bahwa dalam memilih alternatif jawaban, guru belum melakukan proses estimasi tetapi hanya proses perhitungan biasa. Secara rinci persentase yang benar memilih jawaban pada soal nomor 8 dan 12 disajikan pada Tabel 4 dan 5.

(8)

Tabel 4. Persentase alternatif jawaban menggunakan estimasi soal nomor 8 yakni, 0,72 x 0,009

Alternatif pilihan Banyak yang memilih (%)

A. 0,06 0

B. 0,6 20

C. 0,07 0

D. 0,7* 80

Keterangan: * pilihan yang benar

Tabel 5. Persentase alternatif jawaban menggunakan estimasi soal nomor 11 yakni

2 1 4 3

Alternatif pilihan Banyak yang memilih (%)

A. 1* 86

B. 3 7

C. 4 7

D. 6 0

Keterangan: * pilihan yang benar

Pemberian soal yang mempunyai alternatif jawaban yang bila dikerjakan dnegan perhitungan biasa akan diperoleh hasil yang eksak dilakukan untuk mengetahui lebih jauh proses yang dilakukan guru dalam memilih suatu jawaban. Persentase alternatif jawaban yang menggunakan estimasi disajikan pada tabel 6 dan 7.

Tabel 6. Persentase alternatif jawaban menggunakan estimasi soal nomor 11, yakni 54 : 0,09.

Alternatif pilihan Banyak yang memilih (%)

A. 600 74

B. 540* 0

C. 54 0

D. 5,4 26

Keterangan: * pilihan yang benar

Tabel 6 memperlihatkan bahwa persentase jawaban guru pada umummnya pada alternative jawaban eksak yakni sebesar 74% sedangkan pada alternatif jawaban yang benar menurut cara estimasi adalah 0%. Hal ini memberikan gambaran bahwa guru tersebut juga tidak melakukan proses estimasi pada pembagian dengan pecahan desimal, tetapi menggunakan perhitungan biasa. Hal ini diperkuat dengan persentase alternatif jawaban eksak mendekati dengan persentase banyak menjawab benar melalui perhitungan biasa yakni 87 %, seperti yang ditampilkan pada tabel 7.

Tabel 7. Persentase alternatif jawaban menggunakan estimasi soal nomor 15, yakni

8 5

dari 512

Alternatif pilihan Banyak yang memilih (%)

A. 300* 0

B. 320 53

C. 256 20

D. 250 27

Keterangan: * pilihan yang benar

Demikian pula untuk soal nomor 15 yang disajikan pada tabel 7, memperlihatkan bahwa persentase jawaban mereka umummnya pada alternatif jawaban eksak yakni sebesar 53%, sedangkan persentase yang menjawab benar menurut cara estimasi adalah 0%. Hal ini memberikan gambaran bahwa guru tersebut juga tidak melakukan proses estimasi, tetapi menggunakan perhitungan biasa dalam mendapatkan alternatif jawaban. Hal ini diperkuat dengan persentase banyaknya yang memilih jawaban eksak seiring dengan persentase banyak menjawaban benar melalui perhitungan biasa yakni 87 % (tabel 2).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bana dan Dolma (2004) meskipun subjeknya berbeda. Penelitian Bana dan Dolma menggunakan siswa pada kelas VII sebanyak 77 siswa di Australia. Hasilnya kemampuan siswa dalam berhitung 10 poin lebih baik daripada estimasi. Penelitian ini dengan subjek guru SD yang hasilnya sekitar 18 poin kemampuan guru dalam berhitung lebih baik daripada kemampuan estimasi, yaitu 57,5 dibanding 39,2. Dengan hasil ini dapat diprediksikan bahwa kemampuan siswa dalam estimasi tidak lebih baik dari 18 poin. Hasil ini jelas menggambarkan bahwa siswa maupun guru menjawab masalah secara mekanis langsung pada perhitungan tanpa melihat makna soal. Dengan kata lain guru maupun siswa lebih sering menggunakan perhitungan yang diajarkan daripada menngunakan kemampuan estimasinya. Dengan demikian perlu diperhatikan bahwa proses belajar di kelas perlu lebih menekankan atau memberi ruang pada upaya meningkatkan kemampuan estimasi.

Operasi perhitungan yang sulit dilakukan estimasi oleh guru adalah pengurangan bilangan bulat, penjumlahan desimal, pembagian desimal, perkalian desimal, dan perkalian pecahan. Bila

(9)

diperhatikan aspek materi perhitungan, maka estimasi pada bilangan desimal yang paling sulit dilakukan guru, dan tidak menutup kemungkinan terjadi pada siswa sekolah dasar. Hal tersebut kemungkinan juga dipengaruhi standar isi untuk sekolah dasar yang tercantum pada KTSP (2006), kompetensi dasar yang berkaitan dengan estimasi adalah pada kelas IV, dan V semester 1 untuk bilangan bulat, bukan pada pecahan atau desimal. Demikian juga pada buku-buku yang beredar, jika terdapat pembahasan tentang menaksir atau estimasi hanya untuk materi bilangan bulat. Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan estimasi terutama pada materi desimal perlu diupayakan pembelajaran yang memadai. Berdasar buram yang disediakan juga tampak bahwa guru yang mendapatkan skor tinggi pada estimasi ternyata tanpa menggunakan kemampuan estimasi, tetapi lebih karena hasil perhitungan eksak yang nilainya dibuat pendekatan tertentu, seperti diminta menaksir 9965+8972+8138+8090, hasil sebenarnya adalah 35.165 tetapi didekatkan dengan pilihan jawaban yang disediakan sehingga jawabannya 35.000. Kelihatan mereka tanpa berpikir bahwa 9965 mendekati 10.000, 8972 mendekati 9.000, 8138 mendekati 8.000, dan 8090 mendekati 8000, sehingga jika dijumlah menjadi 35.000.

Gambaran hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan estimasi yang banyak berguna dalam kehidupan sehari-hari perlu dilatihkan dan dikembangkan mendahului cara perhitungan eksak atau sesudahnya. Penelitian yang berkaitan dengan estimasi juga perlu dikembangkan seperti bagaimana kamampuan berpikir siswa dalam estimasi itu, serta bagaimana pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan itu baik pada guru maupun siswa sekolah.

SIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam melakukan estimasi berhitung lebih rendah dibandingkan dengan berhitung biasa. Hasil estimasi berhitung yang masih sangat rendah terutama pada pengurangan bilangan bulat, penjumlahan, perkalian, dan pembagian bilangan desimal, serta perkalian pecahan.

Guru di dalam melakukan estimasi berhitung belum menggunakan strategi estimasi, tapi masih menghubungkan dengan perhitungan

biasa. Hasil yang diperoleh dari perhitungan biasa dibandingkan dengan alternatif jawaban yang ada dan yang paling dekat dengan hasil perhitungan, itu yang dijadikan dasar untuk memilih alternatif jawaban.

Mengingat estimasi ini manfaatnya sangat banyak, baik dalam pembelajaran matematika pada jenjang persekolahan maupun dalam kehidupan sehari-hari, maka perlu menjadi perhatian guru untuk mengembangkan pembelajaran yang efektif terutama pada pemecahan masalah. Para peneliti dapat memberikan perhatian, terutama untuk lebih mendalami masalah-masalah yang berkaitan estimasi, seperti bagaimana proses berpikir siswa, bagaimana media pembelajaran yang efektif, atau penilaian yang mengungkapkan kesulitan siswa dalam melakukan estimasi.

DAFTAR RUJUKAN

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI),

Sekolah Menengah Pertama

(SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs),

Sekolah Menengah Atas (SMA)/

Madrasah Aliyah (MA): Pusat

Kurikulum, Balitbangdiknas, Jakarta. Grouws D.A. 1992. Handbook for Research on

Mathematics Teaching and Learning.

New York: Macmillan Publishing Company.

Hiebert, J. Ed. 1986. Conceptual and

Procedural Knowledge: The Case of

Mathematics New York: Macmillan Publishing Company.

Jack, B. & Phuntsho, D. 2004. The

Relationship between the Estimation and Computation Abilities of Year 7 Students.

Mathematics Education research group of Australasia Inc.

Kartono, K. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Post, T.R. 1992. Teaching Mathematics in

Grade K-8. Massachusetts: Allyn and

Bacon.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika

di Indonesia. Jakarta: Dikti Depdiknas.

O'Daffer, The Value Of Estimation, Chapter 3 (http://www.johngclayton.co.uk

/website %20 files/ Output%20ch3.pdf diakses pada tangga 19 Desember 2008

(10)

Owens, D.T. 1993. Research Ides for the

Classroom (Middle grades mathematics).

New York: Macmillan Publishing Company.

Walle, John A. Van De. 1994. Elementary

School Mathematics: Teaching

Developmentally. New York: Longman

Publishing Group. Whole Number Arithmetic Online Documentation, Use estimating skills

(http://www.ssoftware.com/docs/wnadoc/es timate.html) diakses bulan oktober 2008.

Gambar

Tabel 1. Skor hasil tes guru-guru tentang berhitung  menggunakan estimasi dan perhitungannya (N
Tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa rata-rata  kemampuan  yang  dimiliki  guru    pada  kedua  perhitungan  tersebut,  yaitu  rata-rata   berturut-turut 39,20 dan 57,53 (skala 0-100)
Tabel  6  memperlihatkan  bahwa   persentase jawaban guru pada umummnya pada  alternative  jawaban  eksak  yakni  sebesar  74%

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar tersebut siswa diminta untuk mencari jawaban dari soal perkalian, dalam jawaban siswa diatas dapat dilihat bahwa siswa salah dalam mengalikan dua

Hasil ini didukung wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah diketahui bahwa berbagai kegiatan sudah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran di antaranya

Salah satu cara untuk mencari hasil bagi suatu pembagian adalah pembagian cara panjang, yaitu menentukan jawaban sementara, dengan cara menduga, kemudian

Dari jawaban siswa setelah wawancara, dapat diketahui bahwa mereka mengalami kesulitan dalam Memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan dan

Solusi dalam pelaksanaan pembelajaran daring yang sudah dipaparkan oleh peneliti diperkuat oleh hasil penelitian dari (Asmuni 2020) yang menyatakan bahwa solusi untuk

Selain itu, Reys (1994) juga menyatakan bahwa number sense mengacu pada kemampuan untuk menghitung dengan teliti dan efisien. Dari paparan sebelumnya, disimpulkan bahwa

Dari hasil wawancara terhadap guru dan siswa telah diperoleh hasil bahwa kemampuan penalaran siswa terhadap materi operasi hitung bilangan cacah saat bernalar

Representasi perkalian pecahan dengan bilangan bulat dengan dua cara berbeda Sementara itu mahasiswa lebih mampu merepresentasikan dengan model yang benar untuk perkalian