• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Kulit

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan membungkus seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet dan melindungi kulit terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan (Syaifuddin, 2001).

2.1.1 Struktur kulit

Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan: epidermis, dermis, dan lapisan lemak di bawah kulit (Lachman, dkk., 1994).

1. Epidermis

Epidermis sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air, elektrolit, dan nutrisi dari tubuh dan sawar dasar terhadap penetrasi air dan substansi asing dari luar tubuh. Epidermis juga mencegah atau menghambat kehilangan air dari tubuh dan menjaga keseimbangan dinamis dengan lingkungan dalam. Epidermis merupakan lapisan kulit luar, dengan tebal 0,16 mm pada pelupuk mata sampai 0,8 mm pada telapak tangan dan telapak kaki.

Epidemis dapat dibagi menjadi 5 lapisan: 1. Stratum korneum (lapisan tanduk) 2. Stratum lucidum (daerah sawar)

(2)

4. Stratum spinosum (lapisan sel duri) 5. Stratum germinativum (lapisan sel basal)

Fungsi epidermis adalah sebagai sawar pelindung terhadap bakteri, iritasi, kimia, alergi dan lain-lain. Stratum korneum paling tebal pada telapak kaki dan paling tipis pada pelupuk mata, pipi, dan dahi. Meliputi stratum korneum adalah lapisan permukaan film pelindung dengan pH antara 4,5 - 6,5, disebut mantel asam yang terdiri dari asam laktat dan asam amino dikarboksilat dalam sekresi keringat tercampur dengan substansi lipoid dari sebasea. Perubahan drastis pH mantel ini menyebabkan meningkatnya pemasukan bakteri dan bermacam-macam penyakit kulit (Anief, 1977).

Stratum korneum mengandung sebagian besar lapisan sel dan sel-sel terbesar dari beberapa daerah di epidermis. Jaraknya sekitar 15 lapisan di area seperti wajah dan sekitar 25 lapisan atau lebih di area lengan. Area khusus, seperti telapak tangan dan telapak kaki memiliki seratus atau lebih sel yang berada di permukaan. Sel-sel stratum korneum berukuran besar, berbentuk gepeng, dan polihedral (Soter and Baden, 1984).

Stratum lucidum terletak di bawah stratum korneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut. Stratum germinativum adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendrit-dendritnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

(3)

2. Dermis

Daerah dermis didefinisikan dengan perbedaan di dalam struktur pembentuk dan biokimia dari makromolekul jaringan penghubungnya, jenis, dan densitas sel-sel penyusunnya dan berhubungan dengan bahan-bahan mikrovaskulator. Masing-masing menangani secara berbeda pada penyakit sistemik, penyakit genetik, dan serangan lingkungan. Daerah papilar dan retikular pada dermis adalah dua daerah utama (Soter and Baden, 1984).

3. Jaringan Subkutan Berlemak

Jalan masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui epidermis daripada melalui kelenjar lemak atau kelenjar keringat, secara mudah dapat dijelaskan karena luas pemukaan epidermis 100 atau 1000 kali lebih besar daripada kedua yang lain (Anief, 1977).

2.1.2 Fungsi kulit

Menurut Syaifuddin (2001) kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting, diantaranya:

1. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, dan gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi dan juga menjaga bagian tubuh terhadap gangguan panas, misalnya radiasi, sinar ultraviolet dan gangguan infeksi dari luar, misalnya bakteri dan jamur. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, di samping itu, terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia

(4)

dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5 - 6,5 yang merupakan perlindungan terhadap infeksi, jamur dan sel-sel kulit yang telah mati dan melepaskan diri secara teratur.

2. Fungsi absorpsi

Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbon dioksida, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel yang menembus sel-sel epidermis atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis. 3. Fungsi eksresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit. Keasaman pada kulit merupakan salah satu faktor pertahanan alami kulit terhadap mikroorganisme. 4. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Untuk rangsangan panas diterima dermis dan subkutis, sedangkan untuk rangsangan dingin terjadi di dermis.

(5)

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan kontraksi otot dengan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik.

6. Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosom dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan oksigen. Sinar matahari mempengaruhi melanosom.

7. Fungsi keratinisasi

Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus melalui proses sintesis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira 14 - 21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis. Proses keratinisasi yang baik pada kulit membuat kulit menjadi lebih sehat karena sel kulit dapat beregenerasi.

8. Fungsi pembentukan vitamin D

Vitamin D berlangsung dengan mengubah dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

(6)

Kulit manusia dalam keadaan normal senantiasa ditumbuhi sejumlah mikroorganisme yang disebut “resident flora”. Beberapa mikroorganisme tumbuh pada kulit karena terkontaminasi oleh udara yang mengandung mikroorganisme dan sifatnya hanya untuk sementara waktu (“transience flora”) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kulit senantiasa berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda di sekitarnya, tetapi kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Kulit mempunyai keragaman yang luas dalam hal struktur dan fungsi di berbagai bagian tubuh. Perbedaan-perbedaan ini berfungsi sebagai faktor ekologis selektif untuk menentukan tipe dan jumlah mikroorganisme yang terdapat pada setiap bagian kulit. Pada umumnya beberapa bakteri yang ada pada kulit tidak mampu bertahan hidup lama karena kulit mengeluarkan substansi bakterisida. Sebagai contoh, kelenjar keringat mengekskresikan lisozim, suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Kelenjar lemak mengekskresikan lipid yang kompleks, yang mungkin diuraikan sebagian oleh beberapa bakteri; asam-asam lemak yang dihasilkannya sangat beracun bagi bakteri-bakteri lain (Irianto, 2006).

2.1.3 Mekanisme pertahanan kulit

Sebagai organ terluar yang menutupi permukaan tubuh, kulit mempunyai beberapa mekanisme pertahanan diantaranya adalah sebagai berikut Wasitaatmadja (1997):

1. Keasaman kulit

Permukaan kulit mempunyai keasaman (pH) tertentu yang berkisar antara 4,5 - 6,0 yang dibentuk oleh asam lemak permukaan kulit (skin surface

(7)

lipid) yang berasal dari sebum, keringat, sel tanduk yang lepas, dan kotoran yang

melekat pada kulit. Keasaman serendah itu tidak cukup untuk mempertahankan diri dari seluruh jasad renik, namun dapat mengurangi atau mengendalikan perkembangbiakan berbagai jasad renik. Diperkirakan bahwa peningkatan kadar keasaman kulit akan menurunkan kebutuhan CO2 untuk metabolisme jasad renik pada permukaan kulit.

2. Pengelupasan (deskuamasi) kulit

Mekanisme pergantian sel kulit secara terus-menerus dari sel basal ke sel tanduk yang kemudian terlepas (keratinisasi) tidak saja berguna untuk memperbaharui sel-sel yang tua tetapi juga sekaligus untuk melepas jasad renik yang menempel di tempat itu. Keratinisasi yang berlangsung baik akan membuat kulit menjadi tampak lebih sehat karena sel-sel kulit yang mati selalu berganti dengan sel kulit yang baru. Berbeda dengan mekanisme kimiawi di atas, mekanisme fisik ini sangat bergantung pada kecepatan proses keratinisasi yang terjadi apakah seimbang dengan kecepatan tumbuh dan mobilisasi jasad renik.

3. Daya antibakteri lemak permukaan kulit

Lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit terdiri atas lipid trigliserida, kolesterol, skualen, ester kolesterol, lilin (wax), dan lilin ester. Dalam perjalanannya sebagian lipid tersebut akan mengalami pemecahan (degradasi) oleh jasad renik yang hidup di dalam folikel pilosebaseus menjadi asam-asam lemak tidak jenuh yang dapat bersifat bakteriostatik atau bahkan bakterisida.

4. Inhibisi kompetitor

Jasad renik juga bersaing untuk dapat hidup (survive) di atas permukaan kulit. Apabila salah satu jenis jasad renik tumbuh dengan cepat dan menyerbu

(8)

lahan yang ditempati jasad renik lain, maka untuk mempertahankan diri jasad renik yang terdesak akan berusaha dengan segala cara untuk tetap berada di sana.

5. Kekeringan sel keratin

Konsentrasi air di dalam sel keratin yang relatif rendah (kurang dari 15%) sangat tidak nyaman untuk pertumbuhan jamur dan berbagai bakteri.

6. Daya pertahanan lapisan dermis

Sawar lapisan dermis yang berisi banyak pembuluh darah dan limfe bekerja secara imunologis untuk melawan jasad renik.

2.2 Uraian Jerawat

Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksi: muka, leher, lengan atas, dada, dan punggung. Jerawat merupakan jenis penyakit kulit yang sangat mudah dijumpai pada kebanyakan penduduk Indonesia. Penyakit ini menyerang remaja dan usia dewasa antara 15 - 19 tahun pada wanita dan 17 - 21 tahun pada pria (Wasitaatmadja, 1997 ; Santosa dan Gunawan, 2001).

Penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya, berbagai faktor diduga sebagai penyebab dan pemicu terjadinya jerawat. Faktor endogen dan eksogen diduga sebagai penyebab terbentuknya jerawat. Faktor-faktor tersebut antara lain karena keturunan, ras kulit manusia, musim atau iklim, hormonal, infeksi yang terjadi pada kulit, psikis, dan faktor makanan (Santosa dan Gunawan, 2001; Rahmawati, 2012).

Jerawat memiliki gambaran klinis beragam, mulai dari komedo, papul, pustul, hingga nodus dan jaringan parut, sehingga disebut dermatosis polimorfik

(9)

dan memiliki peranan poligenetik. Pola penurunannya tidak mengikuti hukum Mendel, tetapi bila kedua orangtua pernah menderita jerawat yang parah pada masa remajanya, keturunannya akan memiliki kecenderungan serupa pada masa pubertas. Jerawat tidak mengancam jiwa tetapi jerawat mempengaruhi kualitas hidup dan memberi dampak sosioekonomi pada penderitanya (Movita, 2013). 2.2.1 Penyebab terjadinya jerawat

Menurut Wasitaatmadja (1997) jerawat merupakan sumbatan pada kelenjar minyak, sumbatan tersebut dapat terjadi karena:

1. Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh berbagai faktor, yaitu: genetik, rasial, hormonal, cuaca, jasad renik, makanan, stress psikis dan lain-lain. Salah satu pengaruh hormonal dapat dilihat ketika seseorang mengalami menstruasi, biasanya jerawat akan lebih sering muncul. Jerawat demikian disebut acne vulgaris. 2. Tertutupnya saluran kelenjar keringat sebasea oleh massa eksternal,

baik dari kosmetika (acne kosmetika), bahan kimia di tempat bekerja (acne akibat kerja), di rumah tangga (house-wife acne), deterjen (acne

detergicans), atau bahkan tekanan helm atau ikatan rambut (frictional acne). Acne akibat zat eksternal disebut sebagai acne venenata.

3. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit akibat radiasi ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif terjadi pada acne fisik.

2.2.2 Jenis-jenis jerawat

Pada jerawat tidak dikenal adanya stadium atau tahap perjalanan penyakit, yang ada ialah gradasi yaitu tingkat berat ringannya penyakit.

(10)

Muliyawan dan Suriana (2013) membagi jerawat menjadi beberapa jenis, diantaranya:

1. Acne punctata

Acne punctata adalah black head comedo atau white head comedo yang

bisa menjadi cikal bakal tumbuhnya jerawat, jika kuman masuk ke dalam sumbatan pori-pori kulit, maka komedo berganti menjadi jerawat.

2. Acne papulosa

Acne papulosa yaitu peradangan di sekitar komedo yang mirip dengan

tonjolan kecil seperti bisul. Biasanya jerawat ini muncul karena adanya bakteri Propionibacterium acne di kulit. Bakteri ini masuk ke dalam pori-pori kulit yang tersumbat debu.

3. Acne pustulosa

Acne pustulosa yaitu jerawat yang berkumpul dalam jumlah banyak.

4. Acne indurate

Acne indurate yaitu jerawat yang terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus

hingga menimbulkan abses. 5. Cystic acne

Cystic acne yaitu jerawat dengan ukuran besar-besar dan hampir

memenuhi seluruh wajah disebut juga jerawat batu.

Secara sederhana jenis jerawat terbagi dua, jerawat ringan dan jerawat parah. Jerawat ringan berupa komedo terbuka (blackhead) atau komedo tertutup (whitehead). Jerawat yang parah adalah jerawat disertai infeksi dengan ciri-ciri bernanah, berkantung-kantung dan bersambung-sambung. Bentuk paling parah disebut “acne konglobata”, bentuk jerawat yang seperti ini memerlukan

(11)

penanganan dokter untuk penyembuhannya. Pada kondisi jerawat yang ringan, penyembuhannya dapat dilakukan dengan bantuan kosmetik penyembuh jerawat. (Tranggono dan Latifah, 2007).

Patogenesis jerawat meliputi empat faktor, yaitu hiperproliferasi epidermis folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi sebum berlebihan, inflamasi, dan aktivitas Propionibacterium acne (P. acne) (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2.3 Penanggulangan jerawat

Menurut Wasitaatmadja, (1997) usaha penanggulangan jerawat dapat dilakukan dengan 3 cara:

1. Pengobatan topikal

Pengobatan topikal adalah pengobatan yang menjadi pilihan utama. Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi jerawat. Pengobatan topikal diberikan pada kondisi jerawat yang ringan, jika kondisi jerawat semakin parah dapat dikombinasikan dengan pengobatan sistemik. Obat topikal terdiri dari:

- bahan iritan / pengelupas, misalnya sulfur (4 - 8%), resorsinol (1 - 5%), asam salisilat (2 - 5%), benzoil peroksida (2,5 - 10%), asam vitamin A (0,025 - 0,1%), dan asam azelat (15 - 20%);

- obat lain, misalnya kortikosteroid topikal atau suntikan intralesi dapat dipakai untuk mengurangi radang yang terjadi.

2. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat jenis sedang sampai berat dengan prinsip menekan aktivitas bakteri, menekan reaksi radang,

(12)

menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik misalnya: pemberian antibiotik (tetrasiklin, eritromisin, dan klindamisin). Pengobatan dengan menggunakan antibiotik sebaiknya diawasi penggunaannya karena dapat menimbulkan resistensi.

3. Bedah kulit

Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat jerawat, tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh, baik dengan cara bedah listrik, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser.

2.2.4 Bahan-bahan yang terdapat dalam produk anti jerawat

Produk anti jerawat yang beredar di pasaran sangat bervariasi kandungan zat aktifnya. Berikut adalah beberapa kandungan zat aktif yang sering terdapat di produk anti jerawat antara lain:

1. Ethyl alcohol, merupakan bahan antiseptik untuk mencegah atau membunuh bakteri yang akan menginfeksi jerawat (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Triklosan, merupakan antiseptik bisfenol. Bisfenol yaitu gabungan dua fenol yang dihubungkan oleh rantai yang bermacam-macam. Triklosan mempunyai aktivitas antibakteri dengan merusak dinding sel bakteri. Triklosan memiliki spektrum yang luas, mempunyai daya antibakteri yang baik untuk bakteri gram positif dan kebanyakan gram negatif. Triklosan dapat diabsorbsi melalui kulit dan bersifat non alergik non mutagenik pada penggunaan jangka pendek. Kadar triklosan yang direkomendasikan oleh FDA yaitu 0,2% ini merupakan kadar minimal yang baik yang akan bekerja maksimal sebagai antibakteri (Sulistiyaningsih, 2010). Triklosan

(13)

sering digunakan untuk membunuh bakteri pada kulit dan permukaan lainnya, meskipun kadang-kadang digunakan untuk mengawetkan produk terhadap kerusakan akibat mikroba (Wijaya, 2013).

3. Asam salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai bahan keratolitik. Zat ini merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak 1874. Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interseluler, dan melonggarkan serta mendesintegrasi korneosit (Sulistyaningrum, dkk., 2012).

4. Sulfur memiliki khasiat bakterisid dan fungisid lemah berdasarkan dioksidasinya menjadi asam pentathionat (H2S5O6). Belerang juga bersifat keratolitik (melarutkan lapisan tanduk) (Tan dan Rahardja, 2007).

5. Resorsinol, merupakan bahan anti pruritus (gatal) sehingga tidak muncul rasa gatal pada jerawat yang menyebabkan rasa ingin digaruk, sehingga mungkin terinfeksi oleh jari kotor dan bakteri (Tranggono dan Latifah, 2007).

6. Allantoin, digunakan dalam berbagai produk kosmetika seperti krim kulit,

produk perawatan bibir, bedak, dan losion perlindungan terhadap sinar matahari, produk perawatan rambut. Direkomendasikan level penggunaannya pada kosmetika 0,1% hingga 0,5% (Thornfeldt, 2005). 7. Vitamin A (retinoid atau retinol), memiliki kemampuan biologis yang

sangat penting dan bermanfaat bagi kulit, terutama untuk mengatasi masalah jerawat, penuaan, dan kelainan kulit lainnya, seperti psoriasis.

(14)

Keunggulan vitamin A dalam produk kosmetik antara lain dapat dengan mudah diserap oleh kulit dan mampu meningkatkan kandungan air kulit.

Retinoid acid (Tretinoin), salah satu turunan vitamin A merupakan

keratolitik yang sangat kuat sehingga dapat mengangkat sel kulit mati yang menyumbat pori-pori kulit dan mencegah timbulnya jerawat. Selain mampu merangsang pembentukan sel kulit baru, retinoid dapat pula menghambat pertumbuhan sel penyebab psoriasis (Tranggono dan Latifah, 2007).

8. Vitamin C, merupakan antioksidan yang dapat meredam radikal bebas pada jerawat sehingga mencegah inflamasi pada jerawat (Sutono, 2013). 9. Vitamin E, penggunaan Vitamin E dalam kosmetik di antaranya adalah

sebagai pelembab (moisturizer) dan sebagai agen antioksidan (Tranggono dan Latifah, 2007).

10. Asam azeleic, digunakan dengan konsentrasi krim 20 persen atau gel 15 persen, memiliki efek antimikroba dan komedolitik selain mengurangi pigmentasi dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif tirosinase (Movita,2013)

11. Camphora, digunakan dalam obat jerawat untuk memberikan rasa dingin di kulit, antimikroba, dan menghilangkan rasa sakit ringan. Pada kondisi jerawat tertentu dapat menimbulkan rasa sakit sehingga dengan adanya

champora rasa sakit tersebut dapat dikurangi. Camphora banyak

digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk anti jerawat (Muliyawan dan Suriana, 2013).

(15)

Tea tree oil adalah minyak essensial yang diperoleh dari destilasi daum Melaleuca alternifolia dan mempunyai sifat antiseptik yang secara

tradisional digunakan untuk mencegah dan merawat infeksi. Kandungan terpinen-4-ol pada tea tree oil mempunyai aktivitas antimikroba yang dapat membunuh Propionibacterium acne (Badan POM RI, 2009).

2.3 Uraian Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989; Ditjen POM, 1985).

Bahan pembentuk gel terdiri dari matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis) yang tingkat ikatan silang fisik (atau kadang-kadang kimianya) yang tinggi. Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam, tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semi sintetis seperti metil sellulosa, hidroksietilsellulosa, karboksimetilsellulosa, dan carbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, dkk., 1994).

Menurut Martin,dkk., (1997) gel dibagi menjadi dua golongan, yakni: gel anorganik dan gel organik. Gel anorganik umumnya merupakan sistem dua fase, sedangkan gel organik merupakan sistem satu fase karena bahan padat dilarutkan dalam cairan membentuk suatu campuran gelatin yang homogen. Gel yang mengandung air disebut hidrogel dan yang cairan organik disebut organel.

(16)

2.3.1 Pembagian dasar gel

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik. 1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).

2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik-menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik-menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar. Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang air, humectan, dan bahan pengawet (Ansel, 1989). 2.2.2 Keuntungan sediaan gel

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kemampuan penyebaran yang baik pada kulit

2. Memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

(17)

4. Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum korneum sehingga terjadi perubahan permeabilitas terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan berpenetrasi zat aktif.

2.4 Uraian Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak mengandung struktur yang dibatasi membran dalam sitoplasmanya. Reproduksi terutama secara aseksual yaitu dengan pembelahan biner sederhana. Beberapa dapat tumbuh pada suhu 0°C, ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang suhunya 90°C atau lebih (Pelczar dan Chan, 1986).

2.4.1 Klasifikasi bakteri

Berdasarkan bentuk morfologinya, bakteri dapat dibagi atas tiga golongan (Dwidjoseputro, 1978) yaitu:

1. Golongan Basil

Berbentuk seperti tongkat pendek, silindris dan dapat dibedakan atas: - Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang - Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua

2. Golongan Kokus

Bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:

- Streptokokus, yaitu kokus yang bergandengan panjang serupa rantai - Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua

- Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat

(18)

- Sarsina, yaitu kokus yang mengelompok serupa kubus 3. Golongan Spiral

Spiral adalah bakteri yang berbengkok-bengkok. Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak dan merupakan golongan yang paling kecil dibandingkan golongan kokus dan basil.

2.4.2 Bakteri Propionibacterium acne

Dalam penelitian ini bakteri yang digunakan adalah Propionibacterium

acne. Propionibacterium acne adalah organisme utama yang pada umumnya

memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat. Adapun sistematika bakteri

Propionibacterium acne menurut (Irianto, 2006) adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales

Suku : Propionibacteriaceae Marga : Propionibacterium Jenis : Propionibacterium acne

Propionibacterium acne adalah termasuk bakteri gram positif berbentuk

batang, tidak berspora, anaerob ditemukan dalam spesimen-spesimen klinis, beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionat (Irianto, 2006).

(19)

2.4.3 Fase pertumbuhan mikroorganisme

Menurut Pratiwi (2008) ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu: fase lag, fase log (eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian.

1. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel mikroorganisme diambil dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering terjadi adalah mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur.

2. Fase log (fase eksponensial) merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan.

3. Fase stasioner, pada fase ini pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. 4. Fase kematian, pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Faktor

penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.

(20)

2.4.4 Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri

Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Tamher, 2008) antara lain:

1. Suhu

Seperti halnya makhluk hidup tingkat tinggi, untuk pertumbuhannya bakteri memerlukan suhu tertentu. Berdasarkan suhu yang diperlukan untuk tumbuh, bakteri dapat dibagi menjadi:

- bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 0 – 20°C, dengan suhu optimal 25°C;

- bakteri mesofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 25 – 40°C, dengan suhu optimal 37°C;

- bakteri termofil, yaitu bakteri yang tumbuh antara suhu 50 – 60°C. 2. pH

Bakteri juga memerlukan pH tertentu untuk pertumbuhannya. Umumnya bakteri memiliki jarak pH yang sempit, yaitu sekitar 6,5 - 7,5 atau pada pH netral. Beberapa bakteri ada yang dapat hidup pada pH 4 dan ada juga yang dapat hidup pada pH alkalis.

3. Kelembaban

Bakteri pada umumnya memerlukan lingkungan dengan kelembaban yang cukup tinggi untuk hidup yaitu 80%. Pengurangan kadar air dari protoplasmanya menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.

(21)

4. Cahaya

Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar proses sterilisasi atau pengawetan bahan makanan.

5. Pengaruh oksigen

Mikroorganisme sering dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhannya akan oksigen (Lay, 1994) yaitu:

- aerob obligat, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk hidupnya

- anaerob obligat, yaitu mikroorganisme yang tidak dapat hidup bila ada oksigen

- anaerob fakultatif, yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh dalam lingkungan dengan ataupun tanpa oksigen

- mikroaerofil, yaitu mikroorganisme yang memerlukan oksigen, namun hanya dapat tumbuh bila kadar oksigen diturunkan menjadi 15% atau kurang.

2.5 Uji Aktivitas Antibakteri

Aktivitas antimikroba diukur secara in vitro untuk menentukan: 1. Potensi zat antimikroba dalam larutan.

2. Konsentrasinya dalam cairan tubuh dan jaringan.

(22)

Aktivitas potensi antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Ada dua metode umum yang dapat digunakan yaitu metode difusi dan metode dilusi (Pratiwi, 2008).

1. Metode difusi

Metode difusi untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).

Luasnya wilayah jernih merupakan petunjuk kepekaan mikroorganisme terhadap antimikroba, selain itu luasnya wilayah juga berkaitan dengan kecepatan berdifusi antimikroba dalam medium. Kecepatan difusi ini harus diperhitungkan dalam penentuan keampuhan antimikroba (Lay, 1994).

Metode difusi dipengaruhi banyak faktor fisik dan kimiawi di samping interaksi antara obat dan organisme (misalnya, sifat perbenihan dan daya difusi, ukuran molekul, dan stabilitas obat), meskipun demikian dengan standarisasi keadaan akan memungkinkan pengukuran kuantitatif potensi obat dan kepekaan mikroorganisme (Jawetz, dkk., 1996).

2. Metode dilusi

Metode dilusi terdiri menjadi dua tahap. Tahap awal disebut metode dilusi cair/broth dilution test. Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory

concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang

(23)

medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan inkubasi selama 18 - 24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. Tahap selanjutnya disebut metode dilusi padat/solid dilution test. Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

Bahan kimia yang digunakan dalam pengobatan (kemoterapeutik) menjadi pilihan bila dapat mematikan dan bukan hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Lay, 1994).

Metode lain yang digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba adalah uji bioautografi. Uji bioautografi adalah metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT (kromatografi lapis tipis) yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga mendekatkan metode separasi dan uji biologis. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk mendeteksi senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM (Pratiwi, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Jika konselor terlihat berperilaku dalam suatu sikap yang sesuai dengan pandangan stereotip remaja terhadap orang dewasa dengan tidak mau memercayai cerita mereka,

Tidak terjadi variasi temporal nilai faktor kondisi ikan pada setiap harinya secara ekstrim bahkan relatif nilai yang berkisar antara 1 – 3 maka dari data hasil

Bisa Dimulai dari menjalankan bisnis sederhana dengan jadi penyalur atau agen resmi dari Surga Bisnis Group ﴾Surga Pewangi Laundry﴿... BERIKUT INI MARKET PASAR

Parfum Laundry Tenggarong Beli di Surga Pewangi Laundry HUB: 081‐3333‐00‐665 ﴾WA,TELP,SMS﴿ Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari

Hubungan penggunaan biaya standar atas komponen biaya produksi seperti bahan baku langsung (BBL), tenaga kerja langsung (TKL) dan overhead pabrik (BOP) yang

Pada halaman ini admin dapat memilih data dosen atau fakultas, gedung, maupun ruangan, jika atelah memilih maka admin dapat dapat menentukan data yang akan di hapus maupun

Ekstrak n-heksana, diklorometana, dan metanol daun beluntas memiliki aktivitas sitotoksik yang potensial terhadap sel HeLa dengan IC 50 berturut-. turut 18,06 µg/ml, 74,56

Oleh karena itu dalam merumuskan kerjasama antar daerah dalam pengembangan industri, selain perlu untuk mengetahui lokasi industri manufaktur dan struktur industri pada