• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Paliatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Terapi Paliatif"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prinsip Terapi Paliatif

Dr. dr. Noorwati Sutandyo, SpPD-KHOM

Kanker merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia menurut WHO pada tahun 2012. Terdapat 14 juta kasus baru dan 8,2 juta penduduk meninggal akibat kanker pada tahun 2012.1 Dalam dua dekade terakhir kasus kanker telah meningkat sebanyak 70% dan

diperkirakan kasus kanker akan meningkat menjadi 22 juta kasus dalam 20 tahun. Di Indonesia, jumlah penderita kanker mencapai 1,4% dari seluruh populasi.2 Berbagai modalitas

terapi kanker berkembang pesat, namun angka kesembuhan dan angka harapan hidup pasien tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Pasien tumor padat seperti paru, kolon, payudara, dan prostat pada akhirnya akan membutuhkan terapi paliatif karena hanya kurang dari 10% pasien yang dapat sembuh oleh kemoterapi.

Terapi paliatif didefinisikan oleh WHO sebagai perawatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakit yang tidak lagi responsif terhadap terapi kuratif seperti kanker stadium terminal, pasien lansia, dan pasien dengan kondisi umum buruk.3 Peningkatan kualitas hidup dicapai

melalui pencegahan dan pengobatan sedini mungkin gejala dan efek samping dari penyakit, terapi dan masalah yang berkaitan dengan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Tujuan terapi paliatif ini bukan untuk menyembuhkan penyakit namun dititikberatkan pada manajemen gejala, pelayanan pendukung, dan kenyamanan untuk pasien.

Prinsip pelayanan paliatif pada pasien kanker adalah :4

 Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lainnya

 Menghargai kehidupan dan mengganggap kematian sebagai proses normal

 Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian

 Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual

 Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin

 Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita

 Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya

 Menghindari tindakan yang sia-sia

Sesuai dengan SK Menkes tahun 2007 bahwa tiap rumah sakit harus mempunyai tim paliatif yang terdiri dari berbagai interdisiplin. Selain itu terapi paliatif mencakup seluruh

(2)

sistem pelayanan kesehatan dimulai dari rumah sakit, hospice, komunitas, hingga perawatan di rumah oleh keluarga. Terapi ini dapat dilakukan bersamaan dengan terapi kuratif maupun tidak. Terapi paliatif mencakup 4 cara yaitu kemoterapi, radioterapi, pembedahan, dan terapi simtomatik. Memperkecil ukuran tumor dan menstabilkannya merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala melalui kemoterapi.5 Radioterapi dalam pelayanan paliatif

berguna untuk mengontrol nyeri, mengurangi pendarahan, terapi pada metastasis otak dan obstruksi vena cava superior, mengurangi bau pada luka kanker, dan untuk terapi kompresi tulang belakang. Pembedahan yang bertujuan kosmetik pada pasien kanker di wajah dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien. Selain itu, operasi juga bertujuan untuk dekompresi dan menghilangkan bau serta pendarahan.

Keluhan yang muncul adalah nyeri, anoreksia, nausea, vomiting, sesak, konstipasi, retensi urin, fatigue, demam, anemia, pendarahan, dan lain-lain. Nyeri terjadi pada 30-50% pasien kanker saat menjalani terapi kanker dan pada 70-90% pada pasien kanker stadium terminal. Di RS Kanker Dharmais pada tahun 2007, sekitar 85% pasien kanker mengalami nyeri dan 75% diantaranya mengeluh adanya gangguan aktivitas akibat nyeri yang dirasakan. Oleh karena itu penanganan nyeri harus dilakukan dengan baik. Nyeri yang dirasakan pada pasien kanker disebabkan oleh kanker yang menginvasi jaringan lunak, jaringan saraf, organ, dan tulang. Pada pasien yang mengalami metastasis ke otak akan mengeluhkan nyeri kepala karena meningkatnya tekanan intrakranial. Untuk menangani nyeri dengan baik, harus dilakukan anamnesis dan penilaian nyeri terlebih dahulu. Penilaian nyeri yang sering digunakan adalah VAS (Visual Analogue Scale). Tatalaksana nyeri melalui farmakologis menggunakan prinsip dari WHO yaitu by the mouth, by the clock, dan by the ladder. Pada nyeri skala ringan (nilai VAS 0-3) dapat menggunakan acetaminophen dan NSAID (non

steroid anti inflammatoric drug). Lalu untuk nyeri sedang (nilai VAS 4-6) digunakan kodein

sebagai terapi farmakologis untuk nyeri dan ditambah dengan acetaminophen atau NSAID. Pada nyeri berat (nilai VAS 7-10), morfin menjadi pilihan pertama dalam penanganan nyeri. Namun bila tidak dapat diatasi dengan morfin, dapat dilakukan pemberian anastesi atau operasi untuk mengurangi nyeri tersebut. Selain dengan terapi farmakologis, alternatif terapi nyeri lainnya adalah melalui non farmakologi yaitu dengan pemijatan, rehabilitas, ramuan herbal, akupuntur, dan naturopati.

Anoreksia adalah penurunan nafsu makan sehingga makanan yang masuk kedalam tubuhpun menurun. anoreksia sering berhubungan dengan kaheksia, namun tidak ada hubungan sebab akibat diantara keduanya.6,7 Penyebab dari anoreksia dibagi menjadi dua

(3)

seperti metabolisme sel kanker dan obstruksi akibat kanker. Sel tumor ini memproduksi sitokin yang dapat mengganggu perbaikan jaringan sel normal. Selain itu sel tumor juga menghasilkan sitokin yang memicu terjadinya respon inflamasi sistemik. Walaupun sitokin dapat membantu membunuh sel tumor, tapi sebagian muncul untuk mengubah metabolisme tubuh menjadi proses katabolisme yang menurunkan massa otot dan lemak.8 Anoreksia

sekunder yaitu penyebab yang berasal dari luar tubuh misalnya efek samping kemoterapi. Manajemen anoreksi dilakukan dengan anamnesis yang baik dan pemeriksaan status nutrisi. Status nutrisi pasien biasanya dievaluasi dengan kombinasi manifestasi klinis dan tes antromopetrik seperti berat badan, tebal lemak, dan lingkar lengan atas. Namun yang paling umum digunakan adalah dengan indeks massa tubuh (IMT). Penatalaksaan anoreksia berdasarkan penyakit yang mendasarinya. Dengan mengobati kankernya maka metabolisme akan kembali normal. Prinsip terapinya adalah meningkatkan nafsu makan. Terapi kaheksia dibagi 2 yaitu non farmakologi dan farmakologi. Terapi non farmakologi termasuk konseling nutrisi, psikoterapi dan pelatihan fisik. Untuk terapi farmakologi dapat menggunakan megestrol acetat dan medroxyprogesteron.9 Gejala lain yang dirasakan pasien adalah mual dan

muntah. Hal ini mengakibatkan berkurangnya asupan makanan pada pasien sehingga akan berujung pada timbulnya kaheksia. Mual dan muntah pada pasien dapat disebabkan oleh sel kanker itu sendiri dan efek samping terapi. Sel kanker mengeluarkan sitokin-sitokin yang mengakibatkan perubahan metabolisme dalam tubuh, salah satunya adalah IL-1 (Interleukin-1). IL-1 bersama dengan prostaglandin dan corticotrophin releasing hormone menghambat makanan masuk ke dalam tubuh dengan membuat rasa mual dan muntah, serta menurunkan motilitas dan pengosongan lambung.10 Terapi simtomatik ini diberikan melalui farmakologi

atau non farmakologi. Antiemetik diberikan untuk pengobatan dan juga untuk profilaksis sebelum dilakukan terapi sistemik seperti kemoterapi.

Sesak adalah salah satu gejala yang sangat mengganggu dan sering terjadi pada pasien kanker. Sesak napas adalah perasaan sulit bernapas atau ketidaknyamanan dalam bernapas. Penyebab sesak napas dapat berasal dari jantung, paru, atau metabolisme tubuh. Oleh karena itu penting untuk menilai sesak napas tersebut melalui anamnesis, pemeriksaa fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Prinsip penanganan sesak napas sama halnya dengan keluhan lain yaitu mengatasi penyebabnya dan simtomatik untuk memberikan kenyamanan pada pasien serta mengurangi kecemasan keluarga.4 Tatalaksana

sesak napas bergantung pada penyebab sesak tersebut seperti terapi pungsi pleura pada efusi pleura, radioterapi pada obstruksi vena kava superior, transfusi pada anemia, pemberian antibiotik pada bronkopneumonia, dan lain-lain. Adapun terapi non medikamentosa lainnya

(4)

seperti dukungan psikologi dengan menenangkan pasien, mengatur posisi yang nyaman, pemberian oksigen dan fisioterapi pernapasan.

Konstipasi adalah feses yang sedikit dan keras atau nyeri atau interval yang memanjang yaitu kurang dari satu kali dalam 3 hari. Penyebab konstipasi antara lain pengkonsumsian obat-obatan seperti opioid, antikolinergik, diuretik, dan sebagainya. Berkurangnya konsumsi makanan berserat tinggi dan cairan serta penyakit lainnya yaitu fisura anal dan hemoroid menjadi penyebab lain dari konstipasi. Penatalaksanaan konstipasi yang dapat dilakukan adalah aktivitas dan hidrasi yang cukup, mengenali obat-obatan yang akan dikonsumsi, penggunaan laksatif bersamaan dengan terapi opioid, dan menciptakan suasana toilet yang nyaman.11

Fatigue atau lemas muncul pada 14-96% pasien kanker terutama yang mendapatkan terapi kanker. Fatigue adalah kondisi yang menyebabkan distress dan penurunan kemampuan untuk berfungsi akibat kehabisan tenaga. Keluhan yang sering dikatakan oleh pasien antara lain lelah, lemas, letih, tidak bertenaga, dan badan terasa berat. Melalui anamnesis dapat diketahui tingkat keparahan, onset, durasi, pola, gangguan, dan dampak yang ditimbulkan dari fatigue. Manifestasi fatigue dapat berupa kekurangan tenaga, lemah, penurunan kesadaran, gangguan berpikir, dan gangguan mood. Fatigue dapat berkaitan dengan terapi kanker, anemia, kaheksia, anoreksia, distress emosi, gangguan tidur, nyeri, dehidrasi, dan lain-lainnya. Oleh karena itu penatalaksanaannya pun bergantung pada penyebabnya.

Demam adalah salah satu keluhan pada pasien kanker yang mengakibatkan suhu tubuh diatas 37,50C. Demam tidak hanya disebabkan oleh infeksi, namun juga oleh tumor,

obat-obatan, transfusi darah, dan lain-lain. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat serta ditunjang oleh pemeriksaan penunjang lainnya, dapat dibedakan penyebab demam tersebut sehingga penatalaksanaannya pun akan lebih baik. Salah satu penyebab demam yang paling sering pada pasien kanker adalah infeksi. Infeksi tersering di rumah sakit adalah pada traktus urinarius, respiratorius, mukositis, kandidiasis, pada area pembedahan, dan septikemia. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman menjadi hal yang penting untuk memilih antibiotik yang tepat untuk pasien. Terapi lainnya yang diberikan untuk pasien infeksi adalah antipiretik, hidrasi yang adekuat baik melalui oral atau intravena, dan kompres hangat.

Anemia terjadi pada 30% pasien kanker. Anemia dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan kesintasan pada pasien kanker. Studi pendahuluan pada pasien radioterapi menyebutkan penurunan OS (overall survival) dan mengurangi kontrol locoregional serta memberikan prognosis yang buruk pada pasien kemoterapi.12 Penyebab anemia pada kanker

(5)

dan penyakit dasar seperti thalasemia, hemoglobinopati, serta penyakit kronis lainnya. Radioterapi dan kemoterapi pun dapat menyebabkan anemia akibat efek hipoplasia pada sumsum tulang. Penatalaksanaan anemia yang dapat dilakukan adalah transfusi dan injeksi eritropoeitin.

Keluhan terakhir yang sering dialami pasien kanker adalah luka. Luka pada pasien kanker sering mengenai payudara, aksila, kepala, leher, punggung, perut, dan genital. Hal ini dapat menjadi faktor penyebab infeksi. Bila terdapat pendarahan atau nyeri pada luka kanker, dapat dilakukan kemoterapi atau radioterapi untuk mengatasinya. Selain itu dapat diberikan antibiotik dan perawatan luka seperti debridement dan dressing.

Dengan bertambahnya penyakit kronis di Indonesia, diperlukan terapi paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup bagi pasien dan keluarga. Pelayanan yang terintegrasi dibutuhkan antara seluruh sistem pelayanan kesehatan dengan pendekatan tim multidisiplin. Selain itu perlu dibangunnya komunikasi dokter-pasien-keluarga yang baik mengenai penjelasan kondisi terminal dan terapi yang diberikan. Terapi paliatif juga harus berkembang menjadi bagian dari diagnosis sampai pasien dinyatakan meninggal, daripada hanya fokus disaat pasien mencapai fase terminal. Oleh karena itu, terapi paliatif ini menjadi penting untuk diterapkan.

Daftar Pustaka

1. WHO. Cancer 2014. Available from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/.

2. Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

3. WHO. WHO guide for effective programmes : Palliative Care. ed. Geneva, World Health Organization. 2007

4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman teknis pelayanan paliatif kanker. 2013. Available

from :

http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/ebook/PEDOMAN_PALIATIF_acacia_15_ Mei_2013.pdf

5. Archer VR, Billingham LJ, Cullen MH. Palliative chemotherapy : no longer a contractiction in terms. Oncologist. 1999;4(6): 470-7.

6. Gelin J, Moldawer LL, Lonnroth C, Sherry B, Chizzonite R, Lundholm K. 1991. Role of Endogenous Tumor Necrosis Factor a and Interleukin 1 for Experimental Tumor Growth

(6)

and the Development of Cancer Cachexia. CANCER RESEARCH 51, 415-421. January I. 1991

7. Detsky AS, McLaughlin JR, Baker JP, Johnston N, Whittaker S,Mendelson RA, Jeejeebhoy KN. 1987. What is subjective global assessment of nutritional status? J. Parenter. Enteral Nutr. 11, 8– 13.

8. Phillips, Carmen. 2011. Tackling the Conundrum of Cachexia in Cancer. National cancer Institute Cancer Bulletin 21November 1, 2011 Volume 8 / Number 21.

9. Muliawati Y, Haroen H, Rotty LWA. 2012. Cancer Anorexia-Cachexia Syndrome. Acta Med Indones-Indones J Intern Med Vol 44, Number 2, April 2012 p. 154 – 162

10. Jurdana, Michael. 2009. Cancer Cachexia- Anorexia Syndrome and Skeletal Muscle

Wasting. Radiol Oncol 2009; 43(2): 65-75. doi:10.2478/v10019-009-0007-y

11. Daeninck PJ, Bruera E. Reduction in constipation and laxative requirements following opioid rotation to methadone. J Pain Symtom Manage. 1999;18:303-9.

12. Gordon MS. Managing anemia in the cancer patient : old problems, future solution. Oncologist. 2002;7(4):331-41.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan bentuk garis pantai pada lokasi penelitian dapat diketahui ancaman vegetasi mangrove yang disebabkan oleh ancaman gelombang dengan parameter bentuk garis

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistic T-Test related untuk mencari efektifitas penambahan terapi penguatan otot pektoralis

Begitu pula dalam ibadah haji hendaklah sesuai tuntunan, tidak bisa kita beribadah asal-asalan. Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban dan haji serta ibadah lainnya mesti didasari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tanam dan nitrogen berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun tanaman, luas daun tanaman

Strategi membaca suatu teks dengan keras ini dapat membantu peserta didik memfokuskan perhatian secara mental, menimbulkan pertanyaan- pertanyaan, dan merangsang

To find out the public opinion about English words and quotation in business and in a prototype product (initial frame), the writer collected the data by a questionnaire. The

instrument POCT dengan membaca warna yang terbentuk dari sebuah reaksi antara sampel yang mengandung bahan kimia tertentu dengan reagen yang ada pada sebuah.

j) Setiap limbah B3 yang disimpan dalam kemasan karung, jumbo bag atau drum dialasi dengan palet. Penyimpanan limbah B3 bertujuan untuk menyimpan sementara suatu limbah