• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK. Gambaran Kemampuan Perawat dalam Pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru di Ruang Icu Rumah Sakit Tingkat II Pelamonia Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK. Gambaran Kemampuan Perawat dalam Pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru di Ruang Icu Rumah Sakit Tingkat II Pelamonia Makassar"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

“Gambaran Kemampuan Perawat dalam Pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru di Ruang Icu Rumah Sakit Tingkat II Pelamonia Makassar”

Irma Hadi Surya1 , Sri Syatriani21 , Suarni1 1 SekolahTinggiIlmuKesehatan Makassar

Kemampuan dalam melaksanakan Resusitasi Jantung Paru wajib dimiliki oleh perawat terutama yang bertugas di ruang ICU. Berdasarkan dari hasil survey yang telah dilakukan di Rumah Sakit Tk. II Pelamonia, dari seluruh penderita penyakit jantung yang masuk di ICU tahun 2014, sebanyak 93 orang (19%) yang meninggal karena henti jantung. Dari angka diatas menunjukkan bahwa kematian disebabkan henti jantung masih cukup banyak. Oleh karena itu perawat yang bekerja di rumah sakit harus memampu melaksanakantindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Penelitian ini bertujuan agar diketahuinya pengetahuan perawat tentang pelaksanaan resusitasi jantung paru, diketahuinya tingkat pendidikan perawat terkait kemampuan melaksanakan resusitasi jantung paru, diketahuinya masa kerja perawat dengan kemampuan pelaksanaan resusitasi jantung paru dan diketahuinya kemampuan perawat yang telah mengikuti kegiatan pelatihan dalam pelaksanaan resusitasi jantung paru.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan tehnik pengambilan sampel secara total sampling sebanyak 19 responden dari seluruh populasi yang ada di ruang ICU Rumah sakit Tk. II Pelamonia Makassar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetahuan Perawat Dalam Melaksanakan RJP ada 13 responden (68,4%) yang berpengetahuan kurang, sebanyak 14 orang (73,7%) yang berpendidikan DIII Keperawatan, pernah mengikuti pelatihan sebanyak 15 orang (78,9%) danyang masa kerjanya lama sebanyak 10 orang (52,6%).

Dapat disimpulkan bahwa perawat di Ruang ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia semuanya mampu melaksanakan RJP. Saran yang diajukan pada penelitian ini agar pengetahuan dan keterampilan tindakan RJP untuk selalu di tingkatkan baik formal maupun non formal sehingga dalam memberikan pertolongan pada situasi kritis dapat dilakukan dengan lebih efektif.

Kata kunci : Resusitasi Jantung Paru, Pengetahuan, Pendidikan, Pelatihan dan Masa Kerja

(2)

Pendahuluan

Ruang perawatan intensif (Intensif Care Unit) adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih, serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus (Depkes, 2006).

Menurut Maryuani (2009) dalam Christian L(2013), pelayanan intensif merupakan pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi yang berbentuk bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien yang mempunyai masalah aktual dan potensial, mengancam kehidupan, terjadi secara mendadak atau tidak diperkirakan.

Sebagai penyedia pelayanan, perawat dituntut memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan cermat dengan tujuan mendapatkan kesembuhan tanpa kecacatan. Oleh karena itu perawat perlu membekali dirinya dengan pengetahuan dan perlu meningkatkan keterampilan yang spesifik yang berhubungan dengan kasus-kasus kegawat- daruratan utamanya kasus kegawatan pernafasan dan kegawatan jantung.

Salah satu kompetensi dasar minimal yang harus dimiliki perawat di ruang intensif adalah memberikan Basic life support. Basic life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan mendukung pernafasan dan sirkulasi. Tujuan

pemberian Basic Life Support atau

Bantuan Hidup Dasar adalah

berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik secara spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.

Survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, bahwa penyakit jantung adalah nomor satu penyebab kematian global. Lebih banyak orang meninggal setiap tahun disebabkan penyakit jantung. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal akibat penyakit jantung pada tahun 2012, yang mewakili 31% dari semua kematian global. Dari kematian ini, diperkirakan 7,4 juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan 6,7 juta disebabkan oleh stroke.

. Asia Tenggara juga diprediksi merupakan daerah yang mengalami peningkatan tajam angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.

Prevalensi pasien dengan penyaki tjantung di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 sebesar 0,5% pasien menderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan 0,13% menderita Gagal Jantung. Prevalensi pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Sulawesi Selatan sebesar 0,6% dan pasien

(3)

dengan Gagal Jantung sebesar 0,07%.

Pasien penderita penyakit jantung yang masuk di ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar pada tahun 2014 sebanyak 473 orang dan sebanyak 93 orang (19%) yang meninggal karena henti jantung (Cardiac Arrest).

Kematian akan timbul bila sel tubuh tidak mendapatkan oksigen. Jaringan vital seperti otak dan jantung yang akan rusak paling dahulu, dan kematian biasanya disebabkan kerusakan otak dan jantung. Penderita dinyatakan mati secara klinis apabila berhenti bernafas dan jantung berhenti berdenyut. Kematian klinis mungkin masih dapat diubah menjadi hidup kembali apabila dilakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Keadaan mati klinis perlu dilakukan tindakan cepat agar tidak menjadi mati biologis. Tindakan yang dilakukan secara umum disebut Bantuan Hidup Dasar yaitu segala hal yang bersangkutan dengan Circulation, Airway, dan Breathing. Secara khusus, tindakan yang dilakukan pada mati klinis disebut sebagai Resusitasi Jantung Paru (RJP), yaitu memberikan nafas buatan sambil melakukan tindakan memijat jantung.

Resusitasi diartikan sebagai menghidupkan kembali atau memberi hidup baru. Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis yang dilakukan terhadap

mereka yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah kematian. Kematian di dalam klinik diartikan sebagai hilangnya kesadaran dan semua refleks, disertai berhentinya pernafasan dan peredaran darah yang ireversibel. Oleh karena itu resusitasi merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula (Sudarwanto, 2002 dalam Christian L, 2013).

Resiko kematian bisa diminimalisir dengan pemberian Cardiopulmonary resusitation(CPR) dan defibrilasi segera dari gejala awal tampak. Pemberian Cardiopulmonary resusitation(CPR) dan defibrilasi yang tepat waktu bisa mengembalikan pasien ke kondisi semula tanpa kerusakan otak. Kunci penanganan kondisi kegawatan jantung (Cardiac Arrest) adalah harus ada kesinambungan dari hulu sampai ke hilir, yaitu dari orang yang pertama kali menemukan korban, ambulan gawat darurat, UGD, ICU, sampai ke pelayanan perawatan di bangsal harus satu bahasa (mempunyai pandangan dan kemampuan yang sama). Kemampuan dokter jaga UGD atau ICU harus diimbangi dengan kemampuan perawat (Nugroho, 2011).

(4)

Berhasil atau tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat dan tepatnya tindakan dan teknik pelaksanaan. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (Cardiac Arrest) telah berlangsung lebih dari 8 menit karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi. Kondisi yang demikian sering dihadapi oleh perawat yang bertugas di ICU sehingga perawat wajib memiliki kemampuan dalam melaksanakan resusitasi jantung paru.

Kemampuan dasar yang harus dimiliki dan terus diasah oleh perawat adalah memiliki keterampilan yang tinggi, cakap, dan tanggap dalam melayani pasien termasuk dalam pemberian tindakan resusitasi jantung paru.

Kemampuan merupakan kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan (Stephen P. Robbins, dan Timonthy A. Judge, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho tahun 2011 menunjukkan rata-rata umur perawat ruang rawat inap 28 tahun, jenis kelamin terbanyak perempuan, rata-rata masa kerja 6 tahun dengan pendidikan terbesar DIII keperawatan. Rata-rata tingkat pengetahuan perawat tentang Cardiac Arrest baik, rata-rata pernah menangani pasien Cardiac Arrest 1 -

2 kali dalam 2 tahun terakhir, sebagian besar perawat dalam 2 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan tentang Cardiac Arrest, dan rata-rata perawat ruang rawat inap berkategori siap. Berdasarkan distribusi jawaban responden terhadap kuesioner penelitian diketahui bahwa masih banyak perawat ruang rawat inap yang belum mengetahui definisi

Cardiac Arrest dan tekhnik

pemberian bantuan nafas yang benar. Pengetahuan tentang resusitasi jantung paru merupakan hal utama yang harus dikuasai oleh seorang perawat sebelum melakukan tindakan tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru salah satunya adalah pernah atau tidaknya mengikuti pelatihan.

Pendidikan atau penyuluhan adalah upaya agar invidu, kelompok dan masyarakat, berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan himbauanajakan, memberi informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya. Pendidikan non formal dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan pada perawat sehingga terjadi perubahan perilaku, pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pelatihan tentang resusitasi jantung paru adalah salah satu pendidikan non formal

(5)

yang harus diikuti oleh seorang perawat.

Rumah sakit Tk. II pelamonia sedang menuju akreditasi nasional 2012 versi Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Salah satu elemen penting yang harus dipahami dan mampu dilaksanakan oleh seluruh personil yang bekerja di rumah sakit terutama tenaga perawat dan dokter yaitu Bantuan Hidup Dasar (BHD) dalam hal ini Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Hasil penelitian yang dilakukan Christian Suarnianti Ismail tahun 2013 menunjukan rata-rata pengetahuan responden tentang konsep resusitasi jantung paru di ruang ICU dan UGD RSUD Kolonodale Propinsi Sulawesi tengah masih tergolong cukup dimana dari total 30 responden, hanya 15 orang yang memiliki pengetahuan baik, sedangkan 15 orang masih memiliki pengetahuan kurang.

BahandanMetode

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran Kemampuan Perawat Dalam Pelaksanaan RJP di Ruang ICU Rumah Sakit Tingkat II Pelamonia Makassar.

A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Tingkat II Pelamonia Makassar

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2015 sampai dengan tanggal 10 April 2015.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di Ruang ICU Rumah Sakit Tingkat II Pelamonia Makassar sebanyak 19 orang perawat.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di Ruang ICU Rumah Sakit Tingkat II Pelamonia Makassar sebanyak 19 orang. Dalam penelitian ini, metode penarikan sampel yang digunakan yaitu metode Total Sampling dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel.

C. Pengumpulan Data a. Data Primer

Data dalam penelitian ini diperoleh langsung dari subyek penelitian oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner dan observasi.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari pihak terkait di wilayah penelitian yaitu di RS Tingkat II Pelamonia Makassar, sebagai data pelengkap yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

(6)

Hasil

Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengeditan, pengkodean dan kemudian tabulasi data. Dan dapat dilihat selengkapnya hasil penelitian tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan narasi sebagai berikut :

1. Karakteristik responden a. Jenis Kelamin

Tabel 1

Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar Tahun 2015

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 5 26,3

Perempuan 14 73,7

Jumlah 19 100,0

Sumber : Data Primer

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki. Responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 14 orang (73,7%) dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5 orang (26,3%). b. Umur

Tabel 2

Distribusi Responden Menurut Umur

di Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar Tahun 2015

Umur (Tahun) n % 21-27 13 68,4 28-34 2 10,5 35-41 2 10,5 49-55 2 10,5 Jumlah 19 100,0

Sumber : Data Primer

Tabel 2 menunjukkan bahwa responden paling banyak yang berumur 21-27 tahun (68,4%)

(7)

2. Analisis univariat

a. Distribusi responden menurut pengetahuan perawat dibedakan atas cukup dan kurang tentang kemampuan melaksanakan resusitasi jantung paru dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel3

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan di Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar Tahun 2015

Pengetahuan Responden n %

Kurang 13 68,4

Cukup 6 31,6

Jumlah Jumlah 19

Sumber:Data Primer

Tabel 3 menunjukkan bahwa responden di ruang ICU yang berpengetahun kurang sebanyak 13 orang (68,4%), sedangkan yang berpengetahuan cukup sebanyak 6 orang (31,6%).

b. Distribusi responden menurut tingkat pendidikan perawat dibedakan atas berpendidikan tinggi dan rendah dalam melaksanakan resusitasi jantung paru dapat di lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4

Distribusi Responden Menurut Pendidikan di Rumah Sakit Tk. II PelamoniaMakassar Tahun 2015

Pendidikan Responden n % DIII Kep 14 73,7 S1Kep 2 10,5 Ners 3 15,8 Jumlah Jumlah 19 Sumber:Data Primer

Tabel 4 menunjukkan bahwa responden yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan RJP dengan pendidikan D III Keperawatan sebanyak 14 orang (73,7%), sedangkan responden yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan resusitasi jantung paru dengan pendidikan S1 Keperawatan sebanyak 2 orang (10,5%).

(8)

c. Distribusi responden menurut pelatihan perawat tentang pelaksanaan resusitsi jantung paru dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5

Distribusi Responden Menurut Pelatihan

di Rumah Sakit Tk. II PelamoniaMakassar Tahun 2015

Pelatihan Responden n %

Tidak Pernah 4 21,1

Pernah 15 78,9

Jumlah 19 100,0

Sumber : Data Primer

Tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang pernah mengikuti pelatihan tentang resusitasi jantung paru sebanyak 15 orang (78,9%), sedangkan yang belum pernah/tidak pernah mengikuti pelatihan sebanyak 4 orang (21,1%).

Tabel 6

Distribusi Responden Menurut Jenis Pelatihan yang Pernah Diikuti di Rumah Sakit Tk. II PelamoniaMakassar Tahun 2015

Jenis Pelatihan n % BCLS 7 46,7 BCLS, BTLS 1 6,7 BHD 1 6,7 BHD, BCLS 1 6,7 BTCLS 3 20,0 BTCLS, BHD 1 6,7 BTCLS, PPGD 1 6,7 Jumlah 15 100,0

Sumber : Data Primer

Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis pelatihan yang paling banyak diikuti oleh responden adalah pelatihan BCLS. Sebanyak 7 oang (46,7%) yang mengikuti pelatihan BCLS, 1 orang (6,7%) mengikuti pelatihan BCLS dan BTLS, dan 1 orang (6,7%) yang mengikuti pelatihan BCLS dan BHD. Namun ada juga beberapa orang yang telah mengikuti 2 jenis pelatihan yang berbeda.

(9)

d. Distribusi responden menurut masa kerja perawat tentang kemampuan melaksanakn resusitasi jantung paru dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7

Distribusi Responden Menurut Masa Kerja di Rumah Sakit Tk. II PelamoniaMakassar Tahun 2015

Masa Kerja Responden n %

Tidak Lama 9 47,4

Lama 10 52,6

Jumlah Jumlah 19

Sumber : Data Primer

Tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai kemampuan melaksanakan resusitasi jantung paru dengan masa kerja lama ada sebanyak 10 orang (52,6%) sedangkan yang masa kerjanya tidak lama ada sebanyak 9 orang (47,4%).

e. Ditribusi responden menurut kemampuan perawat dalam melakukan resusitasi jantung paru dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 8

Distribusi Responden Menurut Kemampuan Perawat Dalam Melaksanakan RJP di Rumah Sakit Tk. II PelamoniaTahun 2015

Kemampuan melakukan RJP n %

Tidak Mampu 0 0

Mampu 19 100,0

Jumlah Jumlah 19

Sumber: Data Primer

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari seluruh responden di ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia ada sebanyak 19 orang (100%) yang mampu melakukan resusitasi jantung paru.

(10)

Pembahasan

American Health Association (AHA, 2010 dalam Aziz Nur Fathoni 2014) mengatakan Basic Life Suport adalah tindakan pertolongan pertama yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang mengalami kondisi gawat, termasuk yang mengalami serangan jantung/ henti jantung dan henti nafas, seseorang yang mengalami hal tersebut belum tentu ia mengalami kematian, mereka masih dapat ditolong dengan tindakan pertolongan pertama berupa resusitasi jantung paru (RJP) dan pemeriksaan primary survey.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan responden sebanyak 19 orang di ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar 2015, maka dapat dibahas berdasarkian variabel penelitian yang diteliti adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Pengetahuan yang baik sangat berpengaruh pada keterampilan perawat. Keterampilan asal dari kata “terampil” yang bermakna cakap dalam melaksanakan tugas, mampu dan cekatan atau dalam arti lain keterampilan atau kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan yang dimiliki kedalam bentuk tindakan. Dimana perawat harus memiliki keterampilan baik dalam komunikasi efektif, objektifitas dan kemampuan dalam membuat keputusan klinis secara cepat dan tepat agar perawatan setiap pasien

menjadi maksimal (Dunnete, 2007 dalam CristianL,2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di uang ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar ada sebanyak 13 orang (68,4%) yang berpengetahuan kurang, sedangkan yang berpengetahuan cukup sebanyak 6 orang (31,6%). Namun dari observasi yang dilakukan semuanya mampu melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru.

Responden yang berpengetahuan kurang tetap mampu melaksanakan RJP dikarenakan perawat di Ruang ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia telah mendapatkan pendidikan kegawatdaruratan baik secara formal maupun non formal. Pendidikan formal kegawatdaruratan telah didapatkan pada jenjang D III, S1 maupun Ners. Dapat kita lihat bahwa pendidikan perawat diruang ICU minimal berpendidikan DIII Kep dan beberapa perawat di Ruang ICU telah mengikuti pelatihan. Sedangkan pendidikan nonformal dapat diperoleh dari beberapa pelatihan seperti pelatihan BCLS, dan masih banyak lagi jenis penelitian yang lain terkait resusitasi jantng paru.

Pengetahuan responden ini dinilai dari kuesioner yang telah diberikan. Namun ada beberapa responden yang menjawab dibawah rata-rata jawaban seluruh responden. Hal ini dikarenakan responden sering terkecoh dengan pertanyaan yang diberikan. Dan ada beberapa

(11)

responden yang telah mengikuti pelatihan sebelum tahun 2010, ini berarti sebelum AHA 2010 ditetapkan.

Penelitian sejalan dengan yang telah di lakukan oleh Aziz Nur Fathoni di RSUD Dr. Soediran Mangan Sumarso di Kabupaten Wonogiri dengan hasil penelitian tingkat pengetahuan perawat dalam melakukan Basic Life Suport(BLS) dengan hasil yang di dpatkan sebanyak 75% dikategorikan baik dan 25% dikategorikan cukup.

Hal ini juga sejalan dengan teori dalam hal ini perawat termaksud dalam tingkat pengetahuan Memahami

(comprehension).Memahami

diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat manjelaskan, (Efendi & Makhfudli,2009 dalam Junaidi,2013).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses untuk mempelajari dan meningkatkan ilmu yang diperoleh, pendidikan yang lebih tinggi secara otomatis akan berbanding lurus dengan pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan tentang resusitasi jantung paru (RJP) telah didapatkan sejak kuliah baik pada jenjang akademi

keperawatan maupun pada perguruan tinggi.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari 19 responden yang mampu melakukan resusitasi jantung paru, ada sebanyak 14 orang (73,7%) yang berpendidikan D III Keperawatan, sebanyak 2 orang (10,5%) yang berpendidikan S1 Keperawatan, dan sebanyak 3 orang yang berpendidikan Ners (15,8%).

Dalam penelitian yang telah dilakukan saat ini dengan melakukan observasi menunjukkan bahwa pendidikan responden berbeda-beda tetapi semuanya mampu melakukan tindakan resusitasi jantung paru di ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar.Hal ini sesuai dengan kenyataan yang ditemukan oleh peneliti sebagian besar telah melakukan pelatihan gawat darurat, jadi pendidikan dan pelatihan juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang serta kemampuan dalam melaksanakan resusitasi jantung paru.

Penelitian ini sejalan denganpenelitian yang telah dilakukan oleh Junaidi di RSUD Labuang Baji Makassar pada tahun 2013 dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh responden ada sebanyak 15 (65,2%) yang pendidikan D3 sedangkan pendidikan S1 ada 8 (34,8%).

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju

(12)

kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pada umumnya makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan dan Dewi 2011 dalam Aziz Nur Fathoni 2014).

3. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu pendidikan non formal.Pendidikan non formal tentang resusitasi jantung paru dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan pada perawat sehingga terjadi perubahan perilaku, pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.Pelatihan tentang resusitasi jantung paru sangat penting bagi perawat terutama perawat di ruang ICU. Seseorang yang telah mengikuti pelatihan tentang resusitsai jantung paru akan memiliki keterampilan dan kemampuan dalam menolong pasien yang mengalami henti jantung atau kegawatan pernafaan lainnya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari 19 responden yang mampu melakukan resusitasi jantung paru, ada sebanyak 15 orang (78,9%) yang pernah melakukan pelatihan sedangkan yang tidak pernah melakukan pelatihan ada 4 orang (21,1%).Menunjukkan bahwa dari sumua responden baik yang pernah mengikuti suatu pelatihan maupun

yang tidak pernah mengikuti pelatihan semuanya mampu melakukan tahapan resusitasi jantung paru. Hal ini disebabkan karena adanya kerja sama yang baik antara perawat yang pernah mengikuti pelatihan dan yang tidak pernah mengikuti pelatihan.

Pelatihan tentang resusitasi jantung paru sangat penting bagi seorang perawat. Pelatihan tentang resusitasi jantung paru dapat diperoleh dari beberapa pelatihan seperti BCLS, BTLS, BHD, PPGD, Emergency Nursing, dan masih banyak jenis pelatihan yang lain terkait resusitasi jantung paru.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Christie Lontoh Sma Negeri 1 Toili pada Tahun 2013 bahwa sesudah diberikan pelatihan BHD selama satu hari. Hasil menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan resusitasi jantung paru responden yaitu dapat dilihat adanya peningkatan pengetahuan yang baik dari 8,3% menjadi 94,4% dan penurunan pengetahuan yang kurang dari 41,7% menjadi 0%. Selain ituadanya peningkatan pengetahuan ini, sesungguhnya tidak lepas dari pemberian pelatihan.Sehingga tingkat pengetahuan menunjukkan adanya perubahan setelah diberikan pelatihan.Hal ini sudah dibuktikan oleh peneliti sebagai perawat bahwa dengan pendekatan keperawatan, pemberian pelatihan telah membawa hasil.

(13)

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian oleh Junaidi di Unit Gawat Darurat di RSUD Labuang Baji Makassar pada tahun 2014 dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa responden yang telah melakukan pelatihan ada sebanyak 23 orang (100%) dan mampu melakukan resusitasi jantung paru

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Nurhayati dkk (2008) terhadap upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan kegawatan dilaut, dari hasil yang diperoleh tingkat pengetahuan meningkat setelah mengikuti pelatihan,

Hal ini juga sejalan dengan teori Perawat intensive care unit dan unitgawat darurat harus memiliki keterampilan yang professional, keterampilan (kompetensi) khusus tersebut bisa didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan tentang kegawatdaruratan. Keterampilan tersebut harus selalu di tingkatkan/ dikembangkan dan dipelihara sehingga menjamin perawat dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara professional (Musliha, 2010 dalam Cristian.L 2013).

4. Masa Kerja

Masa kerja yang telah ditempuh dapat membuat seseorang memahami tugas – tugas dalam suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik sehingga menciptakan suatu pengalaman. Pengalaman merupakan faktor penting yang mempengaruhi

kesiapan seseorang, dalam arti akan lebih meningkatkan kemampuan seseorang dalam menangani sesuatu. Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja (Nugroho, 2011).

Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari 19 responden yang mampu melakukan tindakan resusitasi jantung paru, ada sebanyak 10 orang (52,6%) yang masa kerjanya lama, sedangkan yang masa kerjanya tidak lama ada 9 orang (47,4%).

Hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut menunjukkan bahwa perawat yang lama dan yang baru sama-sama mampu dalam melakukan tindakan resusitasi jantung paru di ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar. Perawat di ruang ICU Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar selalu bekerja sama dengan baik, terutama dalam menangani pasien kritis. Perawat yang masa kerjanya lama selalu memberikan arahan kepada perawat yang masa kerjanya tidak lama, oleh karena itu baik perawat yang lama maupun yang tidak lama semuanya

(14)

mampu melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan H. Ismail di ruang ICU dan UGD RSUD Kolonodale Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 dengan hasil penelitiannya menunjukkan responden yang lebih dari 5 tahun sebanyak 16 orang (53,3%) sedangkan masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 14 orang (46,7%). Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Tk. II Pelamonia Makassar Tahun 2015 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini:

1. Pengetahuan perawat tentang pelaksanaan resusitasi jantung paru menunjukkan ada13 orang (68,4%)) yang pengetahuan kurang.

2. Tingkat pendidikan perawat terkait kemampuan melaksanakan resusitasi jantung paru ada 14 orang (73,7%) yang tingkat pendidikannya DIII Keperawatan.

3. Masa kerja perawat dengan kemampuan pelaksanaan resusitasi jantung paru menunjukkan bahwa ada 10 orang (52,6%) yang masa kerjanya lama.

4. Kemampuan perawat yang telah mengikuti kegiatan pelatihan dalam pelaksanaan resusitasi jantung paru ada sebanyak 15 orang (78,9%) yang pernah melakukan pelatihan.

Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:

Pengetahuan perawat harus terus dikembangkan, bukan hanya di ruang ICU Rumkit Tk. II Pelamonia tetapi bagi seluruh teman sejawat. Pengetahuan perawat dan keterampilan tindakan bantuan hidup dasar untuk selalu di tingkatkan baik formal maupun non formal sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan pada situasi kritis dapat dilakukan dengan lebih efektif.

Tingkat pendidikan perawat harus terus ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi. Teman yang mempunyai tingkat pendidikan Ners diharapkan memberikan motivasi kepada teman yang tingkat pendidikannya hanya DIII Keperawatan agar dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Masa kerja lama di Ruang ICU memberikan pengalaman kepada perawat dalam menolong pasien kritis. Diharapkan teman sejawat yang masa kerjanya lama agar tidak merasa jenuh, dan teman yang masa kerjanya tidak lama agar selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuannya dalam menolong pasien kritis.

Kemampuan perawat terutama yang telah mengikuti kegiatan pelatihan harus terus ditingkatkan. Diharapkan perawat selalu mengikuti seminar atau pelatihan selanjutnya. Diharapkan juga kepada teman sejawat yang belum pernah mengikuti kegiatan pelatihan agar besrsedia mengikuti pelatihan terutama kegawatdaruratan nafas.

(15)

DaftarPustaka

Agung Hadi. 2012. Pengaruh Kemampuan Kognitif Terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa Pada Mata Pelajaran Produktif Alat Ukur. (Online). http://eprints.uny.ac.id/8549/3/bab %202-06504241920.pdf, diakses 2 Februari 2015.

AgusSubagjo, dkk. 2013. Kursus Bantuan Hidup Jantung Dasar. Jakarta: PP PERKI.

Alsanuddin, dkk. 2011. Peningkatan Kemampuan Berbicara Menggunakan Media Dongeng Dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas I. (Online) http://jurnal.untan.ac.id/index.php /jpdbp/article/download/3954/394 1, diakses 5 Februari 2015.

Anonim. 2011. Resusitasi Jantung

Paru. (Online)

http://repository.usu.ac.id/bitstrea m/4/chapter/201, diakses 2 Februari 2015.

Aziz Nur Fathoni. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tenang Basic Life Support (BLS) Dengan perilaku perawat dalam pelaksanaan primary survey di RSUD dr. Soedirman Mangun Sumars Kabupaten Wonogiri. (Online)

http://digilib.stikeskusumahusada. ac.id/download.php?id=608, diakses 20 April 2015.

Christie Lontoh, dkk. 2013. Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar Terhadap Penetahuan Resusitasi Jantung

Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toli-toli. (Online) http://ejournal.unsrat.ac.id/index.p hp/jkp/article/download/2173/173 1, diakses 21 April 2015

Cristian L, dkk. 2013. Pengetahuan Perawat Tentang Kegawatan Nafas dan Tindakan Resusitasi Jantung dan Paru Pada Pasien Yang Mengalami Kegawatan Pernafasan Di Ruang ICU dan UGD RSUD Kolondale Propinsi Sulawesi Tengah. (online). http://elibrary.stikesnh.ac.id/files/ diskI/7/e-library, diakses 2 Februari 2015.

D Felayati. 2012. Chapter II Resusitasi Jantung Paru. (Online). http://Repository.usu.ac.id/bitstrea m/chapterII/pdf, diakses 2 Februari 2015.

Dahlan, Muhammad Sopiyudin. 2013. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

DanimSudarwan. 2003. Riset

Keperawatan: Sejarah dan

Metodologi. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan di ICU. Jakarta: Dirjen Pelayan Medik Departemen Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2013.

Riset Kesehatan Dasar

RISKESDAS 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Pawenrusi,EssePuji, dkk. 2015. Pedoman Penulisan Skripsi. Edisi

(16)

11, Makassar: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011.

Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Junaidi, dkk. 2013. Gambaran Pengetahuan dan Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar Perawat Gawat Darurat di Instansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Labuang Baji Makassar. (Online) http://e.library.stikesnh.ac.id/dede

kharis.496-1-44144574-1.pdf,

diakses 2 Februari 2015.

Muhammad Adam. 2012. Resusitasi Jantung dan Paru Bahasa Indonesia Versi AHA 2010. Hipgabi. (Online)

http://ml.scribd.com/doc/9594/22 20/resusitasijantungparubahasaind onesiaversiAHA2010#scribd, diakses 3 Februari 2105

Najla Irhamni. 2014. Laporan Praktikum Fisiologi Kegawatdaruratan Medik Dental. (online)

http://www.scribd.com/doc/25118

0794/Kegawatdaruratan-Medik-Dental#scribd, diakses 5 Februari

2015

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho S. 2011. Studi Deskriptif Faktor-Faktor Kesiapan Perawat Ruang Rawat Inap Dalam Menangani Cardiac Arrest Di Rumah Sakit Roemani Semarang. (Online) http://www.digilib.unimus.ac.id/g dl.php?mod=browse&op=read&id =jtptunimus-gdl-santosotri-5766, diakses 8 Maret 2015 Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya. Jakarta: Salemba Medika.

Pro Emergency, 2011. Basic Trauma Life Support BTLS. Jakarta: PT. Pro Emergecy.

Rudy Permady. 2013. Resusitasi Jantung Paru. Mini Simposium Emergency In Field Activities Hippocrates Emergency Team. Pekanbaru. (Online) http://www.hetfkunand.org/upload s/1/2/5/7/12573182/rjp/pdf, diakses 3 Februari 2015.

Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.

Stephen P. Robbins, dan Timonthy A. Judge. 2009. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Medika

Widi Mulyadi. 2011. Pengaruh Kemampuan Terhadap Kinerja Karyawan. Unikom. (Online) http://library.binus.ac.id/ecolls/eth esisdoc/bab2/2011, diakses 5 Februari 2015. Wikipedia. 2014. Kemampuan. (Online) http://id.wikipedia.org/wiki/kema

mpuan. diakses 3 Februari 2015.

World Healt Organization (WHO). 2015. Cardiovascular diseases (CVDs). (Online). http://www.who.int/mediacentre/f

actsheets/fs317/en/, diakses 11

Gambar

Tabel  1  menunjukkan  bahwa  responden  yang  berjenis  kelamin  perempuan lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin  laki-laki
Tabel  3  menunjukkan  bahwa  responden  di  ruang  ICU    yang  berpengetahun  kurang  sebanyak  13  orang  (68,4%),  sedangkan  yang  berpengetahuan cukup sebanyak 6 orang (31,6%)
Tabel  5  menunjukkan  bahwa  responden  yang  pernah  mengikuti  pelatihan  tentang  resusitasi  jantung  paru  sebanyak  15  orang  (78,9%),  sedangkan yang belum pernah/tidak pernah mengikuti pelatihan sebanyak  4 orang (21,1%)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Jiwo Wetan menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada luka bakar yaitu sebanyak

Sifat khusus dari bentonit adalah kemampuan untuk membentuk gel thixotrophic dengan air, kemampuan untuk menyerap besar jumlah air, dan kapasitas kation tukar

Aplikasi ekstrak rebusan daun pepaya dengan konsentrasi yang berbeda dapat menekan pertumbuhan Colleto- trichum gloeosporioides penyebab penya- kit antraknosa pada

Sebelum melakukan rancang bangun gerobak angkut roda tiga dengan kapasitas beban angkat maksimal 150 kg , harus diperhatikan bentuk atau model pengangkut beban yang

Berdasarkan analisis data yang dilakukan terhadap novel Layla - Majnun karya Sholeh Gisymar dengan menggunakan pendekatan objektif dapat diketahui psikologis tokoh Qays

[r]

Indikator promosi menurut Ristania dan Jerry (2014) dalam Aliyah (2017:24) yaitu antara lain : a) Jangkauan Promosi Jangakauan promosi merupakan perkiraan jumlah

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Marinajati, diketahui riwayat paparan pestisida berhubungan dengan kadar monosit, kadar Pb menjadi faktor dominan untuk kadar Hb